• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parameter Kualitas Perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Parameter Kualitas Perairan

Welch (1948) menyatakan bahwa kualitas perairan adalah faktor biofisika- kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya. perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya. Effendi (2003) juga berpendapat bahwa kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu.

Masuknya bahan pencemar dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas air dan terkait dengan kapasitas asimilasinya. Apabila kapasitas asimilasinya melebihi ambang batas kelayakan akan menurunkan daya dukung, nilai guna dan fungsi perairan bagi peruntukan lainnya (Dahuri, 2004). Menurut Odum (1993) nilai kisaran parameter yang terukur dilingkungan perairan secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh proses hidrodinamika suatu perairan misalnya pasang surut, gerakan ombak, pengenceran oleh aliran air tawar dan sebagainya. Oliver et.al., (2007) juga menambahkan bahwa pasang surut akan menggerakkan air secara horisontal, sehingga masa air dapat memasuki muara sungai ke arah hulu.

Besar kecilnya nilai kisaran dari parameter tergantung dari beberapa faktor lain seperti intensitas bahan pencemar, iklim, kedalaman, arus, topografi dan geografi sehingga terjadi proses perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang saling berinteraksi (Wardoyo, 1995). Dalam kaitannya dengan pencemaran air Wardoyo (1995) menambahkan bahwa berbagai parameter pencemar dan karakteristiknya yang berkaitan dengan kehidupan mahluk hidup penting untuk diketahui seperti parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya tidak dapat berdiri sendiri. Selain itu menurut Tanaka et.al., (2009) telah diketahui bahwa parameter-parameter pencemaran perairan secara langsung mempengaruhi organisme air seperti benthos, nekton, maupun plankton disuatu perairan. Mahida (1999) mangatakan bahwa untuk melihat pencemaran air ada beberapa parameter kualitas air yang penting untuk ditelaah antara lain warna, bau, rasa, suhu, pH, oksigen terlarut

(DO), BOD5,

a. Suhu

COD, padatan tersuspensi, logam berat, bahan radio aktif dan organisme perairan.

2.4.1 Parameter Fisika

Sifat fisika perairan baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sifat kimia maupun biologis suatu perairan dan nilai manfaat dari perairan tersebut (Diana et.al., 2010) Parameter fisika dari suatu perairan meliputi suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi, padatan terlarut (Nybakken, 1988).

Suhu perairan sangat berkaitan dengan kenyamanan dan kelangsungan kehidupan suatu perairan. Peran lain yang cukup penting adalah suhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi proses kimia dalam suatu perairan (Mahida, 1999). Mahida (1999) juga menambahakan bahwa kecepatan metabolisme akan meningkat dua kali jika suhu naik 10o

b. Kecerahan dan Kekeruhan

C, karenanya perubahan yang besar dari suhu di dalam suatu ekosistem perairan dapat mengakibatkan kerugian dan tidak dapat diterima. Nilai baku mutu suhu air untuk biota sebaiknya berkisar antara suhu air alami di perairan tersebut.

Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter penting dalam menentukan produktifitas suatu perairan. Tingkat kekeruhan suatu perairan berbanding terbalik dengan tingkat kecerahannya atau meningkatnya kekeruhan akan menurunkan kecerahan perairan. Peningkatan kekeruhan ini dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam kolom air sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan produktifitas primer perairan.

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan dari suatu perairan yang menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air menunjukan semakin tinggi kecerahan dan keadaan ini sangat menentukan ketebalan lapisan air yang produktif.

c. Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air karenanya dapat mempengaruhi proses fotosintesis

(Allison et.al., 2007). Akibat yang ditimbulkan oleh adanya padatan tersuspensi dapat mengurangi kemampuan pemurnian alami (self purification) dengan mengurangi fotosintesis dan menutupi organisme dasar (Azwar, 1996).

Jose (2002) menyatakan bahwa padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Mahida (1999) juga menambahkan bahwa air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi yang sangat bervariasi tergantung pada jenis industrinya. Besarnya kandungan padatan tersuspensi menurut Leandro et.al., (2001) akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Sedangkan padatan terlarut adalah padatan yang memiliki ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa organik yang larut dalam air. Air buangan industri umumnya banyak mengandung zat pencemar terlarut yang sering mencemari perairan dan sangat berbahaya bagi kehidupan disekitarnya (Leandro et.al., 2001).

2.4.2 Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH suatu perairan mencirikan suatu keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat meningkatkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikan kadar keasaman (Fakhrudin, 1996).

Nilai pH menunjukan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Dalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam- garam karbonat dan bikarbonat (Effendi, 2003).

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya bahan organik. Limbah organik yang masuk ke dalam perairan akan mengalami penguraian dan proses ini merupakan aktifitas bakteri yang memerlukan oksigen terlarut dalam perairan. Pesatnya aktifitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan akan menurunkan oksigen terlarut (Fardiaz, 1992).

Kandungan oksigen terlarut merupakan parameter penting yang harus diukur untuk mengetahui kualitas perairan. Kandungan oksigen terlarut akan semakin rendah jika masukan limbah ke perairan semakin besar. Hal ini berhubungan dengan semakin bertambahnya aktifitas dekomposisi dalam menguraikan limbah yang masuk (Welch, 1978).

c. BOD5

Kebutuhan oksigen bikimia (BOD (Biochemical Oxygen Demmand)

5

d. COD (Chemical Oxygen Demmand)

) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan organik dalam air. Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutukan untuk mengoksidasi bahan organik. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan oleh semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, berarti terdapat kandungan bahan organik yang membutuhkan banyak oksigen (Mahida, 1999).

Menurunnya oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme suatu biota perairan. jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu rendah, mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak namun sebaliknya mikroorganisme anaerobik akan menjadi aktif (Mahida, 1999).

Kebutuhan oksigen kimia (COD) ialah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam air secara kimiawi. Karenanya uji COD merupakan analisis kimia yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan organik yang sukar dipecah maupun yang dapat dipecah secara mikrobiologis seperti yang terukur dalam uji BOD5

e. Nitrogen

(Welch, 1980).

Senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Senyawa tersebut diperlukan dalam proses reaksi biologis dalam suatu ekosistem perairan. Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), amonia (NH3) terlarut

atau dalam bentuk senyawa-senyawa amonium (NH4+), Nitrat (NO3) dan Nitrit

(NO2). Senyawa-senyawa nitrat dan nitrit terdapat dalam perairan alami sebagai

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0.2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutroifikasi (pengayaan) perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Wardoyo, 1995).

Nitrit (NO2) Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia

dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Wardoyo, 1995).

Amonia (NH3

Dokumen terkait