• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Parameter Model KBDI di Lahan Basah

Perhitungan KBDI dimulai pada KAT maksimum terukur yaitu pada tanggal 9 April 2010. Pada tanggal tersebut KAT sebesar 0.627 m3/m3 atau setara dengan indeks kekeringan sebesar 43. Secara konseptual Keetch dan Byram (1968) menyarankan perhitungan KBDI dimulai pada KBDI 0 yaitu pada kondisi curah hujan mingguan lebih dari 150 mm. Penelitian ini memulai perhitungan KBDI dengan KBDI awal sebesar 43 ( ) pada kondisi kadar air tanah maksimum terukur. Angka tersebut diperoleh melalui Persamaan 9 (lihat Bab III, sub bahasan Metode). Perhitungan KBDI selanjutnya menggunakan Persamaan 5.

Berdasarkan faktor hujan, pengembangan model KBDI menggunakan dua metode:

a. Model 1 ( = R – 5,1)

Optimasi dengan Solver dalam Ms. EXCEL antara dengan menghasilkan nilai RMSE sebesar 16 dengan R2 sebesar 0,694. Hasil optimasi parameter model KBDI disajikan pada Tabel 7. Secara umum, parameter untuk menghitung tidak banyak berubah seperti parameter aT berubah dari 0,968 menajdi 1,1714. Hasil optimasi menghasilkan persamaan baru untuk menghitung faktor kekeringan

( ) wilayah Baung, OKI (Persamaan 11). Persamaan (12) selanjutnya digunakan untuk menghitung KBDI Model 1 di Sungai Baung. Data untuk Model 1 disertakan pada Lampiran 2.

, , , ,

, , ……Pers. 11

, …..… Pers. 12

b. Model 2 [ = ]

Optimasi dengan Solver dalam Ms. EXCEL antara dengan menghasilkan nilai RMSE sebesar 14 dengan R2 sebesar 0,7546 (lihat Tabel 7). Hasil optimasi parameter model KBDI disajikan pada Tabel 7. Hasil optimasi menghasilkan persamaan baru untuk menghitung faktor kekeringan ( ) wilayah Baung, OKI (Persamaan 13). Persamaan (14) selanjutnya digunakan untuk menghitung KBDI model 2 di Sungai Baung. Data untuk Model 1 disertakan pada Lampiran 3.

, , , ,

, , …Pers. 13

, 6 …… Pers. 14

Optimasi parameter model KBDI memberikan nilai parameter yang berbeda. Untuk Model 2, parameter (yaitu sebesar 0,001, Tabel 7) dalam perhitungan (lihat Persamaan 13) cenderung meminimalkan peranan suhu udara maksimum dibandingkan dengan parameter (0,0572) pada Model 1. Nilai maksimum untuk Model 1 yaitu 80, sedangkan Model 2 yaitu 62. Angka ini menunjukkan Model 1 lebih sensitif terhadap perubahan suhu udara maksimum.

Pada penghitungan untuk Model 2, nilai maksimum dari yaitu 26 dan nilai minimum yaitu 0. Nilai maksimum yaitu pada saat curah hujan maksimum sebesar 107 mm pada tanggal 12 April 2009. Nilai ini berbeda dengan

Model 1 yang memberikan sebagai curah hujan netto sebesa 101,9 pada saat curah hujan mencapai 107 mm. Dengan demikian Model 2 cenderung untuk mengurangi pengaruh curah hujan terhadap kelembaban tanah. Gambar 4 menyajikan hubungan antara faktor curah hujan ( dengan curah hujan. Pada Model 1, nilai berbanding lurus dengan besarnya curah hujan. Sedangkan pada Model 2 nilai cenderung bertambah secara eksponensial terhadap jumlah curah hujan pada hari tersebut.

Tabel 7. Hasil optimasi parameter KBDI

Parameter Buchholz dan

Weidemenn (2000)

Penelitian ini

Variabel Model 1 Model 2

2000 2000 2000 0,9680 1,1714 0,6995 0,0875 0,0572 0,0010 8,3000 8,2750 8,2954 1,5552 1,7588 3,9932 10,8800 10,8804 10,8800 0,001736 0,0046 0,0079   - - 106,9342   - - 0,0027   - 120 120,0700   - 0,2160 0,2170 - 0,8840 0,9099 - 84 36   RMSE - 16 14   R2 - 0,6940 0,7546  

Hasil optimasi pada Model 1 memberikan nilai parameter baru untuk variable dimana parameter dan berturutan bernilai 120 dan 0,216. Faktor muka air tanah ( ) memberikan pengurangan maksimum sebesar 102 setara dengan pengurangan maksimum KBDI karena faktor hujan. Kondisi ini terjadi pada tanggal 11 April 2010 dimana terjadi genangan setinggi 4,6 cm. Untuk Model 2, parameter dan berturutan bernilai 120,07 dan 0,217.

Model 2 memberikan nilai yang relatif setara dengan Model 1. Nilai maksimum dan minimum dari yaitu 102 dan -21 untuk kedua Model. 

Gambar 4. Grafik hubungan antara dengan curah hujan untuk Model 1 dan Model 2.

Pada MAT dengan kedalaman lebih dari 0.659 m (lihat Gambar 5), memberikan nilai negatif sehingga berdampak pada nilai KBDI semakin meningkat. Nilai ini dapat memberikan jawaban bagaimana cara menjaga hutan dari bahaya kebakaran. Jika dalam pengelolaan hutan mampu mempertahankan kedalaman MAT di atas -0,659 m, maka kemungkinan bahaya kebakaran hutan akan berkurang. Angka -0,659 m merupakan kedalaman kritis untuk pengelolaan air pada lahan basah.

4.4. KBDI Harian S. Baung

Nilai KBDI untuk Model 1 meningkat secara alami dengan datangnya musim kemarau dan turun dengan datangnya musim penghujan. Berdasarkan kriteria bahaya kebakaran seperti pada Tabel 6, KBDI Baung terbagi menjadi 4 kelas (Lihat Gambar 6). Nilai KBDI mencapai maksimum 2000 pada tanggal 4 Oktober 2009 dimana kadar air tanah terendah kedua yaitu 0,299 m3/m3. Adanya hujan deras sebesar 45,6 mm pada hari berikutnya mampu mengurangi KBDI hingga turun menjadi 1892. Sejak 22 November 2009 nilai KBDI tergolong dalam kelas bahaya kebakaran Rendah (lihat Tabel 9).

Gambar 6 menyajikan dinamika KBDI untuk daerah HQ Baung. Model 2 cenderung memberikan nilai KBDI yang lebih rendah dari Model 1. Hal ini dapat disebabkan nilai pada Model 1 lebih besar dari Model 2. Dengan peningkatan suhu udara maksimum harian, maka Model 1 akan lebih sensitif untuk merespon perubahan tersebut dengan peningkatan nilai dibanding dengan Model 2. Untuk mencapai kelas KBDI Sedang, Model 1 memerlukan waktu 96 hari sedangkan Model 2 memerlukan waktu yang lebih panjang yaitu 106 hari (lihat Tabel 9 dan 10). Model 1 hanya memerlukan waktu 147 hari untuk mencapai kelas KBDI Ekstrim. Sedangkan Model 2 memerlukan waktu 151 hari.

KBDI mencapai kelas Ekstrim pada bulan September. Hal ini dapat difahami mengingat curah hujan di bulan Agustus sangat rendah (lihat Gambar 3). Total curah hujan di Bulan Agustus yaitu 30,4 mm. Total curah hujan di Bulan September hanya 22.6 mm sehingga nilai KBDI terus meningkat ke kelas bahaya kebakaran Ekstrim.

Tabel 8. Kelas KBDI berdasarkan periode kejadianya untuk Model 1

Kelas KBDI Periode I (hari) Periode II (hari) Total Rendah 9 Apr – 13 Jul 2009 (96) 22 Nov 2009 – 11 Mei 2010 (171) 267 Sedang 14 Jul – 13 Agu 2009 (31) 13 Okt – 21 Nov 2009 (40) 71 Tinggi 14 Agu – 2 Sep 2009 (20) 8 – 12 Okt 2009 (5) 25

Ekstrim 3 Sep – 7 Okt 2009 (35) 35

Tabel 9. Kelas KBDI berdasarkan periode kejadianya untuk Model 2.

Kelas KBDI Periode I (hari) Periode II (hari) Tot al Rendah 9 Apr – 23 Jul 2009 (106) 22 Nov 2009 – 11 Mei 2010 (171) 277 Sedang 24 Jul – 20 Agu 2009 (28) 14 Okt – 21 Nov 2009 (39) 67 Tinggi 21 Agu – 6 Sep 2009 (17) 9 – 13 Okt 2009 (5) 22

Ekstrim 7 Sep – 7 Okt 2009 (32) 32

Tabel 10. Jumlah kelas bahaya kebakaran Model 1 dan Model 2.

Kelas KBDI Model 1 Model 2

Jumlah hari Prosentase (%) Jumlah hari Prosentase (%)

Rendah 267 67 277 70

Sedang 71 18 67 17

Tinggi 25 6 22 6

Ekstrim 35 9 32 8

Tabel 10 menyajikan proporsi kelas bahaya kebakaran. Secara umum, lokasi penelitian di Sungai Baung tergolong ke dalam kelas KBDI Rendah yaitu sebanyak 267 hari (Model 1) dan 277 hari (Model 2). Kondisi rentan terhadap kebakaran hutan (Kelas KBDI Tinggi dan Ekstrim) hanya sebesar 15% (Model 1) dan 14 % (Model 2).

a. Pengaruh hujan terhadap KBDI

Hujan memberikan pengaruh pada penurunan nilai KBDI. Dalam periode waktu, penurunan KBDI dapat berlangsung dalam waktu yang lama dan mungkin hanya sesaat saja. Pada musim penghujan, pengaruh hujan menyebabkan tingkat bahaya kebakaran KBDI di HQ Baung pada level yang aman (rendah). Sebaliknya pada musim kemarau pengaruh hujan hanya bersifat sesaat (beberapa hari) dalam menurunkan KBDI seperti pada kejadian hujan 5 Juli 2009 sebesar 46 mm tidak mampu menahan laju KBDI ke tingkat selanjutnya. Kondisi serupa dengan kejadian hujan pada tanggal 26 Juli 2009 yang tidak mampu menahan laju KBDI untuk masuk ke kelas bahaya kebakaran Tinggi.

Rendahnya curah hujan di Bulan Agustus yaitu sebesar 30,4 mm menyebabkan nilai KBDI pada level Tinggi (> 1500) dan bahkan di akhir bulan, kelas bahaya kebakaran termasuk kelas Ekstrim. Bulan September merupakan puncak kekeringan yang ditunjukkan dengan nilai KBDI di atas 1750 sepanjang hari. Nilai KBDI mencapai intensitas maksimum 2000 pada tanggal 4 Oktober 2009. Pada tanggal 5 Oktober 2009 nilai KBDI turun dengan adanya hujan sebesar 46 mm. Pengaruh serupa ditunjukkan dengan adanya hujan sebesar 44 mm pada tanggal 8 Oktober 2009. Kedua curah hujan ini merupakan curah hujan buatan yang sangat signifikan dalam menurunkan nilai KBDI ke level yang lebih rendah. Dengan masuknya musim penghujan, nilai KBDI berada pada level yang aman (rendah) mulai tanggal 22 November 2009.

b. Pengaruh Kedalaman MAT Terhadap KBDI

Dinamika KBDI di lahan basah sangat dipengaruhi oleh dinamika MAT sepanjang tahun. Pada musim-musim penghujan dengan kondisi kedalaman MAT yang dekat dengan permukaan, nilai KBDI pada posisi kelas bahaya kebakaran Rendah. Sebaliknya pada musim kemarau dengan kondisi MAT jauh dari permukaan menyebabkan nilai KBDI cenderung pada kelas bahaya kebakaran Tinggi dan Ekstrim. Pengaruh kedalaman MAT terhadap KBDI dinyatakan dengan faktor MAT ( ).

Nilai faktor MAT pada rentang angka -21 hingga 102 tergantung pada kedalaman MAT (lihat Gambar 5). Dalam penelitian ini diperoleh kedalaman

MAT yang tidak berpengaruh terhadap nilai KBDI yaitu pada kedalaman MAT 0,659 m. Pada kedalaman ini nilai adalah 0. Jika MAT lebih dalam maka akan menyebabkan peningkatan nilai KBDI sebaliknya jika MAT lebih dangkal maka akan terjadi penurunan KBDI yang proporsional dengan nilai . Pada periode pengamatan tanggal 10 Agustus 2009 hingga 4 Oktober 2009, kedalaman MAT melebihi 0,695 m. Pada kondisi ini, faktor MAT bernilai negatif (-) sehingga semakin meningkatkan nilai KBDI. Puncaknya Nilai KBDI mencapai indeks 2000 yaitu pada tanggal 4 Oktober 2009. Setelah periode ini MAT lebih dekat dengan permukaan sehingga nilai KBDI pada akhir pengamatan pada level bahaya kebakaran yang aman.

c. Kurva Intensitas waktu (time intensity curve)

Informasi penting dari dinamika KBDI sebagaimana tersaji pada Tabel 8 dan 9 dan yaitu kapan kriteria Tinggi dan Ekstrim akan tercapai setiap tahunnya. Informasi tersebut sangat penting untuk perencanaan pengelolaan hutan yang lesatari. Dinamika KBDI harian memberikan informasi laju peningkatan KBDI per hari. Gambar 7 menjelaskan teknik untuk mendapatkan laju peningkatan

(onset rate) KBDI yaitu dengan metode kurva intensitas-waktu untuk Model 1.

Kurva ini memberikan informasi intensitas KBDI maksimum, waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas KBDI maksimum (T-max), waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% dari intensitas KBDI maksimum (T50 inc), waktu

yang diperlukan untuk mencapai 75% dari intensitas KBDI maksimum (T75 inc),

dan waktu yang diperlukan untuk mencapai 25% dari intensitas KBDI maksimum (T25 inc). Laju peningkatan KBDI dihitung dengan:

Laju peningkatan KBDI= KBDI max * 0,5/( T75 inc – T25 inc)

= 2000*0,5 (128-46) = 12/hari

Informasi laju peningkatan KBDI sebesar 12 /hari memberikan prediksi waktu tempuh KBDI di setiap tingkatan bahaya kebakaran. Sebagai ilustrasi, misalkan pada suatu hari nilai KBDI adalah 1000, maka untuk mencapai kriteria bahaya kebakaran Tinggi memerlukan waktu tempuh 41 hari, dan untuk mencapai kriteria Ekstrim memerlukan waktu tempuh 62 hari. Dalam periode waktu tempuh

tersebut, pihak pengelola hutan dapat menyiapkan logistik untuk menghadapi kemungkinan kebakaran dalam waktu 41 hari ke depan.

 

Gambar 7. Kurva intensitas waktu KBDI harian di Sungai Baung untuk Model 1

4.5. Aspek Pengelolaan Air Terkait KBDI

Faktor yang berpengaruh terhadap KBDI lahan basah yaitu curah hujan, suhu udara maksimum, dan kedalaman MAT. Dua peubah yang disebutkan lebih dulu adalah bersifat pemberian (given) yang tidak bisa diubah dan dikelola. Sehingga dalam aplikasi di lapangan, pengelola hutan tidak bisa mengatur dan merencanakan kegiatan antisipasi kebakaran dengan baik mengingat kedua peubah tersebut tidak dapat dikelola. Dalam tataran praktis pengelola hutan selalu berharap hujan akan segera turun untuk mengurangi bahaya kebakaran hutan yang akan terjadi.

Kedalaman MAT merupakan peubah yang dapat dikelola oleh pengelola hutan secara baik. Gambar 5 memberikan ilustrasi pengaruh MAT dalam mengurangi dan menambah nilai KBDI sehingga diperoleh kedalaman kritis

sebesar 0,659 m. Pada kedalaman lebih dari nilai kritis, maka nilai KBDI akan meningkat dan sebaliknya.

Secara teoritis, MAT dapat dikendalikan melalui proses irigasi dan drainase yang dirancang dengan benar dan tepat untuk mengendalikan kebakaran hutan di HTI-SBAWI. Pada musim kemarau Mei - Oktober, curah hujan sangat sedikit sehingga MAT lebih dalam. Aktivitas pengelolaan hutan ditinjau dari aspek pengelolaan air disajikan pada Tabel 11. Pada musim penghujan, aktivitas drainase diperlukan untuk mengurangi air di lahan agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman tetap terjaga. Bendung-bendung dibuka untuk mengalirkan air ke sungai. Jika level KBDI meningkat ke kelas bahaya kebakaran Sedang, maka tindakan yang harus dilakukan yaitu mengatur ketinggian water

level di kanal pada ketinggian tertentu yang tidak membahayakan perkembangan

tanaman misal pada kedalaman 0,5 m. Harapannya kedalaman MAT masih dekat dengan permukaan. Kedalaman water level juga bisa lebih tinggi lagi untuk mengantisipasi peningkatan KBDI di musim kemarau yang berlangsung mulai bulan Mei. Dengan laju peningkatan KBDI sebesar 12 /hari hanya memerlukan waktu 41 haru untuk mencapai kelas Tinggi, maka pengaturan water level di kanal sangat penting untuk mencegah aliran air bawah tanah dari lahan. Sehingga MAT bisa dipertahankan di atas kedalaman kritis.

Pada musim kemarau, kegiatan pengelolaan air yang dapat dilakukan yaitu dengan pembendungan kanal untuk mempertahankan water level di kanal yang mampu menahan laju aliran air bawah tanah dari lahan. Kegiatan lainnya yaitu irigasi ke lahan dengan cara mengalirkan air dari Sungai-sungai di sekitar dan kawasan HTI-SBAWI ke kanal-kanal yang telah di bendung. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan muka air di kanal yang akan berdmpak pada peningkatan MAT di lahan. Taknik terakhir yang dapat dilakukan untuk meningkatkan MAT yaitu di lahan sekaligus menurunkan nilai KBDI yaitu dengan curah hujan buatan. Kegiatan ini dilakukan di HTI-SBAWI yaitu pada tanggal 5 – 8 Oktober 2009 yang efektif menurunkan nilai KBDI dari kelas Ekstrim ke kelas Sedang.

Tabel 11. Pengelolaan air berdasarkan kelas KBDI

Kelas KBDI Musim kemarau Musim hujan Rendah -  Proses drainase

 Pembukaan bendung

Sedang Penutupan bendung di kanal Pengaturan water level di kanal untuk transportasi dan menjaga MAT di lahan

Tinggi  Pembendungan kanal

 Proses irigasi dari Sungai

 Curah hujan buatan

-

Ekstrim  Pembendungan kanal

 Proses irigasi dari Sungai

 Curah hujan buatan

-

Dokumen terkait