PENGARUH SUHU ADSORPSI TERHADAP MUTU MINYAK GORENG BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI
(Aleurites Moluccana) YANG DIAKTIVASI DENGAN H2SO4 10%
SKRIPSI
NENI SUPRIANI 090802014
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SUHU ADSORPSI TERHADAP MUTU MINYAK GORENG BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI
(Aleurites Moluccana) YANG DIAKTIVASI DENGAN H2SO4 10%
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana Sains
NENI SUPRIANI 090802014
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif
Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang
Diaktivasi Dengan H2SO4 10%
Kategori : Skripsi
Nama : Neni Supriani
Nomor Induk Mahasiswa : 090802014
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia S
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
disetujui di
Medan, Mei 2014
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II, Pembimbing I,
Dr. Darwin Yunus Nst, MS Dr.Yugia Muis, MSi
NIP.195508101981031006 NIP.195310271980032003
Diketahui/Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH SUHU ADSORPSI TERHADAP MUTU MINYAK GORENG BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI
(Aleurites Moluccana) YANG DIAKTIVASI DENGAN H2SO4 10%
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, April 2014
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini sebaik mungkin. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
Kedua orang tua, untuk Ayahanda Supriadi dan Ibunda Neliana yang
telah mendoakan, memberikan perhatian dan menjadi Inspirasi disetiap langkah hidup penulis. Kepada adik-adik tersayang Putra, Putri, Indra, Nurul, dan Aldi serta Uwak, Ika, Tek Afni, Tia, Rauf dan Mirza yang telah memberikan keceriaan, doa, dan dukungan kepada penulis.
Ibu Dr. Yugia Muis, MSi selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Darwin Yunus Nst, MS selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. Ibu DR. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Albert Pasaribu, M. Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia yang telah mensyahkan skripsi ini. Seluruh staf Dosen dan Pegawai Departemen Kimia yang telah membimbing serta memberikan disiplin ilmu kepada penulis. Staf Kimia Fisika dan Kimia Polimer serta teman-teman Asisten Supran, Aidil, Desi, Mira, Iis, Diana, Gita, Leni, Choliq, Habiby, Uci, Suci, dan Uli. Kepada Mardariana dan Asmi serta teman-teman stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berbagi suka, dan duka selama perkuliahan dan penelitian. Kepada sahabat-sahabat tersayang Rina, Kiki, Latifa, Lia, Pina, Iar, Ani dan Mimi yang memberi motivasi dan semangat untuk penulis.
.
Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah SWT memberikan berkah-Nya berlipat ganda kepada kita semua, Amin ya Rabbalalamin.
PENGARUH SUHU ADSORPSI TERHADAP MUTU MINYAK GORENG BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI
(Aleurites Moluccana) YANG DIAKTIVASI DENGAN H2SO4 10%
ABSTRAK
Adsorpsi minyak jelantah terhadap arang aktif tempurung kemiri telah dilakukan.
Tempurung kemiri hasil dehidrasi di karbonisasi pada suhu 750oC selama 90
menit, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh. Arang yang lolos saringan
diaktivasi dengan H2SO4 10%. Karakterisasi arang aktif meliputi rendemen
didapat sebesar 32,845%, kadar air 6,88%, kadar abu 0,49%. Morfologi
permukaan arang aktif diuji dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
ukuran partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA) didapat sebesar
104,43677 �m. Parameter pengujian mutu minyak goreng bekas berdasarkan
THE EFFECT OF ADSORPTION TEMPERATURE ON QUALITY OF COOKING OIL BY ACTIVE CARBON CANDLENUT SHELL
(Aleurites Moluccana) ACTIVATED WITH H2SO4 10%
ABSTRACT
Adsorption of used cooking oil to the candlenut shell activated carbon has been done. Candlenut shell results in dehydration with carbonization at 750oC for 90 minutes, and then the sieved with 100 mesh sieve. Then carbon filter that passes 100 mesh carbon active with H2SO4 10%. Characterization of activated carbon
include the yield obtained 32.845 %, water content 6.88%, ash content 0.49 %.
The morphology of the surface of activated carbon was tested by Scanning
Electron Microscopy (SEM), and particle size of the Particle Size Analyzer (PSA)
DAFTAR ISI
1.6 Metodologi Penelitian 5
1.7 Lokasi Penelitian 6
2.8 Komposisi Minyak Goreng Curah dan Minyak Goreng
Bab 3 Metode Penelitian 29
3.3.3 Proses Karbonisasi Tempurung Kemiri 31
3.3.4 Proses Aktivasi Arang Tempurung Kemiri 31
3.5 Karakterisasi Minyak setelah di adsorpsi 33
3.5.1 Penentuan Asam Lemak bebas (ALB) 33
3.6.2 Bagan Proses Karbonisasi Tempurung Kemiri 35
3.6.3 Bagan Proses Aktivasi dan Karakterisasi Arang
Tempurung Kemiri 36
3.6.4 Bagan Pengolahan Adsorpsi Minyak Jelantah 37
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 38
4.1 Hasil dan Pembahasan 38
4.1.1 Preparasi Tempurung Kemiri menjadi arang aktif 38
4.1.2 Rendemen Arang tempurung kemiri 38
4.1.7 Karakterisasi Penentuan Mutu Minyak Goreng Bekas 42
Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 50
5.1 Kesimpulan 50
5.2 Saran 50
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Standar Kualitas Arang Aktif menurut (Standar Nasional Indonesia)
SNI tahun 1995 12
2.2 Komponen Kimia Tempurung Kemiri 18
2.3 Syarat Mutu Minyak Goreng 23
2.4 Asam Lemak berdasarkan kejenuhannya 27
3.1 Alat-alat Penelitian 29
3.2 Bahan-bahan Penelitian 30
4.1 Hasil Analisa Kadar Air (%) 39
4.2 Hasil Analisa Kadar Abu (%) 39
4.3 Mutu minyak goreng bekas sebelum adsorpsi 42
4.4 Mutu minyak goreng bekas setelah diadsorpsi dengan adsorben arang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Contoh Adsorben Komersil 11
2.2 Tempurung Kemiri 18
2.3 Reaksi Hidrolisa pada minyak goreng 25
2.4 Proses oksidasi minyak goreng 26
4.1 Hasil Preparasi Tempurung Kemiri Menjadi Arang Aktif 38
4.2 Morfologi Permukaan Arang Hasil Karbonisasi Dengan Perbesaran
10.000x 40
4.3 Morfologi Permukaan Arang Aktif Dengan Perbesaran 10.000x 41
4.4 Kurva Hubungan Antara Variasi Suhu Adsorpsi Terhadap Kadar Asam
Lemak Bebas Yang Teradsorpsi Pada Minyak goreng bekas 44
4.5 Kurva Hubungan Antara Variasi Suhu Adsorpsi Terhadap Kadar Air
Yang Teradsorpsi Pada Minyak goreng bekas 46
4.6 Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap densitas
yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas 47
4.7 Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap indeks bias
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Proses Pembuatan Arang Aktif 56
2 Proses Adsorpsi Minyak 57
3 Perhitungan karakterisasi arang aktif 58
4 Data dan perhitungan uji kualitas minyak goreng bekas 59
PENGARUH SUHU ADSORPSI TERHADAP MUTU MINYAK GORENG BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI
(Aleurites Moluccana) YANG DIAKTIVASI DENGAN H2SO4 10%
ABSTRAK
Adsorpsi minyak jelantah terhadap arang aktif tempurung kemiri telah dilakukan.
Tempurung kemiri hasil dehidrasi di karbonisasi pada suhu 750oC selama 90
menit, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh. Arang yang lolos saringan
diaktivasi dengan H2SO4 10%. Karakterisasi arang aktif meliputi rendemen
didapat sebesar 32,845%, kadar air 6,88%, kadar abu 0,49%. Morfologi
permukaan arang aktif diuji dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
ukuran partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA) didapat sebesar
104,43677 �m. Parameter pengujian mutu minyak goreng bekas berdasarkan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon
sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara
penghasil sawit terbesar didunia. Minyak hasil kelapa sawit berupa minyak
goreng, memiliki manfaat besar terhadap kehidupan (Winarni, 2010). Minyak
goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup
mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, baik
untuk penjual makanan gorengan maupun rumah tangga. Secara ilmiah minyak
goreng banyak digunakan berkali-kali terutama dengan pemanasan tinggi, sangat
tidak sehat dikarenakan minyak tersebut asam lemaknya lepas dari trigliserida
sehingga ikatan rangkapnya akan mudah teroksidasi menjadi Keton dan Aldehid
sebagai penyebab bau tengik pada minyak (Ketaren, 1986).
Biasanya penggunaan minyak goreng dengan suhu tinggi akan mengalami
kerusakan yaitu makanan menjadi gosong, sehingga rasanya pahit dan minyak
berwarna hitam, akibatnya makanan tersebut ditenggorokan terasa gatal. Minyak
goreng bekas agar tetap bisa dimanfaatkan, maka perlu dilakukan pengolahan
secara sekunder. Salah satu metode pengolahan yang dapat dilakukan adalah
dengan proses adsorpsi. Zat warna dalam minyak goreng bekas akan diserap oleh
permukaan aktif adsorben. Adsorben yang dapat digunakan adalah karbon aktif.
Tempurung kemiri merupakan limbah yang tidak dipergunakan secara
baik serta sifatnya keras seperti kayu sehingga dapat dibuat arang aktif.
pengeras jalan dan untuk obat bakar nyamuk. Terdapat perbedaan antara arang
dan arang aktif, dimana bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit
hidrokarbon yang menghalangi keaktifannya sementara bagian permukaan arang
aktif relatif bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta pori-porinya
lebih terbuka sehingga dapat melakukan penyerapan. Arang aktif dikatakan baik
jika memiliki kemampuan adsorpsi dengan luas permukaan besar sehingga mudah
untuk mengadsorpsi senyawa volatil (Wibowo, S, 2011).
Tan, I. (2007) meneliti tentang Preparation Of Activated Carbon From
Cocconut husk : Optimization Study on Removal Of 2, 4, 6- trichloro Phenol Using response Surface Methology, aktivasi dilakukan dengan larutan KOH dan gas CO2, dimana karakterisasi dilakukan dengan variasi suhu dan waktu aktivasi.
Hasil menunjukkan bahwa kondisi optimum terjadi pada suhu 750oC, selama 2
jam 29 menit. Suhendra, D. (2010), meneliti tentang Pembuatan Arang Aktif dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya Pada Penyerapan Ion Tembaga (II) dimana menggunakan aktivator asam sulfat dengan
perbandingan suhu karbonisasi 250-400oC selama 1-4 jam hasil menunjukkan
bahwa kondisi optimum aktivasi yang diperoleh adalah pada rasio aktivator :
prekursor yaitu 1 : 25, suhu 300 oC dan waktu 1 jam, kapasitas serapan untuk
menyerap ion logam tembaga (II) sebesar 25,1 mg/g. Lempang, M. (2011),
meneliti tentang Struktur dan komponen arang serta arang aktif tempurung kemiri
dimana tempurung kemiri dikarbonisasi dengan tungku drum yang dimodifikasi,
kemudian diaktivasi dalam retort listrik dengan menggunakan aktivator panas
selama 120 menit pada suhu 550oC, 650oC dan 750oC dan aktivator uap air selama
90 dan 120 menit pada suhu 750oC. Hasil menunjukkan bahwa proses aktivasi
menyebabkan terjadinya perubahan pola gugus fungsi, peningkatan kristalinitas,
pembukaan pori dan reduksi senyawa kimia. Semakin tinggi suhu aktivasi maka
terjadi peningkatan kristalinitas, diameter pori dan reduksi senyawa kimia arang
aktif. Mardina, P. (2012), meneliti tentang Penurunan Angka Asam Pada Minyak
Jelantah dengan variasi adsorben arang aktif 5, 7,5, 10 g dengan variasi waktu 30, 60, 90 menit didapat bahwa, efisiensi adsorpsi kandungan asam lemak bebas
(2010), juga meneliti tentang Penetralan dan Adsorpsi Minyak Goreng Bekas menjadi Minyak goreng Layak Konsumsi dimana penelitian dilakukan dengan
bahan penetral larutan soda kue dan adsorben tanah diatome yang telah
dinetralkan dengan asam sulfat 2 M, didapat perbedaan antara minyak goreng
baru dengan minyak goreng bekas dimana minyak goreng bekas diatas sedikit dari
standar SNI minyak goreng (0,3%), begitu juga dengan angka asamnya (0,3%),
angka peroksidanya juga tinggi dari minyak goreng baru serta angka iodnya
rendah. Murdiono, A. (2011), meneliti tentang Penjernihan Minyak Goreng
Bekas dengan Proses Adsorpsi Menggunakan Arang Biji Salak dimana penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas minyak goreng dengan adsorben biji salak
dimana proses adsorpsi dengan variasi suhu 40oC, 50oC, 60oC, dan 70oC dengan
variasi berat adsorben 10 g, 20 g, 50 g dan variasi waktu pengadukan yaitu 20, 40,
60, 80, 100, dan 120 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi
optimum adsorpsi tidak dapat ditentukan karena sampai pada suhu yang paling
tinggi yaitu 70oC dengan berbagai variasi berat adsorben dan waktu pengadukan
tetap terjadi penurunan nilai absorbansi dan nilai penyerapan warnanya semakin
meningkat.
Dari uraian diatas peneliti mencoba untuk menjernihkan minyak goreng
bekas dengan menggunakan adsorben arang aktif tempurung kemiri yang
dikarbonisasi pada suhu 750oC dengan aktivator H2SO4 10% dimana tujuannya
untuk mengetahui mutu minyak goreng bekas dengan parameter uji kadar asam
lemak bebas (ALB), kadar air, densitas dan indeks bias dengan variasi suhu
adsorpsi serta karakterisasi arang aktif seperti kadar air, kadar abu, ukuran pori
dengan Particle Size Analyzer (PSA), serta morfologi permukaan arang ktif
dengan menggunakan Scaning electron microscopy (SEM).
1.2Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Berapakah rendemen, kadar air, kadar abu , karakterisasi ukuran pori arang
permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) pada arang aktif tempurung kemiri dengan aktivator H2SO4 10%.
2. Berapakah kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air, densitas dan indeks
bias minyak goreng bekas sebelum dan setelah adsorpsi dengan
perbandingan variasi suhu adsorpsi.
1.3 Pembatasan Masalah
1. Tempurung kemiri berasal dari tempat penampungan kemiri di daerah
Binjai.
2. Karbonisasi dilakukan pada suhu 750oC selama 90 menit.
3. Aktivator yang digunakan adalah H2SO4 10%.
4. Minyak goreng bekas untuk proses adsorpsi terdiri dari minyak curah dan
minyak kemasan.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hasil dari rendemen, kadar air, kadar abu, karakterisasi
ukuran pori arang aktif dengan Particle Size Analyzer (PSA) dan
morfologi permukaan arang aktif tempurung kemiri dengan Scanning
Electron Microscopy (SEM).
2. Untuk mengetahui hasil kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air,
densitas, indeks bias sebelum dan setelah adsorpsi dengan variasi suhu
adsorpsi.
1.5 Manfaat Penelitian
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bahwa
limbah tempurung kemiri dapat dibuat arang aktif dan berguna sebagai adsorben
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah sebuah eksperimen laboratorium, dimana dilakukan melalui
2 tahap, yaitu:
1. Pembuatan Arang aktif
Pada tahap ini merupakan proses pembuatan arang aktif tempurung kemiri.
Kemudian dikarakterisasi rendemen, kadar air, kadar abu, karakterisasi ukuran
pori arang aktif dengan Particle Size Analyzer (PSA) dan analisa morfologi
permukaan arang aktif tempurung kemiri dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM).
2. Adsorpsi minyak goreng bekas dengan arang aktif
Pada tahap ini merupakan proses pemurnian minyak goreng bekas dengan
menggunakan adsorben arang aktif tempurung kemiri yang diaktivasi dengan
H2SO4 10% dengan variasi suhu adsorpsi 30, 50, 70, 90, 110oC dan dihitung kadar
asam lemak bebas (ALB), kadar air, densitas dan indeks bias.
Variabel- variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
• Tahap I (Pembuatan Arang aktif )
Variabel tetap :
1. Suhu karbonisasi 7500C
2. Waktu karbonisasi 90 menit
3. Ayakan yang digunakan 100 mesh
4. Aktivator yang digunakan H2SO4 10%
5. Suhu pengeringan 110o C
Variabel terikat: rendemen, kadar air , kadar abu, karakterisasi ukuran pori
permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM).
Tahap II (Adsorpsi minyak goreng bekas dengan arang aktif )
Variabel tetap:
1. Volume minyak goreng bekas 40 ml
2. Kecepatan pengadukan 800 rpm
3. Waktu pengadukan 45 menit
Variabel terikat: kadar asam lemak bebas ( ALB), kadar air, densitas dan
indeks bias
Variabel bebas : suhu adsorpsi 30oC, 50oC, 70oC, 90oC, 110oC.
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium kimia
Polimer dan Laboratorium Ilmu dasar (LIDA) Universitas Sumatera Utara, Uji
Morfologi Permukaan Arang Aktif dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat
tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam. Proses adsorpsi
dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan
yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik
molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa
larutan kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan
menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan. Pada
adsorpsi interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan
adsorben (Tandy, E .2012).
2.1.1 Jenis – Jenis Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,
adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi
fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan
padatan ( Intermolekuler ) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan
adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan
permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh
adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Keseimbangan antara
permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat
reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas
permukaan dan ukuran pori.
b. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara
molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan
Kovalen / Ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat
ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak
mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat
mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen
kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa
merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012).
2.1.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi
1. Jenis Adsorbat
a) Ukuran molekul adsorbat
Molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter
pori adsorben maka akan lebih cepat teradsorpsi.
b) Kepolaran zat
Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul polar dibandingkan dengan
molekul nonpolar pada kondisi diameter yang sama.
2. Suhu
Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben
terjadi pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat
eksoterm. Oleh karena proses adsorpsi adalah proses eksotermis, maka adsorpsi
akan berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara
kontaminan kimia tersebut, maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur
yang lebih tinggi.
3. Kelarutan Adsorbat
Jika sebuah molekul harus dipisahkan dari pelarut dan menjadi terikat
pada permukaan karbon. Senyawa yang dapat larut mempunyai ikatan yang kuat
terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit teradsorpsi dari pada senyawa-senyawa
yang tidak dapat larut.
4. Karakteristik Adsorben
Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik
penting adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin
kecil ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi, sehingga jumlah
molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben juga
merupakan karakterisasi penting dimana pada fungsinya adsorben yang lebih
murni akan lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang lebih baik
(Lestari, F.2009).
5. Pengadukan
Pengadukan mempengaruhi proses adsorpsi. Jika interaksi antara adsorbat
dan adsorben meningkat maka adsorpsi yang terjadi semakin cepat.
.
6. pH
pH untuk tempat adsorpsi berlangsung telah dibuktikan mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap besar adsorpsi. Adsorpsi dari banyak
senyawa-senyawa asam-asam organik didorong oleh pH yang tinggi. pH optimum untuk
2.2 Adsorben
Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung
terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu didalam
partikelnya. Karena pori- porinya biasa kecil maka luas permukaan dalam
mencapai beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar dan bisa sampai
2000 m2/gr. Dalam kebanyakan hal komponen yang diadsorpsi melekat
sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara
menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain
sehingga memungkinkan adsorbat yang dihasilkan dalam bentuk terkonsentrasi
atau hampir murni (Tandy, E. 2012).
2.2.1 Jenis – Jenis Adsorben
a. Adsorben tidak berpori ( Non- Porous Sorbent )
Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit
kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan
spesifiknya kecil tidak lebih dari 10 m2/g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g.
Adsorben yang tidak berpori seperti filter karet dan karbon hitam bergrafit adalah
jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga
luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.
b. Adsorben berpori ( Porous Sorbents )
Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000
m2/g. Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi
komponen. Adsorben ini umumnya berbentuk granular.
Klasifikasi pori menurut International Union Of Pure and Applied Chemistry
( IUPAC) adalah :
a) Pori – pori berdiameter kecil (Mikropores d < 2 nm )
b) Pori – pori berdiameter sedang ( Mikropores 2 < d <50 nm)
2.2.2 Kriteria Adsorben Untuk Menjadi Adsorben Komersil
Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial
adalah :
1. Memiliki permukaan dan unit massa yang besar sehingga kapasitas
adsorpsi akan semakin besar pula.
2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan.
3. Ketahanan struktur fisik yang tinggi.
4. Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun.
5. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi.
6. Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi ( Hendra, R. 2008).
Beberapa jenis adsorben berpori telah digunakan secara komersial antara lain
silika gel, zeolit, karbon aktif, dan alumina. Seperti pada gambar 2.1 dibawah ini:
silika gel zeolite karbon aktif alumina
Gambar 2.1 Contoh Adsorben Komersial
2.3 Karbon Aktif
Karbon aktif secara komersial diketahui pertama kali karena penggunaannya
sebagai Topeng Uap pada perang dunia I. Penerapan secara komersil arang kayu
digunakan dalam sebuah pabrik gula di Inggris. Karbon aktif merupakan adsorben
terbaik dalam sistem adsorpsi. Ini di karenakan arang aktif memiliki luas
permukaan besar dan daya adsorpsi tinggi sehingga pemanfaatannya dapat
dan ini terkait dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut. Karbon aktif adalah
material berpori dengan kandungan karbon 87% - 97% dan sisanya berupa
hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif merupakan karbon yang
telah diaktivasi sehingga terjadi pengembangan struktur pori yang bergantung
pada metode aktivasi yang digunakan. Struktur pori menyebabkan ukuran molekul
teradsorpsi terbatas, sedangkan bila ukuran partikel tidak masalah, kuantitas
bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif ( Austin, 1996).
Perbedaan antara karbon dan karbon aktif adalah pada bagian
permukaannya. Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon
yang menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif
bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta porinya terbuka sehingga
dapat melakukan penyerapan. Kemampuan adsorpsi arang aktif tidak hanya
bergantung pada luas permukaannya saja tetapi juga struktur pori-pori arang aktif
(Wibowo, S. 2011). Kualitas arang aktif dapat dilihat dari Standar Nasional
Indonesia pada tabel 2.1 dibawah ini :
2.3.1 Jenis – Jenis Karbon Aktif
1. Karbon aktif untuk fasa cair
Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk dan biasanya dibuat dari
bahan yang memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara, lignit, dan bahan
yang mengandung lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif ini banyak
digunakan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair
misalnya untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam
berbahaya pada proses pengolahan air.
2. Karbon aktif untuk fasa uap
Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran / granula. Karbon aktif
jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih besar seperti
tempurung kelapa, batu bara, cangkang kemiri, dan residu minyak bumi. Karbon
aktif jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas
hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx (Shofa, 2012).
2.3.2 Kegunaan Arang Aktif
Terdapat beberapa kegunaan arang aktif yaitu :
a. Untuk gas
1. Pemurnian gas
Desulfurisasi, menghilangkan gas racun, bau busuk, asap, menyerap racun.
2. Pengolahan LNG
Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan reaksi gas.
3. Katalisator
Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan vinil asetat.
4. Lain- lain
b. Untuk zat cair
1. Industri obat dan makanan
Menyaring dan menghilangkan warna, bau, dan rasa yang tidak enak pada
makanan.
2. Minuman ringan dan minuman keras
Menghilangkan warna dan bau pada arak / minuman keras dan minuman
ringan.
3. Kimia perminyakan
Penyulingan bahan mentah, zat perantara.
4. Pembersih air
Menyaring dan menghilangkan bau, warna dan zat pencemar dalam air
sebagai pelindung atau penukar resin dalam penyulingan air.
5. Pembersih air buangan
Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemaran.
6. Penambakan udang dan benur
Dehidrasi merupakan proses penghilangan air dalam bahan baku karbon aktif
dengan tujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi dan dilakukan dengan
cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari / memanaskannya dalam oven.
b. Karbonisasi
1. Pada suhu 100 – 120oC terjadi penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai
terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan sedikit
metanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 270 oC.
2. Pada suhu 270 – 310oC reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas kayu dan
sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti
asam cuka dan metanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310 – 500oC terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar
sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas
CO dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500- 1000o C merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar
karbon (Sudrajat,1994).
Dari penjelasan diatas didapatkan bahwa pada proses karbonisasi
berlangsung terdapat gas-gas yang terbakar seperti CO, CH4 dan H2, Formaldehid,
Asam Formiat, dan Asam asetat serta gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2,
H2O dan tar cair akan dilepaskan (Borman, G, L. 1998).
c. Aktivasi
Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan dan daya
adsorpsi karbon aktif. Pada proses ini terjadi pelepasan hidrokarbon, tar, dan
senyawa organik yang melekat pada karbon tersebut. Proses aktivasi terdapat 2
jenis yaitu :
1. Aktivasi Fisika
Pada aktivasi secara fisika, karbon dipanaskan pada suhu sekitar 800 – 1000oC
dan dialirkan gas pengoksida seperti uap air, oksigen / CO2. Gas pengoksida akan
bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon monoksida dan hidrogen untuk
gas pengoksida berupa uap air. Senyawa-senyawa produk samping pun akan
adsorpsi. Klasifikasi karbon dengan uap air dan CO2 terjadi melalui reaksi bersifat
endotermis berikut ini :
C + H2O → CO + H2 ( 117 kj/mol)
C + CO2 → 2 CO ( 159 kj / mol )
Sedangkan aktivasi fisika dengan oksigen melalui reaksi bersifat
eksotermis berikut ini :
C + O2 → CO2 ( -406 kj / mol )
Pada aktivasi fisika terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang
besar karena adanya pembentukan struktur karbon. Namun pada aktivasi fisika
seringkali terjadi kelebihan oksida eksternal sewaktu gas pengoksida berdifusi
pada karbon sehingga terjadi pengurangan ukuran adsorben. Selain itu, reaksi sulit
dikontrol (Marsh, 2006).
2.Aktivasi kimia
Menurut Ioannidou, O. dan Zabaniotou, A. (2006), proses aktivasi dilakukan
dengan menggunakankan bahan kimia sebagai agen pengaktif. Aktivasi arang
dilakukan dengan merendam arang kedalam larutan kimia seperti NaCl, ZnCl2,
KOH, KCl, H3PO4, dan K2CO3 Sehingga bahan kimia akan meresap dan
membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit tar dan volume
kontraksi pada proses karbonisasi.
Pada proses aktivasi karbon atau arang dipanaskan dengan suhu tinggi
dalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas Inert. Saat ini terjadi proses
lanjutan pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan senyawa hidrokarbon sisa
karbonisasi keluar dari permukaan karbon sebagai akibat gas suhu tinggi dan
adanya aliran gas inert, sehingga akan dihasilkan karbon dengan luas permukaan
2.4. Kemiri
Tanaman kemiri (Alleurites Moluccana) termasuk suku Euphorbiacea. Ketinggian tanaman dapat mencapai 40 meter dan diameter batang bagian bawah dapat
mencapai 1,25 meter. Tanaman kemiri ada yang berumah satu dan ada pula yang
berumah dua. Disebut berumah satu jika pada satu pohon terdapat bunga jantan
yang mengandung benang sari dan terdapat pula bunga betina yang mengandung
putik. Disebut berumah dua jika pada satu pohon hanya terdapat bunga-bunga
jantan saja, atau hanya terdapat bunga-bunga betina saja.
Buah kemiri termasuk buah batu, berbentuk bulat telur dan ada bagian
yang menonjol kesamping. Daging buahnya kaku dan mengandung 1-2 biji yang
diselimuti oleh kulit biji yang keras. Kemiri merupakan salah satu pohon
serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas didunia. Tanaman kemiri banyak
dibudidayakan diprovinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan barat, Kalimantan selatan,
Kalimantan timur, Bali , Sulawesi Selatan, Maluku, dan NTT (Sunanto, H. 1994).
2.5 Kegunaan Kemiri
Tanaman kemiri merupakan tanaman industri, sebab produk yang dihasilkan dapat
dipakai untuk bahan berbagai barang industri. Kayunya yang ringan dapat
digunakan untuk bahan pembuat perabot rumah tangga atau bahan industri lain
seperti korek api dan kotak korek api. Batang kemiri juga dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan bahan pulp ( bahan pembuatan kertas). Biji kemiri mempunyai
tiga bagian, yaitu lapisan tipis pelapis biji, cangkang kemiri, dan biji dalam
kemiri. Bagian biji dalam kemiri yang berwarna putih sangat banyak mempunyai
manfaat diantaranya adalah sebagai bahan obat-obatan tradisional, sebagai
rempah-rempah, dan untuk perawatan rambut khususnya untuk memanjangkan
rambut. Didalam biji banyak sekali mengandung kadar minyak, minyak yang
diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan
Tempurung kemiri biasa dimanfaatkan untuk bahan bakar nyamuk.
Berdasarkan penelitian tempurung kemiri dapat dibuat sebagai produk karbon
aktif. Tempurung kemiri yang telah lama terpendam di tanah dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pupuk N, P dan K ( Sinaga. J. 2010 ). Gambar dan komponen
kimia tempurung kemiri dapat dilihat pada gambar 2.2 dan tabel 2.2 dibawah ini :
Gambar.2.2 Tempurung kemiri
Tabel 2.2 Komponen kimia tempurung kemiri
No Komponen Kadar (%)
1 Holoselulosa 49,22
2 Pentosa 14,22
3 Lignin 54,46
4 Ekstraktif
- Kelarutan dalam air dingin 1.96
- Kelarutan dalam air panas 6,18
- Kelarutan dalam alkohol : Benzen (1 : 2) 2,69
5 Kelarutan dalam NaOH 1% 17,14
6 Abu 8,73
Lignin merupakan komponen kimia yang terkandung dalam tempurung
kemiri dimana, Lignin merupakan komponen kimia yang dalam tumbuhan yang
selalu bergabung dengan selulosa dan bukan merupakan karbohidrat, melainkan
didominasi oleh gugus aromatis berupa fenil propana. Didalam struktur jaringan
kayu, lignin terutama terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel primer.
Zat ekstraktif merupakan komponen kimia non struktural didalam sel
organ tumbuhan. Jumlah bahan ekstraktif yang terdapat dalam tumbuhan
tergantung pada jenis tumbuhan dan letaknya dalam bagian tumbuhan. Komponen
utama dari tempurung kemiri larut dalam air dingin yaitu: karbohidrat, protein,
dan garam-garam organik. Komponen kimia yang larut dengan air panas yaitu:
tanin, getah gula, bahan pewarna dan pati sedangkan komponen kimia yang larut
dalam alkohol benzen yaitu: lilin, lemak, resin, minyak, dan tanin serta komponen
lain yang tidak larut dalam eter. Abu merupakan komponen penyusun sel
tumbuhan yang tidak larut dalam air / pelarut organik. Kandungan abu tempurung
kemiri sangat tinggi yaitu 8,73% (Fengel, D, 1995).
2.6 Karakteristik Arang Aktif Tempurung Kemiri 2.6.1 Rendemen Arang aktif (%)
Rendemen merupakan karakteristik dari proses kualitas arang aktif yang
dihasilkan. Dimana tujuan dari rendemen ini untuk mengetahui jumlah arang yang
dihasilkan pada saat proses adsorpsi karbonisasi dan proses aktivasi.
Penentuan Rendemen (%) dapat dihitung dengan persamaan 2.3 sebagai
berikut :
Rendemen arang aktif (%) = �
� × 100% (2.3)
Keterangan :
α = Berat sampel sebelum aktivasi (g)
2.6.2 Kadar Air ( %)
Salah satu sifat kimia dari arang aktif yang mempengaruhi kualitas arang aktif
yaitu kadar air. Pengujian kadar air dilakukan dengan cara memanaskan arang
aktif sebanyak 2 gram pada suhu 110oC selama 3 jam kemudian didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang hasilnya. Kadar air dihitung dengan persamaan 2.4
berikut :
Kadar air (%) =
�
�−��
�
x 100 % (2.4)Keterangan : α = berat sampel sebelum pemanasan (g)
b = berat sampel sesudah pemanasan (g)
2.6.3 Kadar Abu (%)
Kadar abu dilakukan dengan cara memanaskan arang aktif sebanyak 2 gram
didalam tanur pada suhu 750oC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator
selama 1 jam kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dilihat pada persamaan 2.5
berikut :
Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan
sampel dimana mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium
dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 torr dengan
menggunakan mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 series. Selanjutnya
sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental
dapat dideteksi oleh detektor scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian
listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4
menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke
dalam spesimen chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan
pemotretan. Hasil pemotretan dapat disesuaikan dengan perbesaran yang
diinginkan (Harahap, M. 2012).
2.6.5 Particle Size Analyzer (PSA)
Seiring bertambahnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah pada era
nanoteknologi. Para peneliti menggunakan Laser Diffraction (LAS), dimana
metode ini dinilai lebih akurat untuk dibandingkan dengan metode analisa gambar
maupun metode ayakan terutama sampel dalam orde nanometer/submikron. Salah
satu contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer
(PSA) dimana metode LAS dibagi menjadi 2 yaitu :
• Metode basah, dimana metode ini menggunakan media pendispersi untuk
mendispersikan material uji
• Metode kering, dimana metode ini memanfaatkan udara / aliran udara
untuk melarukan partikel dan membawanya ke senzing zone.
Keunggulan dari Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran
partikel antara lain yaitu :
1) Lebih akurat, pengukuran partikel dengan PSA lebih akurat dibandingkan
dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD/SEM. Hal ini
dikarenakan partikel didispersikan kedalam media sehingga ukuran
partikel yang terukur adalah ukuran dan single particle.
2) Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi sehingga dapat menggambarkan
keseluruhan kondisi sample.
Pengukuran partikel dengan PSA biasanya menggunakan metode basah.
Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering.
Pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk
sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki
kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersi
kedalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal).
Dengan demikian untuk partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle.
Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran
dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel
2.7 MINYAK
Minyak merupakan trigliserida tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair
pada suhu kamar (25oC) dan lebih banyak mengndung asam lemak tidak jenuh
sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut
dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun,
minyak jagung, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari
hewan, misalnya minyak ikan sarden, minyak ikan paus dan lain-lain
(Ketaren,1986).
Syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini:
Tabel 2.3 : Syarat Mutu Minyak Goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
9 Angka Penyabunan 196-206
10 Titik Asap min 200oC
2.8. Komposisi Minyak Goreng Curah dan Minyak Goreng Kemasan
Minyak goreng curah berbeda dengan minyak goreng bermerek seperti Filma,
Bimoli, Prima dan sebagainya. Karena minyak goreng bermerek dua kali
penyaringan, sedangkan minyak goreng curah proses penyaringan hanya satu kali
sehingga dari warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih
jernih dibanding minyak goreng curah. Begitu juga kandungan yang terdapat
antara minyak curah dan minyak kemasan. Dari segi kandungan, minyak curah
kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak
kemasan. Namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak
berlebihan dan tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat
hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan,
sangat tidak baik bagi kesehatan. Minyak curah hanya mengalami penyaringan
sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft stearin (minyak fraksi padat) pada tingkat tertentu. Oleh karena itu minyak curah biasanya lebih keruh
dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan kebersihannya
kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Tidak ada salahnya menggunakan
minyak goreng curah, hanya saja kadar kebersihannya berbeda dengan minyak
kemasan dan minyak kemasan kadar lemaknya lebih rendah. Minyak goreng
kemasan umumnya melalui proses produksi lebih lama dibanding minyak curah
karena mengalami beberapa proses. Proses produksi sedikit banyak
mempengaruhi kualitas minyak goreng yang dihasilkan baik secara fisik maupun
secara kandungan gizi (Dewi, M. T. I dan Hidayati, N. 2012).
Kerusakan minyak goreng dapat terjadi selama proses penggorengan, hal ini
akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang
digoreng. Beberapa penyebab kerusakan pada minyak goreng yaitu:
1. Kerusakan karena hidrolisa dimana awal prosesnya terdapat di pabrik.
Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan
berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu
tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan yang
Berikut merupakan proses hidrolisis yang terjadi pada minyak goreng
yang ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut ini :
O
Gambar 2.3. Reaksi hidrolisis pada minyak goreng ( Ketaren, 2008 )
2. Kerusakan karena oksidasi ini dapat terjadi karena otooksidasi radikal
asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai dari
pembentukan radikal bebas yang disebabkan karena faktor yang
mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, dll. Akibat dari kerusakan
minyak karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak maupun
rasa dan aroma. Proses oksidasi minyak goreng ditunjukkan pada gambar
H H H H H H H H
Gambar 2.4. Proses oksidasi minyak goreng ( Winarno. 2002 ).
3. Kerusakan polimerisasi biasanya terbentuk pada saat minyak dipanaskan
dimana dapat membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang
kental dan berbuih di dasar tempat penggorengan. Kerusakan karena
hidrolisis terjadi akibat inteaksi antara air dengan lemak yang
menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak, yang
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Desminarti, S. 2007).
Asam lemak bebas adalah hasil reaksi antara air dan lemak. Meningkatnya
persen dari asam lemak bebas pada waktu penggorengan adalah terutama jumlah
uap dari makanan selama proses penggorengan dan suhu penggorengan. Asam
lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sangat
merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen dan
kualitas minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan
terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak. Angka asam pada minyak dan
lemak menunjukkan kandungan ALB yang mempengaruhi kualitas minyak dan
lemak. Keberadaan asam lemak bebas dalam lemak / minyak biasanya dijadikan
terjadi pada proses penggorengan. Pembentukan asam lemak bebas akan
mempercepat kerusakan oksidatif lemak/ minyak karena asam lemak bebas lebih
mudah teroksidasi. Angka asam ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu
dengan cara mereaksikan lemak / minyak dengan basa KOH / NaOH (Kusnandar,
F. 2010). Asam lemak berdasarkan kejenuhannya ditunjukkan pada tabel 2.4
dibawah ini :
Tabel 2.4 Asam lemak berdasarkan kejenuhannya
No. Jenis asam lemak Rumus molekul Sumber (asal)
Air pada minyak goreng berada dalam bentuk koloid yang distabilkan
adanya protein dalam minyak goreng, sehingga untuk meningkatkan kualitas
minyak goreng maka keberadaan air harus direduksi seminim mungkin. Pelepasan
molekul air pada minyak goreng dapat dilakukan dengan pemanasan akan tetapi
terputusnya ikatan trigliserida. Adanya air pada minyak goreng dapat
menyebabkan terurainya bentuk trigliserida menjadi asam lemak bebas yang dapat
bereaksi lebih lanjut menjadi aldehid dan keton yang merupakan salah satu
penyebab terjadinya ketengikan pada minyak.
Massa jenis yang terdapat pada minyak goreng merupakan salah satu
standar kualitas minyak, dimana massa jenis minyak goreng ini bergantung dari
berat molekul penyusunnya dan derajat ketidak jenuhannya. Massa jenis minyak
goreng bekas tergantung dari kadar air dan kadar kotoran yang tidak larut selama
proses penggorengan dimana dengan menguji massa jenis dari minyak dapat
diketahui tingkat kemurnian dan kejernihan dari minyak yang dihasilkan
Indeks bias merupakan suatu derajat penyimpangan dari cahaya yang
dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak
dipakai untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak atau
lemak. Refraktometer Abbe mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan
pada suhu 25oC. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi,
dilakukan pada temperatur 40oC dan 60oC. Selama pengukuran temperatur harus
dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak
dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan
rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan
meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Alat- alat yang digunakan disusun dalam tabel 3.1
Tabel. 3. 1 Alat-alat penelitian
Stirer fisher scientific - Made in USA
Termometer 100oC Fisher
Statif dan Klemp - -
Neraca analitik (Presisi±0,00001 g) Mettler Toledo
3.2 Bahan
Bahan-bahan kimia yang digunakan disusun dalam tabel 3.2
Tabel 3.2 Bahan-bahan penelitian
Bahan Spesifikasi Merek
Tempurung kemiri - -
Asam Sulfat 10% p.a Merck
Etanol Netral 95% p.a Merck
Kalium Hidroksida 0.1N p.a Merck
Aquadest - -
Indikator Universal - p.a Merck
Phenolptalein 1% P.a Merck
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Reagen 3.3.1.1 Pembuatan H2SO4 10%
Sebanyak 25,7 ml H2SO4 97% dimasukkan kedalam labu takar 250 ml kemudian
diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
3.3.1.2 Pembuatan KOH 0,1 N
Ditimbang 1,4 g KOH kemudian dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 250
ml sampai garis batas
3.3.1.3 Pembuatan Indikator Phenolptalein(PP) 1% dalam etanol 95%
Ditimbang 1 gram serbuk PP kemudian dilarutkan dengan etanol 95% kedalam
3.3.1.4 Pembuatan Etanol 95% Netral
Sebanyak 50 ml alkohol 95% dimasukkan kedalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 5 tetes indikator PP lalu dititer dengan KOH 0,1 N hingga terbentuk
warna bening merah muda yang berbau menyengat.
3.3.2 Penyiapan Sampel
Limbah tempurung kemiri dibersihkan dahulu lalu dijemur di bawah sinar
matahari untuk menghilangkan kadar airnya hingga benar-benar kering. setelah
kering sampel dipotong kecil-kecil kemudian ditimbang sebanyak 150 g.
3.3.3Proses Karbonisasi Tempurung Kemiri
Diletakkan 150 gram tempurung kemiri kedalam cawan porselin kemudian
dipanaskan dalam tanur pada suhu 750o C selama 90 menit. Arang yang dihasilkan
kemudian dihaluskan dan diayak dengan ukuran 100 mesh (Bukasa, D. 2012).
3.3.4Proses Aktivasi Arang Tempurung Kemiri
Ditimbang sebanyak 50 gram arang hasil karbonisasi yang telah lolos dengan
ayakan 100 mesh kemudian dimasukkan kedalam beaker glass, lalu direndam
dengan 100 ml H2SO4 10% selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas
saring hingga tidak ada tetesan. Kemudian dicuci dengan aquades hingga pH
netral, Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu ±110oC selama 3 jam, kemudian
didinginkan kedalam desikator hingga kering (Suhendra, D. 2010).
3.4 Karakterisasi Arang Tempurung Kemiri
3.4.1 Penentuan Rendemen
Rendemen dilakukan dengan menghitung perbandingan bobot arang hasil aktivasi
3.4.2 Penentuan Kadar Air
Sebanyak 2 g sampel arang aktif ditempatkan dalam cawan porselin yang telah
diketahui berat keringnya.kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110±2oC
selama 3 jam, kemudian dimasukkan kedalam desikator hingga kering lalu
ditimbang massa arang yang diperoleh. Kadar air dihitung dengan persamaan 2.4.
3.4.3 Penentuan Kadar Abu
Sebanyak 2 g sampel arang aktif dimasukkan ke dalam cawan porselin yang
diketahui berat keringnya. Kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 7500C
selama 6 jam. Didinginkan dalam desikator selama 1 jam kemudian ditimbang.
Kadar air dapat dihitung dengan persamaan 2.5.
3.4.4 Analisa Morfologi Permukaan Arang Aktif dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan
sampel. Mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam
suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan
mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 Series. Selanjutnya sampel disinari
dengan pancaran elektron bertenaga 20 kV pada ruangan khusus sehingga sampel
mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat dideteksi oleh
detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang
menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit.
Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke dalam
spesimen chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan.
3.4.5 Particel Size Analyzer ( PSA)
Pengukuran partikel dengan PSA menggunakan metode basah dengan
menggunakan air untuk sampel dalam orde nanometer dan submicron yang
memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Partikel didispersi kedalam
media ukuran dari single particle dimana diketahui terlebih dahulu nilai Refraktif
Indeksnya, hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk distribusi, sehingga hasil
pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi
sampel.
3.5. Karakterisasi Minyak Setelah di Adsorpsi
3.5.1 Penentuan Asam Lemak Bebas (ALB)
Dimasukkan 2 g minyak kedalam erlenmeyer kemudian dilarutkan dengan 10 ml
etanol 95% netral hangat lalu ditambahkan dengan 3 tetes indikator PP 1% dalam
etanol 95% lalu dititrasi dengan KOH 0,1 N, kemudian diaduk selama titrasi
berlangsung hingga muncul warna merah lembayung, dan dicatat volume KOH
0,1 N yang terpakai (Nur, R. 2013).
% ALB = ���� ������
����� ������ ×1000 ×100 % (3.1)
Keterangan:
% ALB = Kadar asam lemak bebas
V KOH = Volume titran koh yang terpakai
N KOH = Normalitas KOH
BM = Berat Molekul Asam Lemak ( Asam lemak Palmitat, 256 g/mol)
Hasil kadar asam lemak bebas minyak jelantah yang dihasilkan dari proses
titrasi (minyak setelah adsorpsi) kemudian dihitung kadar asam lemak untuk
minyak yang teradsorpsi dengan cara kadar asam lemak minyak mula-mula
3.5.2 Penentuan Kadar Air
Mula-mula dipanaskan erlenmeyer dalam oven pada suhu 15oC selama 1 jam,
kemudian didinginkan selama 15-20 menit pada suhu kamar, lalu ditimbang
erlenmeyer dan dicatat bobot keringnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 2 gram
pada erlenmeyer, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 3
jam lalu didinginkan dan ditimbang erlenmeyer yang berisi sampel sebanyak 3
kali hingga konstan.
% kadar Air = ��1−�2
1−��
×
100 % (3.2)Keterangan : wo = berat erlenmeyer kosong
w1= berat erlenmeyer kosong dan contoh sebelum dikeringkan
w2 = berat erlenmeyer kosong dan contoh setelah dikeringkan
(SNI, 2013)
3.5.3 Penentuan Densitas
Mula-mula piknometer dicuci dan dikeringkan kemudian ditimbang sebanyak 3
kali dan dicatat hasilnya. Lalu dimasukkan akuades kedalam piknometer
kemudian ditimbang sebanyak 3 kali, lalu diganti akuades dengan minyak jelantah
dan ditimbang sebanyak 3 kali dan dicatat hasilnya.
Densitas = �
� 3.3
Keterangan : m = massa piknometer
v = volume piknometer
3.5.4 Penentuan Indeks bias
Mulanya refraktometer abbe dipreparasi, kemudian diletakkan sampel pada
prisma kerja setetes lalu ditutup dengan prisma cahaya lalu diamati melalui
teropong dengan memutar cincin kompensasi hingga diperoleh berkas cahaya
secara horizontal dan diamati lampu serta dicatat skala yang terbaca. Dilakukan
3.6. Bagan Penelitian
3.8.1 Bagan Penyiapan Tempurung Kemiri
Dibersihkan
Dijemur
Ditumbuk kecil-kecil
Ditimbang sebanyak 150 g
3.8.2 Bagan Proses Karbonisasi Tempurung Kemiri
Dimasukkan kedalam cawan porselin
Dipanaskan dalam tanur pada suhu 750o C selama 90 menit
Dihaluskan
Diayak dengan ayakan 100 mesh 150 g potongan kecil tempurung kemiri
Arang tempurung kemiri Tempurung kemiri
3.6.3 Bagan Proses Aktivasi dan Karakterisasi Arang Tempurung Kemiri
Ditimbang sebanyak 50 g
Direndam dalam larutan H2SO4
10% sebanyak 100 ml selama 24
jam
Disaring dengan kertas saring
hingga tidak ada tetesan
Dicuci dengan aquadest hingga pH
netral
Dikeringkan dalam oven pada
suhu±110oC Selama 3 jam
Didinginkan dalam desikator
3.4.4 Bagan Pengolahan Adsorpsi Minyak Jelantah
Dimasukkan kedalam beaker glass
Dipanaskan pada suhu 30oC
Ditambahkan arang aktif sebanyak 0,8 g dari
minyak jelantah
Distirer pada suhu 30oC selam 45 menit
dengan kecepatan 800 rpm
Disaring dengan kertas saring
40 g minyak jelantah
Dikarakterisasi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1. Preparasi Tempurung Kemiri Menjadi Arang Aktif
Dari 150 gram tempurung kemiri didapatkan arang sebanyak 50 gram untuk hasil
karbonisasi dan hasil akhir sebanyak 49,26 gram setelah diaktivasi dengan H2SO4
10%. Hasil preparasi arang tempurung kemiri hingga menjadi arang aktif dapat
dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini :
Tempurung kemiri arang hasil karbonisasi arang aktif setelah aktivasi
Gambar 4.1. Hasil preparasi tempurung kemiri menjadi arang aktif
Aktivasi dengan H2SO4 10% bertujuan untuk melarutkan tar dan mineral organik
yang dihasilkan dari proses karbonisasi sehingga pori-pori arang aktif akan
terbuka dan daya adsorpsi akan semakin meningkat.
4.1.2 Rendemen Arang Tempurung Kemiri
Rendemen yang diperoleh hasil preparasi arang aktif sebesar 32,84 %. Dari hasil
disebabkan karena tingginya suhu karbonisasi dan tinggalnya arang pada proses
penyaringan yang mempengaruhi hasil akhir arang aktif.
4.1.3 Kadar Air (%)
Kadar air untuk arang sebelum diaktivasi dan setelah diaktivasi dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1. Hasil analisa kadar air (%)
Jenis Arang Kadar Air(%)
Sebelum aktivasi Setelah Aktivasi
Arang Tempurung Kemiri 8,79 6.88
Dari data, diketahui bahwa terjadinya penurunan kadar air tempurung kemiri
untuk sebelum dan setelah aktivasi, menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) kualitas arang aktif baik apabila tidak lebih dari 15% untuk arang aktif serbuk.
Hal ini menandakan bahwa arang yang dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Kadar air adalah faktor yang mempengaruhi proses penyerapan, jika kadar air yang dihasilkan besar maka daya serap arang aktif terhadap cairan
semakin kecil.
4.1.4 Kadar Abu (%)
Pada penelitian yang dilakukan kadar abu arang aktif dapat dilihat pada tabel 4.2
dibawah ini :
Tabel 4.2 Hasil analisa kadar abu (%)
Jenis Arang Kadar Abu(%)
Sebelum aktivasi Sesudah Aktivasi
Dari data, diketahui bahwa terjadinya penurunan kadar abu untuk arang sebelum
dan setelah aktivasi. Hasil sesuai dengan Standar Nasional Indonesia dengan batasan 10% untuk arang aktif serbuk. Adanya abu berlebih dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pori-pori karbon aktif sehingga luas permukaan karbon
aktif semakin berkurang.
4.1.5 Analisa Morfologi Permukaan Arang aktif dengan Scanning Electron Microscopy ( SEM)
Analisa morfologi permukaan arang aktif dilakukan untuk melihat pori-pori arang
yang dihasilkan dari proses karbonisasi dan aktivasi. Dari foto SEM pada gambar
4.2 untuk arang hasil karbonisasi memperlihatkan bahwa permukaan arang masih
ditutupi oleh deposit hidrokarbon sehingga dapat menutupi pori – pori dan
mengakibatkan luas permukaan arang berkurang serta daya adsorpsi menurun.
Sedangkan untuk arang aktif yang telah diaktivasi dengan H2SO4 10%, dari foto
SEM pada gambar 4.8 memperlihatkan bahwa bagian permukaan arang aktif
relatif bebas dari deposit hidrokarbon dan permukaannya lebih luas serta
pori-porinya terbuka sehingga memiliki daya adsorpsi yang tinggi.
Hasil foto Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat dilihat pada
gambar 4.2 dan 4.3 dibawah ini :
Gambar 4.2 Morfologi permukaan arang hasil karbonisasi dengan
Gambar 4.3 Morfologi permukaan arang aktif setelah diaktivasi dengan
perbesaran 10000 kali
4.1.6 Particle Size Analyzer (PSA)
Ukuran pori arang aktif dilakukan dengan menggunakan Particle Size Analyzer
(PSA) dengan membandingkan nilai refraktif indeks dari fase pendispersi dan fase
terdispersinya. Nilai refraktif indeks untuk arang aktif dilakukan dengan
menggunakan alat refraktometer ABBE. Dari grafik yang dilampirkan
menunjukkan distribusi rata-rata partikel sebelum aktivasi sebesar 152,95915 �m
dengan nilai transmitansi 82,7% sedangkan setelah aktivasi sebesar 104,43677 �m
dengan nilai transmitansi 91,7%. Hasil menunjukkan bahwa arang aktif setelah
aktivasi memiliki ukuran pori yang lebih besar dari arang sebelum aktivasi, Hal
ini karena dengan penambahan aktivator H2SO4 10 % dapat membuka permukaan
arang yang semula tertutup oleh deposit hidrokarbon dan volume kontraksi pada
proses karbonisasi sehingga memberikan pengaruh yang besar untuk ukuran pori
4.1.7Karakterisasi Penentuan Mutu Minyak Goreng Bekas
Parameter penentuan mutu minyak goreng yang dilakukan pada penelitian ini
didasarkan oleh penentuan kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air, densitas,
Indeks bias dan viskositas. Minyak goreng yang digunakan berupa minyak goreng
bekas dari minyak curah dan minyak kemasan, kemudian diadsorpsi dengan
adsorben arang aktif tempurung kemiri dengan variasi suhu adsorpsi 30, 50, 70,
90, 110oC.
Berikut merupakan hasil analisa penentuan mutu minyak goreng bekas
yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4 brikut ini :
Tabel 4.3 Mutu minyak goreng bekas sebelum adsorpsi
No Jenis minyak ALB Kadar air Densitas Indeks Bias
(%) (%) (g/cm3)
1 Minyak goreng curah 0,554 6,38 0,9910 1,3781
2 Minyak goreng kemasan 0,490 0,81 0,9910 1,3597
Tabel 4.4 Mutu minyak goreng bekas setelah diadsorpsi dengan adsorben arang
aktif tempurung kemiri pada variasi suhu 30, 50, 70, 90, 110oC
a. Minyak goreng curah
No Suhu ALB Kadar air Densitas Indeks Bias
(oC) (%) (%) (g/cm3)
1 30 0,469 4,02 0,9902 1,3759
2 50 0,469 3,69 0,9899 1,3595
3 70 0,426 2,92 0,9905 1,3515
4 90 0,405 0,30 0,9906 1,3423
b. Minyak goreng kemasan
Karakterisasi penentuan mutu minyak goreng yang dilakukan pada
penelitian ini saling berkaitan satu sama lain, baik dari faktor yang mempengaruhi
kerusakan minyak pada saat pengolahan maupun saat proses penggorengan.
1. Penentuan kadar Asam lemak bebas (ALB)
Dari data pada tabel 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa kadar ALB minyak goreng bekas
berkurang pada sebelum dan setelah adsorpsi. Kadar ALB sebelum adsorpsi yaitu
0,554% untuk minyak goreng curah dan 0,490% untuk minyak goreng kemasan.
Kadar ALB setelah diadsorpsi dengan adsorben arang aktif tempurung kemiri
pada variasi suhu adsorpsi memiliki kadar ALB yang berkurang dengan
bertambahnya suhu adsorpsi. Didapat hasil terbaik ketika dilakukan pada suhu
90oC dimana untuk minyak goreng curah hasil sebesar 0,405 % dan untuk
minyak kemasan hasil sebesar 0,234%, hasil memenuhi SNI 3741:2013 standar
mutu minyak goreng mengenai syarat kandungan asam lemak bebas maksimal
0,3% hanya berlaku untuk minyak goreng kemasan. Tingginya persentase kadar
ALB ini diakibatkan karena faktor jenis minyak yang digunakan, adanya
pertukaran komponen air pada bahan pangan yang digoreng dengan minyak yang
digunakan, waktu penggorengan, dan suhu saat menggoreng, sehingga kadar asam
Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar asam lemak
bebas yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas ditunjukkan pada gambar 4.3
berikut ini:
Gambar 4.4. Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar asam
lemak bebas yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas
Dari grafik pada gambar 4.4 terlihat bahwa arang aktif mampu untuk
mengadsorpsi kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah. Untuk minyak
curah kadar ALB yang teradsorpsi paling tinggi dilakukan pada suhu 90oC sebesar
0,149% dan kadar ALB yang teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30oC
sebesar 0,085%. Sedangkan untuk minyak kemasan kadar ALB yang teradsorpsi
paling tinggi dilakukan pada suhu 90oC sebesar 0,256% dan kadar ALB yang
teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30oC sebesar 0,128 %. Dapat
disimpulkan bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi sebesar 15,34%
hingga 26,89 % kadar ALB untuk minyak curah dan 26,12% hingga 52,24%
kadar ALB untuk minyak kemasan. Pada hasil adsorpsi terlihat bahwa semakin
tinggi suhu maka adsorpsi semakin meningkat. Kemampuan adsorpsi ini
meningkat karena terjadinya reaksi antara kontaminan yang teradsorpsi dan
permukaan adsorben antara 2 kontaminan kimia yang dapat meningkatkan laju
reaksi. Laju reaksi akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi .
2. Penentuan kadar air
Dari data penelitian yang dihasilkan pada tabel 4.3 dan 4.4 didapatkan kadar air
pada minyak jelantah semakin menurun dari sebelum dan setelah adsorpsi. Hal ini
karena semakin tingginya suhu adsorpsi, sehingga daya serap adsorben arang aktif
tempurung kemiri semakin baik. Arang aktif mampu mengadsorpsi kadar air pada
minyak hingga suhu 90oC dimana untuk minyak curah dihasilkan kadar air
sebesar 0,30% dan untuk minyak kemasan 0,19%, hasil telah memenuhi SNI
3741:2013 standar mutu minyak goreng dengan nilai ambang batas maksimal
0,3%. Dari hasil menunjukkan bahwa proses adsorpsi yang berlangsung semakin
baik dan semakin banyak pula kadar air yang diserap oleh adsorben.
Pada suhu 110oC nilai kadar air tidak dapat turun lagi hal ini dikarenakan
pada suhu yang semakin tinggi mendekati titik didih air yaitu 100o C, tekanan uap
murni minyak semakin tinggi, sehingga pori-pori arang aktif tempurung kemiri
sulit untuk mengikat air pada minyak dimana hal ini sesuai dengan persamaan
hukum Roult yang berbunyi “ Tekanan uap parsial dari tiap-tiap komponen dalam
larutan sama dengan tekanan uap komponen tersebut dalam keadaan murni kali
fraksi molnya”. Semakin tinggi suhu, maka tekanan uap murninya juga semakin
tinggi sehingga tekanan parsialnya juga semakin tinggi.
Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar air yang
Gambar 4.5. Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar air yang
teradsorpsi pada minyak goreng bekas
Dari kurva pada gambar 4.5 terlihat bahwa arang aktif mampu untuk
mengadsorpsi kadar air pada minyak goreng bekas. Untuk minyak curah kadar air
yang teradsorpsi paling tinggi dilakukan pada suhu 90oC sebesar 6,08% dan kadar
air yang teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30oC sebesar 2,36%.
Sedangkan untuk minyak kemasan kadar air yang teradsorpsi paling tinggi
dilakukan pada suhu 90oC sebesar 0,62% dan kadar air yang teradsorpsi paling
rendah dilakukan pada suhu 30oC sebesar 0,25 %. Dapat disimpulkan bahwa
arang aktif mampu untuk mengadsorpsi sebesar 36,9% hingga 95,29 % kadar air
untuk minyak curah dan 30,86% hingga 76,54% kadar air untuk minyak kemasan.
Pada hasil adsorpsi terlihat bahwa semakin tinggi suhu maka adsorpsi semakin
meningkat. Kadar air yang terbentuk pada minyak ini salah satu parameter untuk
meningkatkan kualitas minyak. Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun
hidrolisa minyak yang pada akhirnya menyebabkan ketengikan, jadi semakin
tinggi kadar air maka minyak semakin berkurang kualitasnya.