• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan

Keberhasilan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan desa pada khususnya tidak hanya ditentukan oleh pemerintah dan aparatnya melainkan juga oleh besarnya pengertian, kesadaran dan pertisipasi seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi yang dimaksud seperti apa yang dirumuskan oleh Buya Hamka (aktivis dan sastrawan Indonesia) mengemukakan bahwa: Partisipasi adalah mengambil bagian atau turut menyusun, turut melaksanakan dan turut bertanggung jawab. Mencermati kutipan tersebut, maka dapat kita ketahui ada enam hal yang pokok yang perlu kita kembangkan bila ingin memperoleh partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Adapun keena

m hal tersebut adalah kesadaran, minat, kreatifitas, merencanakan atau menyusun dan melaksana kan.

Dewasa ini diharapkan partisipasi masyarakat akan muncul dan tumbuh dari bawah sebagai inisiatif dan aktifitas yang lahir dari rasa tanggung jawab warga masyarakat dalam pembangunan pedesaan /kelurahan yang pada partisipasinya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Seperti yang dikemukakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010, pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dengan mempertimbangkan:

a. relevansi pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, di setiap tahapan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah;

b. kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur pemerintahan dan non pemerintahan dalam pengambilan keputusan;

c. adanya transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan serta melibatkan media massa;

d. keterwakilan seluruh segmen masyarakat, termasuk kelompok masyarakat rentan termarjinalkan dan pengarusutamaan gender;

e. terciptanya rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan pembangunan daerah; dan

f. terciptanya konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan, seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi, kebijakan dan prioritas program.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama ini mengarah pada peningkatan kesejahteraan hidup di masa yang akan datang terutama bagi generasi penerus. Tanggapan, pengertian dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan akan mempercepat terelisasi suatu tujuan. Hal itu dikarenakan potensi besar dalam pembangunan tergantung banyak pada potensi sumber daya manusia dan memiliki kemampuan yang besar. Untuk mendapatkan partisipasi masyarakat, terutama pada tingkatdesa harus diusahakan adanya perubahan sikap mental kearah perbaikan yang tanpa adanya tekanan-tekanan. Masyarakat juga harus merasa bahwa dalam pembangunan itu terdapat kebutuhan-kebutuhan mereka. Partisipasi dari segenap masyarakat merupakan syarat mutlak untuk terlaksananya kegiatan-kegiatan dalam pembangunan. Partisipasi menyebabkan terjalinnya kerjasama dalam masyarakat dan kerjasama ini perlu pengkoordinasian yang baik dari pimpinan, dalam hal ini dimaksudkan agar partisipasi tersebut berdaya guna secara efektif. Koordinasi akan berjalan dengan baik apabila komunikasi dalam masyarakat berjalan seimbang. Komunikasi yang dimaksudkan adalah komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.

Dalam masyarakat desa keadaan ini dapat terlaksana dengan baik apabila asas swadaya dan gotong-royong dilaksanakan secara massal dan menyeluruh dalam satu pola tertentu menggambarkan pencerminan kepentingan-kepentinganmasyarakat dan individu-individu yang mendukungnya. Dengan demikian apa yang dilaksanakan sebagai proses pembangunan adalah merupakan milik bersama yang harus di pelihara dan di pertanggung jawabkan demi kesejahteraan bersama. Tujuan-tujuan perencanaan pembangunan akan dicapai melalui perumusan dan pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan yang konsisten berdasarkan sistem prioritas.

Namun demikian berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan keterlibatan a ktif dari masyarakat pada umumnya. Tidak saja dari pengambil kebijakan tertinggi para perencan a, aparatur pelaksanaan operasional tetapi juga dari masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan mempunyai sifat yang penting. Hal ini senada dengan pernyataan Diana Conyers (1994:154-155) yaitu:

1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek pembangunan akan gagal.

2) Masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya karena mereka akan mengetahui secara langsung dan mempunyai rasa memiliki sebab terlibat langsung didalamnya.

3) Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Mereka pun mempunyai hak untuk memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Dan hal ini

sesuai dengan konsep man centered development, suatu pembangunan yang dipusatkan pada kepentingan manusia, jenis pembangunan yang diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai obyek pembangunan.

Dalam rangka meningkatkan keterlibatan atau partisipasi masyarakat, Bintoro Tjokroamidjojo (1997:207) berpendapat bahwa ada dua cara dalam perencanaan pembangunan:

a) Mobilisasi kegiatan-kegiatan masyarakat serasi untuk kepentingan-kepentingan pencapaian tujuan pembangunan dimana keterlibatan masyarakat lebih didasarkan atas hubungan satu arah dari atas kebawah.

b) Dengan meningkatkan aktivitas, swadaya dan swakarsa masyarakat itu sendiri.

2.6 Perencanaan Pembangunan Partisipatif

Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa rakyat atau masyarakat yang akan diuntungkan atau yang memperoleh manfaat dari perencanaan harus turut serta dalam proses perencanaan.

Dengan kata lain masyarakat menikmati produk perencanaan bukan semata-mata dari hasil perencanaan tetapi dari keikutsertaan dalam proses perencanaan. Prinsip kesinambungan menunjukkan bahwa perencanaan tidak hanya berhenti pada satu tahap, tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus menerus dan kesejahteraan.

Prinsip holistic menunjukkan bahwa masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi tetapi harus dilihat dari berbagai aspek dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat ditingkat lokal yang didalamnya rakyat memiliki identitas dan peranan sebagai partisipan.

Pendekatan ini menyadari arti penting partisipasi warga dalam perencanaan pembangunan.

a. Partisipasi warga dapat memberi rasa kepemilikan yang kuat dikalangan warga terhadap hasil-hasil pembangunan.

b. Warga makin sadar dan dewasa sehingga dapat memahami kompleksitas dari berbagai isu pembangunan.

c. Pilihan alternatif jalan keluar yang dikaji bersama merupakan pilihan teruji dari pada hal tersebut hanya menjadi tugas rutin segelintir orang dalam birokrasi.

d. Partisipasi warga dapat membuat efisiensi dan harga menjadi murah karena ada kontribusi nyata yang diberikan warga terhadap gerakan atau proses pembangunan tertentu.

e. Partisipasi warga dapat memperkokoh solidaritas sosial dan memperkecil jurang pemisah antar kelompok masyarakat.

f. Dapat menghormati dan mengapresiasikan perbedaan pandangan dan pandapat yang hidup didalam masyarakat sehingga menjadi kekuatan kolektif yang menuju pada kedewasaan masyarakat.

Fokus utama perencanaan partisipatif adalah memperkuat kemampuan rakyat dalam melaksanakan pembangunan. Melalui perencanaan partisipatif masyarakat menjadi semakin aktif, peduli terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi dan semakin memahami kompleksitas isu pembangunan. Kesadaran ini akan menjadi modal sosial yang sangat penting dalam mewujudkan kreatifitas dan inovasi dalam mendesain pembangunan. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan dan karenanya mengakui arti penting pilihan individual dan pembuatan keputusan yang terdistribusi.

Pendekatan ini mencapai tujuan pembangunan melalui proses pembelajaran sosial yang didalamnya individu berinteraksi satu sama lain menembus batas-batas organisasi dan dituntun oleh kesadaran kritis individual. Disamping itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan melahirkan solidaritas dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap pembangunan yang telah mereka rencanakan sendiri sehingga keresahan dan ketidakpuasan warga dapat ditekan seminimal mungkin. Gejolak sosial sangat kecil muncul diwilayah dimana partisipasi warga telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu komunitas.

Adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan wujud pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih otonom, demokratis dan partisipatif dalam pembangunan.

Undang-undang tersebut juga merupakan perwujudan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai aspirasi masyarakat berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014).

Pengembangan otonomi daerah tersebut merupakan pelaksanaan desentralisasi pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang bertumpu pada keterlibatan, kemampuan dan peran serta masyarakat di daerah. Adapun partisipasi masyarakat sekarang ini salah satunya diwujudkan dalam penyusunan rencana pembangunan di daerah. Sehingga dalam konsepnya, perencanaan pembangunan ini lebih terarah pada perencanaan dari bawah keatas (bottom up planning). Penjelasan diatas merupakan landasan munculnya sebuah model Perencanaan Pembangunan Partisipatif.

Model ini memiliki ciri-ciri bahwa pembangunan tersebut selalu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat (daerah atau kota) dan mendudukkan masyarakat sebagai

subyek dan obyek pembangunan. Dalam memahami pengertian Perencanaan Pembangunan Partisipatif ini, Agus Dody Sugiarto(2003:104) mengemukakan: “Perencanaan Pembangunan Partisipatif dapat diartikan sebagai suatu sistem perencanaan pembangunan yang dilakukan secara sadar dansistematis yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan.”

Berdasarkan pengertian diatas, Perencanaan Pembangunan Partisipatif merupakan sebuah konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Sumber-sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat yaitu kebijakan, program dan kegiatan pemerintah daerah yang didanai APBD dalam pencapaian sasarannya, melibatkan peran serta masyarakat baik dalam bentuk dana, material maupun sumber daya manusia dan teknologi.

2.7 Definisi Konseptual

Definisi konseptual dimaksudkan untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian atau persepsi antara maksud peneliti dan pemahaman pembaca. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa optimalisasi kinerja proses perencanaan pembangunan partisipatif adalah serangkaian upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan cara dan hasil kerja organisasi dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kondisi yang terbaik dalam rangka usaha mewujudkan tujuan perencanaan pembangunan partisipatif itu sendiri.

2.8 Hipotesis Kerja

Implementasi Tupoksi Bappeda dalam proses prencanaan pembangunan partisipatif di Kabupaten Tapanuli Utara Perilaku aktor politik dan perilaku institusi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 BENTUK PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deksriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010). Menurut Suharsimi Arikunto (1999:243-244) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Sedangkan menurut Sugiyono (1997:5) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka jenis atau tipe deskriptif kualitatif tepat dan sesuai dengan penelitian ini sebagai suatu studi awal yang tidak hanya menggambarkan sesuatu tetapi juga menafsirkan dan menganalisa data yang telah dikumpulkan,oleh karena itu penulis memilih jenis penelitian ini.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penulis memilih lokasi penelitian pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tapanuli Utara. Alasan pemilihan lokasi tersebut berdasarkan fungsi Kabupaten Tapanuli Utara dalam hal analisis dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Tapanuli Utara dan karena Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara merupakan instansi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam proses perencanaan pembangunan di Kabupaten Tapanuli Utara. Kantor Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara berada di Jalan Letjend.

S. Parman No 1B, Hutagalung Sialumpou, Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.

3.3 INFORMAN PENELITIAN

Dalam penelitian kualitatif subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan dengan sengaja, subyek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang akan diperlukan (Suyanto,2005). Adapun informan penelitian yang menjadi obyek penelitian ini yakni :

a. Informan kunci (key informan) yakni mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang di teliti. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekretaris Bappeda, Kepala bidang, dan Staf Bappeda.

b. Informan utama yakni mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang sedang di teliti. Adapun yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah Camat Tarutung, Kepala Desa Parbaju Julu, dan masyarakat yang menghadiri musrenbang.

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No Informan Penelitian Informasi yang dibutuhkan 1. Informan kunci

(key informan)

Sekretaris

Bappeda, Kabid, Staf Bappeda

12 Hal-hal yang menjadi tupoksi dalam perencanaan pembangunan partisipatif

2 Informan Utama Camat Tarutung, Kepala Desa Parbaju Julu, dan masyarakat yang

8 Hal-hal mengenai implementor yang merencanakan tentang proses pembangunan

menghadiri musrenbang

Jumlah 20

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara yaitu:

1. Teknik pengumpulan data primer, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian secara langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Teknik pengumpulan data primer ini dilakukan dengan cara:

a. Wawancara, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari para informan. Pengumpulan data dilakukan melalui pertanyaan secara lisan kepada informan secara sistematis dan teroganisasi, yang dilakukan oleh peneliti sehubung dengan masalah yang diteliti.

b. Pengamatan (Observasi)

Sering kali diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada subyek penelitian. Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek.

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka untuk mendukung data primer. Adapaun bentuk pengumpulan data sekunder yang dilakukan adalah

a. Studi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan atau foto-foto dan rekaman video yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

b. Studi kepustakaan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, majalah, dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

3.5 TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan dari para kunci utama. Teknik analisis data ini didasarkan pada kemapuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehungga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian dapat menarik kesimpulan.

Metode Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.

Menurut Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi di gunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu:

1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.

2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.

3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.

4. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh berbeda.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI UTARA

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu Kabupaten dari 33 Kabupaten/Kota si Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Tarutung yang terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi pengunungan Bukit Barisan pada Ketinggian 150-1.700 meter diatas permukaan laut dengan karakteristik wilayah yang bergelombang dan berbukit, dengan luas wilayah 3.800,31 km², jumlah penduduk sebanyak 290.864 jiwa, yang tersebar di 15 Kecamatan, 241 Desa dan 11 Kelurahan.

4.1.1 Keadaan Geografi dan Iklim

Secara Atronomis, Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada garis 1º 20’ - 2º 41’ Lintang Utara dan 98º05’ - 99º16’ Bujur Timur.

Dan berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Toba Samosir 2. Sebelah Timur : Kabupaten Labuhan Batu Utara 3. Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan

4. Sebelah Barat : Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah

Salah satu unsur cuaca/iklim adalah curah hujan. Kabupaten Tapanuli Utara yang berada pada rata-rata ketinggian 900 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memperoleh curah

hujan yang banyak. Selama Tahun 2014, terlihat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 351,60 mm.

4.1.2 Keadaan Topografi

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai Ketinggian 150-1.700 meter diatas permukaan laut, dengan perincian:

• Datar = 119,76 Km² (0 s/d 2%)

• Landai = 1.019,03 Km² (2 s/d 15%)

• Miring = 972,3 Km² (15 s/d 40%)

• Terjal = 1.682,62 Km² (40 s/d 44%)

4.1.3 Keadaan Demografi/Kependudukan

Keanekaragaman penduduk terdiri dari beberapa suku Batak Toba, Pakpak, Simalungun, Nias, Jawa, dan Mandailing yang menyebar hampir diseluruh Kecamatan. Masing-masing penduduk memeluk agama dan kepercayaan seperti Islam, Kristen Protestan, Katholik, dengan toleransi beragama diantara masyarakat terbina dengan baik.

Berdasarkan hasil sensus Penduduk 2014 jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 290.864 jiwa yang terdiri dari 143.794 jiwa laki-laki dan 140.070 jiwa perempuan dengan kepadatan penduduk relatif rendah rendah, yaitu 77 jiwa per kilometer persegi.

Sedangkan kontribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian adalah Pertanian, Perdagangan, Pegawai Negeri Sipil dan TNI serta sebagian kecil industri/kerajinan tangan.

4.1.4 Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara

Sebagimana implementasi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah guna kelancaran pelaksanaan pemerintah di Kabupaten Tapanuli Utara, perlunya perubahan manajemen yang semakin besar dan semakin kompleks sejalan dengan kewenangan daerah kabupaten. Kondisi yang muncul adalah kurangnya kebersamaan semangat kerja, enggan mengembangkan profesionalisme, penurunan mutu dan keterampilan aparat.

Keadaan tersebut telah membawa pengaruh terhadap peranan dan keberadaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tapanuli Utara.

Penekanan terhadap perencanaan pembangunan daerah terebut dalam fungsi perencanaan pembangunan (development function), perlu perhatian yang semakin besar, luas dan kompleks terutama akibat dari sesakan perubahan internal maupun eksternal.Sesuai dengan konteks “Community Development” pelaksanaan pembangunan dilakukan melalui 3 (tiga) pilar yaitu: peningkatan pemberdayaan dan pembekalan maka perencanaan pembangunan daerah mau tidak mau dituntut untuk lebih dapat mengembangkan mutu, profesionalisme, loyalitas, dan dedikasinya.

Berdasakan Permendagri Nomor 9 Tahun 1982 tentang pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah atas dasar peraturan Bupati Tapanuli Utara Nomor 40 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Kepala Badan, Bagian dan Subbagian Bidang, pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), maka tugas pokok Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara adalah membantu Kepala Daerah dalam seluruh tahapan proses perencanaan pembangunan daerah untuk menghasilkan perencanaan pembangunan daerah untuk

menghasilkan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang efektif dan sepadan, sedangkan fungsi Bappeda adalah:

a. Mengkaji, merumuskan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Jangka Menengah maupun Tahunan;

b. Mengkoordinasikan dan menyusun rencana program rencana program pembangunan daerah bersama unsur-unsur terbaik di daerah;

c. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bidang Pembangunan Di bawah koordinasi Sekretaris Daerah;

d. Melakukan pembinaan/bimbingan Perencanaan Pembangunan di daerah dengan pokok kegiatan sinkronisasi pembangunan;

e. Menyelenggarakan kegiatan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) di Statistik pembangunan;

f. Menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian serta pelaporan pembangunan daerah.

Dari penjabaran tugas pokok dan fungsi sebagaimana Peraturan BupatiTapanuli Utara

Dari penjabaran tugas pokok dan fungsi sebagaimana Peraturan BupatiTapanuli Utara

Dokumen terkait