TINJAUAN PUSTAKA
2.4 PARAMETER YANG PENTING DALAM PROSES DIGESTASI ANAEROBIK
Proses digestasi anaerobik harus dipantau untuk memastikan keberhasilan operasi [43]. Beberapa parameter yang penting dalam proses digestasi anaerobik yaitu:
2.4.1 pH
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri. Aktivitas bakteri akan maksimum pada kondisi pH optimum. Seiring dengan diproduksinya asam volatil, nilai pH akan mengalami penurunan dan akan meningkat dengan dikonsumsinya asam volatil oleh bakteri pembentuk metana [44]. Tingkat pH optimal untuk kelompok fungsional biokimia pada proses anaerob yaitu [45]:
1) Hidrolisis, optimal di atas pH 6 tetapi memungkinkan hingga pH 5.
2) Asidogenesis, optimal antara pH 5,5 dan 8, tetapi memungkinkan hingga pH 4. 3) Asetogenesis, optimal antara pH 6,5 dan 8 tetapi memungkinkan hingga pH 5. 4) Metanogenenesis, optimal antara pH 7 dan 8 tetapi memungkinkan hingga pH 6.
Nilai pH di dalam digester tergantung pada tekanan parsial CO2 dan konsentrasi
komponen alkali-asam dalam fasa cairannya. Nilai pH pada digester termofilik akan lebih tinggi dibanding digester mesofilik. Hal ini dikarenakan kelarutan CO2 di
dalam air akan menurun seiring dengan meningkatnya temperatur. Nilai pH juga akan meningkat dengan dihasilkannya ammonia dari degradasi protein atau melalui kehadiran ammonia di aliran umpan. Jika terjadi penurunan pH, ion ammonium akan dibentuk disertai pelepasan ion hidroksil. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut [38]:
NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH-
NH3 + H+↔ NH4+
Dalam penelitiannya, Veeken et al. (2000) [46] mengkaji pengaruh pH dan VFA terhadap laju hidrolisis limbah padatan organik. Prosesnya berlangsung dalam
anaerobic solid waste reactor (ASWR). Pada penelitian ini tidak dilakukan
penambahan inokulum. Pengaturan pH dilakukan dengan mengunakan pH controller yang diatur untuk deviasi positif dan negatif dari titik setnya yang mana menggunakan asam (HCl) atau basa (campuran NaOH dan KOH). Pengaturan VFA dilakukan dengan menggantikan cairan di dalam reaktor dengan umpan baru untuk menjaga kandungan VFA. Pada penelitian ini terbukti bahwa proses hidrolisis limbah padat organik sesuai dengan kinetika reaksi orde satu. Dari analisa statistik yang dilakukan, diperoleh bahwa konstanta laju hidrolisis tergantung pada pH tetapi konsentrasi VFA tidak tergantung pada pH.
2.4.2 Alkalinitas
Nilai alkalinitas menyatakan jumlah total asam yang dapat dinetralkan oleh basa yang ditambahkan ke dalam sistem. Alkalinitas membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam [47]. Alkalinitas terutama terdiri dari ion bikarbonat yang berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Proses asidifikasi yang terlalu kuat akan diantisipasi oleh karbon dioksida/hidrogen karbonat/karbonat. Selama fermentasi, CO2 secara kontinu
dihasilkan dan dilepas ke udara. Pada kondisi pH yang semakin menurun, semakin banyak CO2 diserap ke dalam substrat sebagai molekul bebas. Jika nilai pH
meningkat, CO2 yang terlarut tersebut akan membentuk asam karbonat yang mana
akan terionisasi dan menghasilkan ion hidrogen. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut [48]:
CO2 + H2O ↔ H2CO3↔ HCO3- + H+↔ CO32- + 2H+
2.4.3 Temperatur
Tingkat metabolisme dan pertumbuhan reaksi kimia dan biokimia cenderung meningkat dengan kenaikan suhu, sampai toleransi suhu mikroorganisme terpenuhi. Jika temperature terlalu ekstrim, denaturasi sel akan terjadi dan mengakhiri kehidupan efektif sel [49]. Terdapat tiga kondisi temperatur yang memungkinkan mikroorganisme anaerobik berkembang, yaitu mesofilik dengan temperatur optimum pada 30-37°C, termofilik dengan temperatur optimum 55-60°C dan psikropilik dengan temperatur optimum pada 15-20°C [39].
Temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh ruangan atau menggunakan sistem pemanas pada digester [38]. Dalam penelitiannya, Moset
et al (2015) [49] membandingkan produksi metana yang dihasilkan dari proses
digestasi anaerobik dengan bahan baku kotoran ternak pada temperatur mesofilik dan termofilik. Diperoleh hasil bahwa pada temperatur termofilik, digestasi anaerobik menunjukkan degradasi bahan organik yang lebih tinggi, pH dan yield metana (CH4)
yang lebih tinggi, serta emisi CH4 yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi
mesofilik. Selain itu, keragaman mikroba yang lebih rendah ditemukan di reaktor termofilik, terutama untuk kelas Clostridia.
Umumnya, digestasi anaerobik berlangsung lebih cepat pada temperatur termofilik. Hal ini dikarenakan mikroorganisme lebih aktif pada temperatur yang lebih tinggi. Selain itu temperatur yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan ketersediaan senyawa organik tertentu karena kelarutan umumnya meningkat dengan meningkatnya suhu. Sebagai akibat dari peningkatan kelarutan, viskositas bahan tertentu mungkin lebih rendah dalam kondisi termofilik. Keuntungan lain penggunaan temperatur termofilik adalah berkurangnya mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan seperti Salmonella [39].
2.4.4 Pengadukan
Pengadukan merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai keberhasilan digestasi anaerobik limbah cair organik. Pengadukan bertujuan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dan temperatur yang merata. Dengan adanya pengadukan, intensitas kontak antara organisme-substrat akan semakin meningkat dan potensi material yang mengendap di dasar akan semakin kecil [34].
2.4.5 Kebutuhan Nutrisi
Seperti semua operasi biokimia lainnya, nutrisi dibutuhkan dalam proses anaerobik. Makro-nutrisi, seperti nitrogen, fosfor, magnesium dan kalium diperlukan untuk aktivasi mikroorganisme, sementara mikro-nutrisi seperti kobalt, nikel dan besi berperan dalam produksi metana. Nitrogen, fosfor dan kalium yang berlebihan dapat menghambat efek shock loading dan mencegah flotasi butiran. Akumulasi logam
dalam lumpur tergantung pada banyak faktor seperti sifat mineral dan konstituen organik, pH dan sifat logam [50]. Penambahan nutrisi diperlukan ketika limbah organik yang diolah kekurangan unsur hara makro seperti nitrogen dan fosfor. Umumnya kebutuhan nutrisi untuk nitrogen, fosfor, dan sulfur masing-masing berada di kisaran 10-13; 2-2,6; dan 1-2 mg per 100 mg biomassa [51]
Nutrisi yang paling penting bagi mikroba adalah karbon dan nitrogen, namun dua elemen ini harus disediakan dalam rasio yang tepat. Jika rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh mikroba, sehingga produksi metan menjadi rendah. Namun sebaliknya, jika rasio C/N sangat rendah, maka akan terbentuk ammonia ketingkat yang dapat berakibat racun bagi mikroba yang ada [50].
2.4.6 Volatile Fatty Acid (VFA)
VFA merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan selama tahap asidogenesis [52]. Akumulasi VFA menggambarkan kinetika hubungan antara produsen dan konsumen asam serta pengaruh overloading, variasi suhu tiba-tiba, adanya senyawa toksik atau penghambat dan beberapa faktor lainnya. Selama proses digestasi anaerobik, konsentrasi asam asetat dalam VFA biasanya relatif lebih tinggi [53]. Berikut ini adalah kandungan VFA yang umum terdapat pada proses digestasi anaerobik [54]:
Tabel 2.3 Kandungan VFA yang Umum terdapat pada Proses Digestasi Anaerobik
Asam Format Asam Asetat Asam Propionat Asam Butirat Asam Valerat Asam Heksanoik Asam Heptanoik Asam Oktanoik HCOOH CH3COOH CH3CH2COOH CH3CH2CH2COOH CH3CH2CH2CH2COOH CH3CH2CH2CH2 CH2COOH CH3CH2CH2CH2 CH2CH2COOH CH3CH2CH2CH2CH2CH2 CH2COOH
2.4.7 Beban Organik (Organic Loading Rate)
Beban organik merupakan parameter operasional yang penting dipelajari secara ekstensif untuk menyelidiki efek dari berbagai beban substrat. Beban organik menunjukkan seberapa banyak bahan organik yang dapat dimasukkan ke dalam digester, per volume dan satuan waktu, sesuai dengan persamaan [38]:
BR = m × c / VR (2.1)
Keterangan: BR = Beban organik (kg/hari·m3)
m = Massa substrat umpan per satuan waktu (kg/hari) c = Konsentrasi bahan organik (%)
VR = Volume digester (m3)
Beban organik yang tinggi akan mengurangi efisiensi penyisihan COD dalam sistem pengolahan air limbah, namun memberikan dampak positif pada produksi gas metan hingga tahap mikroba metanogenesis tidak dapat bekerja cukup cepat untuk mengkonversi asam asetat menjadi metana [54, 55].
2.4.8 Hydraulic Retention Time (HRT)
HRT adalah rata-rata interval waktu ketika substrat disimpan di dalam tangki digester. HRT berkorelasi dengan volume digester dan volume substrat umpan per satuan waktu, sesuai dengan persamaan:
HRT = VR / V (2.2)
Keterangan: HRT = Hydraulic Retention Time (hari) VR = Volume digester (m3)
V = Volume substrat umpan per satuan waktu (m3/hari)
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. HRT ini penting karena menentukan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan konversi senyawa organik menjadi gas. Waktu HRT ini haruslah cukup lama untuk memastikan jumlah mikroorganisme yang terbuang bersama effluent lebih rendah dibanding mikroorganisme yang direproduksi. HRT yang rendah akan menyebabkan pembentukan gas yang rendah namun laju alir substrat yang baik. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk mengaplikasikan HRT yang sesuai dengan laju penguraikan substrat yang digunakan [17, 18].