LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
ANALISA KUALITAS FISIK DAN MIKROBIOLOGI UDARA RUANGAN BER-AC DAN KELUHAN SICK BUILDING SYNDROME PADA PEGAWAI BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH KOTA
MEDAN DI GEDUNG WALIKOTA MEDAN TAHUN 2015
Tanggal :
A4.4 Sudah berapa lama anda bekerja di tempat anda sekarang ini? B. Kebiasaan Merokok
B1. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok di dalam gedung tempat Anda bekerja?
1. Tidak 2. Ya
B2. Berapa batang rokok yang Anda habiskan dalam satu hari? 1. > 3 batang
2. 1 batang 3. 0 batang
B3. Apakah Anda sudah merokok di dalam ruang kerja hari ini? 1. Tidak
2. Ya
C. Gejala dan Frekuensi Keluhan-keluhan Sick Building Syndrome (SBS) C1. Apakah pada saat sebelumnya pergi bekerja Anda dalam kondisi yang sehat ?
1. Ya 2. Tidak
Jika Tidak, Sebutkan :
C2. Apakah Anda mempunyai riwayat alergi dan atau penyakit astma? 1. Ya
Jika Ya, Sebutkan :
C3.7. Sulit berkonsentrasi C3.8. Rasa lelah
C3.9. Batuk-batuk C3.10. Pilek / Flu C3.11. Sakit telinga C3.12. Sesak nafas
C3.13. Mual dan pusing-pusing
C4. Apakah keluhan tersebut masih dirasakan setelah anda pulang dari kantor/keluar dari gedung tempat Anda bekerja?
1. Ya 2. Tidak
LEMBAR OBSERVASI
No Responden :
Lokasi :
Jumlah Pegawai : Pengukuran :
1. Suhu : ... °C
LAMPIRAN.
MASTER DATA
ANALISA KUALITAS FISIK DAN MIKROBIOLOGI UDARA RUANGAN BER-AC DAN KELUHAN SICK BUILDING SYNDROME PADA PEGAWAI BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI GEDUNG WALIKOTA
50 Riana 2 28 1 1 1 3 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 10 1 51 Ani 2 28 1 1 1 3 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 3 0
KETERANGAN : JK : Jenis Kelamin UK : Umur Kategorik LB : Lama Bekerja Per Hari
RG : Kebiasaan Merokok Didalam Gedung/Ruang Kerja BR : Batang Rokok Dihabiskan Sehari
MP : Keluhan Iritasi Mata Terasa Panas HG : Keluhan Iritasi Hidung Gatal HK : Keluhan Iritasi Hidung Kering HB : Keluhan Iritasi Hidung Bersin-Bersin TK : Keluhan Iritasi Tenggorokan Kering TS : Keluhan Tenggorokan Serak
FP : Keluhan Flu atau Pilek ST : Keluhan Sakit Telinga SN : Keluhan Sesak Nafas MP : Keluhan Mual atau Pusing
PK : Keluhan Masih Dirasakan Setelah Pulang Kerja SBS : Keluhan SBS
Dokumentasi Penelitian
Gambar Lampiran 1. Kondisi Ventilasi Gambar Lampiran 2. Kondisi Kerja
Gambar Lampiran 3. Kondisi Ruangan Gambar Lampiran 4. Ruangan Pegawai
Seluruhnya Menggunakan Pintu Kaca
Gambar Lampiran 5. Pengukuran Suhu dan Gambar Lampiran 6. Penggunaan AC
Kelembaban Udara Local Didalam Ruangan
Statistics
Jenis Kelamin
N Valid 51
Missing 0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 27 52.9 52.9 52.9
perempuan 24 47.1 47.1 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Usia
N Valid 51
Missing 0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 21-30 thn 10 19.6 19.6 19.6
31-40 thn 20 39.2 39.2 58.8
41-50 thn 7 13.7 13.7 72.5
51-60 thn 14 27.5 27.5 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Lama Bekerja Per Hari
N Valid 51
Missing 0
Lama Bekerja Per Hari (jam)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Statistics
Merokok Dalam Gedung
N Valid 51
Missing 0
Merokok Dalam Gedung
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 35 68.6 68.6 68.6
ya 16 31.4 31.4 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Batang Rokok Dihabiskan
N Valid 51
Missing 0
Batang Rokok yang dihabiskan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Valid > 3 btg 16 31.4 31.4 31.4
0 btg 35 68.6 68.6 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Riwayat Alergi atau Penyakit
N Valid 51
Missing 0
Memiliki Riwayat Alergi atau Penyakit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 1 2.0 2.0 2.0
tidak 50 98.0 98.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Iritasi Mata
Merah
Iritasi Mata
Berair Iritasi Mata Gatal
Iritasi Mata
Terasa Panas
Statistics
Iritasi Mata
Merah
Iritasi Mata
Berair Iritasi Mata Gatal
Iritasi Mata
Terasa Panas
N Valid 51 51 51 51
Missing 0 0 0 0
Iritasi Mata Merah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 40 78.4 78.4 78.4
1-3 terjadi 11 21.6 21.6 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Mata Berair
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 37 72.5 72.5 72.5
1-3 terjadi 14 27.5 27.5 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Mata Gatal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Valid tidak pernah 49 96.1 96.1 96.1
1-3 terjadi 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Mata Terasa Panas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 37 72.5 72.5 72.5
1-3 terjadi 13 25.5 25.5 98.0
setiap hari 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Iritasi Hidung
Gatal
Iritasi Hidung
Kering
Iritasi Hidung
Bersin
N Valid 51 51 51
Iritasi Hidung Gatal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 39 76.5 76.5 76.5
1-3 terjadi 10 19.6 19.6 96.1
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Hidung Kering
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 36 70.6 70.6 70.6
1-3 terjadi 15 29.4 29.4 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Hidung Bersin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 15 29.4 29.4 29.4
1-3 terjadi 31 60.8 60.8 90.2
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 94.1
Iritasi Hidung Bersin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 28 54.9 54.9 54.9
1-3 terjadi 21 41.2 41.2 96.1
Iritasi Tenggrorokan Kering
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 28 54.9 54.9 54.9
1-3 terjadi 21 41.2 41.2 96.1
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Tenggorokan Serak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 40 78.4 78.4 78.4
1-3 terjadi 9 17.6 17.6 96.1
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Tenggrorokan Gatal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
1-3 terjadi 6 11.8 11.8 98.0
1-3 sepekan 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Iritasi Kulit
Kering Iritasi Kulit Gatal
Iritasi Kulit
Merah
N Valid 51 51 51
Missing 0 0 0
Iritasi Kulit Kering
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 37 72.5 72.5 72.5
1-3 terjadi 8 15.7 15.7 88.2
1-3 sepekan 6 11.8 11.8 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Kulit Gatal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Valid tidak pernah 47 92.2 92.2 92.2
1-3 terjadi 1 2.0 2.0 94.1
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 98.0
setiap hari 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Iritasi Kulit Merah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 51 100.0 100.0 100.0
Kekeringan Bibir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 31 60.8 60.8 60.8
1-3 terjadi 15 29.4 29.4 90.2
1-3 sepekan 4 7.8 7.8 98.0
setiap hari 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 23 45.1 45.1 45.1
1-3 terjadi 26 51.0 51.0 96.1
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Sulit Berkonsentrasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 33 64.7 64.7 64.7
1-3 terjadi 13 25.5 25.5 90.2
1-3 sepekan 5 9.8 9.8 100.0
Total 51 100.0 100.0
Rasa Lelah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 8 15.7 15.7 15.7
1-3 terjadi 32 62.7 62.7 78.4
1-3 sepekan 11 21.6 21.6 100.0
Batuk Batuk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 29 56.9 56.9 56.9
1-3 terjadi 21 41.2 41.2 98.0
1-3 sepekan 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Flu atau Pilek
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 27 52.9 52.9 52.9
1-3 terjadi 22 43.1 43.1 96.1
1-3 sepekan 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Sakit Telinga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 51 100.0 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 50 98.0 98.0 98.0
1-3 sepekan 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Mual dan Pusing
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak pernah 43 84.3 84.3 84.3
1-3 terjadi 8 15.7 15.7 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Masih Dirasa Setelah Pulang
Kerja
N Valid 51
Missing 0
Masih Dirasa Setelah Pulang Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Valid ya 5 9.8 9.8 9.8
tidak 46 90.2 90.2 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan SBS
N Valid 51
Missing 0
Keluhan SBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0-3 keluhan 11 21.6 21.6 21.6
> 4 keluhan 40 78.4 78.4 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan SBS
Statistics
Keluhan SBS
N Valid 6
Missing 0
Keluhan SBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 4 keluhan 6 100.0 100.0 100.0
Statistics
Keluhan SBS
N Valid 10
Missing 0
Keluhan SBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
> 4 keluhan 6 60.0 60.0 100.0
Total 10 100.0 100.0
Statistics
Keluhan SBS
N Valid 12
Missing 0
Keluhan SBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0-3 keluhan 4 33.3 33.3 33.3
> 4 keluhan 8 66.7 66.7 100.0
Total 12 100.0 100.0
Statistics
Keluhan SBS
N Valid 23
Keluhan SBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0-3 keluhan 3 13.0 13.0 13.0
> 4 keluhan 20 87.0 87.0 100.0
Total 23 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Iritasi Mata
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Iritasi Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 23 45.1 45.1 45.1
ya 28 54.9 54.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Keluhan Iritasi Hidung
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Iritasi Hidung
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 9 17.6 17.6 17.6
ya 42 82.4 82.4 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Iritasi Tenggorokan
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Iritasi Tenggorokan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 22 43.1 43.1 43.1
Keluhan Iritasi Tenggorokan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 22 43.1 43.1 43.1
ya 29 56.9 56.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Iritasi Kulit
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Iritasi Kulit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 35 68.6 68.6 68.6
ya 16 31.4 31.4 100.0
Statistics
Keluhan Kering Bibir
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Kering Bibir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 31 60.8 60.8 60.8
ya 20 39.2 39.2 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Sakit Kepala
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Sakit Kepala
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
ya 28 54.9 54.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Sulit Konsentrasi
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Sulit Konsentrasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 33 64.7 64.7 64.7
ya 18 35.3 35.3 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Rasa Lelah
N Valid 51
Missing 0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 8 15.7 15.7 15.7
ya 43 84.3 84.3 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Batuk-Batuk
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Batuk-Batuk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 29 56.9 56.9 56.9
ya 22 43.1 43.1 100.0
Statistics
Keluhan Pilek atau Flu
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Pilek atau Flu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 27 52.9 52.9 52.9
ya 24 47.1 47.1 100.0
Total 51 100.0 100.0
Statistics
Keluhan Sesak Nafas
N Valid 51
Missing 0
Keluhan Sesak Nafas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
ya 1 2.0 2.0 100.0
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y dan Tri Hastuti. 2002. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Universitas Indonesia. Jakarta.
American Society for Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers (ASHRAE), ASHRAE Standard 62-1989, Standard for Acceptable Indoor Air Quality,Atlanta.
Anies. 2004. Problem Kesehatan Masyarakat dan Sick Building Sydrome. Jurnal Kedokteran Yarsi. Jakarta.
Arismunandar, W dan H saito. 2002. Penyegaran Udara. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta.
Budiono, A.M.S, R.M.S. Jusuf, A.Pusparini. 2003. Bunga Rampai Hiperkes & KK. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Burge S, Hedge A, Wilson S, Bass JH, RobertsonA. 1987. Sick Building Syndrome a study of 4373 office workers, Ann Occup Hygo n0.31, pp 493-504
Bisri, A. 2008. Bahaya Psikososial dan Stres Kerja. Available:http://aapip2812.multiply.com/journal/item/9/ diakses tanggal 2 Agustus 2015.
Depkes RI, 2005. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. www.depkes.go.id/download/Udara.PDF. diakses tanggal 1 agustus 2015.
DepKes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1450/MenKes/SK/XI/2002 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Depkes RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 351/MenKes/SK/III/2003 tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Sektor Kesehatan Lampiran II.
EPA.1998. An Office Building Occupational’s Guide to Indoor Air Quality.
Guntoro, H. 2008. Sick Building Syndrome Penyakit Bisa Bersumber Dari Kantor. Available : www.sinarharapan.co.id/ Diakses tanggal 2 Agustus 2015.
Hawley, Louise B. 2001. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi (High-Yield Microbiology and Infectious Diseases). Hipokrates. Jakarta.
H. J. Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.
Hidayat, Tien Y. 2005. ”Sick Building Syndrome” Penyakit Perkantoran Modern. Pikiran Rakyat Cyber Media
Hutagalung, Michael. 2008. Teknologi Pengolahan Limbah Gas. Dari :
http://www.majarikanayakan.com/author/michaeljubel.html. diakses tanggal 1 Agustus 2015.
Idham, Muhammad. 2003. Manajemen Kualitas Udara dalam Gedung Bertingkat. Hiperkes. Jakarta.
Imron, Moch. 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Cv Sagung Seto. Jakarta.
Jawetz, E., J.L Melnick., E.A, Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 23. EKG. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405 tahun 2002 tentang : Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan di Lingkungan Kerja Perkantoran
Kusnoputranto, Haryoto. 2002. Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkantoran. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Laila, Nur Najmi. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pegawai Di Gedung Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. FKIK UIN Jakarta. Tangerang. Lintas Solusi Prima. Sick Builiding Syndrome. Jakarta. 2010.
Availablehttp://www.lintassolusiprima.com/Sick Building Syndrome diakses tanggal 1 Agustus 2015.
Mukono, dkk. 2005. Pengaruh kualitas udara dalam ruangan ber-AC terhadap gangguan kesehatan. Jurnal kesehatan lingkungan vol 1, No. 2 Januari 2005.
NIOSH. 2001. Indoor Air Quality and Work Environment Symptoms, Survey. NIOSH
Noviana, Wirastini. 1998. Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Dengan Sick Building Syndrome Pada Pekerja Wanita di Pertokoan Mall Blok-M Jakarta. FKBlok-M UI. Depok
Nurhadi, Subroto. 2005. Pengaruh Pelatihan, Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang. Thesis Surakarta : Program Pascasarjana Magister Manajemen UMS.
Pelczar, M.J dan E.C.S, Chan. 1988. Elements of Micribiology.McGraw-Hill Book Company. Universitas Indonesia. Jakarta.
Prasasti, C. I, J. Mukono, dan Sudarmaji. 2005. Pengaruh kualitas udara dalam ruangan ber-AC terhadap gangguan kesehatan. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN VOL.1, NO.2. http://jurnal.unair.ac.id/filter PDF/KESLING-1-2-07.pdf/ diakses pada tanggal 2 Agustus 2015.
Pudjiastuti, Lily. 1998. Kualitas Udara Dalam Ruang. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Sugiarto, Monika. 2004. Polusi Udara : Siapa yang Mengontrol Udara yang kita hirup?www.kcdj.org diakses tanggal 3 Agustus 2015.
Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja Cetakan ke- 13. PT Toko Gunung Agung. Jakarta.
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Pt Grasindo. Jakarta.
Soedomo, M. 2001. Kumpulan Makalah Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.
Spengler, John, D. 2001. Indoor Air Quality Handbook United States of America: Mc graw ; Hill companies
WHO. 2005. Air Guidelines for Particulate Matter, Ozzone, Nitrogen Dioxide and Sufur Dioxide Update Global 2005: Summary Of Risk Assesment. WHO Regional Office For Europe, Copenhagen, Denmark.
Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. UMM Press. Malang.
Wawolumaya, C. 1996. Sick Building Syndrome. Jurnal Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia No 10, Jakarta. http://isjd
pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/36408156167_0125_9695.pdf/ diakses tanggal 3 Agustus 2015
Widagdo, S. 2009. Kualitas Udara Dalam Ruang Kerja. http://www.batan.go.id/ptrkn/file/Epsilon/vol_13_03/p5.pdf/ Diakses tanggal 2 Agustus 2015.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif dengan desain yang digunakan adalah cross sectional, melakukan pengamatan/observasi yang dilaksanakan sekaligus pada saat yang sama terhadap variabel-variabel.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja kantor Gedung Walikota Medan pada ruangan kerja pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan sebanyak 4 ruangan kerja, yaitu :
1.Ruangan Kerja Bidang Sekretaris Badan Pengelola Keuangan Daerah 2.Ruangan Kerja Bidang Perbendaharaan
3.Ruangan Kerja Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan 4.Ruangan Kerja Bidang Anggaran
3.2.2. Waktu Penelitian
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan dengan jumlah 104 orang
3.3.2. Sampel
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian populasi yang di peroleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane di kutip dari Imron (2010) :
n = N 1+ N (d²) Keterangan :
N = Besar Populasi n = Besar Sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1) maka :
n = N 1+ N (d²) n = 104
1+ 104 (0,1²) n = 104
1+ 104 (0,01) n = 104
2,04 n = 50,98 n = 51
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini Propotional Random Sampling. Pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil
subyek dari setiap ruangan kerja ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing ruangan. Adapun besar atau jumlah pembagian sampel untuk masing-masing ruangan kerja dengan rumus yaitu :
n = X x N1
N Keterangan :
n : Jumlah sampel yang digunakan pada setiap ruangan kerja N : Jumlah seluruh populasi pegawai Badan Pengelola
Keuangan Daerah Kota Medan
X : Jumlah populasi pada setiap ruangan kerja N1 : Sampel
Berdasarkan rumus, jumlah sampel dari masing-masing ruangan kerja pegawai di 4 ruangan yaitu :
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Untuk pengumpulan data primer diperoleh secara langsung melalui kuesioner yang dipandu pengisiannya mengenai karakterisrik karyawan yaitu identitas responden, umur, jenis kelamin, perilaku merokok dalam ruangan dan lama bekerja dan mengenai keluhan SBS secara subyektif, serta observasi tempat penelitian dan data hasil pengukuran kualitas udara tempat kerja di Gedung Walikota Medan.
3.4.2. Data Sekunder
Untuk data sekunder diperoleh dari perusahaan mengenai perusahaan secara umum yaitu secara studi dokumen, meliputi data perusahaan secara umum, kondisi fisik lingkungan tempat kerja, serta jumlah karyawan.
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional
1. Sick Building Syndrome (SBS) adalah gejala-gejala fisik yang disebabkan oleh kualitas udara dalam ruangan, yang terjadi minimal satu gejala dirasakan oleh 30% dari total responden penelitian. Gejala yang dialami oleh responden sebanyak 4 gejala atau lebih dalam seminggu pada saat penelitian berlangsung, dan hanya timbul selama jam kerja berlangsung dan pada lokasi kerja.
Gejala-gejala tersebut sesuai kriteria WHO terdiri dari :
iritasi mata, flu tenggorokan
kekeringan membran mukosa/bibir
sakit kepala dan mental fatigue
batuk sesak nafas (mengik)
mual, pusing dan hipertensivitas tidak spesifik
2. Suhu Ruangan adalah temperatur di ruang kerja yang diukur langsung dengan Thermohygrometer. Memenuhi syarat jika suhu 18°C - 28°C.
3. Kelembaban Udara adalah kandungan uap air di udara dalam ruang kerja dan diukur langsung dengan Thermohygrometer. Memenuhi syarat jika kelembaban 40% - 60%.
4. Pencahayaan adalah intensitas penerangan di dalam ruang kerja yang diukur langsung dengan Lux meter. Standar pencahayaan di ruangan lingkungan kerja menurut KepMenKes No. 1405 tahun 2002 yaitu minimal 100 lux. 5. Jumlah koloni angka kuman udara dalam ruangan adalah adanya sejumlah
koloni jasad renik (kuman) yang ditemukan di dalam udara ruang kerja sebagai indikator dalam ruangan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, kualitas udara
dalam ruang dikatakan baik apabila angka kuman dalam ruang kurang dari 700 koloni / m3 udara dan bebas kuman patogen.
6. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak responden lahir sampai tahun dilakukan penelitian.
8. Kebiasaan Merokok adalah kebiasaan responden merokok di ruang kerja secara kontinyu setiap hari, minimal 1 batang/hari dan sudah melakukannya saat penelitian berlangsung.
9. Lama Bekerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali responden masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung.
3.6. Aspek Pengukuran
1. Sick Building Syndrome (SBS)
Gejala-gejala yang dialami dan dirasakan oleh 30% dari total
responden penelitian. Gejala yang dialami oleh responden
sebanyak 4 gejala atau lebih, minimal 2 kali dalam seminggu
dan sekurangnya satu gejala dialami dan hanya timbul
selama jam kerja berlangsung dan pada ruang kerja (EPA
1991, WHO 1984).
Maka [ 0 ] Kriteria gejala fisik SBS tidak ditemukan
[ 1 ] Kriteria gejala fisik SBS ditemukan
2. Suhu Ruangan
Temperatur di ruang kerja yang diukur langsung. Memenuhi
syarat jika suhu 18°C - 28°C.
3. Kelembaban Udara
Kandungan uap air di udara dalam ruang kerja dan diukur
4. Pencahayaan
Intensitas penerangan di dalam ruang kerja yang diukur
langsung. Standar pencahayaan di ruangan lingkungan
kerja menurut KepMenKes No. 1405 tahun 2002 yaitu
minimal 100 lux.
5. Jumlah Koloni Angka Kuman
Sejumlah koloni jasad renik (kuman) yang ditemukan di
dalam udara ruang kerja sebagai indikator dalam ruangan.
Menurut KepMenKes no. 1405 tahun 2002 kualitas udara
dalam ruang dikatakan baik apabila angka kuman dalam
ruang kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas kuman
patogen.
3.7. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan prossedur yang terarah mulai dari pengukuran suhu ruangan, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, dan pencahayaan serta pengukuran jumlah koloni mikroorganisme dalam ruangan, seperti diuraikan berikut ini :
3.7.1. Prosedur Pengukuran Suhu dan Kelembaban a.Alat : Thermohygrometer
b.Bahan / Objek : Pada ruangan kerja sebanyak 1 titik yaitu bagian tengah ruangan
1. Siapkan alat Thermohygrometer 2. Tekan tombol ON
3. Untuk mengetahui suhu udara tekan tombol °C 4. Catat angka yang muncul
5. Untuk mengetahui kelembaban udara tekan tombol RH% 6. Catat angka yang muncul
7. Setelah selesai tekan tombol OFF d.Waktu : Jam 10.00 WIB
3.7.2. Prosedur Pengukuran Pencahayaan a.Alat : Lux meter
b.Bahan / Objek : Pada ruangan kerja sebanyak 1 titik yaitu bagian tengah ruangan
c.Prosedur Kerja :
1. Siapkan alat Lux meter
2. Atur jarak pengkuruan dengan alat ± 1 meter 3. Tinggi alat dengan permukaan lantai ± 1 meter
4. Hidupkan alat Lux meter dengan menekan tombol ON
5. Angka akan menunjukkan 000 (sebelum sensor cahaya dibuka) bukan sensor cahaya
6. Perhatikan angka yang muncul pada layar Lux meter
7. Angka yang berhenti paling lama menunjukkan besarnya Intensitas cahaya yang diukur
d.Waktu : Jam 10.00 WIB
3.7.3. Prosedur Pengukuran Jumlah Angka Kuman Udara Ruangan a.Alat : Cawan Petri dan Colony Counter
b.Objek : Pada ruangan kerja sebanyak 1 titik yaitu bagian tengah ruangan
c.Bahan :
1. Media Nutrient Agar (NA) 2. Colony Counter
3. Incubator d.Prosedur Kerja :
1. Bersihkan ruangan dan dalam keadaan seperti biasanya
2. Siapkan Cawan Petri yang sudah dilengkapi dengan Media Nutrient Agar (NA)
3. Letakkan Cawan Petri yang ada pada titik sampel yang telah ditentukan
4. Kemudian tunggu selama ± 15 menit agar udara dalam ruangan menyatu dengan Media NA tersebut.
5. Lalu Media NA ditutup dan disimpan agar dapat dihitung pertumbuhan bakteri
6. Media NA akan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam pada lab analisis
8. Catat hasil perhitungan pada lembar rekaman pengecekan e.Waktu : Jam 10.00 WIB
3.8. Metode Analisa Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Gedung Kantor Walikota Medan yang beralamat dijalan Kapten Maulana Lubis No 2 Medan di Kecamatan Medan Petisah. Adapun batas-batas wilayah untuk Gedung Kantor Walikota Medan, yaitu :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Tembakau Deli
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Gedung DPRD Kota Medan - Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Deli
- Sebalah Barat berbatasan dengan Palladium Mall Medan
Gedung Kantor Walikota ini merupakan gedung lama di Kota Medan. Gedung ini terdiri dari 2 lantai dengan berbagai Bagian sesuai tugas dan peruntukkannya. Badan Pengelola Keuangan merupakan salah satu Bagian yang bekerja dalam Pemerintahan Kota Medan yang berada di lantai 2 pada gedung tersebut.
Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan ini memiliki 1 Kepala Bagian dengan jumlah pegawai sebanyak 104 orang yang bekerja masing- masing pada 4 Bidang tertentu. Adapun 4 Bidang tersebut yaitu :
- Bidang Perbendaharaan dengan jumlah pegawai sebanyak 47 orang, ruangan ini cukup besar diantara ruangan lainnya dan pada ruangan ini juga menggunakan sistem pendingin ruangan (AC lokal).
- Bidang Akuntansi Pelaporan Keuangan dengan jumlah pegawai sebanyak 12 orang, pada ruangan ini menggunkan sistem pendingin ruangan (AC lokal).
- Bidang Anggaran dengan jumlah pegawai sebanyak 21 orang, pada ruangan ini menggunakan sistem pendingin ruangan (AC lokal).
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Kualitas Fisik Udara Ruangan
Pengukuran kualitas fisik udara ruangan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pada 4 ruangan kerja antara lain : Ruang Akuntansi Pelaporan, Ruang Anggaran, Ruang Sekretariat dan Ruang Perbendaharaan dengan parameter yang diukur yaitu Suhu, Kelembaban Udara dan Pencahayaan di Gedung Kantor Walikota Medan tahun 2015.
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, didapatkan hasil pengujian kualitas fisik udara bahwa suhu pada masing-masing ruangan kerja berada dalam kondisi normal atau sesuai Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditentukan. Suhu ruangan pada Ruang Anggaran dan Ruang Sekretariat memiliki suhu yang lebih tinggi 28 °C daripada ruang yang lainnya.
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Kelembaban Udara pada Ruangan Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015
Lokasi Parameter
(Kelembaban)
Hasil (%)
Baku Mutu (%)
Ket.
Ruang Akuntansi Kelembaban 60 % 40% - 60% Sesuai Ruang Anggaran Kelembaban 65 % 40% - 60% Tdk Sesuai Ruang Sekretariat Kelembaban 62 % 40% - 60% Tdk Sesuai Ruang Perbendaharaan Kelembaban 65% 40% - 60% Tdk Sesuai
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Pencahayaan pada Ruangan Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015
Ruang Akuntansi Pencahayaan 65,4 Lux Min 100Lux Sesuai Ruang Anggaran Pencahayaan 66,8 Lux Min 100Lux Sesuai Ruang Sekretariat Pencahayaan 67,2 Lux Min 100Lux Sesuai Ruang Perbendaharaan Pencahayaan 77,4 Lux Min 100Lux Sesuai
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, didapatkan hasil pengujian kualitas fisik udara bahwa pencahayaan pada masing-masing ruangan kerja masih dibawah standart Nilai Ambang Batas (NAB) ynag telah ditentukan.
4.2.2. Kualitas Mikrobiologi Udara Ruangan
Pengukuran kualitas mikrobiologi udara ruangan dilakukan pada 4 ruangan kerja antara lain : Ruang Akuntansi Pelaporan, Ruang Anggaran, Ruang Sekretariat, dan Ruang Perbendaharaan di Gedung Kantor Walikota Medan tahun 2015.
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, didapatkan hasil pengujian kualitas mikrobiologi udara pada masing-masing ruangan kerja bahwa jumlah koloni angka kuman (bakteri) masih sesuai atau dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditentukan. Pada Ruang Anggaran didapatkan hasil uji lebih tinggi daripada ruang yang lainnya yaitu 550 CFU/m3 dan terendah pada Ruangan Akuntansi yaitu 180 CFU/m3.
4.2.3. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dinilai pada penelitian ini antara lain jenis kelamin, usia, kebiasaan merokok, dan lama bekerja dalam ruangan pada pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015.
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Pegawai Yang Bekerja Didalam Ruangan Ber-AC Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Kebiasaan Merokok Dalam Ruangan, Lama Bekerja Per Hari di Gedung Walikota Medan Tahun 2015 No Karakteristik Pegawai Yang Bekerja Didalam
Tabel 4.5 (Lanjutan)
3. Kebiasaan Merokok Dalam Ruangan
a. Ya 16 31,4
b. Tidak 35 68,6
Total 51 100,0
Jumlah Batang Rokok Dihabiskan Dalam Sehari
a. > 3 batang 16 31,4
b. Tidak (-) 35 68,6
Total 51 100,0
4. Lama Bekerja Per Jam Dalam Sehari
a. 8 jam 51 100,0
b. > 8 jam 0 0
Total 51 100,0
4.2.3. Distribusi Keluhan Sick Building Syndrome (SBS)
Penelitian dilakukan pada 4 ruangan kerja pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota medan untuk melihat adanya keluhan-keluhan Sick Building Syndrome (SBS) yang dirasakan. Responden tersebut akan diwawancarai, apabila salah satu gejala tersebut dirasakan sedikitnya 30% dari jumlah responden maka responden tersebut dinyatakan diduga (suspect) Sick Building Syndrome (SBS). Kemudian kriteria SBS tersebut ditegakkan dengan persyaratan apabila responden yang merasakan keluhan-keluhan dengan persentase melebihi 30% tersebut menghilang ketika sudah keluar atau pulang meninggalkan ruangan/kantor, maka responden tersebut dinyatakan termasuk dalam kriteria responden dengan gejala Sick Building Syndrome (SBS).
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Keluhan-keluhan SBS Berdasarkan Jumlah Responden yang Mengeluhkan diruangan Kantor Badan
Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan Tahun 2015
Tabel 4.9 (Lanjutan)
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Keluhan-keluhan SBS Yang Masih Dirasakan Setelah Keluar Gedung Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan Tahun 2015
Kondisi Responden Jumlah (orang) %
Masih Merasakan 5 9,8
Sudah Tidak Merasakan 46 90,2
Jumlah 51 100,0
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, didapat bahwa frekuensi responden berdasarkan keluhan-keluhan SBS yang masih dirasakan setelah keluar dari gedung Walikota Medan yaitu sebanyak 5 orang (9,8%) yang masih merasakan keluhan SBS, sehingga responden ini tidak termasuk sebagai responden yang mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS), dan sebanyak 46 orang (90,2%) sudah tidak merasakan gejala-gejala SBS setelah keluar dari gedung, maka responden inilah yang termasuk ke dalam kriteria responden dengan gejala Sick Building Syndrome (SBS).
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan Tahun 2015
Keluhan SBS Jumlah (orang) %
Tidak Mengalami Gejala 11 21,6
Mengalami Gejala 40 78,4
Jumlah 51 100,0
Sick Building Syndrome (SBS) ini terbilang tinggi karena jumlah responden yang
mengalami SBS hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden yang tidak mengalami gejala SBS.
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi keluhan Sick Building Syndrome (SBS) Berdasarkan Ruangan Kerja Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan Tahun 2015
Lokasi Gejala Fisik SBS Jumlah
SBS
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Kualitas Fisik Udara Ruangan
Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada ruangan pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan dapat dilihat bahwa suhu udara didalam ruangan ber-AC yakni rata-rata suhu 27,5°C, hasil ini masih sesuai Nilai Ambang Batas (NAB).
Pada suhu udara yang panas dan lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara akan makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja. Suhu panas dapat mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, menggangu kecermatan kerja otak, menggangu koordinasi syaraf perasa dan motoris. Sedangkan suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot (Suma’mur, 1996).
Menurut standart Baku Mutu sesuai KepMenKes N0. 1405/MenKes/SK/XI/2002 suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja di perkantoran adalah 18°C - 28°C.
memenuhi syarat kesehatan karena melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu lebih dari >60%
Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Mukono, 2005). Selain itu, kelembaban yang lebih rendah juga dalam hal ini >30% berpengaruh dengan kejadian Sick Building Syndrome. Berdasarkan ASHRAE kelembaban yang di persyaratkan adalah antara 30% - 60%, sementara menurut standart Baku Mutu sesuai KepMenKes N0. 1405/MenKes/SK/XI/2002 kelembaban dalam ruangan kerja di perkantoran adalah 40% - 60%.
Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan pada ruangan pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan dapat dilihat bahwa rata-rata pencahayaan yakni 69,2 Lux hasil ini menunjukkan bahwa pencahayaan pada masing-masing ruangan masih memenuhi standart baku min 100 Lux pada ruangan perkantoran yang telah ditentukan KepMenKes No. 1405/MenKes/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan di lingkungan kerja perkantoran dan industri.
pencahayaan yang terlalu kuat juga bisa memaksa mata untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk kedalamnya. Kedua kondisi ini pada akhirnya bisa menimbulkan kelelahan dan memicu gejala-gejala SBS lainnya.
5.2 Kualitas Mikrobiologi Udara Ruangan
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas mikrobiologi udara pada ruangan pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan dapat dilihat bahwa dari 4 ruangan yang telah diuji bahwa jumlah koloni angka kuman (bakteri) pada ruang Anggaran lebih tinggi daripada ruang yang lainnya yaitu 550 CFU/m3 . Selanjutnya pada ruang Akuntansi jumlah koloni angka kuman (bakteri) yaitu 180 CFU/m3 , pada ruang Sekretariat jumlah koloni angka kuman (bakteri) yaitu 240 CFU/m3 dan ruang Perbendaharaan jumlah koloni angka kuman (bakteri) yaitu 380 CFU/m3 . Dari hasil uji diketahui bahwa jumlah koloni angka kuman (bakteri) pada 4 ruangan kerja pegawai tidak melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditentukan oleh KepMenKes No. 1405/MenKes/SK/XI/2002 dimana tercantum bahwa jumlah koloni angka kuman (bakteri) dalam suatu ruangan kerja tidak boleh melebihi 700 koloni/m3 dan tidak boleh ada bakteri patogen.
jumlah koloni angka kuman dalam udara ruangan dengan kejadian SBS. Namun, pada penelitian Prasasti (2004) menyatakan bahwa jumlah koloni jamur di udara mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan jumlah koloni angka kuman (bakteri) udara terhadap kejadian SBS di ruang kerja.
5.3. Karakteristik Responden
Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan pada tahun 2015 yang bekerja di dalam ruangan ber-AC ada sebanyak 51 orang (100%). Hasil penelitian karakteristik pegawai yang bekerja didalam ruangan ber-AC menunjukkan bahwa 40 responden ( 78,4% ) mengalami gejala fisik SBS dan 11 responden ( 21,6% ) tidak mengalami kasus gejala fisik SBS.
Untuk hasil penelitian terhadap pegawai menurut Jenis Kelamin diperoleh hasil sebanyak 27 orang Laki-laki (52,9%) dan 24 orang Perempuan (47,1%). Hasil ini menurut Swedish Office Illnes Project (Sundell, 1994) menyatakan bahwa wanita memiliki resiko mengalami gejala SBS lebih besar yaitu 35% dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 21%. Biasanya wanita lebih mudah lelah dan lebih beresiko dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria. Wanita juga lebih rentan terhadap perubahan udara, beban kerja, dan tanggung jawab dalam rumah tangga sehingga membuat tingkat stres yang ada menjadi lebih tinggi.
tahun, dan sebanyak 7 orang (13,7%) yaitu usia 41-50 tahun. Hasil ini sejalan dengan menurut Hedge dan Mendell, usia yang lebih muda ikut berperan dalam menimbulkan gejala dan keluhan SBS.
Sedangkan untuk hasil penelitian terhadap pegawai yang merokok didalam ruangan ber-AC diperoleh hasil sebanyak 16 orang (31,4%) dan yang tidak merokok didalam ruangan ber-AC adalah sebanyak 35 orang (68,6%). Merokok dapat mengganggu kesehatan tubuh bagi siapa didekatnya (perokok pasif). Dampak yang ditimbulkan dari merokok tersebut diantaranya adalah gangguan terhadap saluran pernafasan, fungsi organ tubuh dan juga terhadap lingkungan (Fauzan, 2003).
Amin (1996) mengatakan bahwa asap rokok yang dihasilkan akan mengakibatkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem pernafasan dan tentunya mempengaruhi kejadian Sick Building Syndrome (SBS) pada pekerja dalam ruangan. Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan wawancara terhadap pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan yang bekerja didalam ruangan ber-AC di Gedung Walikota Medan tahun 2015.
Sedangkan untuk hasil penelitian terhadap pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan dari lamanya bekerja dalam ruangan per jam dalam sehari menunjukkan bahwa 51 orang (100%) pegawai bekerja selama ≤ 8
jam per hari. Menurut penelitian Winarti (2003) lama kerja seseorang dalam gedung diasumsikan dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan kronis, semakin lama masa kerjanya, semakin banyak dan beragam informasi masalah kesehatan yang dialami. Masa kerja yang cukup lama dalam gedung ini mempengaruhi tingkat keterpajanan responden terhadap polutan dalam ruang.
5.4. Keluhan Sick Building Syndrome (SBS)
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh buruknya kualitas udara dalam ruangan, yang terjadi minimal satu gejala dirasakan oleh 30% dari total responden di dalam gedung ( WHO, 2005 ). Kemudian penentuan gejala fisik SBS ditopang juga oleh Indikator oleh Indikator SBS yang di kutip dari EPA Indoor Air Facts No. 4 ( 1991 ):
a. Responden penelitian dalam gedung mengeluhkan gejala – gejala ketidaknyamanan akut seperti sakit kepala, iritasi mata, hidung, tenggorokan, batuk kering, kulit kering atau gatal, pusing dan mual, kesulitan berkonsentrasi, lelah dan bau.
b. Penyebab dari gejala – gejala tidak diketahui.
c. Kebanyakan responden penelitian sembuh setelah meninggalkan gedung.
responden ( 21,6% ) tidak mengalami kasus gejala fisik SBS. Angka tersebut merupakan angka yang cukup tinggi dalam kasus ini karena hampir setengah dari jumlah total responden mengalami gejala fisik SBS. Berdasarkan jumlah yang ada, sebaiknya keluhan yang ada ini sangat perlu diwaspadai untuk kemudian dilakukan penanganan dan pencegahan terhadap keluhan yang ada, agar keluhan yang ada dapat dikurangi dan tidak bertambah banyak di kemudian hari.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa keluhan SBS yang dirasakan ada bervariasi. Hasil keluhan secara keseluruhan responden yang didapatkan menunjukkan bahwa gejala Sick Building Syndrome (SBS) yang paling banyak dikeluhkan adalah Rasa lelah sebanyak 43 orang (84,3%), Iritasi Hidung sebanyak 42 orang (82,4%) yaitu pada keluhan Bersin, Iritasi Tenggorokan sebanyak 29 orang (56,9%) yaitu pada keluhan Kering pada Tenggorokan, Sakit Kepala sebanyak 28 orang (54,9%), Iritasi Mata sebanyak 28 orang (54,95) yaitu pada keluhan Mata Berair dan Mata Terasa Panas, Flu/Pilek sebanyak 24 orang (47,1%), Batuk-batuk sebanyak 22 orang (43,1%), Rasa kekeringan pada Bibir sebanyak 20 orang (39,2%), Sulit Berkonsentrasi sebanyak 18 orang (35,3%), dan Iritasi Kulit sebanyak 16 orang (31,4%) yaitu pada keluhan Kulit Kering. Sedangkan gejala yang paling sedikit dirasakan adalah Mual/Pusing-pusing sebanyak 8 orang (15,7%) dan Sesak Nafas sebanyak 1 orang (2,0%), kemudian yang terakhir Sakit Teinga tidak dirasakan satu orang pun (0,0%).
membran mukosa di tandain dengan gejala seperti iritasi mata, iritasi tenggorokan, iritasi bibir, batuk, kulit kering, mata kering, hidung atau tenggorokan kering, Kedua, efek neurotoksik ditandai dengan sakit kepala, kelelahan, sulit berkonsentrasi, dan pingsan. Ketiga, gejala pernapasan di tandai dengan sulit bernapas, batuk, bersin, nyeri dada, dada seperti tertekan. Keempat, gejala kulit seperti kemerahan kering dan ruam. Terakhir, perubahan sensor kimia, seperti meningkatnya persepsi abnormal dan gangguan penglihatan.
Kemudian dari hasil penelitian terlihat bahwa gejala-gejala yang timbul di ruangan sebagian besar berjumlah lebih dari 30%. Hal ini tentunya sesuai dengan menurut Achmadi yang dikutip oleh Noviana Wirastini (1997), orang dinyatakan menderita gejala SBS apabila memiliki keluhan sejumlah kurang lebih 2/3 dari sekumpulan gejala-gejala SBS tersebut dalam kurun waktu bersamaan dan biasanya menetap setidaknya dua minggu.
Jika dilihat dari gejala-gejala yang dirasakan dilebih dari 30% responden yang ada tersebut, maka sebagian besar gejala tersebut masuk ke dalam kelompok iritasi membran mukosa dan efek neurotoksik. Dimana hal ini dapat mungkin terjadi karena adanya toxic compound dan agen infeksius di sekitar lingkungan kerja (Wahab, 2010)
dibandingkan dengan ruangan sampel yang lain, kemudian dapat juga karena pencemaran yang dikeluarkan dari atau bahan atau alat-alat yang digunakan di dalam gedung seperti komputer, mesin printer, kertas tisu, pengharum ruangan, kertas-kertas dan sumber pencemaran udara lain yang belum diukur seperti kadar gas dalam ruangan serta tingkat mikrobiologi yang ada di sistem pendingin ruangan.
5.5. Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan Kerja
Kondisi di dalam ruangan Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015 memiliki 4 ruangan pegawai. Tiap-tiap ruangan telah memiliki masing-masing AC. Air Conditioner (AC) yang dipasang di setiap ruang berperan sebagai pendingin ruangan dan alat ventilasi udara (Oktoviasti, 2008). Kondisi AC dan jenisnya sangat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan terutama suhu dan kelembaban udara. Penggunaan AC berpotensi menimbulkan pencemaran yang berasal dari dalam ruangan tersebut karena hanya mengaliri udara yang berasal dari dalam ruangan itu sendiri. Ruangan tertutup juga menyebabkan kurangnya sistem pertukaran udara segar dan bersih yang baik. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai keluhan yang disebut Sick Building Syndrome (SBS) (Prasasti, 2005).
Ruang ber-AC secara periodik harus dimatikan dan diupayakan mendapat pergantian udara secara alamiah dengan cara membuka seluruh pintu dan jendela atau dengan kipas angin serta membersihkan saringan/filter secara periodik sesuai ketentuan perusahaan (Prasasti, 2005).
Menurut wawancara terhadap responden bahwa kondisi AC di dalam ruangan pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah di Gedung Walikota Medan tahun 2015 pembersihan dan penanganan AC umumnya dilakukan setahun sekali sesuai ketentuan perusahaan. Penggunaan AC sebagai alternatif untuk menggantikan ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat yang nyaman bagi mikroorganisme untuk berkembang biak (Prasasti, 2005).
Tiap pintu yang berada didalam ruangan pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan umumnya menggunakan pintu kaca. Penggunaan dinding kaca juga akan mempengaruhi suhu udara dalam ruang (Arismunandar, 2002). Pada hasil observasi menurut kondisi lingkungan kerja, pintu pada ruangan jarang terbuka, dan ventilasi atau jendela yang menggunakan kaca pada masing-masing ruangan terkadang dibuka pada bagian atas dan hanya satu diantara beberapa ventilasi atau jendela yang ada di tiap ruangan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan kuesioner karakteristik pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015 yang bekerja di dalam ruangan ber-AC dan keluhan , maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran parameter kualitas udara pada 4 ruangan kerja pegawai yaitu suhu rata-rata adalah 27,5 °C, kelembaban udara rata-rata adalah 63% dan pencahayaan rata-rata adalah 69,2 Lux serta jumlah koloni angka kuman (bakteri) udara di ruangan kerja pegawai secara keseluruhan ruangan masih sesuai standart baku mutu KepMenKes No. 1405/MenKes/SK/XI/2002, namun diantara 4 ruangan yang jumlah koloni angka kuman (bakteri) udaranya lebih tinggi pada Ruangan Anggaran yaitu 550 CFU/m3 .
ruangan bekerja dan dalam sehari pegawai menghabiskan rokok lebih dari >3 batang
3. Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015 yang bekerja di dalam ruangan ber-AC sebanyak 40 orang (78,4%) mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS).
4. Kondisi lingkungan kerja pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015 terdiri dari 4 ruangan pegawai yang masing-masing ruangan memiliki sistem pendingin (AC) sesuai ruangan. Tiap pintu yang berada di dalam ruangan menggunakan pintu kaca dan tertutup, demikian juga ventilasi atau jendela dari kaca. Langit-langit di setiap ruangan pegawai dalam keadaan baik, namun di setiap ruangan dapat terlihat kondisi lingkungan kerja yang kurang nyaman dan terasa penuh dikarenakan banyaknya kertas-kertas laporan yang bertumbuk dan alat-alat elektronik seperti komputer, mesin printer, lemari bahkan galon air minum terdapat di dalam ruangan pegawai, baik yang masih dalam kondisi baik maupun yang sudah tidak terpakai lagi.
6.2. Saran
2. Kepada pegawai yang bekerja di dalam ruangan ber-AC diharapkan untuk memerhatikan kondisi kesehatan tubuhnya, dengan melakukan rutin berolahraga, tidak merokok didalam ruangan ber-AC, banyak mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan lain-lain untuk mencegah agar tidak terjadi kejadian Sick Building Syndrome (SBS). 3. Kepada kepala pimpinan diharapkan untuk tetap memerhatikan kondisi
ruangan khususnya pembersihan ruangan dan maintenance terhadap AC dan sistem ventilasi yang ada di dalam ruangan tersebut secara berkala agar kualitas udaranya tetap terjaga dengan baik dan juga dapat menghilangkan mikrobiologi yang mungkin ada pada sistem pendingin (AC).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Udara Dalam Ruang
2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara Dalam Ruang
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Defenisi lain dari pencemaran udara adalah peristiwa pemasukan dan/atau penambahan senyawa, bahan, atau energi ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling baik atau dengan singkatan dapat dikatakan bahwa nilai lingkungan udara tersebut telah menurun (Hutagalung, 2008).
Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan atau aktivitas manusia atau proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
berhubungan langsung dengan emisi global, namun sangat penting untuk menentukan keterpajanan seseorang. Di daerah perkotaan, isu mengenai pencemaran udara dalam ruang berkembang pesat mengingat sebagian besar masyarakat menghabiskan waktunya lebih banyak di dalam ruangan terutama dalam ruang kerja perkantoran dan industri (Kusnoputranto, 2002).
Berdasarkan sumbernya, polusi udara dalam ruang dibagi menjadi enam kelompok, yaitu (Kusnoputranto, 2002) :
1. Polusi dalam ruangan (bahan-nahan sintesis dan beberapa bahan alamiah yang digunakan sebagai perabotan rumah tangga seperti karpet, busa, pelapis dinding, furniture, dan lain-lain).
2. Pembakaran bahan bakar (pembakaran bahan bakar dalam rumah yang digunakan untuk memasak dan pemanas ruangan menghasilkan nitrogen oksida, karbon monoksida, sukfur dioksida, hidrokarbon, partikulat). 3. Gas-gas toksik yang terlepas ke dalam ruangan yang berasal dari dalam
tanah (radon).
4. Produk konsumsi, seperti pengkilap perabot, perekat, kosmetik, pestisida/insektisida.
5. Asap tembakau. 6. Mikroorganisme.
2.1.2. Penyebab Pencemaran Udara Dalam Ruang
Hidup di kota besar, yang serba modern ini banyak hal positif yang bisa kita dapat begitu juga dampak negatifnya. Seperti kenyamanan berkendara, di kantor yang berpendingin (AC), serta kenyamanan dan kemudahan-kemudahan lainnya, sehingga sering kadang melupakan dampak atau bahaya polusi yang ditimbulkannya. Diluar ruangan kita dihadapkan pada polusi berbagai asap dan jenis kendaraan bermotor, asap rokok, debu dan zat polutan lainnya. Sedangkan di dalam ruangan berpendingin ini ternyata tidak juga seratus persen aman dari zat polutan ini, karena dapat berpotensi menimbulkan penyakit. Dalam beberapa dekade terakhir, peluang manusia terpapar polusi udara dalam ruangan diyakini meningkat, akibat beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut diantaranya seperti konstruksi bangunan yang tertutup rapat, penggunaan formula material sintesis untuk perabot dan bangunan, penggunaan formula kimia untuk berbagai produk perawatan, insektisida, pestisida, rodentisida, hingga beragam pembersih barang-barang rumah tangga (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan hasil pemeriksaan NIOSH (The National Institute of Occupational Safety and Health) menyebutkan ada 5 sumber penyebab
pencemaran di dalam ruangan yaitu :
1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan.
dimana semuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat.
3. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehide, lem, asbes, fiberglass, dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut.
4. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya.
5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. 2.1.3. Akibat Pencemaran Udara Dalam Ruang
Pencemaran udara dalam ruang akan memberikan dampak terhadap sistem kehidupan makhluk hidup dan sistem yang tidak termasuk di dalam sistem kehidupan. Ada banyak sumber polusi udara dalam ruangan. Asap tembakau, asap dari pembakaran memasak, uap dari bahan bangunan, cat, furniture, dan lain-lain menyebabkan polusi didalam gedung. Oleh karena paparan polusi didalam ruangan lebih besar daripada diluar ruangan diperkirakan tingkat polutan dalam ruangan adalah 25-62% lebih besar dari tingkat diluar ruangan dan dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius ( Aditama, 2002).
iritasi pada saluran pernafasan yang dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat sehhingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan, peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar, rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan, membengkaknya saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel. Polutan udara dapat menjadi sumber penyakit virus, bakteri, dan beberapa jenis cacing (Aditama, 2002).
Dampak yang diakibatkan oleh polutan udara yang buruk dapat mengakibatkan seseorang menjadi alergi yang selanjutnya menjadi pintu masuk bagi bakteri yang dapat berpotensi terjadinya infeksi (Sunu, 2001).
Menurut Aditama (2002), berbagai bahan pencemar (kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam gedung (indoor air environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu :
1. Gangguan sistem kekebalan tubuh (immunology)
Gangguan sistem kekebalan tubuh dipengaruhi oleh konsumsi gizi. Konsumsi zat gizi yang buruk dan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memberikan kekebalan tubuh seseorang menjadi lemah sehingga akan mudah terserang penyakit terutama jika berada di wilayah dengan lingkungan udara yang buruk dan tercemar (Depkes RI, 2007).
2. Terjadi infeksi
3. Bahan pencemar yang bersifat racun (toksik)
Bahan kimia yang bersifat racun (toksik)lebih banyak diserap oleh orang usia muda dan tua dibanding pada orang dewasa.
4. Bahan pencemar yang mengiritasi dan menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat dari semua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri atau, mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan akibatnya memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2000).
2.2. Kualitas Udara dalam Ruangan (Indoor Air Quality)
Kualitas udara atau Indoor Air Quality dalam suatu ruangan adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruang yang dimasukkan ke dalam ruang atau gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang dipergunakan dalam ruangan atau gedung tersebut memenuhi syarat kesehatan atau sebaliknya (Idham, 2003).
Pengertian Indoor Air Quality(IAQ) adalah istilah yang mengacu pada kualitas udara di dalam dan di sekitar bangunan dan struktur, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan. Kualitas udara di dalam ruangan merupakan gambaran dari kondisi udara di dalam ruangan yang memadai untuk dihuni oleh manusia.
standard tersebut adalah udara dimana tidak ada kontaminan pada konsentrasi yang membahayakan yang sudah ditetapkan oleh para ahli dimana sebesar 80% atau lebih para penghuni suatu gedung merasakan ketidakpuasaan dan ketidaknyamanan.
Menurut Idham (2003) ada tiga syarat utama yang berhubungan dengan kualitas udara dalam suatu ruang atau Indoor Air Quality yaitu :
1. Level suhu atau panas dalam suatu ruang atau gedung masih dalam batas-batas yang dapat diterima.
2. Gas-gas hasil proses pernafasan dalam konsentrasi normal.
3. Kontaminan atau bahan-bahan pencemar udara berada di bawah level ambang batas kesehatan.
2.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan
Sedangkan menurut US-EPA (1995) ada empat elemen yang berpengaruh dalam Indoor Air Quality yaitu :
1. Sumber yang merupakan asal dari dalam, luar atau dari sistem operasional mesin yang berada dalam ruangan.
2. Heating Ventilation and Air Conditioning System (HVAC). 3. Media yaitu berupa udara.
4. Pekerja yang berada dalam ruangan tersebut mempunyai riwayat pernapasan atau alergi.
2.2.2. Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan
a) Parameter Fisik a) Suhu/Temperatur
Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan maskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan (Mukono, 2000).
Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja. Suhu ruangan harus antara 18oC dan 24°C untuk orang sehat. Meskipun studi tentang Sick Building Syndrome tidak dapat memberikan gambaran suhu yang tepat hasil studi
yang ada, karyawan dapat menunjukkan kinerja terbaik saat bekerja pada suhu antara 19oC dan 20°C (ASHRAE 2003b). Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) merekomendasikan bahwa suhu tidak boleh melebihi 26°C untuk pria dan 24°C bagi perempuan. Dalam beberapa sumber, menurut Heryuni (1993) untuk lingkungan kerja disarankan mempunyai suhu kering 22°C-26°C dan suhu basah 21°C-24°C. Sedangkan menurut Mukono (1993), temperatur yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja adalah 23°C-25°C. Dalam laporan yang berasal dari European Commision, menunjukkan bahwa suhu antara 20 dan 26°C merupakan suhu yang cocok bagi lingkungan kerja.
b)Kelembaban Udara
Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan pelarut berbagai polutan dan dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara. Uap air dapat menumbuhkan dan mempertahankan mikroorganisme di udara dan juga dapat melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan bangunan seperti formaldehide, amonia dan senyawa lain yang mudah menguap, sehingga
Kelembaban udara adalah presentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 2002). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu :
1. Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara.
2. Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur tersebut.
Secara umum penilaian kelembaban dalam ruang dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang
memenuhi syarat kesehatan dalam ruang kerja adalah 40-60% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <40% atau >60% (Depkes RI, 2002).
Kelembaban yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Mukono, 2005).
c) Kecepatan Aliran Udara