• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat

tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom

atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam. Proses adsorpsi

dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan

yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik

molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa

larutan kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan

menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan. Pada

adsorpsi interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan

adsorben (Tandy, E .2012).

2.1.1 Jenis – Jenis Adsorpsi

Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,

adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi

fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan

padatan ( Intermolekuler ) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul

fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan

adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan

(2)

permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh

adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Keseimbangan antara

permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat

reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas

permukaan dan ukuran pori.

b. Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara

molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan

Kovalen / Ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat

ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak

mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat

mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen

kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa

merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012).

2.1.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi

1. Jenis Adsorbat

a) Ukuran molekul adsorbat

Molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter

pori adsorben maka akan lebih cepat teradsorpsi.

b) Kepolaran zat

Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul polar dibandingkan dengan

molekul nonpolar pada kondisi diameter yang sama.

2. Suhu

Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben

terjadi pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat

eksoterm. Oleh karena proses adsorpsi adalah proses eksotermis, maka adsorpsi

akan berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara

(3)

kontaminan kimia tersebut, maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur

yang lebih tinggi.

3. Kelarutan Adsorbat

Jika sebuah molekul harus dipisahkan dari pelarut dan menjadi terikat

pada permukaan karbon. Senyawa yang dapat larut mempunyai ikatan yang kuat

terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit teradsorpsi dari pada senyawa-senyawa

yang tidak dapat larut.

4. Karakteristik Adsorben

Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik

penting adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin

kecil ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi, sehingga jumlah

molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben juga

merupakan karakterisasi penting dimana pada fungsinya adsorben yang lebih

murni akan lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang lebih baik

(Lestari, F.2009).

5. Pengadukan

Pengadukan mempengaruhi proses adsorpsi. Jika interaksi antara adsorbat

dan adsorben meningkat maka adsorpsi yang terjadi semakin cepat.

.

6. pH

pH untuk tempat adsorpsi berlangsung telah dibuktikan mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap besar adsorpsi. Adsorpsi dari banyak

senyawa-senyawa asam-asam organik didorong oleh pH yang tinggi. pH optimum untuk

(4)

2.2 Adsorben

Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung

terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu didalam

partikelnya. Karena pori- porinya biasa kecil maka luas permukaan dalam

mencapai beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar dan bisa sampai

2000 m2/gr. Dalam kebanyakan hal komponen yang diadsorpsi melekat

sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara

menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain

sehingga memungkinkan adsorbat yang dihasilkan dalam bentuk terkonsentrasi

atau hampir murni (Tandy, E. 2012).

2.2.1 Jenis – Jenis Adsorben

a. Adsorben tidak berpori ( Non- Porous Sorbent )

Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit

kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan

spesifiknya kecil tidak lebih dari 10 m2/g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g.

Adsorben yang tidak berpori seperti filter karet dan karbon hitam bergrafit adalah

jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga

luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.

b. Adsorben berpori ( Porous Sorbents )

Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000

m2/g. Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi

komponen. Adsorben ini umumnya berbentuk granular.

Klasifikasi pori menurut International Union Of Pure and Applied Chemistry

( IUPAC) adalah :

a) Pori – pori berdiameter kecil (Mikropores d < 2 nm )

b) Pori – pori berdiameter sedang ( Mikropores 2 < d <50 nm)

(5)

2.2.2 Kriteria Adsorben Untuk Menjadi Adsorben Komersil

Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial

adalah :

1. Memiliki permukaan dan unit massa yang besar sehingga kapasitas

adsorpsi akan semakin besar pula.

2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan.

3. Ketahanan struktur fisik yang tinggi.

4. Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun.

5. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi.

6. Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi ( Hendra, R. 2008).

Beberapa jenis adsorben berpori telah digunakan secara komersial antara lain

silika gel, zeolit, karbon aktif, dan alumina. Seperti pada gambar 2.1 dibawah ini:

silika gel zeolite karbon aktif alumina

Gambar 2.1 Contoh Adsorben Komersial

2.3 Karbon Aktif

Karbon aktif secara komersial diketahui pertama kali karena penggunaannya

sebagai Topeng Uap pada perang dunia I. Penerapan secara komersil arang kayu

digunakan dalam sebuah pabrik gula di Inggris. Karbon aktif merupakan adsorben

terbaik dalam sistem adsorpsi. Ini di karenakan arang aktif memiliki luas

permukaan besar dan daya adsorpsi tinggi sehingga pemanfaatannya dapat

(6)

dan ini terkait dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut. Karbon aktif adalah

material berpori dengan kandungan karbon 87% - 97% dan sisanya berupa

hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif merupakan karbon yang

telah diaktivasi sehingga terjadi pengembangan struktur pori yang bergantung

pada metode aktivasi yang digunakan. Struktur pori menyebabkan ukuran molekul

teradsorpsi terbatas, sedangkan bila ukuran partikel tidak masalah, kuantitas

bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif ( Austin, 1996).

Perbedaan antara karbon dan karbon aktif adalah pada bagian

permukaannya. Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon

yang menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif

bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta porinya terbuka sehingga

dapat melakukan penyerapan. Kemampuan adsorpsi arang aktif tidak hanya

bergantung pada luas permukaannya saja tetapi juga struktur pori-pori arang aktif

(Wibowo, S. 2011). Kualitas arang aktif dapat dilihat dari Standar Nasional

Indonesia pada tabel 2.1 dibawah ini :

(7)

2.3.1 Jenis – Jenis Karbon Aktif

1. Karbon aktif untuk fasa cair

Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk dan biasanya dibuat dari

bahan yang memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara, lignit, dan bahan

yang mengandung lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif ini banyak

digunakan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair

misalnya untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam

berbahaya pada proses pengolahan air.

2. Karbon aktif untuk fasa uap

Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran / granula. Karbon aktif

jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih besar seperti

tempurung kelapa, batu bara, cangkang kemiri, dan residu minyak bumi. Karbon

aktif jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas

hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx (Shofa, 2012).

2.3.2 Kegunaan Arang Aktif

Terdapat beberapa kegunaan arang aktif yaitu :

a. Untuk gas

1. Pemurnian gas

Desulfurisasi, menghilangkan gas racun, bau busuk, asap, menyerap racun.

2. Pengolahan LNG

Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan reaksi gas.

3. Katalisator

Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan vinil asetat.

4. Lain- lain

(8)

b. Untuk zat cair

1. Industri obat dan makanan

Menyaring dan menghilangkan warna, bau, dan rasa yang tidak enak pada

makanan.

2. Minuman ringan dan minuman keras

Menghilangkan warna dan bau pada arak / minuman keras dan minuman

ringan.

3. Kimia perminyakan

Penyulingan bahan mentah, zat perantara.

4. Pembersih air

Menyaring dan menghilangkan bau, warna dan zat pencemar dalam air

sebagai pelindung atau penukar resin dalam penyulingan air.

5. Pembersih air buangan

Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemaran.

6. Penambakan udang dan benur

Pemurnian, menghilangkan bau dan warna.

7. Pelarut yang digunakan kembali

Penarikan kembali berbagai pelarut sisa metanol, etil asetat, dan lain- lain

(Kurniati, E. 2008).

2.3.3 Proses Pembuatan Arang Aktif

a. Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses penghilangan air dalam bahan baku karbon aktif

dengan tujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi dan dilakukan dengan

cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari / memanaskannya dalam oven.

b. Karbonisasi

(9)

1. Pada suhu 100 – 120oC terjadi penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai

terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan sedikit

metanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 270 oC.

2. Pada suhu 270 – 310oC reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi

peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas kayu dan

sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti

asam cuka dan metanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.

3. Pada suhu 310 – 500oC terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar

sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas

CO dan CH4 dan H2 meningkat.

4. Pada suhu 500- 1000o C merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar

karbon (Sudrajat,1994).

Dari penjelasan diatas didapatkan bahwa pada proses karbonisasi

berlangsung terdapat gas-gas yang terbakar seperti CO, CH4 dan H2, Formaldehid,

Asam Formiat, dan Asam asetat serta gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2,

H2O dan tar cair akan dilepaskan (Borman, G, L. 1998).

c. Aktivasi

Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan dan daya

adsorpsi karbon aktif. Pada proses ini terjadi pelepasan hidrokarbon, tar, dan

senyawa organik yang melekat pada karbon tersebut. Proses aktivasi terdapat 2

jenis yaitu :

1. Aktivasi Fisika

Pada aktivasi secara fisika, karbon dipanaskan pada suhu sekitar 800 – 1000oC

dan dialirkan gas pengoksida seperti uap air, oksigen / CO2. Gas pengoksida akan

bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon monoksida dan hidrogen untuk

gas pengoksida berupa uap air. Senyawa-senyawa produk samping pun akan

(10)

adsorpsi. Klasifikasi karbon dengan uap air dan CO2 terjadi melalui reaksi bersifat

endotermis berikut ini :

C + H2O → CO + H2 ( 117 kj/mol)

C + CO2 → 2 CO ( 159 kj / mol )

Sedangkan aktivasi fisika dengan oksigen melalui reaksi bersifat

eksotermis berikut ini :

C + O2 → CO2 ( -406 kj / mol )

Pada aktivasi fisika terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang

besar karena adanya pembentukan struktur karbon. Namun pada aktivasi fisika

seringkali terjadi kelebihan oksida eksternal sewaktu gas pengoksida berdifusi

pada karbon sehingga terjadi pengurangan ukuran adsorben. Selain itu, reaksi sulit

dikontrol (Marsh, 2006).

2.Aktivasi kimia

Menurut Ioannidou, O. dan Zabaniotou, A. (2006), proses aktivasi dilakukan

dengan menggunakankan bahan kimia sebagai agen pengaktif. Aktivasi arang

dilakukan dengan merendam arang kedalam larutan kimia seperti NaCl, ZnCl2,

KOH, KCl, H3PO4, dan K2CO3 Sehingga bahan kimia akan meresap dan

membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit tar dan volume

kontraksi pada proses karbonisasi.

Pada proses aktivasi karbon atau arang dipanaskan dengan suhu tinggi

dalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas Inert. Saat ini terjadi proses

lanjutan pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan senyawa hidrokarbon sisa

karbonisasi keluar dari permukaan karbon sebagai akibat gas suhu tinggi dan

adanya aliran gas inert, sehingga akan dihasilkan karbon dengan luas permukaan

(11)

2.4. Kemiri

Tanaman kemiri (Alleurites Moluccana) termasuk suku Euphorbiacea. Ketinggian

tanaman dapat mencapai 40 meter dan diameter batang bagian bawah dapat

mencapai 1,25 meter. Tanaman kemiri ada yang berumah satu dan ada pula yang

berumah dua. Disebut berumah satu jika pada satu pohon terdapat bunga jantan

yang mengandung benang sari dan terdapat pula bunga betina yang mengandung

putik. Disebut berumah dua jika pada satu pohon hanya terdapat bunga-bunga

jantan saja, atau hanya terdapat bunga-bunga betina saja.

Buah kemiri termasuk buah batu, berbentuk bulat telur dan ada bagian

yang menonjol kesamping. Daging buahnya kaku dan mengandung 1-2 biji yang

diselimuti oleh kulit biji yang keras. Kemiri merupakan salah satu pohon

serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas didunia. Tanaman kemiri banyak

dibudidayakan diprovinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,

Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan barat, Kalimantan selatan,

Kalimantan timur, Bali , Sulawesi Selatan, Maluku, dan NTT (Sunanto, H. 1994).

2.5 Kegunaan Kemiri

Tanaman kemiri merupakan tanaman industri, sebab produk yang dihasilkan dapat

dipakai untuk bahan berbagai barang industri. Kayunya yang ringan dapat

digunakan untuk bahan pembuat perabot rumah tangga atau bahan industri lain

seperti korek api dan kotak korek api. Batang kemiri juga dapat dimanfaatkan

untuk pembuatan bahan pulp ( bahan pembuatan kertas). Biji kemiri mempunyai

tiga bagian, yaitu lapisan tipis pelapis biji, cangkang kemiri, dan biji dalam

kemiri. Bagian biji dalam kemiri yang berwarna putih sangat banyak mempunyai

manfaat diantaranya adalah sebagai bahan obat-obatan tradisional, sebagai

rempah-rempah, dan untuk perawatan rambut khususnya untuk memanjangkan

rambut. Didalam biji banyak sekali mengandung kadar minyak, minyak yang

diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan

(12)

Tempurung kemiri biasa dimanfaatkan untuk bahan bakar nyamuk.

Berdasarkan penelitian tempurung kemiri dapat dibuat sebagai produk karbon

aktif. Tempurung kemiri yang telah lama terpendam di tanah dapat dimanfaatkan

sebagai sumber pupuk N, P dan K ( Sinaga. J. 2010 ). Gambar dan komponen

kimia tempurung kemiri dapat dilihat pada gambar 2.2 dan tabel 2.2 dibawah ini :

Gambar.2.2 Tempurung kemiri

Tabel 2.2 Komponen kimia tempurung kemiri

No Komponen Kadar (%)

1 Holoselulosa 49,22

2 Pentosa 14,22

3 Lignin 54,46

4 Ekstraktif

- Kelarutan dalam air dingin 1.96

- Kelarutan dalam air panas 6,18

- Kelarutan dalam alkohol : Benzen (1 : 2) 2,69

5 Kelarutan dalam NaOH 1% 17,14

6 Abu 8,73

(13)

Lignin merupakan komponen kimia yang terkandung dalam tempurung

kemiri dimana, Lignin merupakan komponen kimia yang dalam tumbuhan yang

selalu bergabung dengan selulosa dan bukan merupakan karbohidrat, melainkan

didominasi oleh gugus aromatis berupa fenil propana. Didalam struktur jaringan

kayu, lignin terutama terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel primer.

Zat ekstraktif merupakan komponen kimia non struktural didalam sel

organ tumbuhan. Jumlah bahan ekstraktif yang terdapat dalam tumbuhan

tergantung pada jenis tumbuhan dan letaknya dalam bagian tumbuhan. Komponen

utama dari tempurung kemiri larut dalam air dingin yaitu: karbohidrat, protein,

dan garam-garam organik. Komponen kimia yang larut dengan air panas yaitu:

tanin, getah gula, bahan pewarna dan pati sedangkan komponen kimia yang larut

dalam alkohol benzen yaitu: lilin, lemak, resin, minyak, dan tanin serta komponen

lain yang tidak larut dalam eter. Abu merupakan komponen penyusun sel

tumbuhan yang tidak larut dalam air / pelarut organik. Kandungan abu tempurung

kemiri sangat tinggi yaitu 8,73% (Fengel, D, 1995).

2.6 Karakteristik Arang Aktif Tempurung Kemiri 2.6.1 Rendemen Arang aktif (%)

Rendemen merupakan karakteristik dari proses kualitas arang aktif yang

dihasilkan. Dimana tujuan dari rendemen ini untuk mengetahui jumlah arang yang

dihasilkan pada saat proses adsorpsi karbonisasi dan proses aktivasi.

Penentuan Rendemen (%) dapat dihitung dengan persamaan 2.3 sebagai

berikut :

Rendemen arang aktif (%) = �

� × 100% (2.3)

Keterangan :

α = Berat sampel sebelum aktivasi (g)

(14)

2.6.2 Kadar Air ( %)

Salah satu sifat kimia dari arang aktif yang mempengaruhi kualitas arang aktif

yaitu kadar air. Pengujian kadar air dilakukan dengan cara memanaskan arang

aktif sebanyak 2 gram pada suhu 110oC selama 3 jam kemudian didinginkan

dalam desikator lalu ditimbang hasilnya. Kadar air dihitung dengan persamaan 2.4

berikut :

Kadar air (%) =

�−�

x 100 % (2.4)

Keterangan : α = berat sampel sebelum pemanasan (g) b = berat sampel sesudah pemanasan (g)

2.6.3 Kadar Abu (%)

Kadar abu dilakukan dengan cara memanaskan arang aktif sebanyak 2 gram

didalam tanur pada suhu 750oC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator

selama 1 jam kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dilihat pada persamaan 2.5

berikut :

Kadar abu (%) =

x 100%

(2.5)

Keterangan :

α = berat sisa sampel (g)

b = berat awal sampel (g) ( Nur, R. 2013)

2.6.4 Scaning Electron Microscope (SEM)

Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan

sampel dimana mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium

dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 torr dengan

menggunakan mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 series. Selanjutnya

(15)

sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental

dapat dideteksi oleh detektor scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian

listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4

menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke

dalam spesimen chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan

pemotretan. Hasil pemotretan dapat disesuaikan dengan perbesaran yang

diinginkan (Harahap, M. 2012).

2.6.5 Particle Size Analyzer (PSA)

Seiring bertambahnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah pada era

nanoteknologi. Para peneliti menggunakan Laser Diffraction (LAS), dimana

metode ini dinilai lebih akurat untuk dibandingkan dengan metode analisa gambar

maupun metode ayakan terutama sampel dalam orde nanometer/submikron. Salah

satu contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer

(PSA) dimana metode LAS dibagi menjadi 2 yaitu :

• Metode basah, dimana metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material uji

• Metode kering, dimana metode ini memanfaatkan udara / aliran udara

untuk melarukan partikel dan membawanya ke senzing zone.

Keunggulan dari Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran

partikel antara lain yaitu :

1) Lebih akurat, pengukuran partikel dengan PSA lebih akurat dibandingkan

dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD/SEM. Hal ini

dikarenakan partikel didispersikan kedalam media sehingga ukuran

partikel yang terukur adalah ukuran dan single particle.

2) Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi sehingga dapat menggambarkan

keseluruhan kondisi sample.

(16)

Pengukuran partikel dengan PSA biasanya menggunakan metode basah.

Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering.

Pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk

sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki

kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersi

kedalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal).

Dengan demikian untuk partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle.

Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran

dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel

(17)

2.7 MINYAK

Minyak merupakan trigliserida tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair

pada suhu kamar (25oC) dan lebih banyak mengndung asam lemak tidak jenuh

sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut

dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun,

minyak jagung, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari

hewan, misalnya minyak ikan sarden, minyak ikan paus dan lain-lain

(Ketaren,1986).

Syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini:

Tabel 2.3 : Syarat Mutu Minyak Goreng

No Kriteria Uji Persyaratan

1 Bau Normal

9 Angka Penyabunan 196-206

10 Titik Asap min 200oC

(18)

2.8. Komposisi Minyak Goreng Curah dan Minyak Goreng Kemasan

Minyak goreng curah berbeda dengan minyak goreng bermerek seperti Filma,

Bimoli, Prima dan sebagainya. Karena minyak goreng bermerek dua kali

penyaringan, sedangkan minyak goreng curah proses penyaringan hanya satu kali

sehingga dari warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih

jernih dibanding minyak goreng curah. Begitu juga kandungan yang terdapat

antara minyak curah dan minyak kemasan. Dari segi kandungan, minyak curah

kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak

kemasan. Namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak

berlebihan dan tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat

hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan,

sangat tidak baik bagi kesehatan. Minyak curah hanya mengalami penyaringan

sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft stearin (minyak fraksi padat)

pada tingkat tertentu. Oleh karena itu minyak curah biasanya lebih keruh

dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan kebersihannya

kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Tidak ada salahnya menggunakan

minyak goreng curah, hanya saja kadar kebersihannya berbeda dengan minyak

kemasan dan minyak kemasan kadar lemaknya lebih rendah. Minyak goreng

kemasan umumnya melalui proses produksi lebih lama dibanding minyak curah

karena mengalami beberapa proses. Proses produksi sedikit banyak

mempengaruhi kualitas minyak goreng yang dihasilkan baik secara fisik maupun

secara kandungan gizi (Dewi, M. T. I dan Hidayati, N. 2012).

Kerusakan minyak goreng dapat terjadi selama proses penggorengan, hal ini

akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang

digoreng. Beberapa penyebab kerusakan pada minyak goreng yaitu:

1. Kerusakan karena hidrolisa dimana awal prosesnya terdapat di pabrik.

Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan

berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu

tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan yang

(19)

Berikut merupakan proses hidrolisis yang terjadi pada minyak goreng

yang ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut ini :

O ║

CH2OCR CH2OH

O O O

║ ║ ║

CH2OCR + H2O CH2OCR + RCOH

O O

║ ║

CH2OCR CH2OCR

Trigliserida Air Digliserida Asam Lemak Bebas

CH2OCR CH2OH

CHOH CHOH + Asam lemak bebas

O ║

CH2OCR2 CH2OH

Gambar 2.3. Reaksi hidrolisis pada minyak goreng ( Ketaren, 2008 )

2. Kerusakan karena oksidasi ini dapat terjadi karena otooksidasi radikal

asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai dari

pembentukan radikal bebas yang disebabkan karena faktor yang

mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, dll. Akibat dari kerusakan

minyak karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak maupun

rasa dan aroma. Proses oksidasi minyak goreng ditunjukkan pada gambar

(20)

H H H H H H H H

Gambar 2.4. Proses oksidasi minyak goreng ( Winarno. 2002 ).

3. Kerusakan polimerisasi biasanya terbentuk pada saat minyak dipanaskan

dimana dapat membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang

kental dan berbuih di dasar tempat penggorengan. Kerusakan karena

hidrolisis terjadi akibat inteaksi antara air dengan lemak yang

menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak, yang

menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Desminarti, S. 2007).

Asam lemak bebas adalah hasil reaksi antara air dan lemak. Meningkatnya

persen dari asam lemak bebas pada waktu penggorengan adalah terutama jumlah

uap dari makanan selama proses penggorengan dan suhu penggorengan. Asam

lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sangat

merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen dan

kualitas minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan

terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak. Angka asam pada minyak dan

lemak menunjukkan kandungan ALB yang mempengaruhi kualitas minyak dan

lemak. Keberadaan asam lemak bebas dalam lemak / minyak biasanya dijadikan

(21)

terjadi pada proses penggorengan. Pembentukan asam lemak bebas akan

mempercepat kerusakan oksidatif lemak/ minyak karena asam lemak bebas lebih

mudah teroksidasi. Angka asam ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu

dengan cara mereaksikan lemak / minyak dengan basa KOH / NaOH (Kusnandar,

F. 2010). Asam lemak berdasarkan kejenuhannya ditunjukkan pada tabel 2.4

dibawah ini :

Tabel 2.4 Asam lemak berdasarkan kejenuhannya

No. Jenis asam lemak Rumus molekul Sumber (asal) 1 Asam Lemak Jenuh

a. Asam Butirat CH3 (CH2)2COOH Lemak susu sapi

b. Asam Palmitat CH3(CH2)14COOH Lemak hewani dan nabati

c. Asam Stearat CH3(CH2)16COOH Lemak hewani

dan nabati 2 Asam lemak tidak Jenuh

a. Asam Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH Minyak kacang

dan jagung

b. Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH Lemak hewani

dan nabati

c. Asam Linoleat CH3(CH3)4CH=CHCH2CH=CH Minyak biji

(CH2)7COOH kapas

d. Asam Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CH Minyak Perilla

CH2 = CH(CH2)7COOH

Sumber: Ketaren,1986.

Air pada minyak goreng berada dalam bentuk koloid yang distabilkan

adanya protein dalam minyak goreng, sehingga untuk meningkatkan kualitas

minyak goreng maka keberadaan air harus direduksi seminim mungkin. Pelepasan

molekul air pada minyak goreng dapat dilakukan dengan pemanasan akan tetapi

(22)

terputusnya ikatan trigliserida. Adanya air pada minyak goreng dapat

menyebabkan terurainya bentuk trigliserida menjadi asam lemak bebas yang dapat

bereaksi lebih lanjut menjadi aldehid dan keton yang merupakan salah satu

penyebab terjadinya ketengikan pada minyak.

Massa jenis yang terdapat pada minyak goreng merupakan salah satu

standar kualitas minyak, dimana massa jenis minyak goreng ini bergantung dari

berat molekul penyusunnya dan derajat ketidak jenuhannya. Massa jenis minyak

goreng bekas tergantung dari kadar air dan kadar kotoran yang tidak larut selama

proses penggorengan dimana dengan menguji massa jenis dari minyak dapat

diketahui tingkat kemurnian dan kejernihan dari minyak yang dihasilkan

Indeks bias merupakan suatu derajat penyimpangan dari cahaya yang

dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak

dipakai untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak atau

lemak. Refraktometer Abbe mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan

pada suhu 25oC. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi,

dilakukan pada temperatur 40oC dan 60oC. Selama pengukuran temperatur harus

dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak

dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan

rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan

meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari

Gambar

Gambar 2.1 Contoh Adsorben Komersial
Tabel 2.2 Komponen kimia tempurung kemiri
Tabel 2.3 : Syarat Mutu Minyak Goreng
Gambar 2.3. Reaksi hidrolisis pada minyak goreng ( Ketaren, 2008 )
+3

Referensi

Dokumen terkait

Oleh demikian dalam kajian yang dijalankan oleh penyelidik ini, sebuah aplikasi mudah alih ( apps ) akan direka bentuk berdasarkan strategi pembelajaran

[r]

Mohon maaf untuk setiap download hanya 5 nomor soal, silahkan anda ulangi download untuk mendapatkan soal lebih lengkap. Jika anda ingin melihat kunci jawaban silahkan berkunjung di

Mohon maaf untuk setiap download hanya 5 nomor soal, silahkan anda ulangi download untuk mendapatkan soal lebih lengkap. Jika anda ingin melihat kunci jawaban silahkan berkunjung di

g.. LPMP Kepulauan Bangka Belitung a.. PPPPTK Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling Jakarta a. PPPPTK Bisnis dan Pariwisata Jakarta a.. PPPPTK Bidang Mesin &amp; Teknik

Dalam penelitian ini, terdapat 3 (tiga) aspek utama yang dianalisis, yaitu peraturan yang digunakan dalam melindungi hak-hak konsumen pada saat terjadi kepailitan

Bayi BBLR kurang bulan mengalami peningkatan risiko terhadap infeksi karena cadangan imunologlobulin maternal menurun, kemampuan untuk membentuk antibodi rusak dan sistem

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Hubungan Asuhan Keperawatan dengan Pengambilan Keputusan Memilih Pelayanan Rawat Inap di RSUD Panembahan