• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENERTIBAN PENEBANGAN LIAR DI KAWASAN HUTAN LINDUNG DI KECAMATAN CENDANA KABUPATEN ENREKANG. Disusun dan diusulkan oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENERTIBAN PENEBANGAN LIAR DI KAWASAN HUTAN LINDUNG DI KECAMATAN CENDANA KABUPATEN ENREKANG. Disusun dan diusulkan oleh"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN ENREKANG

Disusun dan diusulkan oleh

HAERUL ARDIN

Nomor Stambuk 105640085210

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENERTIBAN PENEBANGAN LIAR DI KAWASAN HUTAN LINDUNG DI KECAMATAN CENDANA

KABUPATEN ENREKANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh HAERUL ARDIN

Nomor Stanbuk : 105640085210

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

ii

PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat Dalam Penertiban Penebangan Liar Di Kawasan Hutan Lindung Di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

Nama Mahasiswa : Haerul Ardin Nomor Stambuk : 105640085210

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.H.Parakkasi Tjaija,M.Si Dr. Hj. Fatmawati,M.Si

Mengetahui:

Dekan ketua Jurusan

Fisip Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan

(4)

iii

PENERIMAAN TIM

Telah diterimah oleh TIM penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat Keputusan/undangan menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, Nomor: 1629/FSP/A.I-VIII/XI/37/2015 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar serjana (S.1) dalalam program studi Ilmu pemerintahan Di makassar pada hari sabtu tanggal 14 November 2015

TIM PENILAI

Ketua, Sekretaris,

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Drs. H.Muhammad Idris, M.Si

Penguji:

1. Dr. Jaelan Usman, M.Si (ketua) ( )

2. Dr. Hj. Fatmawati, M.Si ( )

3. Dr. Anwar Parawangi, M.Si ( )

(5)
(6)
(7)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Haerul Ardin Nomor Stambuk : 10564 00852 10 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernytaan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, Februari 2015 Yang Menyatakan,

(8)

v

limpahan rahmat dan karunia-Nya semoga kita senantiasa berada dalam lindungan- Nya. Teriring salam dan salawat pada junjungan Rasulullah SAW dan Keluarga yang dicintainya beserta sahabat-sahabatnya, sehingga skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam Penertiban Penebangan Liar Di Kawasan Hutan Lindung Di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang” dapat penulis selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyusun skripsi ini sebagai karya ilmiah yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar serjana pada program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyesunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya dapat dirampungkan sekalipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Drs. H. Parakkasi Tjaija,M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Fatmawati,M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(9)

vi

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak dan ibu Dosen serta seluruh staf di fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Untuk kedua orang tua penulis yaitu Ibu Hasriani dan Bapak Ardin yang selama ini selalu membimbing serta mengarahkan kearah yang lebih baik, dan telah memberikan dukungan moril serta pengorbanan materi selama ini dengan sabar mengajari penulis disetiap kesalahan-keslahan yang di perbuat oleh penulis. Untuk kasih sayang yang selalu diberikan penulis.

6. Serta teman-teman yang tidak bisa saya sebut satu per satu yang selalu memberi dukungan, bantuan, dan mutivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua pengalaman berharga dan kebersamaan yang kalian berikan selama ini.

Dengan segalah kerendahan hati, penulis mempersembahkan skripsi ini sebagai saham dalam dunia pendidikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan mendapatkan Ridho Allah Subhana Wa Taala, Amin. Wassalamu Alaikum Wr.

(10)

iv

(dibimbing oleh Parakkasi Tjaija dan Fatmawati)..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar. Penelitian ini telah dilaksanakan di Dinas Kehutanan yang berlokasi di Kabupaten Enrekang dan di Kecamatan Cendana selama kurang lebih dua bulan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskripsi kualitatif dengan informan sebanyak 9 orang. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kombinasi teknik pengumpulan data berupa: Observasi, Dokumentasi dan wawancara langsung kepada informan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang ialah : 1. Penanggulangan 2. Pemeliharaan 3. Pengawasan. Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya pembalakan liar di hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang ialah: Faktor pendukung yakni: adanya kemauan, adanya kemampuan dan adanya kesempatan sedangkan faktor penghambatnya adalah: sarana dan prasarana.

(11)

vi

Halaman Pengajuan Skripsi ... 1

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Konsep dan Teori 1. Pengartian partisipasi ... 9

2. Jenis partisipasi ... 11

3. Tingkatan partisipasi ... 13

4. Upaya penertiban penebangan liar ... 16

5. Partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar ... 22

B. Kerangka Pikir ... 33

C. Fokus Penelitian ... 35

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 37

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 37

D. Informan Penelitian ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

(12)

vi

hutan lindung di Kecamatan Cendan Kabupaten Enrekang ... 45 C. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat

dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di

Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang ... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 73 Daftar Pustaka ... 75

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Daftar informan ... 77

2. Lampiran 2 Pedoman wawancara ... 78

3. Lampiaran 3 Transkip wawancara ... 79

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah sebagai salah satu negara dengan luas hutan terbesar di dunia, yang sangat perlu melakukan konservasi dan pengelolaan hutan untuk kelestarian dan keseimbangan ekosistem alam di bumi. Berbagai jenis hutan yang ada di indonesia memiliki fungsi sebagai pencegah erosi dan tanah longsor, menyimpan, mengatur dan menjaga persedian dan keseimbangan air, menyuburkan tanah, sumber ekonomi, sebagai sumber plasma nutfah, dan mengurangi pencemaran udara.Tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, baik pada lingkup global maupun lingkup nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti laut, hutan, atmosfer, air, tanah, dan seterusnya bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri

Contoh yang konkrit terhadap masalah perilaku manusia tersebut menurut merdeka yang di terbitkan pada tanggal 11 Maret 2014 pukul 16:04 anggota Polda Enrekang sudah menetapkan 34 warga sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan. Sebagian dari warga tersebut diduga sengaja melakukan pembakaran lahan karena ingin menguasai lahan. Indonesia merupakan negara terkaya di dunia, yang meliputi kekayaan flora maupun fauna serta masyarakatnya yang multi etnis.

(15)

Hutan merupakan salah satu kekayaan yang sangat diperhitungkan, menurut Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012 dalam Indonesia memiliki hamparan hutan yang luas. Dengan luas hutan Indonesia sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia. Hutan Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia yang sangat penting peranannya bagi kehidupan isi bumi. Selain dari luasan, hutan Indonesia juga menyimpan kekayaan hayati. Berbagai flora dan fauna endemik hadir di hutan Indonesia menjadi kekayaan Indonesia, bahkan dunia. Kekayaan Indonesia tersebut tidak lepas dari manusia, sebaiknya masyarakat yang turut andil dalam melindungi hutan. Manusia adalah konsumen yang memanfaakan semua potensi yang ada di alam, yang tergantung bagaimana masyarakat tersebut memanfaatkan kekayaan alam Indonesia dengan bijak.

Tidak adanya kesinambungan antara Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 yang mengatur tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 309/Kpts-II/1999 yang mengatur tentang Sistem Silvikultur dan Daur Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi. Ketidaksinambungan kedua peraturan perundang-undangan tersebut terletak pada ketentuan mengenai jangka waktu konsesi hutan, yaitu 20 tahun dengan jangka waktu siklus Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), khususnya untuk hutan produksi yang ditetapkan 35 tahun. Hal demikian menyebabkan pemegang HPH tidak menaati ketentuan TPTI. Pemegang HPH tetap melakukan penebangan meskipun usia pohon belum mencapai batas usia yang telah ditetapkan dalam TPTI. Akibatnya,

(16)

kelestarian hutan menjadi tidak terjaga akibat illegal logging Lemahnya penegakan dan pengawasan hukum bagi pelaku tindak pidana illegal logging. Selama ini, praktek illegal logging dikaitkan dengan lemahnya penegakan hukum, di mana penegak hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi kayu.

Sedangkan untuk para cukong kelas kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah tebangan, masih sulit untuk dijerat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan beberapa pihak menyatakan bahwa Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) dianggap tidak memiliki “taring” untuk menjerat pelaku utama illegal logging, melainkan hanya menangkap pelaku lapangan. Di samping itu, disinyalir adanya pejabat pemerintah yang korup yang justru memiliki peran penting dalam melegalisasi praktek illegal logging.

Aktifitas dan produk perencanaan dalam pembangunan daerah merupakan kunci keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan pembangunan di Kabupaten Enrekang melalui partisipasi masyarakat dalam melindungi hutan. Perencanaan mampu menjamin bahwa pembangunan daerah menujuh ke arah yang tepat sesuai dengan tuntunan lingkungan internal dan eksternal. Di tunjang oleh sumber daya yang tersedia sektor kehidupan masyarakat menujuh ke arah pertumbuhan ekonomi di verifikasi kegiatan sosial, ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memenuhi hal itu di perlukan perencanaan yang tepat dan dapat di percaya dengan menggunakan berbagai metode dan prosedur yang dapat di

(17)

pertanggungjawabkan baik dalam aspek legal-formal maupun akademik sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Enrekang Nomor 5 tahun 2008.

Contohnya saja yang terjadi di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang masih sering terjadi penebangan liar di kawasan hutan lindung. Semua itu terjadi karena lemahnya peraturan pemerintah tentang penebangan ilegal. Permasalahan saat ini adalah sulitnya mengendalikan perambah untuk mengelolah lahan di dalam kawasan hutan, disebabkan karena masalah ekonomi. Hal ini akan terus berlanjut selama tidak adanya larangan dan tindakan tegas dari aparat yang terkait dengan pelestarian hutan lindung.

Untuk itu diperlukan data/informasi keadaan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan lindung dan tingkat partisipasinya, agar tetap melestarikan hutan lindung dan memanpaatkannya secara sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pengertian tentang partisipasi yaitu merupakan keterlibatan aktif individu atau masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, penerima manfaat serta monitoring dan evaluasi suatu kegiataan. Hutan lindung merupakan salah satu aset daerah dan negara yang bertujuaan untuk melestarikan keanekaragaman hayati spesifik sesuai habitatnya. Disamping itu hutan lindung mempunyai peranan penting dalam mengatur hidro-orologis daerah di sekitarnya dan dapat pula di manfaatkan untuk kepentingan budidaya, pemungutan hasil bukan kayu dan penggunaan jasa lingkungan.

Oleh karena itu pengelola hutan lindung dengan melibatkan masyarakat disekitarnya dapat membantu usaha pelestariaan hutan lindung. Apabila

(18)

masyarakat sampai batas tertentu dapat memenfaatkan potensi hutan lindung, maka masyarakat di harapkan dapat mempunyai tanggung jawap untuk memeliharanya, karena hutan lindung mempunyai manfaat langsung bagi kehidupan keluarganya Berangkat dari kompleksnya faktor penyebab kerusakan hutan di Indonesia dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat, untuk menyatukan visi dan misi seluruh stakeholders dalam menjaga eksistensi hutan di Negara ini.Jeda Penebangan Hutan adalah suatu metode pembekuan atau penghentian sementara seluruh aktifitas penebangan kayu skala besar (skala industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai. Lama atau masa diberlakukannya biasanya ditentukan oleh berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut.

Sebagai langkah awal dalam pencegahan kerusakan hutan nasional, metode ini dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak.Bentuknya dapat berupa reformasi hutan yang dilaksanakan oleh semua pihak sebgai bentuk partisipasi pemerintah, privat, dan masyarakat dalam melindungi hutan dari kerusakan. masyarakat dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, berikut adalah gambaran manfaat yang dapat diterima oleh stakeholder bila jeda penebangan hutan dilaksanakan saat ini,Pemerintah mendapatkan manfaat berupa jangka waktu dalam melakukan restrukturisasi dan renasionalisasi industri olahan kayu nasional, mengkoreksi over kapasitas yang dihasilkan oleh indsutri kayu, serta mengatur hak-hak pemberdayaan sumber daya hutan, dan melakukan pengawasan illegal logging bersama masyarakat.

(19)

Masyarakat mendapatkan keuntungan dengan kembali hijaunya hutan disekeliling lingkungan tinggal mereka, serta dapat terhindar dari potensi bencana akibat kerusakan hutan.selain dari keuntungan bagi stakeholders terkait jeda penebangan hutan juga bermanfaat dari segi ekologi, proses pembekuan sementara ini dapat menahan laju kerusakan hutan di Indonesia, serta dapat meningkatkan kapasitas oksigen di udara untuk mengurangi dampak dari pemanasan global. sebagai kebijakan awal yang dapat dilakukan adalah dengan penghentian pengeluaran ijin-ijin HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Hal ini diharapkan dapat menjadi upaya pencegahan awal, dengan ditutupnya „keran‟ ijin-ijin baru dapat mengurangi risiko bertambahnya areal hutan yang rusak, selain itu juga dapat dijadikan metode evaluasi terhadap HPH yang ada sebelumnya dalam mengelola kawasan hutan produksi. Sudah saatnya perencanaan pembangunan yang dimulai dari penjajakan pendapat dari masyarakat dilakukan.

Dalam proses ini evaluasi tentang kondisi hutan nasional dapat menghasilkan suatu upaya yang komprehensif dalam mencegah kehancuran hutan. Masyarakat adalah sosok yang berada di dalam siklus pengelolaan hutan dan sudah selayaknya pemerintah memberikan ruang yang lebih banyak dalam mendengarkan apresiasi masyarakat Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mampu menyediakan bahan-bahan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan keluarga.Sebaliknya masyarakat mengupayakan pengelolaan hutan agar dapat menjamin kesinambungan pemanfaatannya, bagi masyarakat hutan dan segala

(20)

isinya bukan sekedar komoditi melainkan sebagai bagian dari sistim kehidupan mereka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka pokok permasalahan penelitian ini di rumuskan sebagai brikut:

1. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang? 2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat partisipasi masyarakat

dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk partisipasi mayarakat dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang pendukung dan penghambat partisipasi mayarakat dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

D. Kegunaan penelitian 1. Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang keilmuan ilmu pemerintahan serta dapat di jadikan acuan untuk penelitian sejenis atau lebih lanjut.

(21)

2. Bagi peneliti

Dengan penelitian ini di harapkan peneliti dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan menambah pengalaman, wawasan serta belajar sebagai praktisi dalam menganalisis suatu masalah kemudian mengambil keputusan dan kesimpulan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, konsep dan teori

1. Pengertian parrtisipasi

Dalam ensiklopedi administrasi disebutkan bahwa arti dari kata “participation” adalah suatu aktivitas untuk membangkitkan perasaan diikutsertakan dalam kegiatan dalam kegiatan organisasi, atau ikut sertanya bawahan dalam kegiatan organisasi. Kata partisipasi di tinjau dari segi etimologi menurut Suwanto (1983) merupakan atau meminjam dari dari bahasa Belanda “participation” yang sebenarnya dari bahasa latin “participatio”. Perkataan participatio sendiri terdiri dari dua suku kata yakni pars yang berarti bagian dan capere yang berarti mengambil bagian. Parkataan “participatio” itu sendiri berasal dari kata kerja “participare” yang berarti ikut serta. Dengan demikian partisipasi mengandung pengertian aktif yakni adanya kegiatan atau aktivitas.

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan tewujud sebagai suatu kegiatan yang nyata apabilah terpenuhi oleh tiga paktor pendukung, yaitu : adanya kemauan, adnya kemampuan dan adanya kesempatan untuk berpartisipasi. Kemampuan dan kemauan barpartisipasi berasal dari bersangkutan warga atau kelompok masyarakat, sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang memberi kesempatan. Apabila ada kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari warga atau kelompok dalam suatu masyarakat, walaupun telah diberi kesempatan oleh negara atau

(23)

penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi tidak akan terjadih. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak ada ruang atau kesempatan yang di berikan oleh negara atau penyelenggarah pemerintahan untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak mungkin juga partisipasi masyarakat itu terjadi.

Dari uraian tersebut, diketahui unsur partisipasi adalah a. Harus ada tujuan bersama yang hendak di capai

b. Adanya dorongan untuk menyumbang atau melibatkan diri bagi tercapainya tujuan bersama

c. Keterlibatan masyarakat baik secara mental, emosi dan fisik

d. Harus adanya tanggung jawap barsama demi tercapainya tujuan kelompok

2. Jenis partisipasi

Berdasarkan sistem dan mekanisme partisipasi, Cohen dan Uphoff (1977), membedakan partisipasi dalam 4 jenis :

a. Participation indecision making adalah partisipasi masyarakat dalam

proses pembuatan keputusan dan kebijakan organisasi. Partisipasi dalam bentuk ini berupa pemberian kesempatan kepada masyarakat dalam mengemukakan pendapat dalam menilai suatu rencana atau program yang akan ditetapkan. Masyarakat juga di beri kesempatran untuk menilai suatu keputusan atau kebijaksanaan yang sedang berjalan. Partisipasi dalam pembbuatan keputusan adalah proses dimana prioritas-prioritas pembangunan dipilih dan dituangkan dalam bentuk

(24)

program yang disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan mengikutsertakan masyarakat, secara tidak langsung mengalami latihan untuk menentukan masa depannya sendiri secara demokratis.

b. Participation in implememtation adalah partisipasi atau keikutsertaan

masyarakat dalam kegiatan dalam oprasional pembangunan berdasarkan program yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan program pembangunan, bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat dari jumlah bayaknya yang aktif dalam berpartisipasi, bentuk-bentuk yang dipartisipasikan misalnya tenaga dan waktu semuanya atau sebagian-sebagian, partisipasi langsung atau tidak langsung, semangat berpartisipasi, sekali-kali atau berulang-ulang.

c. Participation in benefit adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati

atau memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerataan kesejahteraan dan fasilitas, pemerataan usaha dan pendapatan, ikut menikmati atau menggunakan hasil–hasil pembangunan dan berbagai sarana serta prasarana sosial. bentuk dari partisipasi dalam menikmati dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Penikmatan program pembangunan juga di tujukan kepada pegawai pengelolah dalam peningkatan kesejahteraanya termasuk peningkatan daya potensi dan kreatifitasnya. Partisipasi pemanfaatanya ini selain dapat dilihat dari penikmatan hasil-hasil pembangunan, juga terlihat pada dampak hasil pembangunan terhadap tingkat kehidupan masyarakat, peningkatan pembangunan brikutnya

(25)

dan partisipasi dalam pemeliharaan dan perawatan hasil-hasil pembangunan.

d. Participation in evaluation adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk

keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan serta hasil-hasilnya. Penilai ini dilakukan secara langsung, misalnya dengan ikut serta dalam mengawasi dan menilai atau secara tidak langsung, misalnya memberi saran-saran, kritikan atau protes.

3. Tingkatan partisipasi

Terdapat kadar yang berbeda dalam setiap praktek partisipasi. Kadar ini jika diperbandingkan satu sama lain akan membentuk suatu garis kontinum mulai dari titik non partisipasi warga sampai kendali warga sepenuhnya. Untuk memperjelas proses yang disebut partisipasi dan bukan partisipasi dalam penelitian ini akan mempergunakan delapan tangga partisipasi masyarakat menurut Arnstein (1971). Jurnal Internasional

Dalam konsepnya Arnstein menjelaskan partisipasi masyarakat yang didasarkan kepada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir, tiap tangga dibedakan berdasarkan secara umum, dalam model ini ada tiga derajat partisipasi masyarakat : Tidak partisipatif, Derajat semu, dan kekuatan masyarakat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :

(26)

Kendali warga

8

Kuasa yang didelegasi 7

kemitraan Derajat kuasa masyrakat

6

penentraman 5

konsultasi

4 Derajat tanda partisipasi

Pemberian informasi 3 terapi 2 Non-partisipasi manipulasi 1

Gambar 1 .Tangga partisipasi dari Arnstein

Dua tangga terbawah yang kata gorikan dalam derajat non partisipasi menempatkan bentuk-bentuk partisipasi yang dinamakan manipulasi dan terapai dalam kedua tangga tersebut partisipasi hanya bertujuan mendidik atau menatar masyarakat dan mengobati masyarakat. Dalam tangga pertama manipulasi bisa di artikan tidak ada komunikasi apalagi dialog sedangkan dalam tangga kedua telah ada komunikasi namun masih bersifat terbatas, inisiatif datang dari pemerintah pemegang kekuasaan dan hanya satu arah.

(27)

Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan dalam derajat tanda partisipasi yaitu partisipasi masyarakat telah didengar dan berpendapat tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipartimbangkan oleh pemegang keputusan, dalam tarap ini partisipasi masyarakat memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Dalam tangga ketiga yaitu menyiratkan bahwa komunikasi sudah banyak terjadih tetapi masih bersifat satu arah, tidak ada sarana bagi masyarakat untuk melakukan timbal balik seperti pengumuman, penyebaran panflet dan laporan tahunan.

Tangga ke empat yaitu bermakna bahwa komunikasi telah bersifat dua arah tetapi masih bersifat partisipasi yang ritual/pormalitas, sudah ada kegiatan penjaringan sapirasi, penyelidikan keberadaan masyarakat, telah ada aturan pengajuan proposal dan ada harapan aspirasi masyarakat akan didengarkan tetapi belum ada jaminan aspirasi tersebut akan dilaksanakan misalnya surpei sikap, temu warga dan dengar pendapat publik. Tangga ke lima yaitu penentraman berarti bahwa komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah, masyarakat khususnya yang rentan dimungkinkan untuk membari masukan secara lebih signifikan dalam penentuan hasil kebijakan publik, namun proses pengambilan keputusan masih dipegang oleh pemegang kekuasaan.

Tiga tangga teratas dikategorikan dalam derajat kuasa masyarakat dimana masyarakat memiliki pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan partisipasi masyrakat kelompok masyarakat miskin/rentan sudah masuk dalam

(28)

ruang penentuan proses, hasil dan dampak kebijakan dengan menjalankan kemitraan yaitu masyarakat telah mampu bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan dalam posisi sejaja, pendelegasian kekuasaan yaitu masyarakat telah mampu mengarahkan kebijakan kerena ruang pengambilan keputusan telah di kuasai pada tangga kendali warga partisipasi masyarakat secara politik maupun administratif sudah mampu mengendalikan proses pembentukan, pelaksanaan dan konsumsi dari kebijakan bahkan sangat mungkin masyarakat telah memiliki kewenangan penuh untuk mengelolah suatu objek kebijakan tertentu.

Berdasarkan konsep yang di kemukakan oleh Arnstein (1971) terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara bentuk partisipasi semu dengan yang mempunyai kekuatan nyata. Didalamnya digambarkan bagaimana bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dari masyarakat dipaksa atau dimanipulasi dan dimana masyarakat telah mampu mengontrol pembuatan keputusan dan pengelolaan sumber daya. Kemudian masing-masing derajat ditentukan bukan pada seberapa jauh masyarakat telah terlibat dalam proses pembentukan kebijakan atau program yang dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan tetapi seberapa jauh masyarakat dapat menentukan hasil akhir atau dampak dari kebijakan tersebut.

4. Upaya penartiban penebangan liar di kawasan hutan lindung

Eksistensi masyarakat dalam menjaga hutan tidak bisa dipungkiri. Kehadiran mereka memang bermanfaat besar bagi lestarinya hutan. Mereka yang hidup di dalam atau di sekitar hutan, memiliki cara-cara tertentu yang bersumber dari kearifan lokal mereka yang telah teruji berdasarkan

(29)

pengalaman empirik berkesinambungan antar generasi. Secara umum, ada sejumlah upaya upaya masyarakat hukum adat dalam penanggulangan pembalakan liar. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan sosialisasi dalam komunitas masyarakat hukum adat

b. Meningkatkan pos keamanan lingkungan

c. Tidak memberi izin pendirian usaha industri kayu pada sekitar kawasan hutan. d. Memberikan sanksi berat kepada oknum-oknum yang melakukan penebangan

liar di kawasan hutan lindung.

Upaya di atas menunjukkan faktor pentingnya pemahaman masyarakat tentang aturan. Sosialisasi regulasi dimanapun sangat penting, untuk memberi pemahaman kepada masyarakat. Pada saat yang bersamaan, sosialisasi merupakan kelemahan tersendiri bagi penyelenggara pemerintahan di berbagai level karena berbagai alasan. Alasan yang muncul biasanya adalah keterbatasan dana, sarana prasarana, atau masyarakat dianggap tahu hukum. Padahal hak atas informasi, merupakan hak yang harus diterima. Pemerintah harus terbuka kepada masyarakat hukum adat, karena mereka berhak juga merumuskan persoalan yang menimpa mereka.

Yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa pemerintah sangat dominan, termasuk dalam hal pemberian izin. Harapan agar izin pendirian usaha industri kayu pada sekitar kawasan hutan tidak diberikan menunjukkan bahwa inilah salah satu faktor terjadinya pembalakan liar. Kegiatan pembalakan liar yang terjadi di Indonesia merupakan kegiatan yang merugikan dan perlu untuk berantas melihat akibat yang ditimbulkan merugikan dalam berbagai aspek.

(30)

Keberadaan hutan tropis Indonesia yang berperan bagi dunia harus dilindungi oleh pemerintah sebagai lembaga yang berwenang dalam menjaga dan melindungi hutan. Pentingnya perlindungan terhadap hutan, seharusnya mendorong pemerintah untuk menindak setiap kegiatan yang merusak hutan kegiatan pembalakan liar.

Upaya pemberantasan pembalakan liar, dapat dilakukan dengan melihat faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pembalakan liar di Indonesia, sehingga dapat dicari solusi untuk penanganan masalah pembalakan liar, serta dampak yang ditimbulkan yang nantinya akan dikaitkan dengan pemberian hukuman baik secara administratif, perdata ataupun secara pidana. Penyebab terjadinya pembalakan liar secara internasional adalah sebagai berikut: pembalakan liar terjadi karena peningkatan permintaan untuk produk kayu, kertas dan derivatif (termasuk kemasan). Pembalakan liar juga dapat terjadi ketika hutan ditebang untuk perkebunan seperti kelapa sawit. Tapi tidak semua pemindahan kayu/pembalakan adalah karena perdagangan. Bahkan, ditingkat global sekitar setengah dari kayu yang diambil adalah bahan bakar kayu digunakan untuk kebutuhan energi dasar. Lihat Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Faktor pernyebab terjadinya pembalakan liar di Indonesia dapat dibagi dalam dua faktor yang menentukan yakni faktor hukum dan faktor non hukum. Payung hukum yang mengatur tentang masalah pembalakan liar di Indonesia sebenarnya sudah memadai. Pemberian sanksi ataupun pidana penjara terhadap kegiatan pembalakan liar diatur dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun

(31)

1999 tentang Kehutanan9, hanya saja untuk pemberian sanksi terhadap pelaku pembalakan masih terbilang tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan.

Semangat otonomi daerah telah menjadikan euphoria dimasing-masing wilayah. Masing-masing wilayah berlomba-lomba untuk memajukan daerahnya. Upaya yang dilakukan untuk memajukan daerah masing-masing dilakukan dengan membangun sarana, prasarana serta infrastruktur yang dapat mendukung kemajuan diwilayahnya. Sarana dan prasarana yang dimaksud seperti pembangunan pemukiman, perkebunan dan bahkan usaha pertambangan. Pembangunan yang dilakukan tersebut tidak memperhatikan bentangan areal yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini kementerian kehutanan sebagai wilayah yang telah ditetapkan.

Kawasan hutan untuk tidak dilakukan pembangunan atau pembangunan dapat dilaksanakan apabila daerah tersebut telah ada pelepasan kawasan hutan atau setidaknya pinjam pakai dari Menteri Kehutanan untuk kegiatan usaha pertambangan yang masuk dalam kawasan hutan. Penyelewengan aturan hukum dibidang kehutanan bisa dilakukan pada beberapa tahapan yakni mulai dari tahap permohonan izin, pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan bahkan termasuk dalam hal pengangkutan hasil hutan yang nantinya akan dijual.

Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Upaya Pemberantasan Pembalakan Liar dan Implementasinya di Daerah Upaya pemberantasan pembalakan liar memang tidak pernah berhenti dilakukan oleh panitia. Adapun bentuk kewenangan yang dimiliki oleh penerintah daerah merupakan kewenangan yang terbatas, karena sekalipun Indonesia telah merubah sistem pemerintahan dari

(32)

sistem pemerintahan yang sentralisasi menjadi desentralisasi, tetap saja dalam hal penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan pernyerahan kewenangan yang terbatas. Kewenangan pemerintah daerah dalam upaya pemberantasan pembalakan liar yang terjadi didaerah dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan kewenangan pemerintah daerah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait baik undang-undang kehutanan maupun undang-undang pemerintah daerah.

Kewenangan pemerintah daerah dalam upaya pemeberantasan pembalakan liar yang terjadi didaerah adalah sebagai berikut: Pemberian izin, Pembuatan peraturan daerah, Pengawasan, Bekerjasama dengan instansi terkait, Tegas dan kristis dalam pemberian dan pencabutan pemberian izin kelola hutan. Pelaksanaan bentuk kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah tentu memiliki kendala dalam pelaksanaannya, berikut kendala dari pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah. Kewenangan yang terbatas, konsep negara kesatuan yang dianut oleh Indonesia, membuat Indonesia dalam pelaksanaan pemerintahan tidak dapat menjalankan sistem desentralisasi murni. Negara Indonesia sekalipun telah menganut yang namanya otonomi daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tetap saja harus berpatokan pada konsep negara kesatuan yang dilakukan oleh oknum pemerintah daerah.

Pelaksanaan kewenanang pemerintah daerah dalam upaya pemberantasan pembalakan liar menjadi tidak efisien selain dikarenakan karena pemerintah daerah memiliki kewenangan yang terbatas, dimana pemerintah daerah berfungsi

(33)

sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, kendala lain yang menyebabkan kurang efisiennya pemerintah daerah adalah mental bobrok dari oknum pemerintah daerah yang terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tidak dilaksanakannya.

Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang, kadang disalahgunakan oleh pemerintah daerah terkait. Mental dan keadaan dari pemerintah daerah membuat beberapa pemerintah daerah ataupun pejabat terkait yang memiliki kewenangan cenderung menyalahgunakan kewenangan yang ada. Penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah juga dilakukan oleh pejabat atau pemerintah daerah yang berkecimpung atau berhubungan dengan bidang kehutanan, terutama dalam hal pemberian Izin Usaha Penguasaan. Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang diatur dalam peraturan diatur dalam peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).Para cukong, cenderung menyogok pejabat terkait untuk memperoleh izin dan melaksanakan kegiatan pembalakan liar. Praktek seperti itu bukanlah hal baru di Indonesia.

Kenyataan bahwa keuntungan yang akan diperoleh dari kegiatan pembalakan liar jauh lebih besar dibandingkan dengan kegiatan pembalakan yang resmi atau berdasarkan izin dan ketentuan hukum yang berlaku membuat para cukong lebih tertarik melakukan kegiatan pembalakan liar. Pemerintah sebagai lembaga pengayom masyarakat mulai dari pemerintah pusat sampai dengan

(34)

pemerintah daerah baik pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, memikul tanggung-jawab terhadap masyarakat Indonesia termasuk didalamnya terhadap bumi, air dan segala yang ada didalamnya sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah sebagai lembaga pengayom masyarakat dengan menggunakan asas otonomi daerah dibebankan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota merupakan pusat dari otonomi daerah, sebagaimana asas yang dianut dari pemerintah negara Indonesia serta akibat perubahan sistem pemerintahan negara yakni dari sistem pemerintahan sentralisasi menjadi sistem pemerintahan desentralisasi.

Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah seharusnya mampu dijaga dan dipertanggung-jawabkan. Indonesia merupakan negara yang demokrasi bahwa pemerintahan yang dijalankan di Negara Indonesia adalah pemerintahan demokrasi yang mana segala sesuatu adalah berasal dari rakyat, oleh rakyat dan juga untuk rakyat.Penyalagunaan wewenang yang dilakukan oleh pemerintah daerah tentu saja berdampak terhadap kinerja pemerintah daerah.

5. Partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar

Sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia tergantung atas jaminan akses dan kontrol terhadap sumber daya alam, serta kelestarian maupun pemeliharaan lingkungan hidup sekitarnya. Kenyataan ini menyebabkan pentingnya keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam. Kunci penting tercapai

(35)

pengelolaan sumber daya alam yang lestari sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya, serta dukungan kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun daerah yang mengatur pengelolaan sumber daya alam dan kawasan konservasi secara adil.

Agar pengelolaan sumber daya alam ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka wajib menghormati hukum negara, hukum adat, konvensi internasional terkait dengan HAM, lingkungan dan konservasi yang telah diratifikasi oleh pemerintah. Prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Pengakuan atas hak dan kewajiban masyarakat

b. Pengakuan atas akses pengelolaan kawasan konservasi oleh masyarakat sebagai pendekatan utama dalam pengelolaan kolaboratif.

c. Didorongnya penerapan asas informasi dan persetujuan dari masyarakat atas berbagai kebijakan yang dilakukan di wilayah masyarakat oleh pihak pemerintah, pelaku usaha, dan pihak lain untuk kegiatan tertentu.

d. Diterapkannya mekanisme representasi yang proporsional bagi masyarakat

e. Didorongnya penerapan prinsip kehati-hatian dan pencegahan dini dalam aktivitas bersama masyarakat berkaitan dengan fungsi kawasan konservasi.

Dominasi peranan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam terutama hutan sangatlah penting. Hutan merupakan kawasan hutan yang berada di dalam wilayah yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan. Pada umumnya komunitas-komunitas masyarakat penghuni hutan di Indonesia memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni

(36)

Eksistensi kawasan hutan dan masyarakat adat pada dasarnya berangkat dari pandangan antrophosentris menuju tahap biosentris dan tataran ekosentris. Konsepsi ini didasarkan pada kearifan kebijaksanaan masyarakat timur yang bertumpu pada filsafat tertentu, dimana lingkungan biofisik tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan kehidupan sosiokultural masyarakatnya. Maka secara alami memberi kesempatan melindungi keanekaragaman.

a. Partisipasi pemerintah

Menurut undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yang di sebut dengan pemerintah daerah adalah kepala daera beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan exsekutif daerah. Partisipasi pemerintah daerah dalam mendukung suatu kebijakan pembangunan yang bersifat, partisipasi adalah sangat penting. Ini karena pemerintah daerah adalah instansi pemerintah yang paling mengenl potensi daerah dan juga mengenal kebutuhan rakyat setempat.

Dalam program konserpasi dan rehabilitasi pemerintah lebih berpartisipasi sebagai mediator dan fasilitator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang di tetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana diharapkan mampu mengambil inisiatif.

Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal-hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang-undang tersebut sepanjang tujuan awal

(37)

pembuatan undang-undang itu tidak dilanggar. Di mulai dari Sekarang Kesempatan tidak pernah datang dua kali, proses penyelamatan dan pencegahan kerusakan hutan nasional harus dimulai dari sekarang. Sebuah usaha besar yang akan menghabiskan banyak tenaga dan materi, untuk menerapkan sebuah metode pencegahan diperlukan kepedulian dan kesadaran dari semua pihak pada kondisi hutan kita saat ini. Alih fungsi lahan, illegal logging, pembakaran hutan untuk membuka lahan, dan sederet sikap pengrusakan hutan yang sudah dilakukan merupakan sebuah kesalahan besar.

Butuh waktu dan proses untuk menyadarkan semua pihak akan pentingnya penyelenggaraan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Sudah saatnya kebijakan yang diambil pemerintah tidak hanya berlandaskan profit atau laba, tapi juga ekologi, pemberdayaan masyarakat dan perencanaan yang berkelanjutan. Tidak akan pernah bisa dijalankan apabila paradigma di negara ini masih berorientasi pada permintaan pasar, dimulai dari ketegasan pemerintah dalam melindungi aset negara, partisipasi sektor privat dalam menjaga lahan produksinya agar tetap dapat melakukan aktivitas produksi, serta kepedulian masyarakat dalam memonitoring kelangsungan proses penghijauan kembali hutan nasional, dan menjaga hutan dari kerusakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, semua pihak mari kita mulai dari sekarang mengevaluasi diri kita sudahkah kita melestarikan dan menjaga hutan kita agar tetap utuh demi masa depan bangsa dan negara. Upaya untuk mencegah potensi-potensi kerusakan hutana melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk

(38)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan.

Partisipasi lain yang di lakukan pemerintah adalah mengadakan penyuluhan untuk memberikan penjelasan dan pengertian kepada masyarakat mengenai pelaksanaan pemeliharaan hutan yang di programkan oleh pemerintah melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberi penjelasan sekaligus pengertian atau pemahaman kepada masyarakat, sehingga dapat menimbulkan presepsi yang baik dan dapat mendukung kelancaran program pengelolaan hutan tersebut melalui partisipasi yang positif.

b. Faktor faktor yang mempengaruhi partisipasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi yaitu:

1. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya diri sendiri.

2. Faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama.

3. Kecenderungan untuk menyala artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah pada timbulnya presepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk sepertihalnya di beberapa negara.

4. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan.

5. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

(39)

Selain itu ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah:

a). Faktor kepemimpinan, dalam menggerakan partisipasi sangat di perlukan adanya pimpinan dan kualitas.

b). Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. c). Faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/

masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

Bentuk dan peran serta masyarakat akan sangat di pengaruhi oleh latar belakang masyarakat, mencakup karesteristik sosial ekonomi, dan lingkungan budaya dimana masyarakat bertempat tinggal. Semua ini erat pula kaitanya dengan tipe dan jenis proyek pembangunan diintroduksikan kepada masyarakat.

Mengelola hutan dengan melibatkan Masyarakat merupakan langkah awal yang harus di lakukan pemerintah daerah dengan mengikutsertakan masyarakat dalam mengelola hutan, pada saat ini saya akan melakukan audiensi bersama masyarakat setempat di berbagai daerah dan blusukan ke berbagai provinsi yang memiliki potensi besar dalam kehutanannya seperti sebelum kemerdekaan, pengelolaan kawasan hutan sudah dilakukan dengan arif dan bijaksana oleh masyarakat. Namun setelah itu, dilakukan penyeragaman pengelolaan kawasan sehingga masyarakat tidak leluasa lagi mengelola kawasannya. Belakangan, muncul upaya mengembalikan kearifan masyarakat dengan berbagai kegiatan. Bahkan, adanya pengakuan negara pada

(40)

hak kelola masyarakat. Konsep selaras dengan upaya pengakuan hak kelola masyarakat yang diakui negara dengan skema hutan nagari, hutan adat dan lain sebagainya, yang dikenal dengan skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM).

Adanya keterlibatan masyarakat dalam melindungi hutan memiliki tujuan agar keberlangsungan hutan tetap terjaga dengan baik dengan memadukan apek sosial, (termasuk religi, ekonomi, dan ekologi.). dengan membangun aturan dalam pengelolaan hutan, Dari aspek sosial bisa akan melihat dari segi struktur dan lembaga pengelolaan hutan, system penguasaan dan pemanfaatan lahan dan hutan. Sedangkan dari aspek ekologis yang akan berkaitan dengan aturan adat /hukum adat dalam pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya hutan serta pembagian kawasan menurut fungsinya. Adanya keterlibatan antar masyrakat akan membantu terlaksananya penanganan terhadap adanya illegalloging. dengan membuat suatu langkah yaitu rakyat bisa memnfaatkan hutan dengan efisien dan tidak berlebihan. sehingga ketika rakyat memiliki rasa kepedulian yang tinggi, kita tidak memerlukan adanya polisi hutan , adanya masyarakat setempat yang menjadi pengawasnya, dengan memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap kebermanfaatan hutan untuk kehidupannya yang sekarang dan dimasa yang akan datang , akan memberikan rasa kepedulian kepada masyarakat agar memelihara hutan untuk kelangsungan anak cucunya kelak.

(41)

Dukungan dari berbagai instansi masyrakat akan membantu proses tercapainya ide ide yang dikemukakan diatas, melalui adanya forum forum diskusi baik dari skala nasional, provinsi, kabupaten atapun tingkat kota madya yang akan membahas tentang permasalahan kehutanan di berbagai wilayah di indonesia dengan berbagai cara, salah satunya yaitu melibatkan masyarakat dalam menangani permasalahan tersebut. Perpaduan alam dan kebudayaan masyarakat setempat menjadi dasar akan adanya rasa ingin menjaga agar hutan tetap lestari Tetapi perlu di tekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam penuh dengan resiko. Pengelolaan yang keliru dapat berakibat lebih buruk dibandingkan tanpa pengelolaan maka dari itu masyarakat harus menjaga dan melindungi hutan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawap dan pemerinta harus tegas untuk menindak tegas para pulaku pembalakan liar yang merusak hutan.

c. Pengertian Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah ilustrasi air laut dan memelihara kesuburan tanah (UU RI No 41 tahun 1999). Sedangkan menurut Derektorat Bina Program Kehutanan (1981), Hutan lindung di defenisikan sebagai kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisik wilayahnya perlu di bina dan di pertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk kepentingan hidrologi (mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah) baik dalam kawasan

(42)

hutan yang bersangkutan maupun di luar kawasan hutan yang di pengaruhinya. Apabila hutan lindung di ganggu, maka hutan tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan bencana alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor.

d. Fungsi Hutan lindung

a. Sebagai pengatur tata air, pencegah bencana banjir dan erosi, dan memelihara kesuburan tanah

b. Sebagai kawasan perlindungan system penyangga kehidupan  Tujuan pengelolaan hutan lindung ialah:

1.Terjaminnya keutuhan kawasan hutan lindung

2.Tercapainya pendayagunaan fungsi dan peranan hutan lindung dengan terkendalinya tata air dan terwujudnya system penyangga kehidupan yang berkualitas.

 Prinsip dasar pengelolaan kawasan hutan lindung

1). Pendayagunaan potensi hutan lindung untuk kegiatan pemanfaatan air,

pemuliaan, pengkayaan dan penangkaran, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyediaan plasma nutfah untuk budidaya oleh masyarakat setempat, diupayakan tidak merubah luas dan fungsi kawasan. 2). Dalam kawasan hutan lindung diperkenankan adanya kegiatan pemanfaatan tradisional berupa hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.

3). Sesuai fungsinya, dalam kawasan hutan lindung dapat di tempatkan

alat-alat pengukur klimatologi, misalnya penakar hujan dan stasiun pengamat aliran sungai (SPAS).

(43)

4). Dalam hutan lindung di bangun sarana dan prasarana pengelolaan,

penelitian dan wisata alam terbatas.

5). Jika dijumpai adanya kerusakan vegetasi dan penurunan populasi satwa

yang dilindungi undang-undang, dapat dilakukan kegiatan :

a. Pembinaan habitat dan pembinaan kawasan untuk kepentingan peningkatan fungsi lindung.

b. Rehabilitasi kawasan dengan jenis tunbuhan yang cocok dengan kondisi dan tipe tanah.

c. Pengurangan atau penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli kedalam kawasan hutan lindung.

 Kriteria Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung adalah

a. Kawasan hutan dengan factor-faktor kelas lereng, jenis tanah intensitas hujan

setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih

b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih dan atau

kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 m atau lebih.

 Aspek Hukum dan Kewenangan Pengelolaan Hutan lindung.

a. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 maupun PP No. 25 Tahun 2000 menegaskan “Kewenangan Daerah Atas Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung. PadaUndang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 10 dapat disimpulkan, bahwa daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya

(44)

dan bertanggungjawab untuk memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keputusan Presiden RI No 32/1990 tentang “Pengelolaan Kawasan Lindung” dapat disimpulkan bahwa untuk pemahaman fungsi dan manfaat kawasan lindung perlu diupayakan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemda Propinsi yang mengumumkan kawasan-kawasan tertentu sebagai kawasan lindung.

c. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25/2000 dapat disimpulkan pula, bahwa untuk pengelolaan kawasan hutan lindung yang terletak di pemerintahan kabupaten/kotamadya, Pemda Kabupaten atau Kotamadya dapat segera membuat Perda ataupun untuk sementara SK Kepala Daerah.

Dari beberapa uraian tentang aspek hukum pengelolaan suatu kawasan lindung terlihat bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan lindung berada di tangan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten. Akan tetapi dalam kaitannya dengan otonomi, PP No. 25 Tahun 2000 tidak tercantum adanya kewenangan pengelolaan hutan lindung pada Pemerintah Propinsi, maka pengelolaan hutan lindung berada di tangan pemerintah Kabupaten/Kota akan tetapi kewenangan tersebut baru efektif apabila pemerintah daerah propinsi, kabupaten maupun kotamadya telah membuat landasan hukumnya. Selain itu di dalam PP 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintaha di bidang kehutanan kepada daerah, dimana hutan Lindung diserahkan kepada daerah maka pada dalam rangka otonomi daerah perlu ditetapkan dengan peraturan daerah.

(45)

Pengelolaan kawasan hutan lindung merupakan suatu tantangan bagi pemerintah daerah untuk dapat memberikan kontribusi kepada bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkualitas dan lingkungan yang nyaman serta menjawab komitmen Indonesia terhadap dunia internasional. Peluang untuk pengembangan model-model pengelolaan masih sangat terbuka dan sangat beragam tergantung pada kesepakatan para pihak diwilayah tersebut. Sekaligus mengeksplorasi potensi-potensi yang belum tergarap atau dikelola secara maksimal seperti kawasan hutan lindung. Mencegah kerusakan alam dan kerugian dari praktek-praktek illegal akibat tidak adanya pengawasan dan pengelolaan yang effektif. Sebaliknya dapat menjadi pilihan pekerjaan baik formal dan informal kepada masyarakat didalam dan disekitar kawasan hutan lidung.

B. Kerangka pikir

Sesuai dengan undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Sebagaimna yang kita ketahui bahwa hutan merupakan mata paencaharian masyarakat untuk menghidupi kebutuhannya ,hutan juga merupakan karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa,merupakan harta kekayaan yang diatur oleh pemerintah, memberikan kegunaan bagi ummat manusia, diatur dalam peraturan daerah nomor 5 tahun 2008 oleh sebab itu wajib dijaga,ditangani, dan digunakan secara maksimal untuk sebesar-besarnya, demi kemakmuran rakyat secara berkesinambungan.alam menyediaka kita hutan untuk di manfaatkan,masyarakat bisa mengambil kayu dari hutan sebagai kayu bakar,maka dari itu kita harus menjaga dan melestarikan hutan.

(46)

Dari uraian di atas dapat digambarkan bagan kerangka pikir

Bagan kerangka pikir

C. Fokus penelitian

Sesuai dengan judul yang telah diajukan maka fokus penelitian yang akan diteliti oleh penulis yaitu partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui Bagaimana bentuk dan faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat partisipasi masyarakat dalam penertiban penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

D. Deskripsi fokus

Deskripsi fokus penelitian yang akan di teliti antara lain: Partisipasi masyarakat dalam

penertiban penebangan liar dikawasan hutan lindung di

Kecamatan Cendana Kabupaten Eenrekang  Faktor pendukung 1. adanya kemauan 2. adanya kemampuan 3. adanya kesempatan  Faktor penghambat 1.sarana dan prasarana 1. penanggulangan 2. pemeliharaan 3. pengawasan

Terwujutnya hutan lindung yang lestari di Kecamatan Cendana Kabupaten Eenrekang

(47)

1). Partisipasi masyarakat yang di maksud dalam penelitian ini adalah pemerintah dan mayarakat bekerja sama untuk melindungi hutan dari oknum oknum yang ingin merusak hutan lindung di Kecamatan Cendana

2). Penanggulangan yang di maksud dalam penelitian ini adalah Pemerintah dan Masyarakat tidak mengizinkan seseorang menebang kayu baik dari Masyarakat Kecamatan Cendana maupun dari luar Kecamatan Cendana 3).Pemeliharaan yang di maksud dalam penelitian ini ialah Pemerintah dan Masyarakat menebang pohon yang sudah tua dan mengganti dengan pohon yang baru

4). Pengawasan yang di maksud dalam penelitian ini adalah masyarakat sering diajak oleh pihak kehutanan untuk berpatroli di hutan lindung

5). Faktor pendukung yang di maksud dalam penelitian ini ialah hal-hal yang mendukung terselenggaranya partisipasi masyarakat dalam penertipan penebang liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

6). Faktor Penghambat yang di maksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang menghambat terselenggaranya partisipasi masyarakat dalam penertipan penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

(48)

37

Penelitian ini telah dilaksanakan di Dinas Kehutanan yang berlokasi di Kabupaten Enrekang dan di Kecamatan Cendana. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2015.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, lisan dari informan dan perilaku yang diamati. Digunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dikarenakan peneliti ingin memperoleh gambaran (keterangan) yang lebih akurat dan mendalam berkaitan dengan konteks permasalahan yang dikaji.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah : 1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil observasi dengan cara wawancara serta memberikan atau membagikan keusioner dengan pimpian dan karyawan khususnya karyawan dinas kehutanan yang dapat memberikan data atau informasih yang berhubungan dengan penulisan proposal ini.

(49)

Data Sekunder adalah adata yan g diperoleh secara tidak langsung dari obyek yang diteliti, data ini berupa laporan-laporan tertulis seta informasi tentang keadaan Dinas Kehutanan.

D. Informan Penelitian

Informan merupakan orang yang diwawancarai oleh peneliti (pewancara) yang dimintai keterangan atau informasi yang falid dan akurat sesuai dengan permasalahan yang akan di ketahui atau di inginkan oleh peneliti. Adapaun informan yang diwawancarai ini adalah sebagai berikut : 1. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Enrekang 1 orang

2. Staf penaggung jawap hutan lindung di Kecamatan Cendana 1 orang 3. Kepala Camat Kecamatan Cendana 1 orang

4. Masyarakat setempat 6 orang Total informan 9 orang

Jadi Jumlah Informan Penelitian tersebut adalah sebanyak 9 orang informan.

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan peneliti yang dapat berupa data, fakta, gejala, maupun informasi yang sifatnya valid (sebenarnya), realible (dapat di percaya), dan obyektif (sesuai dengan kenyataan).

Studi lapangan (field research). Studi lapangan ini di maksudkan yaitu penulis langsung melekukan penelitian pada lokasi atau obyek yang telah

(50)

ditentukan. Teknik pengumpulan data Studi lapanngan ditempuh dengan cara sebagai brikut:

1. Observasi

Proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh pewawancara yang mengajukan pertayaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban. Penelitian ini akan mengambil data primer dari wawancara yang dilakukan terhadap sejumlah informan. 3. Dokumentasi

Teknik ini bertujuan melengkapi teknik observasi dan teknik wawancara mendalam.

F. Tekhnik Analisis Data

Proses analisis data dilakukan pada waktu bersamaan dengan proses pengumpulan data berlangsung. Analisis data dilakukan melalui tiga alur, yaitu :

1. Reduksi Data

Pada tahap ini dilakukan proses penyeleksian, pemfokusan , peneyederhanaan, pengabstraksian data dari catatan lapangan (Field note). Proses ini berlangsung sepanjang penelitian yang dilakukan sekitar sebulan, dimulai dengan membuat singkatan, kategorisasi, memusatkan tema, menentukan batas-batas permasalahan dan menulis memo. Proses ini

(51)

berlangsung terus sampai akhir peneitian ini selesai ini ditulis. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat focus, membuang hal –hal yang tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sampai kesimpulan akhir didapatkan.

2. Sajian Data

Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data, penulis mencoba lebih memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau pun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data yang baik dan jelas sistematikanya tentunya akan banyak membantu. Sajian data meliputi deskripsi, matriks, skema, dan table yang diperoleh dari berbagai instansi dimana penelitian ini berlangsung. Kesemuanya itu dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengeri dalam bentuk yang kompak.

3. Penarikan Kesimpulan

Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah memcoba memahami apa arti dari berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi, alur sebab-akibat dan berbagai proporsi. Hal ini diverifkasi dengan temuan-temuan dan selanjutnya dan akhirnya sampai pada penerikan kesimpulan akhir.

(52)

G. Keabsahan Data

Tekhnik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai tekhnik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai tekhnik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai tekhnik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Ada tiga macam triangulasi data yaitu :

1. Triagulasi Sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan dengan cara mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda . Misalnya membandingkan antara apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.

2. Triangulasi Tekhnik

Triangulasi Tekhnik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan tekhnik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara lalu di cek dengan observasi dan dokumentasi.

3.Triangulasi waktu

Triangulasi waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpul dengan tekhnik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,

(53)

observasi, atau tekhnik dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian datanya.

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Atau Kriteria Objek Penelitian 1. Monografi Hutan Lindung

Sebelum memulai pembahasan hasil penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam penertipan penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang, penulis akan memaparkan mengenai monografi hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang terlebih dahulu.

1. Batas-batas Hutan lindung di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

Menurut monografi Dinas Kehutanan di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang memiliki batas-batas wilayah sesuai daftar tabel yang di sajikan sebagai berikut:

Tabel 1: Batas-Batas Hutan Lindung Di Kec. Cendana Kab. Enrekang

No Batas Desa/ kelurahan Kecamatan/ kabupaten

1 Utara Malalin Cendana

2 Timur Malino Maroangin

3 Barat Pinang Cendana

4 Selatan kassa Pinrang

Sumber: kantor Kehutanan kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang Januari 2015.

Seperti yang digambarkan pada tabel di atas bahwa di bagian utara hutang lindung berbatasan dengan Desa Malalin Kecamatan Cendana, dan bagian timur berbatasan dengan Desa Malino Kecamatan Maroangin,

(55)

sedangkan dibagian barat berbatasan dengan Desa Pinang Kecamatan Cendana, serta dibagian selatan berbatasan dengan Desa Kassa Kab. Pinrang

2. Luas kawasan Hutan Lindung di Kec. Cendana Kab. Enrekang Menurut georgrafis Kantor kehutanan Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang memiliki luas wilayah hutan sebagai mana yang di sajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2: Luas Hutan di Kec. Cendana Kab. Enrekang

No Hutan Luas Wilayah

1 Hutan Lindung 1. 595 Ha

2 Hutan produksi terbatas 1. 008 Ha

Jumlah 2. 603 Ha

Sumber: kantor Kehutanan kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang Januari 2015.

Seperti yang sajikan dalam tabel diatas, dapat dilihat bahwa luas hutan di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang yaitu 2. 603 Ha yang terdiri atas 2 (dua) jenis hutan yaitu hutan lindung memiliki luas 1. 595 Ha, dan hutan produksi terbatas memiliki luas 1, 008 Ha.

3. Visi dan Misi Dinas Kehutanan Kabupaten Enrekang Visi

Terwujudnya Kelestarian Hutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengelolaan Yang Profesional

Misi

1. Mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan 2. Meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

(56)

3. Mewujudkan profesionalisme dalam penyelenggaraan kehutanan. Dari apa yang dipaparkan diatas dapat dilihat bahwa visi dari Dinas Kehutanan Kabupaten Enrekang adalah Terwujudnya Kelestarian Hutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengelolaan Yang Profesional sedangkan misi dari Dinas Kehutatan Kabupaten Enrekang ialah: Mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan, Meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan mewujudkan profesionalisme dalam penyelenggaraan Kehutanan.

B. Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Penertipan Penebangan Liar Di Kawasan Hutan Lindung Di Kec. Cendana Kab. Enrekang

Selama ini peranserta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup di pandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Denngan kondisi ini, partisipasi masyarakat terbatas pada implementasi atau penerapan program. Masyarakat tidak di kembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang suda di ambil pihan luar. Akhinya partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki kesadaran yang kritis.

1. Penanggulangan

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan tewujud sebagai suatu kegiatan yang nyata. Dalam penertipan penebangan liar di kawasan hutan lindung di Kec.

Gambar

Gambar 1 .Tangga partisipasi dari Arnstein
Tabel  1:  Batas-Batas  Hutan  Lindung  Di  Kec.  Cendana  Kab.
Tabel 2: Luas Hutan di Kec. Cendana Kab. Enrekang

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan dalam hal program acara yang diberikan oleh Kompas TV di Jakarta terkait Kompas Jatim tersebut merupakan kebijakan dari induk jaringan untuk tetap menayangkan

Komponen dasar dari struktur plat lipat terdiri dari: plat miring, plat tepi yang digunakan untuk menguatkan plat yang lebar, pengaku untuk membawa beban ke

Biaya benih yang digunakan dalam usahatani benih buncis mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif sebesar -5,293 artinya setiap penambahan biaya Rp 1,00

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi 6% dengan lama waktu perendaman dengan selang 15 menit menghasilkan produk belut asap yang memiliki rasa asap

komersial pada tahun 1975. Kantor pusat Perusahaan terletak di Jl. Raya Cakung Cilincing KM 3,5 Jakarta 14130, sedangkan cabang-cabang Perusahaan terletak di

Pada running software CFD akan dapat dengan jelas diketahui bentuk pola aliran dan tekanan kapal selam serta kocakan air yang terjadi pada permukaan bebas di tanki

Hasil analisis menunjukkan bahwa, nilai rasio antara jumlah bunga mekar dengan jumlah bunga per pot, pada tanaman kontrol lebih lebih tinggi dibandingkan nilai

ke Gilimanuk dan juga sebaliknya. Analisa Getaran pada ruang penumpang. Menghitung getaran pada lam bung pada ruang penumpang.. Menghitung level getaran pada lokal area.