• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model von Bertalanffy (K dan L∞) diduga dengan metode Plot Ford-Walford. Metode ini merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Kelompok ukuran ikan tembang (S. fimbriata) ini dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya.

Jumlah ikan contoh yang digunakan dalam analisis parameter pertumbuhan sebanyak 978 ekor. Hasil pemisahan kelompok ukuran dengan menggunakan metode Bhattacharya menunjukkan bahwa ikan contoh terdiri atas tiga kelompok ukuran seperti ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kelompok ukuran panjang ikan tembang

Pada Tabel 3 disajikan hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang yaitu panjang rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran.

0 50 100 150 200 250 110,5 113,5 116,5 119,5 122,5 125,5 128,5 131,5 134,5 137,5 140,5 143,5 146,5 149,5 152,5 155,5 158,5 161,5 164,5 F re k uens i

Nilai tengah kelas panjang (mm)

Umur x

Umur x+1

Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan tembang di Palabuhanratu

Kelompok ukuran Panjang rata-rata

(mm) Jumlah Populasi Indeks Separasi (I) 1 119,82 77,60 2 135,61 532,57 7,11 3 146,51 444,40 5,94 Total 1054,57

Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa jumlah total ikan contoh (nilai teoritis) yang diamati sebanyak 1055 ekor. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah total ikan contoh sebenarnya (nilai observasi) yang diamati. Perbedaan jumlah total ikan contoh ini dapat disebabkan oleh adanya pengacakan pada saat pengambilan ikan contoh. Walaupun ikan contoh yang digunakan merupakan contoh acak yang sempurna, nilai observasi akan tetap mengalami fluktuasi seputar distribusi dari populasi yang sesungguhnya (Sparre & Venema 1999).

Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan menggunakan metode Bhattacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Menurut Hasselblad (1966), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (I<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan Tabel 1 di atas, nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang sebesar 7,11 dan 5,94. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya.

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy (K, L∞, t0) ikan tembang di Palabuhanratu (Januari - Maret 2009)

Parameter Nilai a 52,94 b 0,689 K (per tahun) 1,48 L∞ (mm) 170,23 t0 (tahun) -0,40

Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan tembang adalah Lt = 170,23 (1-e[-1,48(t+0,40)]). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap di perairan Teluk Palabuhanratu dan didaratkan di TPI Palabuhanratu adalah 165 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan tembang. Koefisien pertumbuhan (K) ikan tembang di Teluk Palabuhanratu adalah 1,48 per tahun. Hasil analisis beberapa peneliti mengenai parameter pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter pertumbuhan ikan tembang (Sardinella fimbriata) dari beberapa hasil penelitian

Sumber Tempat

Koefisien pertumbuhan (K)

per tahun

L∞ (cm)

Effani (1998) Selat Madura 1,60 20,43 - 21,16

Monintja et al. (1994) Teluk Palabuhanratu 1,07 23,76 Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu 1,48 17,023

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, ikan tembang di perairan Selat Madura memiliki K sebesar 1,60 per tahun dan L∞ = 20,43 - 21,16 cm (Effani 1998). Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh adalah keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaaan makanan (Effendie 1997). Oleh karena itu, perbedaan nilai K dan panjang infinitif dengan ikan tembang di

perairan Selat Madura diduga disebabkan oleh faktor genetik serta kondisi lingkungan yang berbeda dengan perairan Palabuhanratu.

Penelitian yang sama mengenai pertumbuhan ikan tembang di perairan Palabuhanratu juga pernah dilakukan menghasilkan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) masing-masing sebesar 1,072 per tahun dan 23,76 cm (Monintja et al. 1994). Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat bahwa nilai K menjadi lebih besar dengan L∞ lebih kecil. Ikan dengan nilai K besar memiliki umur yang relatif pendek. Hal ini berarti ikan tembang saat ini memiliki siklus hidup dan ukuran panjang infinitif yang lebih pendek dibandingkan 15 tahun yang lalu. Selain itu, hasil ini juga dapat mengindikasikan bahwa ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu telah mengalami tekanan dari laju penangkapan yang tinggi. Namun kajian mengenai laju penangkapan akan dibahas pada bab selanjutnya.

Kurva pertumbuhan ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu disajikan pada Gambar 7 dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (mm) sampai ikan berumur 78 bulan.

Gambar 7. Kurva pertumbuhan ikan tembang

Pada saat ikan berumur 78 bulan (6,5 tahun), secara teoritis panjang total ikan adalah 170,21 mm. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan tembang tidak sama selama rentang hidupnya. Ikan yang

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75 78 P a nj a ng ( m m ) Umur (bulan) Lt= 170,23 (1-e [-1,48(t+0,40)])

berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ikan yang berumur tua.

Parameter pertumbuhan ikan ini memegang peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan inverse persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu. Dengan demikian maka penyusunan rencana pengelolaan perikanan lebih mudah dilakukan.

4.5. Hubungan Panjang Berat

Analisis hubungan panjang berat menggunakan data panjang total dan berat basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu. Hubungan panjang berat ikan tembang disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan panjang berat ikan tembang

Dari hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan tembang adalah W= 9x10-6 L2,99 dengan kisaran nilai b sebesar 2,86 – 3,12. Dari nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t (α=0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan tembang memiliki pola pertumbuhan isometrik, artinya pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat (Effendie 1997). Pola pertumbuhan yang sama juga dimiliki oleh ikan tembang yang berasal dari perairan Teluk Jakarta dan memiliki

y = 9E-06x2.990 R² = 0,737 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 B er a t (g ra m ) Panjang total (mm)

Hubungan Panjang Berat

persamaan hubungan panjang berat W= 1,714x10-5L2,9763 (Hutomo & Martosewojo 2008).

Namun pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada ikan tembang yang hidup di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur yaitu memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (Rosita 2007), artinya pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Ricker 1970 in Effendie 1997). Osman (2004) in Lelono (2007) menjelaskan perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh musim, jenis kelamin, area, temperatur, fishing time, fishing vessel dan tersedianya makanan. Moutopoulos & Stergiou (2002) in Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.

4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan tembang dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 Ln [C(L1, L2)/ Δ t] t(L1+L2/2)

Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan tembang digunakan rumus empiris Pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Teluk Palabuhanratu 28,50C (Hartami 2008). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang

Laju Nilai (per tahun)

Mortalitas total (Z) 8,522

Mortalitas alami (M) 1,146

Mortalitas penangkapan (F) 7,376

Eksplotasi (E) 0,866

Laju mortalitas total (Z) ikan tembang adalah 8,522 per tahun dengan laju mortalitas alami sebesar 1,146 per tahun. Penelitian sebelumnya terhadap ikan tembang di perairan yang sama menduga konstanta laju mortalitas alami ikan tembang sebesar 1,995 per tahun (Monintja et al. 1994) dan bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh saat ini terlihat bahwa laju mortalitas alami ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu mengalami penurunan. Beverton & Holt (1957) menduga bahwa predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga penurunan laju mortalitas ikan tembang saat ini disebabkan oleh menurunnya jumlah pemangsa ikan tembang pada saat penelitian yang terlihat dari jumlah predator ikan tembang seperti ikan layur yang tertangkap dan didaratkan sangat sedikit. Selain itu, kisaran suhu perairan juga mendukung untuk pertumbuhan ikan tembang. Menurut Hartami (2008) secara umum suhu permukaan air di Teluk Palabuhanratu berkisar antara 27 – 30 0C dan merupakan kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan tropis.

Perbandingan hasil analisis laju mortalitas ikan tembang di Palabuhanratu dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang di Palabuhanratu pada waktu penelitian yang berbeda

Sumber Tempat Laju Mortalitas Alami (M) per tahun Laju Mortalitas Penangkapan (F) per tahun Monintja et al. (1994) Teluk Palabuhanratu 1,995 4,634 Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu 1,146 7,376

Laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang adalah 7,376 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini jauh lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 1,146. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan tembang lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Oleh karena itu dapat diduga pula bahwa penurunan laju mortalitas alami disebabkan oleh menurunnya jumlah ikan yang tumbuh hingga berusia tua dan mengalami kematian secara alami akibat telah tertangkap lebih dulu karena tingginya aktifitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre & Venema 1999) karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami.

Pada penelitian sebelumnya diperoleh nilai laju mortalitas penangkapan sebesar 4,634 per tahun. Jika dibandingkan dengan laju mortalitas yang diperoleh saat ini terlihat bahwa laju penangkapan ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu mengalami peningkatan. Peningkatan laju penangkapan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah upaya penangkapan (effort) yang terus dilakukan setiap tahunnya oleh nelayan di Teluk Palabuhanratu seperti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Data upaya penangkapan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu tahun 2003-2006 (unit)

Tahun Effort (unit)

2003 253

2004 266

2005 428

2006 511

Sumber : Ditjen Tangkap-DKP (2007)

Berdasarkan hasil analisis juga diketahui laju eksploitasi ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu sebesar 0,832 yang berarti 83,2% kematian ikan tembang di perairan tersebut disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Laju eksploitasi ikan tembang yang besar disebabkan oleh penangkapan ikan tembang yang berlangsung setiap harinya oleh nelayan di Teluk Palabuhanratu. Bila dibandingkan dengan laju eksploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu sebesar 0,5 maka laju eksploitasi ikan tembang di perairan Teluk Palabuhanratu sudah melebihi nilai optimum tersebut. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan tembang di Teluk Palabuhanratu. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Lelono 2007). Selain itu, hal ini juga menjelaskan hasil analisis parameter pertumbuhan yang telah dibahas sebelumnya yaitu tingginya tekanan penangkapan mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan tertangkap saat ini menjadi lebih kecil serta meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur ikan untuk mencapai panjang infinitif menjadi lebih pendek.

Dokumen terkait