INTERAKSI ANTARA Trichoderma asperellum DAN Fusarium sp. PADA JARINGAN TANAMAN KAKAO
UPI LAILA HANUM G111 14 506
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
INTERAKSI ANTARA Trichoderma asperellum DAN Fusarium sp. PADA JARINGAN TANAMAN KAKAO
OLEH:
UPI LAILA HANUM G111 14 506
Laporan Praktik Lapang dalam Mata Ajaran Minat Utama Ilmu Penyakit Tumbuhan
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018
iii
iv ABSTRAK
Upi Laila Hanum (G111 14 506) “Interaksi Antara Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. Pada Jaringan Tanaman Kakao” (di bawah bimbingan Ade Rosmana dan Baharuddin).
Salah satu faktor utama penyebab produksi kurang optimal dan kehilangan hasil pada tanaman kakao adalah adanya gangguan hama dan penyakit. Beberapa jenis penyakit yang penting pada tanaman kakao adalah penyakit busuk buah dan penyakit vascular streak deiback (VSD). Kedua penyakit tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 60%. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi adanya interaksi antara T.asperellum dan Fusarium sp. yang di inokulasikan melalui daun,batang, dan akar tanaman kakao. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Januari hingga Mei 2018. Penelitian ini terdiri dari enam tahapan pelaksanaan, yaitu persiapan bibit kakao, persiapan isolat T.asperellum dan Fusarium sp.,inokulasi T.asperellum dan Fusarium sp. pada bibit kakao, isolasi jaringan bibit kakao, perhitungan persentasi daya hambat, dan pengamatan.
Pesentase tumbuh cendawan pada setiap pelakuan menunjukkan produksi senyawa antibiotik pada T. asperellum berkorelasi dan berinteraksi dengan cendawan Fusarium sp. dengan kemampuan antagonisnya. Berpotensi untuk mengendalikan penyakit yang bersifat sistemik seperti VSD.
Kata Kunci: Kakao, T. asperellum, Fusarium sp
v ABSTRACT
Upi Laila Hanum (G111 14 506) “The Interaction between Trichoderma asperellum and Fusarium sp. on Cocoa Plant Tissue” (under the supervision of Ade Rosmana and Baharuddin).
One of the main factors that cause yield loss in cocoa production is the disruption of pests and diseases. Several important types of diseases in cacao are fruit rot disease and Vascular Streak Dieback (VSD) disease that can cause up to 60% loss. This study aims to detect the interaction between T. asperellum and Fusarium sp. which are inoculated through the leaves, stems, and roots of cocoa plants. This research was conducted at Diseases Laboratory, Department of Pests and Diseases, Agriculture Faculty, Hasanuddin University, Makassar. This study took place from January to May 2018. The study consisted of six stages of implementation, which are the preparation of cocoa seedlings, preparation of T.asperellum and Fusarium sp. isolates, T.asperellum and Fusarium sp inoculations in cocoa seeds, cocoa seed tissue isolation, calculation of inhibitory percentage, and observation. The percentage of the fungus growth in each of the treatments showed that the production of antibiotic compounds on T. asperellum correlated and interacted with the Fusarium sp. with antagonistic capability which has the potential to control systemic diseases such as VSD.
Keywords: Cocoa, T. asperellum, Fusarium sp..
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkah, Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini
. Tak lupa pula penulis kirimkan shalawat dan salam kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW semoga senantiasa tercurah Amin.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril maupun material serta kerjasama dari berbagai pihak, oleh karena itu dari lubuk hati yang paling dalam penulis menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Jalali dan Ibunda Nahriah dan juga adinda Syahrul Ramadhan, dan seluruh keluarga besar Hj. Hasnah Kadir Sila yang telah memberikan doa, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang yang sepenuhnya kepada penulis yang tak ternilai harganya, sehingga penulis tetap semangat mewujudkan harapan yang telah dititipkan. Semoga ketulusan hati dalam mendidik mendapat balasan pahala dan limpahan rahmat Allah SWT.
Bapak Prof. Dr.Ir Ade Rosmana DEA selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Ir.Baharuddin, Dipl. Ing. Agr selaku Pembimbing II terima kasih atas segala keikhlasan, kesabaran dan ketulusannya mengarahkan, memberikan bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran kepada penulis mulai dari penyusunan rencana penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
Bapak. Prof. Dr. Ir.Nur Amin, Dipl. Ing. Agr , Bapak Dr.Ir. A.
Nasruddin, M.Sc., selaku penguji bersama Ibu Dr. Sri Aminah, SP.,
vii
M.Si, terima kasih atas saran dan masukannya serta seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.
Para Pegawai dan Staf Laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Ibu Rahmatiah, SH., Ibu Nirwana Rahman, SE., Bapak Kamaruddin, Bapak Ardan, yang telah banyak membantu penulis sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini.
Sahabat sekaligus grup sepenelitian Kartika Yusuf dan yang paling banyak membantu selama penelitian dilapangan, dan dilaboratorium sampai penulisan skripsi ini mengorbankan tenaga, memberikan dukangan yang sangat luar biasa kepada penulis. Nurhikmah Mutmainnah Sari, Ainul Hidayah dan Darmawangsa, terima kasih atas segala saran dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Sahabatku Evi Alvianaa yang selalu memberi semangat motivasi, membantu penulis keluar dari masalah, paling semangat menemani penulis saat pengurusan berkas sampai penulisan skripsi ini, Andi Nurhidayah Bahri, Nurafni Latif, Rusmin Rombe ,Nurmala S, Sri Wahyuni, paling sabar selalu menasehati penulis selama penulisan skripsi ini. selalu menghibur, selalu menyemangati, dan memberikan motivasi kepada penulis, untuk itu semoga mereka juga termotivasi cepat selesai., Andi Syarifah Nurfahmi, Putri Sabrina Nursaid, juga selalu memberikan semangat kepada penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi ini.
Kalian sahabat-sahabat yang sangat luar biasa hebatnya yang selalu memberikan keceriaan, doa, senyuman, dan kekuatan untuk penulis.
Kak Nurul Jihad SP., yang sudah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Teman-teman AGROTEKNOLOGI 2014 dan EKSOSKELETON 2014 yang sudah banyak membantu penulis.
viii
Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (HMPT-UH), tempat penulis dalam berproses dan belajar. Lembaga yang telah banyak mengajarkan banyak hal kepada penulis.
Dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh keluarga, saudara, teman, kakak, adik yang tidak sempat penulis cantumkan satu persatu.
Terima kasih atas segala doa yang mengalir tanpa sepengetahuan penulis.
Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, tetapi semua merupakan suatu proses pembelajaran yang sangat berguna sebagai modal di masa yang akan datang. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih semoga apa yang penulis sajikan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, Aamiin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Agustus 2018
Penulis
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ……….. v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan kegunaan Penelitian ... 3
1.3 Hipotesis ………..………. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kakao (Theobroma cacao L.) ... 4
2.1.1 Klasifikasi ………... ... 4
2.1.2Morfologi Tanaman Kakao ... 5
2.1.2.1 Akar ... 6
2.1.2.2 Batang ... 6
2.1.2.3 Daun ... 7
2.2 Cendawan Endofit ………. 8
2.3 Trichoderma asperellum … ………. 8
2.4 Fusarium sp ……….……….. 9
2.4.1Morfologi Fusarium sp ………....… 9
2.4.2 Karakteristik Fusarium sp ……… 11
2.4.3 Inang dan Gejala Serangan ………... 11
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu. ... 14
x
3.2 Metode Penelitian ... 14
3.2.1 Persiapan Bibit Kakao ... 14
3.2.2 Persiapan Isolat T.asperellum dan Fusarium sp. ... 14
3.2.3 Inokulasi T.asperellum terhadap Fusarium sp.pada bibit kakao . ... 15
3.2.4 Pengambilan Sampel untuk Isolasi . ... 15
3.2.5 Daya Hambat T.asperellum terhadap Fusarium sp. & Cendawan Bawaan Bibit …..………..….. 17
3.2.6 Identifikasi………...…… 17
3.2.7 Parameter Pengamatan ………..….… 18
I. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil . ... 19
4.1.1 Kolonisasi T. asperellum dengan adanya Fusarium sp... 19
4.1.2 Identifikasi Mikroorganisme . ... 22
4.2 Pembahasan . ... 24
II. PENUTUP 5.1 Kesimpulan . ... 27
5.2 Saran . ... 27
DAFTAR PUSTAKA . ... 28
LAMPIRAN . ... 31
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Persentase Koloni T. asperellum pada tanaman Kakao yang di
inokulasikan Fusarium sp. ………... 19 2. Jumlah Koloni Fusarium sp. Pada Tanaman Kakao………. 20
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Persentase Daya Hambat Cendawan Fusarium sp.pada Daun……….… 21 2. Persentase Daya Hambat Cendawan Fusarium sp.pada Batang…….…. 22 3. Persentase Daya Hambat Cendawan Fusarium sp.pada Akar……...…. 22 4. Makroskopis cendawan Fusarium sp... 23 5. Mikroskopis cendawan Fusarium sp ... 23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao.L) termasuk tanaman tahunan. Masyarakat Indonesia pertama kali mengenal tanaman kakao pada tahun 1780 sebagai tanaman pekarangan. Pada awalnya nilai komersilnya belum diutamakan bagi penanamannya.
Namun dengan berkembangnya zaman, dimana produk makanan dan produk lain makin banyak yang menggunakan coklat, akhirnya tanaman ini dibudidayakan secara besar besaran untuk tujuan komersil (Mangoensoekarjo, 2007).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 844.630 ton, dibawah negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta ton. Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000 dan volume impor sebesar 46.356 ton senilai 119,32 ribu US$ (Direktorat Jendral Perkebunan, 2010).
Dalam penataan perekonomian wilayah, Provinsi Sulawesi Selatan banyak bertumpu pada komoditas hasil pertanian, terutama komoditas kakao. Komoditas kakao telah dijadikan sebagai “komoditas-citra-unggulan” di wilayah ini, karena selain memberi kontribusi yang besar dalam struktur perekonomian daerah, juga telah berperan sebagai penyedia lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk di daerah ini.
Luas areal pertanaman kakao di Propinsi Sulawesi Selatan mencapai 257.313,20 ha
2
dengan total produksi sebesar 110.009,45 ton biji kering pertahun (Disbun Sulsel, 2009).
Walaupun kakao telah lama dibudidayakan secara komersil, namun produksi yang diperoleh masih belum optimal. Salah satu faktor utama penyebab produksi kurang optimal dan kehilangan hasil adalah adanya gangguan hama dan penyakit.
Beberapa jenis penyakit yang penting pada tanaman kakao adalah penyakit busuk buah dan penyakit vascular streak deiback (VSD) penyakit tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 60%, Sedangkan penyakit ini dapat dikendalikan dengan menggunakan Trichoderma asperellum, peran Trichoderma asperellum adalah sebagai endofit yang merupakan cendawan yang hidupnya berada dalam jaringan tumbuhan dan tidak merugikan inangnya. Trichoderma asperellum diketahui mempunyai kemampuan antagonis yang tinggi dalam menghambat perkembangan cendawan seperti Fusarium sp. Cendawan Fusarium sp. ini merupakan parasit lemah artinya hanya dapat menyerang tanaman yang sedang berada pada kondisi lemah (peka) karena kekeringan, kekurangan unsur hara, terlalu banyak sinar matahari dan tanaman terlalu banyak buah (Semangun, 2000).
Pengendalian biologi (hayati) merupakan alternatif pengendalian yang dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sekitarnya, caranya adalah dengan pemanfaatan agen hayati seperti virus, cendawan, dan bakteri. Penggunaan agen hayati bertujuan untuk mengurangi serangan penyakit dengan mengurangi jumlah inokulum patogen, menekan kemampuan patogen menginfeksi inangnya dan mengurangi keganasan patogen tersebut. Salah satu syarat
3
suatu organisme dapat dikatakan sebagai agen hayati adalah mempunyai kemampuan antagonisme yaitu kemampuan menghambat perkembangan atau pertumbuhan organisme lainnya (Cook & Baker,1989).
Trichoderma asperellum merupakan cendawan antagonis yang berpotensi sebagai agen hayati karena mampu menekan pertumbuhan patogen melalui proses mikoparasitisme, antibiotik, dan kompetisi (Semangun, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Hakkar et al. (2014) menunjukkan potensi penggunaan Trichoderma asperellum sebagai agen pengendali biologi P. palmivora pada busuk buah kakao di Makassar. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian ini untuk mendeteksi adanya interaksi antara Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. yang di inokulasikan melalui daun,batang, dan akar tanaman kakao.
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. yang di inokulasikan melalui daun,batang, dan akar tanaman kakao. Kegunaannya yaitu sebagai bahan infomasi bagi petani maupun instansi terkait tentang Trichoderma asperellum dan Fusarium sp.
1.3 Hipotesis
Terjadinya interaksi antara Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. Dengan melihat perbandingan daya hambatnya.
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao (Theobroma cacao L)
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman industri yang memiliki potensi tinggi sebagai penghasil devisa Negara dari sector non migas. Nilai ekonomi kakao cukup signifikan dalam kontribusinya pada ekonomi rakyat dan sumber devisa, maka pengembangan kakao terus digalakkan baik aspek budidaya maupun pasca panen (Anonim, 2000). Tanaman kakao menghasilkan produk olahan yang di sebut Coklat.
Kakao bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia karena mengandung lemak serta protein dan nilai gizi lainnya dan merupakan bahan makanan dan minuman yang banyak disukai dari berbagai usia terutama anak-anak dan remaja (Anonim, 2014).
2.1.1 Klasifikasi
Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Menurut (Pristiarini, 2012). Klasifikasi tanaman kakao adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub-kelas : Dialypetalae Ordo : Malvales Family : Sterculiaceae
5 Genus : Theobroma
Species : Theobroma cacao L.
Menurut Anshary (2002), kakao dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan trinitario. Jenis criollo mempunyai pertumbuhan yang kuran kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relative gampang terserang hama dan penyakit, permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjol-benjol dan alur-alurnya jelas.
Kulit ini tebal tapi lunak sehingga mudah dipecah. Jenis forastero sering juga disebut kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetative yang lebih baik, relative lebih tahan terhadap serangan Hama dan penyakit dibandingkan kakao jenis criollo.
Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao jenis criollo. Jenis trinitario merupakan hibrida dari criollo dan forastero, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavor cacao da nada yang termasuk bulk cacao. Kakao ini memiliki pertumbuhan yang cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vasicular streak dieback) serta aspek agronominya mudah.
2.1.2 Morfologi Tanaman Kakao
Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga, buah dan biji (Anshary,2002).
6 2.1.2.1 Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada ke dalaman tanah 0-30 cm. Akar lateral tumbuh pada kedalaman 0-10 cm, 26% pada kedalaman 11-20 cm, 14 % pada kedalaman 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya rumit (Wahyudi, et al., 2008).
Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 m ke arah samping dan 15 m ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetative pada awal penumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang (Dinata, et al., 2012).
2.1.2.2 Batang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan yang tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi relatif tetap. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortrotop atau tunas air, sedangkan tunas yang pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (Wahyudi, et al., 2008).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola
7
percabangan ortrotop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao, dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhaannya condong ke samping membentuk sudut 0-60 0 dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral, sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun (Ardjanhar et al. 2000).
Kakao dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 meter dari pangkal batangnya pada permukaan tanah. Tanaman kakao punya kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa pohon pelindung. Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak melalui biji akan menumbuhkan batang utama sebelum menumbuhkan cabang-cabang primer (Ardjanhar et al. 2000).
2.1.2.3 Daun
Warna daun pada tanaman kakao muda sangat beragam, tergantung dari jenis tanaman yaitu mulai hijau pucat, kemerah-merahan sampai pada merah tua. Daun-daun muda ini dilindungi oleh stipula pada dasar tangkainya dan akan gugur sendirinya setelah daun-daun menjadi dewasa (Tulung,2000).
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme. Pada tunas ortrotop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun bentuknya selinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu ada dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun.
8
Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari (Lukito, 2010).
2.2 Cendawan endofit
Cendawan endofit disebut juga sebagai mikosimbion endofitik merupakan cendawan yang melakukan kolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala sakit (Petrini, 1992). Endofit sebagai mikroorganisme yang hidup dalam tumbuhan lain. Clay (1998) mengtakan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam system jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting, ataupun akar tumbuhan.
Cendawan endofit merupakan salah satu agens antagonis yang dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa patogen tumbuhan, baik dari golongan cendawan maupun bakteri. Cendawan endofit dapat menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antobiotika (Clay, 1998) sehingga asosiasi beberapa cendawan endofit dengan tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivore (Saikkonen dan Herlander, 2003).
2.3 Trichoderma asperellum
Cendawan tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongan golongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan karakteristik dari suatu tipe tanah sebagai medium bagi perkembang biakannya.
Trichoderma asperellum merupakan salah satu cendawan dari sekian banyak genus dan spesies cendawan tanah. Cendawan Trichoderma asperellum memiliki ciri morfologi
9
sebagai berikut: miselium bersepta, konidioforanya bercabang dengan arah yang berlawanan, konidianya berbentuk bulat atau oval dan satu sel melekat satu sama lain, wama hijau terang. Setelah konidia atau tubuh buahnya terbentuk maka cendawan ini akan terlihat berwama hijau kebiruan. Konidia tersebut mempakan sel tunggal yang berbentuk oval yang saling melekat satu sama lain sehingga membentuk suatu kimipulan pada ujung konidiofora. Koloni fungi ini mudah dikenali dengan pertumbuhan yang cepat dan matang pada pertumbuhan 5 hari. Pada temperatur 250C dan dalam media Potato Dextro Agar (PDA) fungi ini tumbuh seperti bulu domba dan awalnya terlihat putih, selanjutnya konidia mulai terbentuk menjadi wama hijau (Druzhinina dan Kubicek, 2005).
Penggunaan Trichoderma asperellum pada penelitian ini karena mudah ditemukan, ramah lingkungan, dan yang terpenting ekonomis. Cendawan ini mampu bertahan pada kondisi ekstrim seperti suhu yang terlalu rendah maupun suhu yang terlalu tinggi pula.
2.4 Fusarium sp.
2.4.1 Morfologi Fusarium sp.
Menurut ((Agrios, 1996). Klasifikasi cendawan Fusarium sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom : Mycetae Divisi : Mycota
Subdivisi : Deuteromycotina Kelas : Hypomycetes
10 Ordo : Hyphales
Family : Tubercularia-ceae Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium sp.
Miselium cendawan ini bersekat terutama terdapat di dalam sel, khususnya di dalam pembuluh kayu. Cendawan ini juga membentuk miselium yang terdapat diantara sel-sel, yaitu dalam kulit dan di jaringan parenkim di dekat tempat terjadinya infeksi (Semangun 2004). Pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) mula- mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu. Miselium bersekat dan membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah di dalam medium (Sastrahidayat,1992).
Di alam cendawan ini membentuk konidium pada suatu badan buah yang disebut sporodokium, yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tingkat yang telah lanjut. Konidiofor bercabang - cabang rerata mempunyai panjang 70 µm. Cabang samping biasanya bersel satu, panjangnya sampai 14 µm. Konidium terbentuk pada ujung cabang utama atau cabang samping. Mikrokonidium sangat banyak dihasilkan oleh cendawan pada semua kondisi, bersel satu atau bersel dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2.5-3 µm, tidak bersekat atau kadang kadang bersekat satu dan berbentuk bulat telur atau lurus.
Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel empat, hialin, berukuran 22-36 x 4-5 µm. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran
11
713x 7-8µm,Terbentuk ditengah hifa atau pada makrokoniudium, seringkali berpasangan (Sastrahidayat,1992).
2.4.2 Karakteristik Fusarium sp.
Cendawan ini merupakan parasit lemah artinya hanya dapat menyerang tanaman yang sedang berada pada kondisi lemah (peka) karena kekeringan, kekurangan unsur hara, terlalu banyak sinar matahari dan tanaman terlalu banyak buah Childers dan Cibes, (1948) Semangun, (2000).
Sebagai patogen primer, cendawan dapat menginfeksi jaringan inang sebelum ada serangan cendawan patogen lain dan dapat menimbulkan gejala. Sebagai patogen sekunder bila cendawan menginfeksi tanaman inang setelah ada serangan cendawan patogen lain, sehingga tingkat serangan menjadi sedemikian parah Joffe, (1973) Isnaini, et al., (2004).
Cendawan dapat menyebar melalui pengangkutan bibit dan tanah yang terbawa angin atau air atau alat pertanian. Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman yang peka maka bila terdapat luka pada akarnya, Foc akan segera menginfeksinya.
2.4.3 Inang dan Gejala Serangan
Cendawan Fusarium sp. merupakan penyebab penyakit layu dan busuk batang pada berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Inang dari patogen ini adalah sayuran, bawang, kentang, tomat, kubis, lobak, petsai, sawi, temu-temuan, semangka, melon, pepaya, salak, krisan, anggrek, kacang panjang, cabai, ketimun,
12
jambu biji, dan jahe. Tanaman lain yang diketahui menjadi inang patogen ini adalah kelapa sawit, kelapa, lada, vanili, dan kapas (Semangun, 2004).
Cendawan Fusarium oxysporum mempunyai banyak bentuk khusus yang disebut dengan formae specialis (f.sp), seperti: f.sp. asparagi yang menyerang asparagus; f.sp. callistephi yang menyerang tanaman aster; f.sp. cubense penyebab penyakit layu Panama pada pisang; f.sp. dianthi penyebab penyakit layu pada anyelir; f.sp. lycopersici penyebab penyakit layu pada tomat; f.sp. melonis penyebab penyakit layu fusarium pada melon; f.sp. niveum penyebab penyakit layu fusarium pada semangka; f.sp. tracheiphilum penyebab penyakit layu pada kedelai; dan f.sp. zingiberi sebagai penyebab penyakit kuning pada jahe (Raabe et al., 1981 dalam Djaenuddin, 2011).
Miseliumnya dapat ditemukan di sekitar jaringan tanaman dan umumnya dapat diisolasi dari jaringan yang sakit atau di dalam pembuluh xylem tanaman yang diserang seperti serangan pada tanaman pisang sebagai penyakit busuk batang pisang yaitu dengan menanam bagian tanaman yang bergejala pada media PDA (potato dextrose agar) [Frank, (1972) dalam Isnaini, et al., (2004)].
Kerusakan yang ditimbulkan meliputi rebah benih, busuk akar, busuk batang dan busuk tangkai yang terjadi ketika tanaman berada pada kondisi stress atau ketika terjadi luka pada bagian luar jaringan tanaman. Fusarium sangat berbahaya bagi tanaman pangan karena menyebabkan kerusakan seperti kematian bibit, busuk akar dan busuk tangkai (Bacon dan Hinton,(1999) dalam Auliya’,( 2008).
13
Faktor yang berpengaruh adalah cuaca lembab sehingga penyakit banyak dijumpai di kebun yang terlalu rapat, terutama pada musim hujan karena banyak terjadi infeksi baru. Kebun yang peteduhnya ringan kurang mendapat gangguan penyakit (Semangun, 2004).
Cendawan Fusarium sp. juga dapat bertahan lama di dalam tanah. Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari cendawan ini. Fusarium sp. adalah cendawan tanah yang dapat bertahan lama dalam tanah sebagai klamid spora yang terdapat banyak dalam akar akar yang sakit.
Cendawan dapat bertahan juga pada akar bermacam macam rumput, dan pada tanaman jenis Heliconia. Fusarium sp. menyerang melalui akar,terutama akar yang luka. Baik luka mekanis maupun luka yang disebabkan nematoda Radophulus similis Tetapi tidak bisa masuk melalui batang atau akar rimpang, meskipun bagian ini dilukai (Semangun, 2004).
14 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Januari sampai April 2018.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1. Persiapan Bibit Kakao
Buah kakao yang dijadikan bibit adalah buah kakao sehat dan masak di pohon.
Buah kakao yang digunakan adalah kakao klon lokal (Bantaeng). Buah di potong membujur, biji yang berada di bagian tengah diambil sebagai benih. Benih tersebut dibersihkan dari daging buah (pulp) dengan menggunakan spons, kemudian dibersihkan di air dan dikeringkan. Setelah kering benih kemudian bibit disemaikan di dalam cawan sebelum ditanam kedalam polybag. Dalam 2-3 hari bibit dalam cawan telah tumbuh akar maka bibit dipindahkan kedalam polybag yang berisi 500 g tanah.
3.2.2. Persiapan Isolat Trichoderma asperellum dan Fusarium sp.
Isolat Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. diperoleh dari koleksi Prof. Dr.
Ade Rosmana, yang diperbanyak pada media PDA. Media PDA dibuat menggunakan ekstrak kentang dengan komposisi bahan untuk 500 ml media adalah kentang 100 gram, agar-agar 8.5 gram, gula 20 gram, dan satu kapsul Chloramphenicol 250 mg. Kentang direbus dengan aquades dan diambil ekstraknya, kemudian dituang kedalam erlenmeyer yang telah dimasukkan agar-agar, gula dan Chloramphenicol. Setelah itu dihomogenkan
15
dan di autoklaf selama 15 menit pada suhu 121⁰ C. Media yang di autoklaf di tuang pada cawan petri sebanyak kurang lebih 20 ml.
3.2.3. Inokulasi Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. pada Bibit Kakao Trichoderma asperellum dan Fusarium sp. diinokulasikan pada bibit kakao berumur 2 bulan. Inokulasi dengan Trichoderma asperellum dilakukan dengan menyemprot tanah (akar) sebanyak 10 mL sedangkan inokulasi dengan Fusarium sp. di oleskan pada bagian atas dan bawah daun muda menggunakan konsentrasi 106 spora/ml dan dilakukan pada pagi hari. Isolat yang telah diperbanyak, sporanya dihitung menggunakan hemocytometer hingga mencapai konsentrasi 106 spora/ml, bibit kakao yang diinokulasikan Trichoderma asperellum dan Fusarium sp.masing-masing 30 bibit.
3.2.4. Pengambilan Sampel untuk Isolasi
Sampel pengamatan penelitian ini sebanyak 120 bibit kakao, yang dimana dibagi atas empat perlakuan masing-masing terdapat 30 bibit kakao untuk setiap perlakuan.
Perlakuan yang diambil sampel yaitu:
K= Kontrol (tanpa inokulasi) T= Trichoderma asperellum,
TF= Trichoderma asperellum dengan Fusarium sp.
F= Fusarium sp.
Setelah dilakukan inokulasi, masing-masing perlakuan diambil 5 bibit kakao untuk diisolasi bagian daun , batang, dan akarnya. Isolasai dilakukan setiap 10 hari setelah inokulasi Trichoderma asperellum dan Fusarium sp.. Isolasi jaringan daun, batang dan akar bibit kakao masing-masing 5 potong tiap bibit lalu di tumbuhkan pada media PDA.
16
Bibit kakao yang digunakan yaitu bibit kakao yang telah diinokulasikan pada perlakuan T, F, TF, dan K. Isolasi yang dilakukan yaitu pada jaringan daun, batang, dan akar untuk masing-masing perlakuan. Batang dan akar dipotong kecil dengan ukuran 1 cm, dan daun 0,5 x 1 cm. Bagian tanaman dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian diterilisasi permukaan secara bertahap, melalui perendaman dalam alkohol 70% dan NaOCl 1% masing-masing selama 1 menit, selanjutnya dibilas sebanyak 3 kali dengan aquadest steril dan dikeringanginkan diatas kertas steril. Bagian tanaman yang telah kering diletakkan pada permukaan media PDA sebanyak 5 potongan untuk setiap bagian tanaman dan diinkubasi pada suhu 280C selama 5-6 hari. Cendawan yang tumbuh dimurnikan pada media PDA baru untuk diidentifikasi.
Menurut Barnett dan Hunter (1998), persentase dari keberadaan cendawan T.
asperellum yang tumbuh pada jaringan daun, batang, dan akar pada perlakuan T, TF, F, serta K dihitung dengan rumus:
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 = 𝑎
𝑏 × 100%
Dengan :
a = Jumlah cendawan yang tumbuh b = Total sampel yang diamati
Cendawan bawaan bibit yang memperlihatkan warna koloni dan ciri-ciri yang sama dihitung jumlah koloninya dan jumlah keseluruhan koloni cendawan yang tumbuh pada jaringan daun, batang dan akar pada perlakuan T, TF, F dan K Persentase keberadaan cendawan bawaan bibit dihitung pada masing-masing perlakuan dengan
17 rumus :
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 = 𝑎
𝑏 × 100%
Dengan :
a = Jumlah cendawan x
b = Total koloni cendawan yang tumbuh pada tiap perlakuan
3.2.5 Daya Hambat Trichoderma asperellum terhadap Fusarium sp. dan Cendawan Bawaan Bibit
Daya hambat Trichoderma asperellum terhadap Fusarium sp. dan cendawan bawaan bibit pada jaringan bibit kakao dihitung dengan membandingkan persentase keberadaan cendawan bawaan bibit pada perlakuan kontrol degan perlakuan T, TF, dan F. Persentase hambat Trichoderma asperellum terhadap Fusarium sp. dan cendawan bawaan bibit pada jaringan bibit kakao dihitung dengan melihat penurunan persentase Fusarium sp. dan cendawan bawaan bibit sebelum diionokulasikan Trichoderma asperellum dan setelah diinokulasikan Trichoderma asperellum.
𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑇. 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑟𝑒𝑙𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝐹𝑢𝑠𝑎𝑟𝑖𝑢𝑚 = 𝑎 − 𝑏
𝑎 𝑥 100%
Dengan :
a = Persentase tumbuh cendawan x pada kontrol
b = Persentase tumbuh cendawan x pada perlakuan T, TF, dan F.
3.2.6 Identifikasi
Identifikasi cendawan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Identifikasi secara makroskopis yaitu dengan ciri-ciri morfologi dari masing-masing
18
koloni cendawan pada media PDA yaitu koloni permukaan atas, permukaan bawah, dan warna koloni. Identifikasi secara mikroskopis, meliputi bentuk konidia, hifa dan spora cendawan. Isolat cendawan ditumbuhkan pada kaca preparat yang diberi media PDA, kemudian diinkubasi selama 3 hari dan diamati dibawah mikroskop. Identifikasi didasarkan pada literatur (Barnett dan Hunter, 1998).
3.2.7 Parameter Pengamatan
Pengamatan terhadap populasi dan distribusi Trichoderma asperellum di dalam jaringan bibit kakao dan jenis cendawan bawaan bibit yang berpotensi sebagai patogen dilakukan 10 hari, 20 hari dan 30 hari setelah inokulasi Trichoderma asperellum. Daya hamabat Trichoderma asperellum terhadap Fusarium sp. dan cendawan bawaan bibit pada jaringan bibit kakao dihitung dengan membandingkan persentase perlakuan Trichoderma asperellum, Trichoderma asperellum dengan Fusarium sp., Fusarium sp.
dan cendawan bawaan bibit pada kontrol sehingga dapat dilihat adanya interaksi antara Trichoderma asperellum dengan Fusarium sp.
19 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
4.1.1 Kolonisasi T. asperellum dengan adanya Fusarium sp.
Pada penelitian interaksi antara T. asperellum dan Fusarium sp. pada jaringan tanaman kakao diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa inokulasi cendawan T.
asperellum pada bibit kakao melalui tanah menyebar keseluruh bagian tanaman.
Sehingga didapatkan jumlah koloni dan persentase tumbuh cendawan T. asperellum pada jaringan daun, batang, dan akar dengan 3 kali pengamatan, hasil dapat dilihat pada table 1. Persentase tumbuh T. asperellum sebagai berikut.
Tabel 1. Persentase Koloni T. asperellum pada tanaman Kakao yang di inokulasikan Fusarium sp.
Perlakuan
Pengamatan Ke-
I II III
Daun Batang Akar Daun Batang Akar Daun Batang Akar
T 0 4 4 0 0 28 0 0 4
TF 0 4 24 0 8 8 48 20 100
F 0 0 0 0 4 0 0 0 0
K 0 16 8 0 0 0 0 0 0
Nilai Uji T 0 0.4 10.07 0 0.6 0.23 0.67 5.85 0.8
T Tabel 2.17881283
Sumber: Data Primer, 2018
20
Tabel 2. Jumlah Koloni Fusarium sp. Pada Tanaman Kakao
Perlakuan
Pengamatan Ke-
Jumlah
I II III
Daun Batang Akar Daun Batang Akar Daun Batang Akar
T 3 2 0 2 3 0 1 1 0 17
TF 0 0 0 0 0 0 1 3 0 4
F 2 0 0 0 0 0 1 0 0 3
K 1 2 2 0 0 0 0 0 2 7
Sumber : Data Primer, 2018 Keterangan:
K= Kontrol (tanpa inokulasi) T= Trichoderma asperellum,
TF= Trichoderma asperellum dengan Fusarium sp.
F= Fusarium sp.
Pada tabel jumlah koloni Fusarium sp. yang telah diinokulasikan pada tanaman kakao dapat dilihat bahwa cendawan Fusarium sp. paling banyak terdapat pada jaringan daun disbanding akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Childers dan Cibes, (1948) Semangun, (2000) bahwa Fusarium sp. ini merupakan parasit lemah artinya hanya dapat menyerang tanaman yang sedang berada pada kondisi lemah (peka) karena kekeringan, kekurangan unsur hara, terlalu banyak sinar matahari dan tanaman terlalu banyak buah . Sebagai patogen primer, cendawan dapat menginfeksi jaringan inang sebelum ada serangan cendawan patogen lain dan dapat menimbulkan gejala. Sebagai patogen sekunder bila cendawan menginfeksi tanaman inang setelah ada serangan
21
cendawan patogen lain, sehingga tingkat serangan menjadi sedemikian parah Joffe, (1973) Isnaini, dkk. (2004).
Hasil isolasi isolasi cendawan dari jaringan daun, batang dan akar bibit kakao yang telah diinokulasikan Fusarium sp. menunjukkan adanya cendawan yang juga tumbuh pada perlakuan kontrol. Kemungkinan Fusarium sp. yang tumbuh pada perlakuan kontrol merupakan cendawan bawaan bibit ataupun cendawan yang menginfeksi bibit pada saat inokulasi dan pengerjaan isolasi. Hasil penelitian Rahmawasiah (2014), menuliskan bahwa adanya cendawan lain yang tumbuh pada media dikarenakan sampel uji yang digunakan telah terinfeksi dipertanaman.
Gambar 1. Persentase Daya Hambat Cendawan Fusarium sp. pada Daun
Sumber : Data Primer, 2018
0 10 20 30 40 50 60
I II III
Daya Hambat (%)
MINGGU PENGAMATAN
PERLAKUAN TF PERLAKUAN F PERLAKUAN T
22
Gambar 2. Persentase Daya Hambat Cendawan Fusarium sp. pada Batang
Sumber : Data Primer, 2018
Gambar 3. Persentase Daya Hambat Cendawan Fusarium sp. pada Akar
Sumber : Data Primer, 2018.
4.1.2 Identifikasi Mikroorganisme
Hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis cendawan yang diisolasi dari jaringan daun, batang, dan akar pada bibit tanaman kakao diperoleh 11 isolat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
I II III
Daya Hambat (%)
MINGGU PENGAMATAN
PERLAKUAN TF PERLAKUAN F PERLAKUAN T
-100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
I II III
Daya Hambat (%)
MINGGU PENGAMATAN
PERLAKUAN TF PERLAKUAN F PERLAKUAN T
23
cendawan yang berbeda. Dari ke- 11 isolat yang diperoleh salah satu isolate yaitu isolate I dengan genus Fusarium sp. dengan melihat ciri-ciri makroskopis dan mikroskopisnya.
(a) (b)
Gambar 4. (a) Makroskopis cendawan Fusarium sp. dan (b) Mikroskopis cendawan Fusarium sp. (menggunakan perbesaran 400 kali ᵧ.
Setelah dilakukan pengamatan secara makroskopis cendawan Fusarium sp.
memiliki hifa yang berwarna putih salju dan secara mikroskopis terdapat mikrokonidia.
Maka hasil pengamatan ini sesuai dengan (Sastrahidayat, 1992), yaitu Konidia terbentuk pada ujung cabang utama atau cabang samping. Mikrokonidium sangat banyak dihasilkan oleh cendawan pada semua kondisi, bersel satu atau bersel dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2.5-3 µm, tidak
bersekat atau kadang-kadang bersekat satu
dan berbentuk bulat telur atau lurus. Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel empat, hialin, berukuran 22-36 x 4-5 µm. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran 7-13 x 7-8 µm, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokoniudium, seringkali berpasangan.
24 4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada jaringan tanaman daun pengamatan pertama bahwa perlakuan TF tidak menunjukkan perbedaan dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K), namun pada pengamatan ketiga terlihat perlakuan TF berbeda nyata dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K). Pada jaringan batang pada pengamatan pertama sampai ketiga menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk jaringan akar pengamatan pertama hingga ketiga terlihat bahwa perlakuan TF berbeda nyata dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K).
Jika dilihat dari jumlah koloni dan persentase tumbuh cendawan Trichoderma asperellum dapat dilihat bahwa pada jaringan akar yang memiliki jumlah dan persentase yang paling tinggi dibanding dengan jaringan daun dan batang. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi cendawan Trichoderma asperellum melalui tanah pada bibit kakao dapat menyebar keseluruh jaringan tanaman namun penyebarannya tidak merata. Hal ini sesuai dengan Berliance (2016) bahwa Trichoderma asperellum adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah dan mempunyai sifat mikroparasitik. Isolat cendawan Trichoderma asperellum diperoleh dengan cara mengisolasinya dari tanah atau bagian akar tanaman yang sehat.
Hasil pengamatan untuk kolonisasi pada ketiga jaringan kakao menunjukkan bahwa daya hambat Trichoderma asperellum terhadap Fusarium sp. sangat berpengaruh pada ketiga jaringan tetapi untuk jaringan daun daya hambat pada perlakuan F lebih rendah dibanding dengan daya hambat pada jaringan batang dan akar.
Sehingga daya hambat T. asperellum pada ketiga jaringan kakao memiliki perbandingan
25
2 : 1, yang membuktikan bahwa Trichoderma asperellum efektif dalam menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakunan Ningsih, et al., (2016), bahwa efisiensi daya antagonis T. asperellum yang berbeda terhadap patogen tertentu dapat disebabkan oleh kecepatan tumbuh, kadar dan macam senyawa kimia, serta enzim yang dihasilkan oleh masing-masing spesies (Matroudi et al., 2009; Octriana, 2011; Amaria dkk., 2013). Kecepatan pertumbuhan yang tinggi dapat menentukan aktivitas cendawan antagonis terhadap patogen. T. asperellum memiliki kecepatan tumbuh yang mengungguli cendawan Fusarium sp, sehingga dapat menguasai kompetisi ruang dan nutrisi. Cendawan Trichoderma asperellum juga memiliki kemampuan dalam mengeluarkan senyawa antibiosis yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp. Senyawa kimia dan enzim yang dihasilkan T. asperellum juga dapat menghambat perkembangan patogen lain karena berfungsi sebagai antifungal.
Kebanyakan cendawan T. asperellum menghasilkan senyawa yang bersifat volatil dan non-volatil yang dapat menghambat kolonisasi cendawan patogen. Senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh T. asperellum antara lain yaitu asam harzianic, alamethicins, tricholin, peptaibols, 6-penthyl-α-pyrone, massoilactone, viridin, gliovirin, glisoprenins, asam heptelidic, trichodermin, dermadin dan lain-lain (Ningsih, et al., 2016).
Jika dilihat dari jumlah koloni dan persentase tumbuh cendawan Trichoderma asperellum pada perlakuan T, TF, F, dan K dapat dilihat bahwa pada perlakuan TF (T.
asperellum + Fusarium sp.) memiliki jumlah dan persentase yang paling tinggi disbanding dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K). Hal ini menujukkan bahwa
26
produksi senyawa antibiotik pada T. asperellum berkorelasi dan berinteraksi dengan cendawan Fusarium sp dengan kemampuan antagonisnya.
27 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1. Aplikasi cendawan Trichoderma asperellum dengan Fusarium sp. pada bibit tanaman kakao memperoleh hasil jumlah koloni dan persentase pertumbuhan paling banyak di banding dengan tiga perlakuan lain (T, F, dan K).
2. Daya hambat T. asperellum pada ketiga jaringan kakao memiliki perbandingan 2:1, yang membuktikan bahwa Trichoderma asperellum efektif dalam menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp.
3. Tipe interaksi antara T. asperellum dengan Fusarium sp. adalah antibiotik dan parasit
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap interaksi antara Trichoderma asperellum Fusarium sp. pada jaringan tanaman kakao. Agar diperoleh informasi mengenai senyawa kimia yang di hasilkan Trichoderma asperellum yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp.
28
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1996. Plant Pathology. Penerjemah Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Anshary, A. 2002. Karakteristik Tanaman Kakao yang Resisten terhadap Penggerek Buah Kakao (Disertasi Pasca sarjana tidak dipublikasikan). Universitas Hasanuddin. Makassar.
Ardjanhar, A., M. Slamet, J. Limbongan, Maskar, Y. Bungan, B. Ruruk. 2000.
Pengendalian Terpadu Hama PBK. Laporan tahunan bagian proyek penelitian system usaha tani di Sulawesi Tengah/ SAADPTA.1999/ 2000.BPTP Biromaru.
Hal 15-28.
Anonim2014. Outlook komoditi kakao pusat data dan system informasi pertanian.
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.
Auliya, Hikmatullah N, Hikmatul I, Muliasari H, 2008. Pemanfaatan Alkaloid Lombine dalam Ekstrak Kasar Daun Kumbi (Voacanga foetida) sebagai Fungisida alami.
Makalah tidak dipublikasikan. Universitas Mataram. Mataram.
Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. St. Paul Minnesota, APS Press.
Berliance. 2016. Aplikasi Trichoderma Sp. untuk Mengendalikan Serangan Fusarium Oxysporum F.Sp. Lycopercii pada Tanaman Tomat Cung (Lycopersicum Esculentrum Mill.). Bengkulu : Program Studi Agroteknolgi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Clay, K., 1988, Fungal Endophytes of Grasses: A Devensive Mutualism Between Plants and Fungi, Ecology, 69 (1): 10-16.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Volume dan Nilai Ekspor, Impor Indonesia.http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exportimport /1- Kakao.Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.
Disbun Sulsel, 2009. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu kakao Nasional Sulawesi selatan Tahun 2009 -2011. Disampaikan pada Acara Diskusi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Kantor Perwakilan daerah Makassar, 27 Agustus 2009.
Dinata, A., M. Slamet, J. Limbongan, Maskar, Y. Bungan, B. Ruruk. 2012.
Pengendalian Terpadu Hama PBK. Laporan tahunan bagian proyek penelitian
29
system usaha tani di Sulawesi Tengah/ SAADPTA.1999/ 2000.BPTP Biromaru.
Hal 15-28.
Djaenuddin, N : 2011, Bioekologi dan Pengelolaan Penyakit Layu Fusarium Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Druzhinina & Kubicek, 2005. Species concepts and biodiversity in Trichoderma and Hypocrea: from aggregate species to species clusters. Zhejiang University.
Hakkar, AA, Rosmana, A, dan M. Danial, R, 2014,‘Pengendalian Penyakit Busuk Buah Phytophthora pada Kakao dengan Cendawan Endofit Trichoderma asperellum’, Fitopatologi, vol. 10, no. 5, hal. 139-144.
Isnaini, M. Rohyadi, dan Murdan, 2004. Identifikasi dan Uji Patogenitas Cendawan- cendawan Penyebab Penyakit Busuk Batang Tanaman Vanili di Lombok Timur. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Lakitan, B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo. Jakarta. 155 hal.
Lukito, 2010. Budidaya Kakao. Pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia. Jakarta. 298 Hal
Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan.
Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Ningsih, Husadi, Utami S, dan D. 2016 Kajian Antagonis Trichoderma Spp. Terhadap Fusarium Solani, Pasca sarjana Universitas Negeri Malang.
Prawoto, A. A dan R. Erwiyono. 2008. Potensi budidaya kakao untuk pembangunan ekonomi di Aceh Barat. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 226 hal Petrini, O, Seiber TN, Toti L, dan Viret O., (1992), Ecology Metabolite Production and
Susbsrate utilization in Endophytic Fungi, Natural Toxins 1992. 1: 15-196.
Pristiarini, W. 2012. Pengenalan Hama Penting Kopi dan Kakao. http://wanty pristiarini.blogspot.com/2012/01/laporan-7.html. Diakses Tanggal 2 mei 2018.
Rahmawasiah, 2014. Kajian beberapa Isolat Cendawan Endofit terhadap Penggerak Buah Kakao, Canopomorpa cramerella (Snellen). Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
30
Saikkonen KT, Herlander ML. 2003. Ecology and diversity of endophytic fungi. http://
www.sci.utu.fi./biologia/ekologia/endofyytti.htm Diakses tanggal 5 Mei 2018.
Sastrahidayat, I.R. 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Usaha Nasional. 365 Hal Semangun, H. 2000 . Penyakit – Penyakit Tanaman di Indonesia, Gajah Mada ,
University Press. Yogyakarta.
Sinclair 2004. Pengantar Penyakit Penting Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Tulung, M. 2000. Kajian Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella di Sulawesi Utara. Media Publikasi Ilmu Pertanian. Eugenia Fakultas Pertanian Unsrat. Volume 6 no. 4
Wahyudi T., Panggabean T.R., dan Pujiyanto. (2008). Kakao Manajemen Agribisnis dari hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta
31 LAMPIRAN
Tabel lampiran 1a. Data olahan persentase tumbuh cendawan Fusarium sp.di daun
MINGGU PERLAKUAN
T TF F K
I 50 80 40 100
II 33.33333333 0 0 0
III 16.66666667 20 60 0
Tabel lampiran 1b. Data olahan persentase tumbuh cendawan Fusarium sp.di batang
MINGGU PERLAKUAN
T TF F K
I 33.33333333 0 0 100
II 50 0 0 0
III 16.66666667 100 83.33333333 0
Tabel lampiran 1c. Data olahan persentase tumbuh cendawan Fusarium sp.di akar
MINGGU PERLAKUAN
T TF F K
I 100 0 0 50
II 0 0 0 0
32
III 0 0 0 0
Tabel lampiran 2a. Data olahan persentase daya hambat cendawan fusarium sp.di daun
MINGGU PENGAMATAN PERLAKUAN
TF F T
I 20 60 50
II 0 0 0
III 0 0 0
Tabel lampiran 2b. Data olahan persentase daya hambat cendawan fusarium sp.di batang
MINGGU PENGAMATAN PERLAKUAN
TF F T
I 100 0 0
II 0 0 0
III 0 0 0
33
Tabel lampiran 2c. Data olahan persentase daya hambat cendawan fusarium sp.di akar
MINGGU PENGAMATAN PERLAKUAN
TF F T
I 100 100 -100
II 0 0 0
III 0 0 0
Gambar 2. Makroskopis Cendawan lain (Isolat A)
34 Gambar 3. Makroskopis Cendawan lain (Isolat B)
Gambar 4. Makroskopis Cendawan lain (Isolat C)
Gambar 5. Makroskopis Cendawan lain (Isolat D)
35 Gambar 6. Makroskopis Cendawan lain (Isolat E)
Gambar 7. Makroskopis Cendawan lain (Isolat F)
Gambar 8. Makroskopis Cendawan lain (Isolat H)
36 Gambar 10. Makroskopis Cendawan lain (Isolat J)
Gambar 11. Makroskopis Cendawan lain (Isolat K)
Gambar 12. Makroskopis Cendawan lain (Isolat L)
37