• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kualitas Udara dalam Ruangan (Indoor Air Quality)

2.2.2 Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan

a) Suhu/Temperatur

Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan maskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan (Mukono, 2000).

Pada suhu udara yang panas dan lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja. Suhu panas dapat mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan., mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris. Sedangkan suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. (Suma’mur, 1996).

Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja. Suhu ruangan harus antara 18oC dan 24°C untuk orang sehat. Meskipun studi tentang Sick Building Syndrome tidak dapat memberikan gambaran suhu yang tepat hasil studi yang ada, karyawan dapat menunjukkan kinerja terbaik saat bekerja pada suhu antara 19oC dan 20°C (ASHRAE 2003b). Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) merekomendasikan bahwa suhu tidak boleh melebihi 26°C untuk pria dan 24°C bagi perempuan. Dalam beberapa sumber, menurut Heryuni (1993) untuk lingkungan kerja disarankan mempunyai suhu kering 22°C-26°C dan suhu basah 21°C-24°C. Sedangkan menurut Mukono (1993), temperatur yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja adalah 23°C- 25°C. Dalam laporan yang berasal dari European Commision, menunjukkan bahwa suhu antara 20 dan 26°C merupakan suhu yang cocok bagi lingkungan kerja.

b)Kelembaban Udara

Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan pelarut berbagai polutan dan dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara. Uap air dapat menumbuhkan dan mempertahankan mikroorganisme di udara dan juga dapat melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan bangunan seperti formaldehide, amonia dan senyawa lain yang mudah menguap, sehingga kelembaban yang tinggi melarutkan senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpajan pada pekerja (Fardiaz, 1992). Ruang yang lembab dan dinding yang basah akan sangat tidak nyaman dan mengganggu kesehatan manusia (Pudjiastuti, 1998).

Kelembaban udara adalah presentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 2002). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu :

1. Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara.

2. Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur tersebut.

Secara umum penilaian kelembaban dalam ruang dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam ruang kerja adalah 40-60% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <40% atau >60% (Depkes RI, 2002).

Kelembaban yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Mukono, 2005).

c) Kecepatan Aliran Udara

Kecepatan alir udara mempengaruhi gerakan udara dan pergantian udara dalam ruang. Besarnya berkisar antara 0,15 sampai dengan 1,5 meter/detik, dapat dikatakan nyaman. Kecepatan udara kurang dari 0,1 meter/detik atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan di dalam ruangan (Arismunandar dan Saito, 2002). Tingkat kenyamanan panas dipengaruhi oleh kecepatan udara. Ketika pendinginan diperlukan, dapat dilakukan peningkatan kecepatan udara.

Sementara ASHRAE sendiri mensyaratkan ventilation rate (jumlah suplai udara dalam ruangan) minimal 20 cfm/orang dalam suatu gedung dan untuk ruangan khusus seperti ruangan merokok ventilation rate yang disyaratkan sebesar 60cfm/orang (EPA, 1998). Ventilation rate memang berpengaruh terhadap mitigasi kontaminan dalam ruangan selain juga suplai udara segar bagi penghuni gedung. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ventilation rate menjadi krusial dalam pencegahan SBS.

d) Pencahayaan

Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi disekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Akibat-akibat penerangan yang buruk adalah :

1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja. 2. Kelelahan mental.

3. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata. 4. Kerusakan alat penglihatan.

5. Meningkatnya kecelakaan (Budiono dkk, 2003)

Adapun pencahayaan yang kurang bisa memaksa mata untuk berakomodasi maksimum sedangkan pencahayaan yang terlalu kuat juga bisa memaksa mata untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk kedalamnya.

Kedua kondisi ini pada akhirnya bisa menimbulkan kelelahan dan memicu gejala- gejala SBS lainnya.

e) Kebisingan

Menurut KepMen N0. 48 Tahun 1996 kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan bisa menimbulkan sakit kepala, dan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini berpotensi untuk menghasilkan berbagai keluhan termasuk gejala-gejala SBS. Kebisingan dapat berasal dari mesin-mesin industri, alat-alat perkantoran yang menimbulkan bunyi yang cukup tinggi, dan lain-lain.

Untuk mencegah kemungkinan gangguan pada manusia terutama ketulian akibat bising (noise induced hearing loss), maka telah ditetapkan batas pemaparan yang aman terhadap bising untuk jangka waktu tertentu, dan dikenal dengan sebutan Nilai Ambang Batas (threshold limit value). Nilai ambang batas dimaksudkan sebagai batas konsentrasi dimana seseorang dapat terpapar dalam lingkungan kerjanya selama 8 jam perhari, 40 jam seminggu berulang-ulang kali tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan.

f) Bau

Bau merupakan faktor kualitas udara yang penting. Bau dapat menjadi petunjuk keberadaan suatu zat kimia berbahaya seperti Hidrogen Sulfida, Ammoniak, dan lain-lain. Selain itu bau juga dihasilkan oleh berbagai proses biologi oleh mikroorganisme. Kondisi ruangan yang lembab dengan suhu tinggi

dan aliran udara yang tenang biasanya menebarkan bau kurang sedap karena proses pembusukan oleh mikroorganisme (Mukono, 2005).

g) Ventilasi

Ventilasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menyebabkan terjadinya Sick Building Syndrome. Luas ventilasi ruangan yang kurang dari 10% menurut standard WHO atau ventilation rate kurang dari 20CFM OA memberikan risiko yang besar untuk terjadinya gejala SBS.. Ventilasi yang paling ideal untuk suatu ruangan apabila ventilasi dalam keadaan bersih, luas memenuhi syarat, sering dibuka, adanya cross ventilation sehingga tidak menyebabkan adanya dead space dalam ruangan. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan pencemaran udara merupakan salah satu sebab terbesar gejala SBS.

Ventilasi dalam lingkungan kerja ditujukan untuk : 1. Mengatur kondisi kenyamanan ruangan.

2. Memperbaruhi udara dengan pencemaran udara ruangan pada batas normal.

3. Menjaga kebersihan udara dari kontaminasi berbahaya.

b) Parameter Kimia

a. Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar dan umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan- bahan yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna. Misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran sampah (Soedomo, 2001).

Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan Hemoglobin (Hb) di dalam darah. Hb di dalam darah secara normal berfungsi dalam sistem transport untuk membawa oksigen dari paru-paru. Dengan adanya CO , Hb, dapat membentuk COHb. Jika terjadi demikian maka kemampuan darah untuk mentransport oksigen menjadi berkurang. Polusi udara oleh CO juga terjadi selama merokok. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terhisap tersebut mengakibatkan kadar COHb di dalam darah meningkat (Fardiaz, 1992).

Jika CO terhirup dapat mengakibatkan hal-hal sebgai berikut (Kusnoputranto, 2002) :

1. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing, koma, kerusakan sel otak dengan keterpajanan CO selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50-100 ppm.

2. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing, koma, kerusakan sel otak dengan keterpajanan selama 2 jam dengan konsentrasi CO sebesar 250 ppm.

3. Keterpajanan CO selama 1 jam dengan konsentrasi 750 ppm menyebabkan kehilangan kesadaran, keterpajanan 3-4 jam menyebabkan kematian. b. NOX

Gas ini adalah kontributor utama smog dan deposisi asam. Nox bereaksi dengan senyawa organik volatile membentuk ozon dan oksida lainnya. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NOx adalah paru-paru. Paru-

paru terkontaminasi oleh gas NOx akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas dan mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya sistem pernafasan,bila kondisinya kronis dapat berpotensi terjadi Bronkhitis serta akan terjadi penimbunan Nitrogen Oksida dan dapat merupakan sumber Karisogenik (Sunu, 2001).

c. SOx

SOx merupakan gas yang tidak berbau bila berada dalam konsentrasi rendah, akan tetapi memberikan bau yang tajam pada konsentrasi pekat. SOx berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batu bara. SOx merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiofaskuler (Sunu, 2001).

d. Volatile Organic Compound (VOC)

Kehadiran pencemar organik mungkin merupakan konstituen terbesar dari aerosol yang ada di dalam ruang. Dikarenakan jumlah spesies bahan kimia hadir di udara dalam ruang, dan kesulitan di dalam identifikasi dan kuantifikasi dari kimia organik yang tercampur, maka kontaminasi senyawa organik (VOC) di dalam ruangan belum dapat diketahui dengan baik sampai saat ini. Menurut Bortoli dari senyawa-senyawa yang telah dilakukan studi, senyawa paling banyak teridentifikasi meliputi toluene, xylene, dan apiene (Pudjiastuti, 1998).

Beberapa senyawa organik volatile yang ditemukan di dalam ruangan telah menunjukkan adanya hubungan dengan sejumlah gejala penyakit. Beberapa gejala penyakit yang ada di dalam ruang yang banyak dijumpai yaitu sakit kepala,

iritasi mata dan selaput lendir, iritasi sistem pernafasan, drowsiness (mulut kering), fatigue (kelelahan), malaise umum.

e. Formaldehide

Formaldehide adalah gas yang tidak bernyawa dengan bau yang menyengat. Banyak sekali bahan yang ada dalam ruangan dapat mengemisikan gas formaldehide termasuk bahan yang diisolasi, flafon, kayu lapis, furniture kantor, lem karpet, bermacam-macam plastik, serat sintesis dalam karpet, pestisida, cat dan kertas. Tingkat emisi formaldehide naik dengan kenaikan suhu (Pudjiastuti, 1998).

Formaldehide adalah aldehida yang paling sederhana yang memiliki sifat mudah menguap. Dalam industri sering digunakan sebagai bahan pelarut, perekat, dan pengawet. Untuk kesehatan, formaldehide sering digunakan sebagai bahan antiseptik, sterilisasi khususnya untuk alat pembersih ginjal (Fardiaz, 1992).

Pemaparan formaldehide ke tubuh manusia dapat dengan berbagai cara antara lain melalui penyuntikan, kuloit, dan pernafasan. Berikut adalah efek akut dari formaldehide (Meyer, 1977) :

1. Melalui pernafasan, iritasi terhadap kulit, dan sistem pernafasan

Formaldehide dapat menimbulkan iritasi pada selaput lendir di rongga hidung, bagian mulut, sistem pernafasan atas yang menimbulkan perasaan panas, penyempitan kerongkongan, tercekik, dan batuk terus menerus.

2. Sensitifitas

Formaldehide dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, dan bau tersebut sangat sensitif pada bagian pernafasan atas.

3. Anasthesia

Formaldehide dapat digunakan sebagai anasthesia yang diberikan melalui oral dan suntikan. Bila pemberian tidak memenuhi dosis yang sesuai dengan peruntukkan maka tidak terjadi anasthesia, formaldehide akan mengalami metabolisme secara cepat yang menimbullkan mual, muntah- muntah, sakit kepala, dan kelemahan.

4. Penyakit organ

Keterpajanan formaldehide secara terus-menerus pada dosis yang tinggi, di samping merusak sistem pernafasan, infeksi paru, dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, sistem saraf pusat, jaringan tubuh, dan sistem reproduksi wanita..

c) Parameter Mikrobiologi

Mikrobiologi Udara terdapat mikroorganisme yang dapat muncul dalam waktu dan tempat yang berbeda. Meskipun tidak ada mikroorganisme yang mempunyai habitat asli udara, tetapi udara di sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung bermacam-macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam (Michael J,1988).

Mikrobiologi adalah organisme yang dapat dilihat hanya dengan bantuan pembesaran mikroskop berdaya tinggi, berukuran sangat kecil (mikro), sehingga mudah dihembuskan angin dan menempel pada debu (bioaerosol).

Mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan luar seperti serbuk sari, jamur dan spora, dapat pula berasal dari dalam ruang seperti serangga, jamur, kutu binatang peliharaan dan bakteri (Pudjiastuti, dkk, 1998).

Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui sistem ventilasi. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi, dan iritasi. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi (humidifier) yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai seperti demam, pilek, sesak nafas dan nyeri otot dan tulang (Waluyo, 2009).

a. Bakteri Patogen

Bakteri merupakan makhluk hidup yang kasat mata, dan dapat juga menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorasi bagi gedung apabila tumbuh dan berkembang biak pada lingkungan indoor. Gangguan kesehatan yang muncul dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan. Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar (misalnya dari kerusakan tangga, endapan kotoran, dan sebagainya) serta dapat memberikan pengaruh bagi manusia seperti saat bernapas, batuk, bersin. Selain itu, bakteri juga didapati pada sistem cooling towers (seperti Legionella), bahan bangunan dan furniture, walpaper, dan

karpet lantai. Di dalam gedung, bakteri tumbuh dalam standingwater tempat water spray dan kondensasi AC (Jawetz, 2003).

Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya di udara, umunya disebut jasad kontaminan. Suatu benda atau substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai benda atau substrat yang terkontaminasi. Jasad-jasad renik kontaminan, antara lain yaitu (Louise, 2003) :

1. Bakteri Bacillus

Genus Bacillus termasuk batang besar, gram positif, aerob, yang membentuk rantai. Kebanyakan anggota genus ini adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa diantaranya patogen terhadap insekta, seperti :

a) Bacillus Anthracis, berbahaya bagi orang yang menangani hewan berkuku, kulit hewan, penyebab antraks ini adalah bakteri patogen utama dalam genus ini.

b) Bacillus Cereus, dapat tumbuh dalam makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan, dapat menimbulkan penyakit pada orang dengan gangguan daya tahan tubuh.

c) Bacillus Subtilis, bakteri yang sangat banyak diudara tetapi tidak patogen. 2. Bakteri Staphylococcus

Genus ini merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, beberapa merupakan anggota flora

normal pada kulit dan selaput lendir manusia, tiga tipe stafilokokus yang berkaitan dengan medis adalah sebagai berikut :

a) Staphylococcus Aureus, adalah patogen utama pada manusia, penularan berdiam di mukosa hidung manusia atau di kulit, kuman ini menyebar melalui tangan, bersin, dan lesi kulit.

b) Staphylococcus Epidermis, flora kulit yang menyebabkan infeksi kateter atau alat prostetik yang melekat melalui pembentukan biofilm.

c) Staphylococcus Saprophyticus, umumnya menyebabkan infeksi saluran urin (ISK) pada wanita muda.

3. Bakteri Streptococcus

Bakteri gram positif berbentuk bulat, beberapa diantaranya merupakan anggota flora normal pada manusia dan sebagian lain dapat menimbulkan sensitisasi akibat kuman, beberapa jenis diantaranya :

a) Streptococcus Pyogenes (group A), reservoir adalah orofaring pada manusia meliputi kapsul asam hialuronat yang berperan dalam kemampuan menyebarnya kuman.

b) Streptococcus Agalactiae (group B), pada orang dewasa menyebabkan demam simtomatik dan pada neonatus ditandai dengan gangguan pernapasan, sepsis, pneumonia dan meningitis.

c) Streptococcus Pneumonia, kolonisasi mukosa nasofaring (sampai 30% orang normal) menyebabkan penyebaran melalui percikan ludah, tetapi tidak dianggap sangat menular karena jarang timbul pada orang sehat.

4. Bakteri Pseudomonas

Bakteri gram-negatif, motil, aerobik, beberapa galur memproduksi pigmen larut air. Pseudomonas tersebar secara luas pada tanah, air, tanaman, dan binatang, dan banyak dijumpai :

a) Pseudomonas Aeruginosa, tersebar luas di alam dan biasanya ada di lingkungan lembab di rumah sakit, dapat berada pada orang sehat, dimana bersifat saprofit, ini menyebabkan penyakit pada manusia dengan ketahanan tubuh yang tidak normal.

Dokumen terkait