• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cukup Jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas. Pasal 4 Cukup Jelas. Pasal 5 Cukup Jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 7 Cukup Jelas. Pasal 8 Cukup Jelas.

- 3 - Pasal 9 Cukup Jelas. Pasal 10 Cukup Jelas. Pasal 11 Cukup Jelas. Pasal 12 Cukup Jelas. Pasal 13 Cukup Jelas. Pasal 14 Cukup Jelas. Pasal15 Cukup Jelas.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

JENIS, TATA CARA, DAN MEKANISME PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis, Tata Cara, dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS, TATA CARA, DAN MEKANISME PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF.

- 2 - BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Sanksi Administratif adalah hukuman yang dapat dikenakan kepada Koperasi, Pengawas dan Pengurus atas pelanggaran yang mereka lakukan terhadap ketentuan yang bersifat administratif dalam bentuk dan jenis sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.

2. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

3. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.

4. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

5. Rapat Anggota adalah Rapat Anggota yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi yang diselenggarakan paling sedikit setahun sekali.

6. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang berwenang mengesahkan akta pendirian dan memberikan izin usaha kepada koperasi.

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkoperasian

BAB II

JENIS PELANGGARAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 2

Menteri dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap:

a. Koperasi yang melanggar larangan pemuatan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain dalam Anggaran Dasar;

b. Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan setelah 2 (dua) tahun buku terlampaui;

- 3 -

c. Koperasi yang tidak melakukan audit atas laporan keuangan; d. Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus;

e. Koperasi yang tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

f. Pengurus yang tidak memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota;

g. Pengurus yang tidak terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota dalam hal akan:

1. Mengalihkan asset atau kekayaan koperasi;

2. Menjadikan jaminan utang atas asset atau kekayaan koperaasi; 3. Menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;

4. Mendirikan atau menjadi anggota koperasi sekunder; dan/atau 5. Memiliki dan mengelola perusahaan bukan koperasi.

h. Koperasi Simpan Pinjam Sekunder yang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan;

i. Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam yang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan Pinjam lainnya; dan/atau

j. Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan investasi usaha pada sektor riil.

Pasal 3

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa: a. Teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;

b. Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengawas atau Pengurus Koperasi;

c. Pencabutan izin usaha; dan/atau d. Pembubaran oleh Menteri.

BAB III

TATA CARA DAN MEKANISME PENGENAAN SANKSI Pasal 4

Tatacara dan mekanisme pengenaan sanksi administrasi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan melalui tahapan:

- 4 - a. Laporan atau pengaduan;

b. Pemeriksaan;

c. Penjatuhan sanksi administratif. Pasal 5

Pejabat Pemerintah dan/atau anggota masyarakat yang menemukan indikasi dan mengetahui adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat melaporkan atau mengadukan kepada Menteri atau Pejabat yang berwenang.

Pasal 6

(1) Menteri atau Pejabat yang berwenang, memeriksa Koperasi, Pengawas dan/atau koperasi yang diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau Pejabat yang berwenaang dapat minta keterangan yang diperlukan kepada Pengawas, Pengurus, anggota Koperasi, dan pihak lain.

Pasal 7

(1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti bahwa Koperasi, Pengawas, dan/atau Koperasi melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri atau Pejabat yang berwenang wajib menjatuhkan sanksi administrasi.

(2) Penjatuhan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Koperasi, Pengawas, dan/atau Pengurus yang bersangkutan.

Pasal 8

(1) Koperasi yang mendapat sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan izin usaha dan atau pembubaran Koperasi dari Menteri atau pejabat yang berwenang, dapat mengajukan pernyataan keberatan secara tertulis dengan disertai alasan keberatannya, dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak diterimanya teguran.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis disertai alasan keberatan, dan disampaikan dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, sejak diterimanya teguran.

- 5 -

(3) Terhadap pernyataan keberatan yang diterimannya, Menteri atau Pejabat yang berwenang memberikan tanda terima.

Pasal 9

(1) Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan keputusan terhadap pernyataan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak pernyataan keberatan diterima.

(2) Dalam hal pernyaataan keberatan ditolak, Menteri atau pejabat yang berwenang menyampaikan keputusan penolakan secara tertulis.

(3) Apabila keberatan yang diajukan ditolak, Menteri atau pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi administrasi paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penolakan.

Pasal 10

(1) Keputusan penjatuhan sanksi administrasi dalam bentuk Pencabutan Izin Usaha dan atau pembubaran Koperasi disampaikan oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang kepada Koperasi yang bersangkutan dan diumumkan dalam surat kabar harian berskala nasional.

(2) Surat keputusan memuat alasan pencabutan izin usaha dan/atau pembubaran Koperasi secara jelas.

Pasal 11

Tatacara dan mekanisme pencabutan izin usaha dan pembubaran Koperasi diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang perijinan usaha dan pembubaran Koperasi.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 12

Ketentuan teknis mengenai Tata cara dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 13

- 6 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta padatanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta padatanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PERATURAN

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013 TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN KOPERASI SEBAGAI BADAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha dilakukan oleh Koperasi, dipandang perlu untuk memberikan status badan hukum kepada badan usaha Koperasi dengan pengesahan akta pendiriannya oleh Pemerintah;

b. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi dalam dunia usaha, terbuka kemungkinan bagi Koperasi untuk melakukan perubahan tertentu terhadap anggaran dasarnya yang memerlukan pengesahan oleh Pemerintah;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang persyaratan dan tata cara pengesahan Koperasi sebagai badan hukum;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

- 2 -

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN KOPERASI SEBAGAI BADAN HUKUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan Koperasi, dan memuat anggaran dasar Koperasi.

3. Anggaran Dasar Koperasi adalah aturan dasar tertulis yang memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perkoperasian.

Pasal 2

(1) Menteri berwenang memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi dan pengesahan terhadap perubahan atas anggaran dasar Koperasi, serta melakukan penolakan pengesahannya.

- 3 -

(2) Dalam melaksanakan wewenangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menunjuk pejabat.

BAB II

PERSYARATAN DAN TATA CARA

PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI Pasal 3

Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan Menteri.

Pasal 4

(1) Untuk mendapatkan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, para pendiri atau kuasa para pendiri mengajukan permintaan pengesahan secara tertulis kepada Menteri.

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:

a. dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara rapat pembentukan Koperasi, termasuk pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada; c. surat bukti penyetoran modal, sesuai dengan kelayakan usahanya; d. rencana awal kegiatan usaha Koperasi.

Pasal 5

Apabila permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kepada pendiri atau kuasanya diberikan tanda terima.

Pasal 6

(1) Menteri memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, apabila ternyata setelah diadakan penelitian anggaran dasar Koperasi memenuhi syarat:

a. tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian; dan

- 4 -

(2) Pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. (3) Surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah

mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

Pasal 7

(1) Dalam hal permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, keputusan penolakan serta alasannya beserta berkas permintaan disampaikan secara tertulis kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

(2) Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan.

(3) Permintaan ulang tersebut diajukan secara tertulis dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

(4) Terhadap pengajuan permintaan ulang yang telah memenuhi ketentuan pada ayat (2) dan (3), Menteri memberikan tanda terima kepada pendiri atau kuasanya.

Pasal 8

(1) Menteri memberikan keputusan terhadap permintaan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara lengkap.

(2) Dalam hal pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan, Menteri menyampaikan surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

(3) Dalam hal permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, Menteri menyampaikan keputusan penolakan serta alasannya kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan penolakan ditetapkan.

(4) Keputusan Menteri terhadap permintaan ulang tersebut merupakan putusan terakhir.

- 5 - Pasal 9

Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (1), pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Undang-Undang Tentang Perkoperasian.

Pasal 10

(1) Tindakan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan Koperasi sebelum akta pendirian Koperasi disahkan hanya mengikat Koperasi, apabila setelah akta pendirian Koperasi memperoleh pengesahan Menteri, Rapat Anggota secara bulat menyatakan menerimanya sebagai beban dan atau keuntungan Koperasi.

(2) Dalam hal tindakan hukum tersebut tidak dinyatakan diterima sebagai beban dan atau keuntungan Koperasi oleh Rapat Anggota, maka para pendiri yang melakukan tindakan hukum tersebut masing-masing dan atau bersama-sama bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul dari tindakan hukum tersebut.

BAB III

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DAN TATA CARA PENGESAHANNYA

Pasal 11

(1) Perubahan anggaran dasar Koperasi dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota yang diadakan khusus untuk itu.

(2) Dalam hal anggaran dasar tidak menentukan lain, keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan anggaran dasar hanya dapat diambil apabila dihadiri oleh paling kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah seluruh anggota koperasi.

(3) Keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan anggaran dasar Koperasi sah, apabila perubahan tersebut disetujui oleh paling kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota Koperasi yang hadir.

Pasal 12

(1) Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar Koperasi yang menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau peleburan Koperasi, pengurus wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar secara tertulis kepada Menteri.

- 6 -

(2) Dalam hal perubahan anggaran dasar Koperasi menyangkut perubahan bidang usaha, maka permintaan pengesahan diajukan dengan melampirkan:

a. dua rangkap anggaran dasar Koperasi yang telah diubah, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara Rapat Anggota.

(3) Dalam hal perubahan anggaran dasar Koperasi menyangkut penggabungan atau peleburan Koperasi, maka permintaan pengesahan diajukan dengan melampirkan:

a. dua rangkap anggaran dasar Koperasi yang telah diubah, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara Rapat Anggota;

c. neraca yang baru dari Koperasi yang menerima penggabungan atau Koperasi yang dilebur.

Pasal 13

Apabila permintaan pengesahan terhadap perubahan anggaran dasar Koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, kepada pengurus Koperasi atau kuasanya diberikan tanda terima.

Pasal 14

(1) Menteri memberikan pengesahan terhadap anggaran dasar Koperasi hasil perubahan, apabila ternyata setelah diadakan penelitian perubahan tersebut:

a. tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perkoperasian; dan b. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

(2) Pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

(3) Surat keputusan pengesahan dan anggaran dasar Koperasi hasil perubahan yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pengurus atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

Pasal 15

(1) Dalam hal permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi ditolak, keputusan penolakan beserta alasannya

- 7 -

disampaikan secara tertulis kepada pengurus atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. (2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggaran dasar

Koperasi yang lama tetap berlaku. Pasal 16

(1) Permintaan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi yang Unit Simpan Pinjamnya melakukan pemisahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam diajukan sekaligus dengan permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi baru hasil pemisahan.

(2) Pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi dan pengesahan akta pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam waktu yang bersamaan.

Pasal 17

Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) atau Pasal 15 ayat (1), pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Undang-Undang tentang Perkoperasian.

Pasal 18

(1) Perubahan anggaran dasar Koperasi yang tidak menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau peleburan Koperasi wajib dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan sejak perubahan dilakukan.

(2) Perubahan anggaran dasar Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diumumkan oleh Pengurus dalam media massa setempat paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak perubahan dilakukan, dan dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dengan tenggang waktu selama paling kurang 45 (empat puluh lima) hari.

(3) Dalam hal tidak dipenuhi ketentuan pada ayat (1) dan (2), perubahan anggaran dasar Koperasi tidak mengikat pihak lain yang berkepentingan dengan Koperasi.

- 8 - BAB IV

PENGUMUMAN PENGESAHAN Pasal 19

(1) Pengesahan akta pendirian Koperasi atau pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi diumumkan oleh Menteri dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(2) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Pemerintah.

BAB V

ADMINISTRASI PENGESAHAN BADAN HUKUM KOPERASI Pasal 20

(1) Akta pendirian Koperasi yang telah memperoleh pengesahan dan anggaran dasar Koperasi beserta seluruh perubahannya dihimpun dalam suatu daftar umum.

(2) Daftar umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum, dan setiap orang dapat memperoleh salinan akta pendirian maupun anggaran dasar Koperasi atas beban biaya sendiri.

Pasal 21

Ketentuan teknis mengenai penyelenggaraan administrasi badan hukum koperasi diseluruh Indonesia diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 22

Dengan berlakunya Peraturan ini, seluruh ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan akta pendirian Koperasi dan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi dinyatakan tidak berlaku.

- 9 - Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PERATURAN

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013 TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR KAS KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 90 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas Koperasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR KAS KOPERASI.

- 2 - BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Izin Pembentukan Kantor Cabang adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang setelah Koperasi memenuhi persyaratan untuk Membentuk kantor Cabang dan menjalankan kegiatan usaha pada suatu wilayah administratif tertentu.

3. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang untuk memberi izin pembentukan kantor cabang sesuai dengan peraturan perundangan–undangan yang berlaku.

4. Menteri adalah Menteri yang berwenang dalam bidang perkoperasian.

BAB II

PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG KOPERASI

Pasal 2

1. Koperasi yang akan mendirikan Kantor Cabang pada suatu wilayah wajib mengajukan permohonan izin terlebih dahulu kepada Pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Permohonan Pendaftaran Pembukaan Kantor Cabang diajukan oleh pengurus koperasi yang bersangkutan, dengan melampirkan:

a. alamat kantor cabang yang akan dibuka;

b. surat bukti setoran modal kerja yang disediakan untuk Kantor Cabang;

c. daftar sarana kerja;

d. nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon karyawan Kantor Cabang;

e. neraca dan perhitungan hasil usaha koperasi yang bersangkutan dalam 2(dua) tahun terakhir;

- 3 -

f. rencana kerja Kantor Cabang sekurang-kurangnya selama setahun.

Pasal 3

Pejabat yang berwenang, memberikan izin pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas Koperasi dengan memper-timbangkan:

a. pemenuhan persyaratan teknis pendirian kantor cabang sebagaimana diatur dalam peraturan ini;

b. kepentingan anggota koperasi dan masyarakat setempat; c. gangguan, pencemaran, dan atau perusakan lingkungan;

d. rekomendasi dari pejabat yang berwenang diwilayah administrasi ditempat kantor cabang Koperasi tersebut akan didirikan.

Pasal 4

Segala biaya, uang administrasi, atau pungutan yang dikaitkan dengan permohonan perizinan pendirian kantor cabang Koperasi harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disetorkan ke Kas Negara atau Kas Daerah.

Pasal 5

Pejabat yang berwenang, wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat atau pemohon izin tentang:

a. persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon; b. tata cara mengajukan permohonan izin;

c. besarnya pungutan, biaya, atau uang administrasi.

BAB III

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN Pasal 6

(1) Pengurus Koperasi atau kuasanya mengajukan permohonan izin secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Pejabat yang berwenang.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

- 4 - Pasal 7

(1) Pejabat yang berwenang, memberi surat tanda terima kepada pemohon atau kuasanya, apabila surat permohonan izin telah diterima secara lengkap seperti yang telah ditetapkan.

(2) Pejabat yang berwenang wajib melakukan penelitian administrasi dan atau lapangan.

Pasal 8

(1) Dalam hal hasil penelitian menunjukkan bahwa pemohon telah memenuhi persyaratan dan layak untuk diberi izin, maka Pejabat

Dokumen terkait