I. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada jaringan tanaman daun pengamatan pertama bahwa perlakuan TF tidak menunjukkan perbedaan dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K), namun pada pengamatan ketiga terlihat perlakuan TF berbeda nyata dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K). Pada jaringan batang pada pengamatan pertama sampai ketiga menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk jaringan akar pengamatan pertama hingga ketiga terlihat bahwa perlakuan TF berbeda nyata dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K).
Jika dilihat dari jumlah koloni dan persentase tumbuh cendawan Trichoderma asperellum dapat dilihat bahwa pada jaringan akar yang memiliki jumlah dan persentase yang paling tinggi dibanding dengan jaringan daun dan batang. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi cendawan Trichoderma asperellum melalui tanah pada bibit kakao dapat menyebar keseluruh jaringan tanaman namun penyebarannya tidak merata. Hal ini sesuai dengan Berliance (2016) bahwa Trichoderma asperellum adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah dan mempunyai sifat mikroparasitik. Isolat cendawan Trichoderma asperellum diperoleh dengan cara mengisolasinya dari tanah atau bagian akar tanaman yang sehat.
Hasil pengamatan untuk kolonisasi pada ketiga jaringan kakao menunjukkan bahwa daya hambat Trichoderma asperellum terhadap Fusarium sp. sangat berpengaruh pada ketiga jaringan tetapi untuk jaringan daun daya hambat pada perlakuan F lebih rendah dibanding dengan daya hambat pada jaringan batang dan akar.
Sehingga daya hambat T. asperellum pada ketiga jaringan kakao memiliki perbandingan
25
2 : 1, yang membuktikan bahwa Trichoderma asperellum efektif dalam menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakunan Ningsih, et al., (2016), bahwa efisiensi daya antagonis T. asperellum yang berbeda terhadap patogen tertentu dapat disebabkan oleh kecepatan tumbuh, kadar dan macam senyawa kimia, serta enzim yang dihasilkan oleh masing-masing spesies (Matroudi et al., 2009; Octriana, 2011; Amaria dkk., 2013). Kecepatan pertumbuhan yang tinggi dapat menentukan aktivitas cendawan antagonis terhadap patogen. T. asperellum memiliki kecepatan tumbuh yang mengungguli cendawan Fusarium sp, sehingga dapat menguasai kompetisi ruang dan nutrisi. Cendawan Trichoderma asperellum juga memiliki kemampuan dalam mengeluarkan senyawa antibiosis yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp. Senyawa kimia dan enzim yang dihasilkan T. asperellum juga dapat menghambat perkembangan patogen lain karena berfungsi sebagai antifungal.
Kebanyakan cendawan T. asperellum menghasilkan senyawa yang bersifat volatil dan non-volatil yang dapat menghambat kolonisasi cendawan patogen. Senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh T. asperellum antara lain yaitu asam harzianic, alamethicins, tricholin, peptaibols, 6-penthyl-α-pyrone, massoilactone, viridin, gliovirin, glisoprenins, asam heptelidic, trichodermin, dermadin dan lain-lain (Ningsih, et al., 2016).
Jika dilihat dari jumlah koloni dan persentase tumbuh cendawan Trichoderma asperellum pada perlakuan T, TF, F, dan K dapat dilihat bahwa pada perlakuan TF (T.
asperellum + Fusarium sp.) memiliki jumlah dan persentase yang paling tinggi disbanding dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K). Hal ini menujukkan bahwa
26
produksi senyawa antibiotik pada T. asperellum berkorelasi dan berinteraksi dengan cendawan Fusarium sp dengan kemampuan antagonisnya.
27 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1. Aplikasi cendawan Trichoderma asperellum dengan Fusarium sp. pada bibit tanaman kakao memperoleh hasil jumlah koloni dan persentase pertumbuhan paling banyak di banding dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K).
2. Daya hambat T. asperellum pada ketiga jaringan kakao memiliki perbandingan 2:1, yang membuktikan bahwa Trichoderma asperellum efektif dalam menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp.
3. Tipe interaksi antara T. asperellum dengan Fusarium sp. adalah antibiotik dan parasit
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap interaksi antara Trichoderma asperellum Fusarium sp. pada jaringan tanaman kakao. Agar diperoleh informasi mengenai senyawa kimia yang di hasilkan Trichoderma asperellum yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp.
28
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1996. Plant Pathology. Penerjemah Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Anshary, A. 2002. Karakteristik Tanaman Kakao yang Resisten terhadap Penggerek Buah Kakao (Disertasi Pasca sarjana tidak dipublikasikan). Universitas Hasanuddin. Makassar.
Ardjanhar, A., M. Slamet, J. Limbongan, Maskar, Y. Bungan, B. Ruruk. 2000.
Pengendalian Terpadu Hama PBK. Laporan tahunan bagian proyek penelitian system usaha tani di Sulawesi Tengah/ SAADPTA.1999/ 2000.BPTP Biromaru.
Hal 15-28.
Anonim2014. Outlook komoditi kakao pusat data dan system informasi pertanian.
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.
Auliya, Hikmatullah N, Hikmatul I, Muliasari H, 2008. Pemanfaatan Alkaloid Lombine dalam Ekstrak Kasar Daun Kumbi (Voacanga foetida) sebagai Fungisida alami.
Makalah tidak dipublikasikan. Universitas Mataram. Mataram.
Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. St. Paul Minnesota, APS Press.
Berliance. 2016. Aplikasi Trichoderma Sp. untuk Mengendalikan Serangan Fusarium Oxysporum F.Sp. Lycopercii pada Tanaman Tomat Cung (Lycopersicum Esculentrum Mill.). Bengkulu : Program Studi Agroteknolgi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Clay, K., 1988, Fungal Endophytes of Grasses: A Devensive Mutualism Between Plants and Fungi, Ecology, 69 (1): 10-16.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Volume dan Nilai Ekspor, Impor Indonesia.http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exportimport /1- Kakao.Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.
Disbun Sulsel, 2009. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu kakao Nasional Sulawesi selatan Tahun 2009 -2011. Disampaikan pada Acara Diskusi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Kantor Perwakilan daerah Makassar, 27 Agustus 2009.
Dinata, A., M. Slamet, J. Limbongan, Maskar, Y. Bungan, B. Ruruk. 2012.
Pengendalian Terpadu Hama PBK. Laporan tahunan bagian proyek penelitian
29
system usaha tani di Sulawesi Tengah/ SAADPTA.1999/ 2000.BPTP Biromaru.
Hal 15-28.
Djaenuddin, N : 2011, Bioekologi dan Pengelolaan Penyakit Layu Fusarium Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Druzhinina & Kubicek, 2005. Species concepts and biodiversity in Trichoderma and Hypocrea: from aggregate species to species clusters. Zhejiang University.
Hakkar, AA, Rosmana, A, dan M. Danial, R, 2014,‘Pengendalian Penyakit Busuk Buah Phytophthora pada Kakao dengan Cendawan Endofit Trichoderma asperellum’, Fitopatologi, vol. 10, no. 5, hal. 139-144.
Isnaini, M. Rohyadi, dan Murdan, 2004. Identifikasi dan Uji Patogenitas Cendawan-cendawan Penyebab Penyakit Busuk Batang Tanaman Vanili di Lombok Timur. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Lakitan, B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo. Jakarta. 155 hal.
Lukito, 2010. Budidaya Kakao. Pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia. Jakarta. 298 Hal
Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan.
Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Ningsih, Husadi, Utami S, dan D. 2016 Kajian Antagonis Trichoderma Spp. Terhadap Fusarium Solani, Pasca sarjana Universitas Negeri Malang.
Prawoto, A. A dan R. Erwiyono. 2008. Potensi budidaya kakao untuk pembangunan ekonomi di Aceh Barat. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 226 hal Petrini, O, Seiber TN, Toti L, dan Viret O., (1992), Ecology Metabolite Production and
Susbsrate utilization in Endophytic Fungi, Natural Toxins 1992. 1: 15-196.
Pristiarini, W. 2012. Pengenalan Hama Penting Kopi dan Kakao. http://wanty pristiarini.blogspot.com/2012/01/laporan-7.html. Diakses Tanggal 2 mei 2018.
Rahmawasiah, 2014. Kajian beberapa Isolat Cendawan Endofit terhadap Penggerak Buah Kakao, Canopomorpa cramerella (Snellen). Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
30
Saikkonen KT, Herlander ML. 2003. Ecology and diversity of endophytic fungi. http://
www.sci.utu.fi./biologia/ekologia/endofyytti.htm Diakses tanggal 5 Mei 2018.
Sastrahidayat, I.R. 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Usaha Nasional. 365 Hal Semangun, H. 2000 . Penyakit – Penyakit Tanaman di Indonesia, Gajah Mada ,
University Press. Yogyakarta.
Sinclair 2004. Pengantar Penyakit Penting Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Tulung, M. 2000. Kajian Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella di Sulawesi Utara. Media Publikasi Ilmu Pertanian. Eugenia Fakultas Pertanian Unsrat. Volume 6 no. 4
Wahyudi T., Panggabean T.R., dan Pujiyanto. (2008). Kakao Manajemen Agribisnis dari hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta
31 LAMPIRAN
Tabel lampiran 1a. Data olahan persentase tumbuh cendawan Fusarium sp.di daun
MINGGU PERLAKUAN
T TF F K
I 50 80 40 100
II 33.33333333 0 0 0
III 16.66666667 20 60 0
Tabel lampiran 1b. Data olahan persentase tumbuh cendawan Fusarium sp.di batang
MINGGU PERLAKUAN
T TF F K
I 33.33333333 0 0 100
II 50 0 0 0
III 16.66666667 100 83.33333333 0
Tabel lampiran 1c. Data olahan persentase tumbuh cendawan Fusarium sp.di akar
MINGGU PERLAKUAN
T TF F K
I 100 0 0 50
II 0 0 0 0
32
III 0 0 0 0
Tabel lampiran 2a. Data olahan persentase daya hambat cendawan fusarium sp.di daun
MINGGU PENGAMATAN PERLAKUAN
TF F T
I 20 60 50
II 0 0 0
III 0 0 0
Tabel lampiran 2b. Data olahan persentase daya hambat cendawan fusarium sp.di batang
MINGGU PENGAMATAN PERLAKUAN
TF F T
I 100 0 0
II 0 0 0
III 0 0 0
33
Tabel lampiran 2c. Data olahan persentase daya hambat cendawan fusarium sp.di akar
MINGGU PENGAMATAN PERLAKUAN
TF F T
I 100 100 -100
II 0 0 0
III 0 0 0
Gambar 2. Makroskopis Cendawan lain (Isolat A)
34 Gambar 3. Makroskopis Cendawan lain (Isolat B)
Gambar 4. Makroskopis Cendawan lain (Isolat C)
Gambar 5. Makroskopis Cendawan lain (Isolat D)
35 Gambar 6. Makroskopis Cendawan lain (Isolat E)
Gambar 7. Makroskopis Cendawan lain (Isolat F)
Gambar 8. Makroskopis Cendawan lain (Isolat H)
36 Gambar 10. Makroskopis Cendawan lain (Isolat J)
Gambar 11. Makroskopis Cendawan lain (Isolat K)
Gambar 12. Makroskopis Cendawan lain (Isolat L)