• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar

Sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia tergantung atas jaminan akses dan kontrol terhadap sumber daya alam, serta kelestarian maupun pemeliharaan lingkungan hidup sekitarnya. Kenyataan ini menyebabkan pentingnya keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam. Kunci penting tercapai

pengelolaan sumber daya alam yang lestari sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya, serta dukungan kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun daerah yang mengatur pengelolaan sumber daya alam dan kawasan konservasi secara adil.

Agar pengelolaan sumber daya alam ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka wajib menghormati hukum negara, hukum adat, konvensi internasional terkait dengan HAM, lingkungan dan konservasi yang telah diratifikasi oleh pemerintah. Prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Pengakuan atas hak dan kewajiban masyarakat

b. Pengakuan atas akses pengelolaan kawasan konservasi oleh masyarakat sebagai pendekatan utama dalam pengelolaan kolaboratif.

c. Didorongnya penerapan asas informasi dan persetujuan dari masyarakat atas berbagai kebijakan yang dilakukan di wilayah masyarakat oleh pihak pemerintah, pelaku usaha, dan pihak lain untuk kegiatan tertentu.

d. Diterapkannya mekanisme representasi yang proporsional bagi masyarakat

e. Didorongnya penerapan prinsip kehati-hatian dan pencegahan dini dalam aktivitas bersama masyarakat berkaitan dengan fungsi kawasan konservasi.

Dominasi peranan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam terutama hutan sangatlah penting. Hutan merupakan kawasan hutan yang berada di dalam wilayah yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan. Pada umumnya komunitas-komunitas masyarakat penghuni hutan di Indonesia memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni

Eksistensi kawasan hutan dan masyarakat adat pada dasarnya berangkat dari pandangan antrophosentris menuju tahap biosentris dan tataran ekosentris. Konsepsi ini didasarkan pada kearifan kebijaksanaan masyarakat timur yang bertumpu pada filsafat tertentu, dimana lingkungan biofisik tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan kehidupan sosiokultural masyarakatnya. Maka secara alami memberi kesempatan melindungi keanekaragaman.

a. Partisipasi pemerintah

Menurut undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yang di sebut dengan pemerintah daerah adalah kepala daera beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan exsekutif daerah. Partisipasi pemerintah daerah dalam mendukung suatu kebijakan pembangunan yang bersifat, partisipasi adalah sangat penting. Ini karena pemerintah daerah adalah instansi pemerintah yang paling mengenl potensi daerah dan juga mengenal kebutuhan rakyat setempat.

Dalam program konserpasi dan rehabilitasi pemerintah lebih berpartisipasi sebagai mediator dan fasilitator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang di tetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana diharapkan mampu mengambil inisiatif.

Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal-hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang-undang tersebut sepanjang tujuan awal

pembuatan undang-undang itu tidak dilanggar. Di mulai dari Sekarang Kesempatan tidak pernah datang dua kali, proses penyelamatan dan pencegahan kerusakan hutan nasional harus dimulai dari sekarang. Sebuah usaha besar yang akan menghabiskan banyak tenaga dan materi, untuk menerapkan sebuah metode pencegahan diperlukan kepedulian dan kesadaran dari semua pihak pada kondisi hutan kita saat ini. Alih fungsi lahan, illegal logging, pembakaran hutan untuk membuka lahan, dan sederet sikap pengrusakan hutan yang sudah dilakukan merupakan sebuah kesalahan besar.

Butuh waktu dan proses untuk menyadarkan semua pihak akan pentingnya penyelenggaraan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Sudah saatnya kebijakan yang diambil pemerintah tidak hanya berlandaskan profit atau laba, tapi juga ekologi, pemberdayaan masyarakat dan perencanaan yang berkelanjutan. Tidak akan pernah bisa dijalankan apabila paradigma di negara ini masih berorientasi pada permintaan pasar, dimulai dari ketegasan pemerintah dalam melindungi aset negara, partisipasi sektor privat dalam menjaga lahan produksinya agar tetap dapat melakukan aktivitas produksi, serta kepedulian masyarakat dalam memonitoring kelangsungan proses penghijauan kembali hutan nasional, dan menjaga hutan dari kerusakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, semua pihak mari kita mulai dari sekarang mengevaluasi diri kita sudahkah kita melestarikan dan menjaga hutan kita agar tetap utuh demi masa depan bangsa dan negara. Upaya untuk mencegah potensi-potensi kerusakan hutana melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan.

Partisipasi lain yang di lakukan pemerintah adalah mengadakan penyuluhan untuk memberikan penjelasan dan pengertian kepada masyarakat mengenai pelaksanaan pemeliharaan hutan yang di programkan oleh pemerintah melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberi penjelasan sekaligus pengertian atau pemahaman kepada masyarakat, sehingga dapat menimbulkan presepsi yang baik dan dapat mendukung kelancaran program pengelolaan hutan tersebut melalui partisipasi yang positif.

b. Faktor faktor yang mempengaruhi partisipasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi yaitu:

1. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya diri sendiri.

2. Faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama.

3. Kecenderungan untuk menyala artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah pada timbulnya presepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk sepertihalnya di beberapa negara.

4. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan.

5. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

Selain itu ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah:

a). Faktor kepemimpinan, dalam menggerakan partisipasi sangat di perlukan adanya pimpinan dan kualitas.

b). Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. c). Faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/

masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

Bentuk dan peran serta masyarakat akan sangat di pengaruhi oleh latar belakang masyarakat, mencakup karesteristik sosial ekonomi, dan lingkungan budaya dimana masyarakat bertempat tinggal. Semua ini erat pula kaitanya dengan tipe dan jenis proyek pembangunan diintroduksikan kepada masyarakat.

Mengelola hutan dengan melibatkan Masyarakat merupakan langkah awal yang harus di lakukan pemerintah daerah dengan mengikutsertakan masyarakat dalam mengelola hutan, pada saat ini saya akan melakukan audiensi bersama masyarakat setempat di berbagai daerah dan blusukan ke berbagai provinsi yang memiliki potensi besar dalam kehutanannya seperti sebelum kemerdekaan, pengelolaan kawasan hutan sudah dilakukan dengan arif dan bijaksana oleh masyarakat. Namun setelah itu, dilakukan penyeragaman pengelolaan kawasan sehingga masyarakat tidak leluasa lagi mengelola kawasannya. Belakangan, muncul upaya mengembalikan kearifan masyarakat dengan berbagai kegiatan. Bahkan, adanya pengakuan negara pada

hak kelola masyarakat. Konsep selaras dengan upaya pengakuan hak kelola masyarakat yang diakui negara dengan skema hutan nagari, hutan adat dan lain sebagainya, yang dikenal dengan skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM).

Adanya keterlibatan masyarakat dalam melindungi hutan memiliki tujuan agar keberlangsungan hutan tetap terjaga dengan baik dengan memadukan apek sosial, (termasuk religi, ekonomi, dan ekologi.). dengan membangun aturan dalam pengelolaan hutan, Dari aspek sosial bisa akan melihat dari segi struktur dan lembaga pengelolaan hutan, system penguasaan dan pemanfaatan lahan dan hutan. Sedangkan dari aspek ekologis yang akan berkaitan dengan aturan adat /hukum adat dalam pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya hutan serta pembagian kawasan menurut fungsinya. Adanya keterlibatan antar masyrakat akan membantu terlaksananya penanganan terhadap adanya illegalloging. dengan membuat suatu langkah yaitu rakyat bisa memnfaatkan hutan dengan efisien dan tidak berlebihan. sehingga ketika rakyat memiliki rasa kepedulian yang tinggi, kita tidak memerlukan adanya polisi hutan , adanya masyarakat setempat yang menjadi pengawasnya, dengan memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap kebermanfaatan hutan untuk kehidupannya yang sekarang dan dimasa yang akan datang , akan memberikan rasa kepedulian kepada masyarakat agar memelihara hutan untuk kelangsungan anak cucunya kelak.

Dukungan dari berbagai instansi masyrakat akan membantu proses tercapainya ide ide yang dikemukakan diatas, melalui adanya forum forum diskusi baik dari skala nasional, provinsi, kabupaten atapun tingkat kota madya yang akan membahas tentang permasalahan kehutanan di berbagai wilayah di indonesia dengan berbagai cara, salah satunya yaitu melibatkan masyarakat dalam menangani permasalahan tersebut. Perpaduan alam dan kebudayaan masyarakat setempat menjadi dasar akan adanya rasa ingin menjaga agar hutan tetap lestari Tetapi perlu di tekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam penuh dengan resiko. Pengelolaan yang keliru dapat berakibat lebih buruk dibandingkan tanpa pengelolaan maka dari itu masyarakat harus menjaga dan melindungi hutan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawap dan pemerinta harus tegas untuk menindak tegas para pulaku pembalakan liar yang merusak hutan.

c. Pengertian Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah ilustrasi air laut dan memelihara kesuburan tanah (UU RI No 41 tahun 1999). Sedangkan menurut Derektorat Bina Program Kehutanan (1981), Hutan lindung di defenisikan sebagai kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisik wilayahnya perlu di bina dan di pertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk kepentingan hidrologi (mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah) baik dalam kawasan

hutan yang bersangkutan maupun di luar kawasan hutan yang di pengaruhinya. Apabila hutan lindung di ganggu, maka hutan tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan bencana alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor.

d. Fungsi Hutan lindung

a. Sebagai pengatur tata air, pencegah bencana banjir dan erosi, dan memelihara kesuburan tanah

b. Sebagai kawasan perlindungan system penyangga kehidupan  Tujuan pengelolaan hutan lindung ialah:

1.Terjaminnya keutuhan kawasan hutan lindung

2.Tercapainya pendayagunaan fungsi dan peranan hutan lindung dengan terkendalinya tata air dan terwujudnya system penyangga kehidupan yang berkualitas.

 Prinsip dasar pengelolaan kawasan hutan lindung

1). Pendayagunaan potensi hutan lindung untuk kegiatan pemanfaatan air, pemuliaan, pengkayaan dan penangkaran, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyediaan plasma nutfah untuk budidaya oleh masyarakat setempat, diupayakan tidak merubah luas dan fungsi kawasan. 2). Dalam kawasan hutan lindung diperkenankan adanya kegiatan pemanfaatan tradisional berupa hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.

3). Sesuai fungsinya, dalam kawasan hutan lindung dapat di tempatkan

alat-alat pengukur klimatologi, misalnya penakar hujan dan stasiun pengamat aliran sungai (SPAS).

4). Dalam hutan lindung di bangun sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata alam terbatas.

5). Jika dijumpai adanya kerusakan vegetasi dan penurunan populasi satwa yang dilindungi undang-undang, dapat dilakukan kegiatan :

a. Pembinaan habitat dan pembinaan kawasan untuk kepentingan peningkatan fungsi lindung.

b. Rehabilitasi kawasan dengan jenis tunbuhan yang cocok dengan kondisi dan tipe tanah.

c. Pengurangan atau penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli kedalam kawasan hutan lindung.

 Kriteria Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung adalah

a. Kawasan hutan dengan factor-faktor kelas lereng, jenis tanah intensitas hujan

setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih

b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih dan atau

kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 m atau lebih.

 Aspek Hukum dan Kewenangan Pengelolaan Hutan lindung.

a. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 maupun PP No. 25 Tahun 2000 menegaskan “Kewenangan Daerah Atas Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung. PadaUndang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 10 dapat disimpulkan, bahwa daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya

dan bertanggungjawab untuk memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keputusan Presiden RI No 32/1990 tentang “Pengelolaan Kawasan Lindung” dapat disimpulkan bahwa untuk pemahaman fungsi dan manfaat kawasan lindung perlu diupayakan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemda Propinsi yang mengumumkan kawasan-kawasan tertentu sebagai kawasan lindung.

c. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25/2000 dapat disimpulkan pula, bahwa untuk pengelolaan kawasan hutan lindung yang terletak di pemerintahan kabupaten/kotamadya, Pemda Kabupaten atau Kotamadya dapat segera membuat Perda ataupun untuk sementara SK Kepala Daerah.

Dari beberapa uraian tentang aspek hukum pengelolaan suatu kawasan lindung terlihat bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan lindung berada di tangan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten. Akan tetapi dalam kaitannya dengan otonomi, PP No. 25 Tahun 2000 tidak tercantum adanya kewenangan pengelolaan hutan lindung pada Pemerintah Propinsi, maka pengelolaan hutan lindung berada di tangan pemerintah Kabupaten/Kota akan tetapi kewenangan tersebut baru efektif apabila pemerintah daerah propinsi, kabupaten maupun kotamadya telah membuat landasan hukumnya. Selain itu di dalam PP 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintaha di bidang kehutanan kepada daerah, dimana hutan Lindung diserahkan kepada daerah maka pada dalam rangka otonomi daerah perlu ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pengelolaan kawasan hutan lindung merupakan suatu tantangan bagi pemerintah daerah untuk dapat memberikan kontribusi kepada bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkualitas dan lingkungan yang nyaman serta menjawab komitmen Indonesia terhadap dunia internasional. Peluang untuk pengembangan model-model pengelolaan masih sangat terbuka dan sangat beragam tergantung pada kesepakatan para pihak diwilayah tersebut. Sekaligus mengeksplorasi potensi-potensi yang belum tergarap atau dikelola secara maksimal seperti kawasan hutan lindung. Mencegah kerusakan alam dan kerugian dari praktek-praktek illegal akibat tidak adanya pengawasan dan pengelolaan yang effektif. Sebaliknya dapat menjadi pilihan pekerjaan baik formal dan informal kepada masyarakat didalam dan disekitar kawasan hutan lidung.

Dokumen terkait