2.6 Karakteristik Arang Aktif Tempurung Kemiri 1 Rendemen Arang aktif (%)
2.6.5 Particle Size Analyzer (PSA)
Seiring bertambahnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah pada era nanoteknologi. Para peneliti menggunakan Laser Diffraction (LAS), dimana metode ini dinilai lebih akurat untuk dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan terutama sampel dalam orde nanometer/submikron. Salah satu contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer (PSA) dimana metode LAS dibagi menjadi 2 yaitu :
• Metode basah, dimana metode ini menggunakan media pendispersi untuk
mendispersikan material uji
• Metode kering, dimana metode ini memanfaatkan udara / aliran udara
untuk melarukan partikel dan membawanya ke senzing zone.
Keunggulan dari Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran partikel antara lain yaitu :
1) Lebih akurat, pengukuran partikel dengan PSA lebih akurat dibandingkan
dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD/SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan kedalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dan single particle.
2) Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi sehingga dapat menggambarkan
keseluruhan kondisi sample.
Pengukuran partikel dengan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering. Pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersi kedalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian untuk partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel
2.7 MINYAK
Minyak merupakan trigliserida tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair
pada suhu kamar (25oC) dan lebih banyak mengndung asam lemak tidak jenuh
sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sarden, minyak ikan paus dan lain-lain (Ketaren,1986).
Syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini:
Tabel 2.3 : Syarat Mutu Minyak Goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda Jernih
4 Kadar Air Max. 0,3 %
5 Berat Jenis 0,9 gram/L
6 Asam Lemak Bebas Max. 0,3 %
7 Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg
8 Angka Iodium 45-46
9 Angka Penyabunan 196-206
10 Titik Asap min 200oC
11 Indeks Bias 1,448-1,450 12 Cemaran Logam a. Besi Max. 1,5 mg/Kg b. Timbal Max. 0,1 mg/Kg c. Tembaga Max. 40 mg/Kg d. Seng Max. 0,05 mg/Kg e. Raksa Max. 0,1 mg/Kg f. Timah Max. 0,1 mg/Kg g. Arsen Max. 0,1 mg/Kg
2.8. Komposisi Minyak Goreng Curah dan Minyak Goreng Kemasan
Minyak goreng curah berbeda dengan minyak goreng bermerek seperti Filma, Bimoli, Prima dan sebagainya. Karena minyak goreng bermerek dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah proses penyaringan hanya satu kali sehingga dari warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih jernih dibanding minyak goreng curah. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah dan minyak kemasan. Dari segi kandungan, minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan. Namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak berlebihan dan tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan. Minyak curah hanya mengalami penyaringan sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft stearin (minyak fraksi padat) pada tingkat tertentu. Oleh karena itu minyak curah biasanya lebih keruh dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan kebersihannya kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Tidak ada salahnya menggunakan minyak goreng curah, hanya saja kadar kebersihannya berbeda dengan minyak kemasan dan minyak kemasan kadar lemaknya lebih rendah. Minyak goreng kemasan umumnya melalui proses produksi lebih lama dibanding minyak curah karena mengalami beberapa proses. Proses produksi sedikit banyak mempengaruhi kualitas minyak goreng yang dihasilkan baik secara fisik maupun secara kandungan gizi (Dewi, M. T. I dan Hidayati, N. 2012).
Kerusakan minyak goreng dapat terjadi selama proses penggorengan, hal ini akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Beberapa penyebab kerusakan pada minyak goreng yaitu:
1. Kerusakan karena hidrolisa dimana awal prosesnya terdapat di pabrik.
Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan.
Berikut merupakan proses hidrolisis yang terjadi pada minyak goreng yang ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut ini :
O ║
CH2OCR CH2OH
O O O
║ ║ ║
CH2OCR + H2O CH2OCR + RCOH
O O
║ ║
CH2OCR CH2OCR
Trigliserida Air Digliserida Asam Lemak Bebas
CH2OCR CH2OH
CHOH CHOH + Asam lemak bebas
O ║
CH2OCR2 CH2OH
Gambar 2.3. Reaksi hidrolisis pada minyak goreng ( Ketaren, 2008 )
2. Kerusakan karena oksidasi ini dapat terjadi karena otooksidasi radikal
asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai dari pembentukan radikal bebas yang disebabkan karena faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, dll. Akibat dari kerusakan minyak karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak maupun rasa dan aroma. Proses oksidasi minyak goreng ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut ini :
H H H H H H H H
Energi
R1- C – C = C – C – R2 R1 –C – C = C – C – R2 + H
( Panas + sinar) radikal bebas
H H H H H H H hidrogen yang Stabil + O2 R1 - C – C = C – C – R2 H H H H O-O H R1- C – C = C – C – R2 + Peroksida aktif H H H H H H H H H H R1- C – C = C – C – R2 + R1- C – C = C – C – R2 ` O- OH H
Hidroperoksida radikal bebas
Gambar 2.4. Proses oksidasi minyak goreng ( Winarno. 2002 ).
3. Kerusakan polimerisasi biasanya terbentuk pada saat minyak dipanaskan
dimana dapat membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang kental dan berbuih di dasar tempat penggorengan. Kerusakan karena hidrolisis terjadi akibat inteaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak, yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Desminarti, S. 2007).
Asam lemak bebas adalah hasil reaksi antara air dan lemak. Meningkatnya persen dari asam lemak bebas pada waktu penggorengan adalah terutama jumlah
uap dari makanan selama proses penggorengan dan suhu penggorengan. Asam
lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sangat
merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen dan kualitas minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak. Angka asam pada minyak dan lemak menunjukkan kandungan ALB yang mempengaruhi kualitas minyak dan lemak. Keberadaan asam lemak bebas dalam lemak / minyak biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan lemak/ minyak karena proses hidrolisis yang
terjadi pada proses penggorengan. Pembentukan asam lemak bebas akan mempercepat kerusakan oksidatif lemak/ minyak karena asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi. Angka asam ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan lemak / minyak dengan basa KOH / NaOH (Kusnandar, F. 2010). Asam lemak berdasarkan kejenuhannya ditunjukkan pada tabel 2.4 dibawah ini :
Tabel 2.4 Asam lemak berdasarkan kejenuhannya
No. Jenis asam lemak Rumus molekul Sumber (asal)
1 Asam Lemak Jenuh
a. Asam Butirat CH3 (CH2)2COOH Lemak susu sapi
b. Asam Palmitat CH3(CH2)14COOH Lemak hewani dan nabati c. Asam Stearat CH3(CH2)16COOH Lemak hewani
dan nabati
2 Asam lemak tidak Jenuh
a. Asam Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH Minyak kacang
dan jagung b. Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH Lemak hewani
dan nabati c. Asam Linoleat CH3(CH3)4CH=CHCH2CH=CH Minyak biji
(CH2)7COOH kapas
d. Asam Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CH Minyak Perilla
CH2 = CH(CH2)7COOH
Sumber: Ketaren,1986.
Air pada minyak goreng berada dalam bentuk koloid yang distabilkan adanya protein dalam minyak goreng, sehingga untuk meningkatkan kualitas minyak goreng maka keberadaan air harus direduksi seminim mungkin. Pelepasan molekul air pada minyak goreng dapat dilakukan dengan pemanasan akan tetapi perlakuan termal tersebut terhadap minyak goreng dapat menyebabkan
terputusnya ikatan trigliserida. Adanya air pada minyak goreng dapat menyebabkan terurainya bentuk trigliserida menjadi asam lemak bebas yang dapat bereaksi lebih lanjut menjadi aldehid dan keton yang merupakan salah satu penyebab terjadinya ketengikan pada minyak.
Massa jenis yang terdapat pada minyak goreng merupakan salah satu standar kualitas minyak, dimana massa jenis minyak goreng ini bergantung dari berat molekul penyusunnya dan derajat ketidak jenuhannya. Massa jenis minyak goreng bekas tergantung dari kadar air dan kadar kotoran yang tidak larut selama proses penggorengan dimana dengan menguji massa jenis dari minyak dapat diketahui tingkat kemurnian dan kejernihan dari minyak yang dihasilkan
Indeks bias merupakan suatu derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak atau lemak. Refraktometer Abbe mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan pada suhu 25oC. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 40oC dan 60oC. Selama pengukuran temperatur harus
dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak
dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari asam- asam lemak tersebut (Handoko, 2009).
BAB 3