Hasil
Klasifikasi Makrozoobenthos
Makrozoobenthos yang ditemukan di kawasan mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan selama penelitian ini terdiri dari 4 ordo, 9 family, 11 genus dan 12 jenis organisme yang digolongkan ke dalam 2 kelas yaitu Gastropoda dan Arthropoda. Jumlah makrozoobenthos yang ditemukan selama penelitian pada stasiun I sebanyak 472 individu, stasiun II sebanyak 273 individu dan stasiun III sebanyak 326 individu. Data makrozoobenthos yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4. Gastropoda terdiri dari 10 jenis dan Malacostraca terdiri dari 2 jenis. Klasifikasi makrozoobenthos yang didapat pada stasiun lokasi penelitian dapat dilhat pada Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Makrozoobenthos yang didapatkan Selama Penelitian
Filum/Kelas Ordo Family Genus Spesies
1. Mollusca Gastropoda Mesogastropoda Caenogastropoda Heterobranchia Turritellidae Pachychilidae Potamididae Neritidae Naticidae Ellobioidea Telescopium Turritella Nassarius Cerithidea Chicoreus Nerita Cerithidea Littoraria Natica Cassidula T. telescopium T. terebra N. reeveanus C. cingulata C. capucinus N. lineata C. obtusa L. melanostoma N. tigrina C. aurisfelis 2. Arthropoda
Malacostraca Decapoda Ocypodidae Ocypodidae Uca Uca U. vocans U. rosea Ciri-ciri Morfologi 1. Telescopium telescopium
Spesies ini termasuk salah satu jenis Gastropoda yang paling umum dijumpai di atas substrat atau serasah daun mangrove. Memiliki ukuran 3 – 10 cm,
tipe cangkang memanjang, berbentuk kerucut. Seluruh cangkang dipenuhi dengan garis, apeks runcing dan berwarna cokelat kehitaman serta memiliki celah mulut sempit dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. T. telescopium 2. Turritella terebra
Spesies ini memiliki ukuran 6 – 11 cm. Memiliki perpaduan dua warna yaitu cokelat dan putih. Memiliki 12 garis pertautan dan tipe cangkang memanjang. Apeks runcing, berwarna cokelat dan memiliki celah mulut yang sempit dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. T. Terebra
Spesies ini memiliki ukuran antara 2,5 – 4 cm. Cangkangnya berwarna hitam atau cokelat tua. Terdapat 5 garis pertautan dan apeks tumpul. Memiliki celah mulut sempit dan tipe cangkang memanjang serta berukuran sedang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. N. reeveanus 4. Cerithidea cingulata
Spesies ini memiliki ukuran 2,5 – 4 cm, cangkang berwarna hitam atau cokelat tua. Terdapat 8 garis pertautan pada cangkangnya dan ornamen spiral yang berbentuk melingkar. Bagian permukaan cangkangnya bergerigi, memiliki apeks meruncing dan celah mulut sempit dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. C. cingulata 5. Chicoreus capucinus
Jenis ini menempel pada biasanya menempel pada substrat. Panjang 3 – 4,5 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang. Bagian permukaan
bergelombang dan memiliki 3 garis pertautan dengan celah mulut sempit dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. C. capucinus 6. Nerita lineata
Spesies ini memiliki ukuran tubuh 3 – 5 cm, berbentuk bulat dan memiliki warta abu-abu kecokelatan. Memiliki garis-garis horizontal pada cangkang dan celah mulut lebar. Memiliki 3 garis pertautan dan mengilat pada bagian dalamnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. N. lineata 7. Cerithidea obtusa
Spesies ini memiliki cangkang antara 4 – 5,5 cm. Memiliki tipe cangkang memanjang dengan bagian ulir utama membesar. Apeks tumpul, cangkang berwarna cokelat kekuningan dan kasar. Memiliki 6 garis pertautan dan celah mulut yang sempit dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. C. obtusa 8. Littoraria melanostoma
Spesies ini memiliki corak warna dibagian permukaan yaitu perpaduan warna putih, hijau dan cokelat. Memiliki bentuk memanjang, cangkang siput ini umumnya kecil, ukuran tubuhnya 1,5 – 2,8 cm. Memiliki 5 garis pertautan dan celah mulutnya sempit dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. L. melanostoma 9. Natica tigrina
Spesies ini memiliki ukuran anrata 1,5 – 3 cm. Bagian ujung spiral, memiliki permukaan coklat keputihan atau pucat dengan bintik-bintik kecil coklat atau hitam gelap. Cangkang berbentuk bulat melingkar, memiliki 3 garis pertautan dan celah mulut yang lebar dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. N. tigrina 10. Cassidula aurisfelis
Spesies ini biasanya berada pada batang atau akar mangrove. Warna cokelat dan putih mengilat pada bagian permukaan cangkang, ukuran 2 – 5 cm. Memiliki 6 garis pertautan, permukaan cangkang licin dan celah mulut yang sempit dapat dilihat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. C. aurisfelis
11. Uca vocans
Spesies ini memliki karapas berbentuk trapesium memanjang berwarna abu-abu atau hitam. Jantan salah satu capit membesar dan sangat panjang. Biasanya capit berwarna kuning atau orange dengan permukaan kasar dan ujung berbentuk seperti kait dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. U. Vocans 12. Uca rosea
Spesies ini memliki karapas berbentuk trapesium memanjang berwarna abu-abu atau hitam. Mata berwarna merah, capit berwarna kuning atau orange dengan permukaan kasar. Ujung berbentuk seperti kait dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. U. rosea
Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam tiga kali pengamatan diperoleh nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif ( KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobenthos pada setiap stasiun penelitian. Nilai Kepadatan Populasi makrozoobenthos berkisar antara 0 – 9 ind/m2, Kepadatan Relatif
makrozoobenthos berkisar antara 0 – 27,38% dan Frekuensi Kehadiran berkisar antara 0 – 100 %. Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 6. Kepadatan Populasi (K) Makrozoobenthos di Kawasan Mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
TAKSA STASIUN (ind/m
2 ) I II III T. telescopium 2 3 0 T. terebra 4 3 0 N. reeveanus 9 4 3 C. cingulata 0 5 2 C. capucinus 4 2 1 N. lineata 2 0 1 C. obtusa 0 1 0 L. melanostoma 3 0 2 N. tigrina 3 0 5 C. aurisfelis 0 0 4 U. vocans 2 0 2 U. rosea 2 0 1 TOTAL 31 18 21
Tabel 7. Kepadatan Relatif (KR) Makrozoobenthos di Kawasan Mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
TAKSA STASIUN (%) I II III T. telescopium 6,44 30,2 1,67 T. terebra 10,11 10,61 0 N. reeveanus 27,38 18,05 12,56 C. cingulata 0 18,57 7,08 C. capucinus 9,09 9,75 3,85 N. lineata 3,7 0,5 2,2 C. obtusa 0 6,54 1,72 L. melanostoma 7,41 0 10,59 N. tigrina 12,76 0 26,68 C. aurisfelis 0 4,55 19,28 U. vocans 7,58 1,24 10,12 U. rosea 15,53 0 4,26
Tabel 8. Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos di Kawasan Mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
TAKSA STASIUN (%) I II III T. telescopium 33,33 33,33 22,22 T. terebra 66,67 44,44 0 N. reeveanus 100 55,56 55,56 C. cingulata 0 55,56 33,33 C. capucinus 44,44 44,44 33,33 N. lineata 33,33 11,11 22,22 C. obtusa 0 22,22 11,11 L. melanostoma 44,44 0 44,44 N. tigrina 44,44 0 66,67 C. aurisfelis 0 11,11 66,67 U. vocans 100 33,33 66,67 U. rosea 100 0 33,33
Indeks Keanekaragaman Shannon –Wienner (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (D) Makrozoobenthos
Keanekaragaman spesies merupakan karakteristik dari tingkat komunitas dalam organisasi biologi yang diekspresikan melalui struktur komunitas. Analisis kualitas air dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner. Nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 1,79 – 2,09 termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang, nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,7 – 0,82 dan nilai Indeks Dominansi (D) berkisar antara 0,15 – 0,2. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan nilai Indeks Dominansi (D) setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Indeks Keanekaragaman, Indeks keseragaman dan Indeks Dominansi Makrozoobenthos INDEKS STASIUN I II III Keanekaragaman (H’) 2,04 1,79 2,09 Keseragaman (E) 0,79 0,7 0,82 Dominansi (D) 0,15 0,2 0,15
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata parameter fisika dan kimia perairan di perairan Kawasan Magrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawandapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Parameter Fisika dan Kimia di Setiap Stasiun Penelitian
PARAMETER SATUAN STASIUN
I II III
Suhu °C 32 32 32
pH - 6,9 6,9 7
DO Mg/l 3,4 3,5 4,2
Salinitas ‰ 17,33 22,67 23,33
Hasil Tekstur Substrat dan C-Organik Setiap Stasiun
Berdasarkan hasil C-organik dan tekstur substrat yang didapat pada setiap stasiun yang ada di Kawasan Mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai C-Organik dan Tekstur Substrat Setiap Stasiun Penelitian di Kawasan Mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
Stasiun C-Organik (%)
TEKSTUR (%)
Tekstur Substrat Pasir Debu Liat
Stasiun I 0,97 33,12 57,28 9,60 Lempung berdebu
Stasiun II 1,93 65,12 23,28 11,60 Lempung berpasir
Stasiun III 0,97 29,12 37,28 33,60 Lempung berliat
Analisis Kurva Abundance and Biomass Comparison (ABC)
Analisis kualitas air yang ditentukan dengan parameter biologi perairan dapat digambarkan menggunakan kurva ABC. Analisis kurva ABC digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan dengan menganalisis total kepadatan (ind/m2) dan biomassa dari makrozoobenthos (g/m2). Nilai persentase kumulatif kepadatan dan persentase kumulatif biomassa makrozoobenthos pada setiap stasiun yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6. Stasiun I, jenis-jenis makrozoobenthos pada ranking yang membentuk kurva ABC terdiri
dari 9 jenis makrozoobenthos yaitu T. telescopium, T. terebra, N. reeveanus, N. lineata, U. rosea, L. melanostoma, C. capucinus, U. vocans, N. tigrina. Nilai kepadatan makrozoobenthos berkisar antara 0 – 9 ind/m2 dan nilai biomassa makrozoobenthos berkisar antara 0,89 –4,37g/m2 yang akan membentuk nilai persentase kumulatif pada kurva ABC. Hasil kurva ABC menggambarkan stasiun I kondisi perairan yang tercemar sedang karena kurva biomassa per satuan luas dan kurva kepadatan per satuan luas saling tumpang tindih. Hasil kurva ABC stasiun I dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Kurva ABC pada stasiun I
Stasiun II, jenis-jenis makrozoobenthos pada ranking yang membentuk kurva ABC terdiri dari 9 jenis makrozoobenthos yaitu T. telescopium, T. terebra, N. reeveanus, C. cingulata, C. capucinus, N. lineata, U. vocans, C. obtusa, C. aurisfelis. Nilai kepadatan makrozoobenthos berkisar antara 0 – 5 ind/m2 dan nilai biomassa makrozoobenthos berkisar antara 0,06 – 6,49 g/m2 yang akan membentuk nilai persentase kumulatif pada kurva ABC. Hasil kurva ABC menggambarkan tercemar sedang karena kurva biomassa per satuan luas dan
0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P er sent as e K um ul at if ( % ) Ranking Kepadatan Biomassa
kurva kepadatan per satuan luas berdekatan dan saling tumpang tindih. Berdasarkan analisis kurva ABC didapat hasil bahwa Kurva ABC stasiun II dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Kurva ABC di Stasiun II
Pada stasiun III, jenis-jenis makrozoobenthos pada ranking yang membentuk kurva ABC terdiri dari 11 jenis makrozoobenthos yaitu T. telescopium, N. reeveanus, C. cingulata, C. capucinus, N. lineata, U. rosea, C. obtusa, L. melanostoma, C. aurisfelis, N. tigrina, U. vocans. Nilai kepadatan makrozoobenthos berkisar antara 0 – 5 ind/m2 dan nilai biomassa makrozoobenthos berkisar antara 0,11 – 3,11 g/m2 yang akan membentuk nilai persentase kumulatif pada kurva ABC. Hasil kurva ABC menggambarkan tercemar sedang karena kurva biomassa per satuan luas dan kurva kepadatan per satuan luas berdekatan dan saling tumpang tindih. Berdasarkan analisis kurva ABC didapat hasil bahwa Kurva ABC stasiun III dapat dilihat pada Gambar 21.
0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P er sent as e K um ul at if ( % ) Ranking Kepadatan Biomassa
Gambar 21. Kurva ABC di Stasiun III
Pembahasan
Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos
Secara keseluruhan pada lokasi penelitian diperoleh 12 jenis makrozoobenthos yaitu 10 diantaranya termasuk kedalam kelas gastropoda yaitu T. telescopium, T. terebra, N. reeveanus, C. cingulata, C. capucinus, N. lineata, C. obtusa, L. melanostoma, C. aurisfelis, N. tigrina. Gastropoda merupakan kelompok fauna benthik yang penyebarannya sangat luas. Gastropoda adalah organisme yang mempunyai kisaran penyebaran di substrat berbatu, berpasir dan berlumpur. Pada kelas malacostraca terdapat 2 jenis makrozoobenthos yaitu U. vocans dan U. rosea yang termasuk kedalam ordo decapoda. Jumlah ini lebih sedikit dibanding dengan Fitriana (2006) yaitu dengan kondisi mangrove hasil rehabilitasi yang berjumlah 20 jenis makrozoobenthos. Hal ini menunjukkan bahwa di kawasan mangrove Desa Bagan Deli telah mengalami pencemaran dan pada hasil penelitian didapat hasil bahwa kawasan tersebut telah mengalami
0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 P er sent as e K um ul at if ( % ) Ranking Kepadatan Biomassa
tercemar ringan. Akibat dari adanya pencemaran tersebut yaitu dapat mematikan organisme yang tidak dapat mentolerir kondisi perairan tersebut sehingga berkurangnya jenis makrozoobenthos.
Berdasarkan hasil penelitian nilai kepadatan populasi (K) tertinggi stasiun I yaitu N. reeveanus sebesar 9 ind/m2 sedangkan terendah yaitu C. cingulata, C. obtusa dan C. aurisfelis yaitu 0 ind/m2 dengan tipe substrat lempung berdebu. Kepadatan populasi (K) tertinggi stasiun II yaitu C. cingulata sebesar 5 ind/m2 sedangkan terendahyaitu N. Lineata, L. Melanostoma, N. Tigrina, C. aurisfelis, U. Vocans, dan U. Rosea sebesar 0 ind/m2 dengan tipe substrat lempung berpasir. Kepadatan populasi tertinggi stasiun III yaitu N. Tigrina sebesar 5 ind/m2 sedangkan terendah yaitu T. Telescopium, T. Terebra dan C. obtusa sebesar 0 ind/m2 dengan tipe substrat lempung berliat. Nilai ini relatif lebih sedikit bila dibanding dengan Ernawati dkk (2014) dengan tipe hutan mangrove alami dan rehabilitasi yang berkisar antara berkisar 85,60 – 266,10 ind/m2. Menurut Nybakken (1988) diacu oleh Wijayanti (2007), ukuran partikel substrat merupakan salah satu faktor ekologis utama dalam mempengaruhi struktur komunitas makrobentik seperti kandungan bahan organik substrat. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan suatu daerah yang mengandung banyak bahan organik yang tinggi. Sementara untuk keseluruhan stasiun, stasiun I memiliki nilai tertinggi yaitu 31 ind/m2 dan terendah yaitu stasiun II sebesar 18 ind/m2.
Kepadatan relatif (KR) tertinggi Stasiun I yaitu N. reeveanus sebesar 27,38 % dan terendah yaitu C. cingulata, C. obtusa dan C. aurisfelis sebesar 0 %. Stasiun II yaitu T. telescopium memiliki nilai kepadatan relatif tertinggi sebesar 30,2 % sedangkan terendah yaitu U. rosea, N. tigrina dan L. melanostoma sebesar 0 %. Stasiun III yaitu N. tigrina memiliki nilai kepadatan relatif tertinggi sebesar 26,68 % dan terendah adalah T. terebra sebesar0 %.
Nilai frekuensi kehadiran (FK) tertinggi stasiun I terdapat pada N. reeveanus, U. vocans dan U. roseasebesar 100% termasuk kehadiran absolut atau sering. Stasiun II frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada N. reeveanus dan C. cingulata sebesar 55,56 % termasuk kehadiran sedang. Stasiun III nilai frekuensi kehadiran tertinggi yaitu C. aurisfelis, N. tigrina dan U. vocans sebesar 66,67 %termasuk kedalam kehadiran sedang.
Nilai frekuensi kehadiran (FK) terendah pada stasiun I terdapat pada jenis C. cingulata, C. obtusadan C. aurisfelis yaitu sebesar 0% termasuk kedalam kehadiran sangat jarang. Nilai frekuensi kehadiran terendah stasiun II terdapat pada L. melanostoma, N. tigrina dan U. roseayaitu sebesar frekuensi kehadiran sebesar 0% termasuk kedalam kehadiran sangat jarang. Nilai frekuensi kehadiran terendah pada stasiun III terdapat pada T. terebra sebesar 0 % termasuk kedalam kehadiran sangat jarang. Menurut Menurut Kreps (1989) FK = 0 – 25%: Kehadiran sangat jarang, FK = 25 – 50%: Kehadiran jarang, FK = 50 – 75: Kehadiran sedang dan FK = 75 – 100%: Kehadiran sering/absolute.
Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (D) Makrozoobenthos
Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman (H’) selama tiga kali pengamatan diperoleh nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,79 – 2,09.
Keanekaragaman makrozoobenthos pada tiga stasiun tergolong keanekaragaman sedang. Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun I sebesar 2,04, stasiun II sebesar 1,79 dan stasiun III sebesar 2,09. Keanekaragaman makrozoobenthos pada lokasi penelitian termasuk kedalam kategori tercemar sedang dengan indeks keanekaragaman benilai 1 < H’ < 3. Sama halnya dengan hasil penelitian Syamsurisal (2011) bahwa di perairan yang juga tergolong tercemar sedang memiliki indeks keanekaragaman kategori sedang yaitu stasiun I sebesar 1,73, pada stasiun II sebesar 1,38, dan pada stasiun III sebesar 1,79. Menurut Kreps (1989), keanekaragaman rendah apabila H’ < 1, keanekaragaman sedang apabila 1 < H’ < 3 dan keanekaragaman tinggi apabila H’ > 3.
Keragaman sedang penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan telah tercemar sedang. Kawasan mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan bahwa liat yang memiliki nilai paling rendah dibanding dengan pasir dan debu. Menurut Fitriana (2006) kandungan pasir dan karbon organik memiliki korelasi terbesar. Kandungan pasir yang lebih sedikit cenderung memiliki keanekaragaman makrozoobenthos yang lebih besar. Sebaliknya kandungan karbon organik yang lebih besar memiliki keanekaragaman yang lebih besar pula.
Berdasarkan hasil pengamatan nilai indeks keseragaman (E) umumnya menunjukkan nilai yang berlawanan dengan nilai indeks dominansi. Nilai indeks keseragaman jenis yang tinggi akan menunjukkan nilai indeks dominansi yang rendah, begitu pula sebaliknya. Nilai indeks keseragaman jenis yang tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 0,82 dan terendah terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 0,7. Nilai indeks keseragaman tergolong keseragaman antar spesies relatif
merata. Sejalan dengan penelitian Fitriana (2006) Nilai indeks keseragaman di keseluruhan petak berkisar 0,68 - 1,00. Menurut krebs (1989), keseragaman tinggi apabila E > 0,6, keseragaman sedang apabila 0,4 > E < 0,6 dan keseragaman rendah apabila E < 0,4. Nilai indeks kemerataan jenis pada tiga stasiun penelitian termasuk kedalam keseragaman tinggi karena E > 0,6 yang artinya keseragaman antar spesies relatif merata. Nilai keseragaman yang tinggi pada tiap stasiun maka tidak ada jenis yang mendominasi. Hal ini dikarenakan jumlah organisme tiap stasiun yang ditemukan hampir sama.
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0,15 – 0,2. Dapat dilihat bahwa pada ketiga stasiun indeks dominansinya mendekati nol yang artinya tidak ada jenis yang mendominasi. Berbanding terbalik dengan penelitian Fitriana (2006) yang memiliki indeks dominansi 0,25 - 1,00 berarti menunjukkan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi. Nilai indeks dominansi pada setiap stasiun memiliki nilai lebih kecil dari indeks keseragaman jenis artinya tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan indeks keseragaman yang besar. Menurut Odum (1994) menyatakan bahwa nilai indeks 1 menunjukkan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi. Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang mendominansi.
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Bagan Deli dalam tiga kali pengamatan pada 3 stasiun berbeda memiliki suhu 32°C. Suhu dari tiga stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuatif karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu relatif
sama sehingga suhu tidak mengalami perubahan. Suhu yang rata-rata lebih dari 30°C dapat berdampak buruk bagi kehidupan makrozoobenthos. Menurut Ansary (2014), perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu yang baik untuk pertumbuhan makrozoobenthos berkisar antara 25° sampai 30°C. Namun dengan kisaran suhu 31 - 33°C adalah kisaran yang masih ditoleransi untuk di daerah mangrove bila mengacu pada Kepmen LH no. 51 tahun 2004 yaitu 28 - 32°C.
Hasil pengamatan nilai pH di kawasan mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berkisar antara 6,9 – 7. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu pada sampling ke dua yaitu 7. Menurut effendi (2003), apabila pH diatas 6 maka keanekaragaman benthos sedikit menurun. Hal ini sesuai dengan hasil indeks keanekaragaman yang didapat selama penelitian yaitu berkisar antara 1,87 – 2,14. Keanekaragaman makrozoobenthos pada tiga stasiun tergolong keanekaragaman sedang.
Berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004, nilai pH yang disyaratkan adalah berkisar antara 6 – 9. Perbandingan nilai pH berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 dengan hasil penelitian yang terdapat pada setiap stasiun penelitian mengindikasikan bahwa nilai pH pada setiap stasiun masih berada di dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Keseluruhan nilai pH masih mendukung kehidupan dan perkembangan makrozoobenthos. Menurut Effendi (2003), bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif jika terdapat perubahan pH.
Hasil pengukuran DO pada setiap stasiun berkisar antara 3,4 – 4,2 mg/l. Nilai tertiggi terdapat pada stasin III yaitu 4,2 mg/l dan nilai terendah terdapat
pada stasiun I yaitu 3,4 mg/l. Nilai DO tersebut masih lebih rendah dibanding dengan Darmadi dkk (2012) yang memiliki nilai DO berkisar antara 3,9 – 5,1 mg/l. Nilai DO tertinggi sebesar 5,1 ppm pada stasiun 2 menunjukan kadar DO yang baik sedangkan nilai DO terendah didapatkan pada stasiun 5 dengan kadar DO sebesar 3,9 ppm hal ini menunjukan bahwa kondisi perairan pada stasiun tersebut tercemar. Rendahnya nilai DO dipengaruhi oleh proses pembuangan air tambak pada saat setelah panen ataupun pengapuran sehingga kualitas air menjadi tercemar dan mempengaruhi nilai DO tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 batas oksigen terlarut yang diizinkan untuk memenuhi kriteria baku mutu ditetapkan > 5 mg/l. DO yang berkisar antara 3,4 – 4,2 tergolong rendah karena tidak mencapai > 5, hal ini sejalan dengan kondisi perairan di kawasan mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang tergolong tercemar sedang. Menurut Effendi (2003) diacu oleh Marpaung (2013), umumnya air pada perairan yang telah tercemar, kandungan oksigennya sangat rendah. Dekomposisi dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol. Setiap stasiun penelitian, kandungan oksigen terlarutnya tidak memenuhi baku mutu. Menurunnya kadar oksigen terlarut pada suatu perairan dapat membawa dampak negatif bagi makrozoobenthos yaitu matinya spesies-spesies yang peka terhadap penurunan kadar oksigen terlarut. Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa hampir semua organisme menyukai kondisi kadar oksigen terlarut > 5 mg/l.
Hasil pengukuran salinitas selama penelitian di kawasan mangrove Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan memiliki nilai berkisar 17,33 – 23,33 ‰. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 23,33 ‰ dan nilai terendah terdapat
pada stasiun I yaitu pengambilan sampel ke dua sebesar 17,33‰. Berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 nilai salinitas yang memenuhi baku mutu adalah 0 – 34 ‰. Kisaran nilai salinitas tersebut lebih rendah dibanding dengan penelitian Ernawati dkk (2014) yaitu masing-masing substasiun di setiap stasiun penelitian berkisar antara 27,40 – 30,17 ‰. Namun dengan perbedaan nilai salinitas tersebut kedua lokasi penelitian masih mendukung kehidupan biota. Menurut Nybakken (1992) menyatakan bahwa pola gradien fluktuasi salinitas, bergantung pada musim, topografi, pasang surut, dan jumlah air tawar. Kisaran nilai salinitas normal untuk kehidupan makrozoobentos di hutan mangrove berkisar 20 – 35‰. Berarti, kisaran salinitas pada setiap stasiun penelitian masih masuk dalam kategori normal.
Hasil pengukuran tekstur substrat pada tiga stasiun selama tiga kali pengamatan berdasarkan grafik segitiga USDA diperoleh tiga tipe substrat yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur substrat stasiun I selama tiga kali pengamatan yaitu lempung berdebu, stasiun II termasuk kedalam lempung berpasir dan stasiun II termasuk kedalam lempung berliat. Berdasarkan hasil penelitian terhadap nilai tekstur diketahui bahwa liat memiliki nilai terendah dibanding dengan pasir dan debu yaitu berkisar antara 9,60 – 33,60. Hal ini berbanding terbalik dengan Fitriana (2006) yaitu umumnya termasuk kedalam lempung berpasir kerena kandungan pasir dalam substrat lebih dominan dibandingkan kandungan debu dan liat. Namun sejalan dengan nilai tekstur liat memiliki nilai terendah dibanding dengan pasir dan debu yaitu 6, 25 – 33, 44. Semakin rendah kandungan liat maka kemelimpahan makrozoobenthos akan cenderung meningkat. Menurut Yunitawati dkk (2012) yang menyatakan bahwa substrat dasar merupakan satu diantara faktor
ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula.
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan karbon organik substrat didapatkan kisaran 0,97 – 1,93 %. Nilai tertinggi pada stasiun II sebesar 1,93 %. Kandungan karbon organik substrat pada setiap stasiun termasuk dalam kategri rendah. Hal ini sama dengan hasil Fitriana (2006) yang menyatakan bahwa sumber utama bahan organik tanah berasal dari daun, ranting, cabang, batang, dan akar tumbuhan. Kandungan karbon organik di lokasi penelitian termasuk sangat rendah sampai sedang dengan kandungan berkisar 0,34 - 2,34 %. Menurut Hardjowigeno (1995) diacu oleh Rukmini (2010) bahwa kandungan C organik di kategorikan sangat tinggi apabila nilai >30%, tinggi berkisar 10% - 30%, sedang berkisar 4% - 10%, rendah berkisar 2% - 4%, dan sangat rendah < 2%.