BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat
memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat
memprihatinkan (Depkes, 2005).
Diketahui bahwa perkembangan pembangunan kearah industrialisasi dapat
membawa resiko yang mempengaruhi para pekerja dan keluarganya, sehingga
akan menimbulkan bahaya potensial bagi kesehatan pekerja yang diakibatkan
karena lingkungan kerja yang tidak memenuhi persyaratan (Depkes RI, 2003).
Lingkungan kerja selalu dikaitkan dengan selalu segala sesuatu yang berada
disekitar pekerja atau berhubungan dengan tempat kerja yang dapat
mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas yang dibebankan (Bisri, 2008).
Salah satunya yang sangat mempengaruhi pekerja dalam bekerja adalah
ruangan. Ruangan merupakan suatu tempat aktivitas manusia pada khususnya dan
umumnya pada pekerja, dimana hampir 90% dari waktu yang ada, waktu yang
dihabiskan manusia berada pada ruangan, jauh lebih lama dibandingkan diudara
terbuka (Aditama, 2002). Beberapa penelitian telah menunjukkan dimana udara
dibandingkan udara di luar ruangan (Arismunandar, 2002). Menurut US. EPA,
udara dalam ruangan 5 kali lebih kotor dari pada diluar ruangan.
Menurut Badan Kependudukan Nasional, diseluruh dunia diperkirakan 2,7
juta jiwa meninggal akibat polusi udara, 2,2 juta diantaranya akibat indoor
polution atau polusi udara di dalam ruangan (Kompas, 2001). Padahal 70-80%
sebagian besar waktu manusia dihabiskan di dalam ruangan. Secara konsisten
EPA mengurutkan polusi dalam ruangan sebagai urutan lima besar resiko
lingkungan pada kesehatan umum (Sugiarto, 2004).
Adapun berdasarkan penelitian dari National Institute for
OccupationalSafety and Health (NIOSH,) 466 gedung di Amerika Serikat
menemukan bahwa sumberutama pencemaran udara di dalam gedung adalah
akibat ventilasi yang buruk (52%),pencemaran udara dari alat-alat dalam gedung
seperti mesin fotokopi, kertas tisu,lem kertas dan lem wallpaper, zat pewarna dari
bahan cetakan, pembersih lantai sertapengharum ruangan (17%), pencemaran
bahan bangunan dari luar gedung(11%),pencemaran mikroba (5%), pencemaran
bahan bangunan (3%) dan sumber lain(12%) (Aditama, 2002).
Kualitas udara dalam ruangan selain dipengaruhi oleh keberadaan agen
abiotik juga dipengaruhi oleh agen biotik seperti partikel debu, dan
mikroorganisme termasuk di dalamnya bakteri, jamur, virus dan lain-lain (Esi,
2010). Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umunya dalam bentuk spora
jamur terdapat pada tempat-tempat seperti sistem ventilasi, karpet yang bisa
menimbulkan kesakitan pada beberapa orang yaitu menyebabkan alergi. Selain itu
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang cukup penting
untuk diperhatikan, karena SBS pada pegawai dapat berdampak terhadap
penurunan produktivitas kerja dan penurunan konsentrasi kerja. Jika hal ini
terjadi, kemungkinan akan terjadi penyakit akibat kerja. Sick Building Syndrome
adalah sekumpulan gejala yang dialami oleh penghuni gedung atau bangunan,
yang dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung tersebut,
tetapi tidak terdapat penyakit atau penyebab khusus yang dapat diidentifikasi
terhadap penyakit ini. Adapun keluhan-keluhan tersebut dapat timbul dari
penghuni gedung pada ruang atau bagian tertentu dari gedung tersebut. Meskipun
ada kemungkinan menyebar pada seluruh bagian gedung (Anies, 2004). SBS
banyak dikenal dengan nama lain seperti Sealed Building Syndrome dan Tight
Building Syndrome.
Biasanya gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak sehatnya
udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada Sick Building Syndrome ini
biasanya dapat berupa batuk kering, sakit kepala, iritasi mata, hidung dan
tenggorokan, kulit yang kering dan gatal, badan lemah dan lain-lain.
Keluhan-keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Keluhan-Keluhan-keluhan
yang ada biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa mengganggu dan
tentunya hal ini dapat berpengaruh terhadap produktivita kerja seseorang yang
terpapar penyakit ini. Sick Building Syndrome atau sindrom gedung sakit ini baru
dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20% atau bahkan 50% pengguna suatu
gedung mempunyai keluhan-keluhan seperti yang telah disebutkan sebelumnya
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di
Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala
Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya 45% merasa cepat
lelah, 40% hidung tersumbat, 46% sakit kepala, 16% kulit kemerahan, 43%
tenggorokan kering, 37% iritasi mata, 31% lemah (Pusat Kesehatan Kerja DepKes
RI, 2007).
Adapun dua puluh tahun belakangan ini dunia banyak sekali dibangun
gedung-gedung bertingkat tertutup rapat dengan ventilasi udara yang tergantung
sepenuhnya dari mesin, seperti kantor atau perkantoran yang merupakan salah
satu tempat kerja yang menggunakan ventilasi dengan sistem Air Conditioner
(AC). Hal tersebut menyebabkan polusi, terutama polusi yang diakibatkan
ventilasi sistem AC sirkulasi udara sendiri sehingga akan mempengaruhi kualitas
udara dalam ruangan (Aditama, 2002).
Di kota Medan sendiri, gedung-gedung bahkan perkantoran telah banyak
mengalami renovasi sehingga banyak yang menggunakan Air Conditioner (AC)
untuk mengurangi panas dalam ruangan pegawai. Begitu juga sama halnya
dengan Gedung Kantor Walikota Medan, dimana kantor ini dianggap perlu diteliti
karena lokasi gedung yang terletak di dalam area yang tentunya rawan polusi
udara. Gedung perkantoran ini bertingkat dan tertutup sehingga menggunakan
sistem pengaturan udara dengan AC diseluruh ruangan bagian yang berpotensi
menimbulkan gejala Sick Building Syndrome. Penggunaan sistem Air Conditioner
sebagian besar bekerja di depan komputer selama 8 jam kerja dari hari senin
hingga jumat.
Berdasarkan permasalahan yang dikeluhkan beberapa pegawai dan hasil
studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan yakni sebanyak
10 orang pegawai mengalami gejala gejala seperti kelelahan kronis, perasaan
mual, pusing, sakit kepala dan beberapa iritasi pada mata dan hidung.
Gejala-gejala yang dialami oleh sebagian pegawai tersebut bisa dikatakan Gejala-gejala Sick
Building Syndrome (SBS).
Jika gejala-gejala SBS yang ada tidak dengan cepat ditanggulangi maka hal
ini lama kelamaan akan menjurus ke arah gangguan kesehatan yang lebih serius
yakni Building Related Illnesses (BRI) yang berdampak gangguan kronis kepada
pegawai sehingga dapat menurunkan produktifitas pegawai dalam bekerja. Hal ini
tentunya akan menyebabkan kerugian tidak hanya kepada individu sebagai
pekerja, akan tetapi instansi juga akan mengalami kerugian berupa penurunan
kinerja instansi.
1.2 Rumusan Masalah
Gedung Kantor Walikota Medan menggunakan sistem Air Conditioner
(AC) sebagai pengatur sirkulasi udara di ruangan kerja pegawai yang mempunyai
potensi lebih tinggi untuk menimbulkan gejala Sick Building Syndrome dan
adanya gejala – gejala yang dialami oleh sebagian pegawai di dalam Gedung
Dengan demikian berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai analisa kualitas fisik dan mikrobiologi
udara ruangan ber-AC dan Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) pada pegawai
Badan Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis kualitas fisik dan mikrobiologi udara ruangan ber-AC dan
keluhan Sick Building Syndrome (SBS) pada pegawai Badan Keuangan Daerah
Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kualitas fisik udara dalam ruangan (suhu,
kelembaban udara, dan pencahayaan) pada ruang kerja pegawai Badan
Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan tahun 2015.
2. Diketahuinya gambaran karakteristik responden (jenis kelamin, usia,
perilaku kebiasaan merokok dan lama bekerja di dalam ruangan) pada
pegawai Badan Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota
Medan tahun 2015.
3. Mengukur jumlah koloni angka kuman (mikroorganisme) udara di
ruangan sesuai standart KepMenKes No 1405 tahun 2002 dalam
ruangan kerja pegawai Badan Keuangan Daerah Kota Medan di
4. Mengetahui gambaran kondisi lingkungan dalam ruangan kerja pegawai
Badan Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan
tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Kantor Walikota Medan
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data kualitas fisik dan
mikrobiologi udara dalam ruang kantor dan data kasus Sick Building Syndrome
pada pegawai Badan Keuangan Daerah Kota Medan di Gedung Walikota Medan
tahun 2015 sehingga dapat dibuat program intervensi dalam mengatasi masalah
kesehatan yang ada dan dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap SBS
yang ada.
1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan dan dikembangkan sebagai tambahan
referensi guna memberikan masukan data dan informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan pustaka guna pengembangan ilmu khususnya kesehatan lingkungan
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Sick Building
Syndrome.
1.4.3 Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai kesehatan