• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPAT DAN USULAN ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAPAT DAN USULAN ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPAT DAN USULAN

ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012

TENTANG PERKOPERASIAN

(2)

PENGANTAR

DEKOPIN melakukan kajian dan penghimpunan pendapat dan usul dari kalangan Gerakan Koperasi sebagai bahan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

Hasil kajian serta penghimpunan pendapat dan usul tersebut dituangkan dalam draft Peraturan Pemerintah dan draft Peraturan Menteri, yang akan disampaikan kepada Pemerintah, sebagai berikut ini.

Draft Peraturan Pemerintah:

1. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemakaian Nama Koperasi.

2. Peraturan Pemerintah Tentang Modal Koperasi.

3. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pengembangan Jenis Koperasi.

4. Peraturan Pemerintah Tentang Koperasi Berdasarkan Prinsip Ekonomi Syariah.

5. Peraturan Pemerintah Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP).

6. Peraturan Pemerintah Tentang Koperasi Simpan Pinjam. 7. Peraturan Pemerintah Tentang Lembaga Pengawasan

Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP).

8. Peraturan Pemerintah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan Hukum Koperasi.

9. Peraturan Pemerintah Tentang Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah Serta Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perlindungan Kepada Koperasi.

10. Peraturan Pemerintah Tentang Jenis, Tata Cara, dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif.

(3)

Draft Peraturan Menteri:

1. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Koperasi Sebagai Badan Hukum.

2. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas Koperasi.

3. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan Standar Kompetensi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam.

4. Ketentuan mengenai Pengawasan dan Pemeriksaan Koperasi. 5. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah Tentang Penggabungan dan Peleburan Koperasi. 6. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah Tentang Tata Cara Perubahan Unit Simpan Pinjam (USP) Menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Draft Keputusan Menteri:

1. Peraturan Menteri Tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Jakarta, 15 Mei 2013 DEKOPIN

(4)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

TATA CARA PEMAKAIAN NAMA KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Koperasi adalah Badan Hukum yang harus mencantumkan nama dan tempat kedudukan dalam Anggaran Dasarnya sebagai identitas diri yang membedakannya dengan nama Koperasi lain;

b. bahwa untuk pemakaian nama Koperasi sesuai dengan Undang-Undang Perkoperasian maka tata cara pemakaian nama Koperasi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); 3. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012

tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMAKAIAN NAMA KOPERASI.

(5)

- 2 - BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya para anggotanya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan.

3. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan dan beranggotakan badan hukum Koperasi.

4. Nama Koperasi adalah sebutan yang menunjukkan identitas Koperasi, yang membedakannya dengan nama Koperasi lain.

5. Rapat Anggota adalah forum kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

6. Anggaran Dasar adalah ketentuan-ketentuan yang mengacu pada Undang-undang Koperasi yang mengatur kegiatan-kegiatan operasional Koperasi yang disahkan dalam Rapat Pembentukan Koperasi.

BAB II TUJUAN

Pasal 2

(1) Pengaturan Tata Cara Pemakaian Nama Koperasi ini bertujuan untuk memberikan identitas yang spesifik untuk setiap Koperasi yang berbeda dengan nama Koperasi lain, dalam batas satu kabupaten atau kota.

(2) Nama Koperasi yang spesifik dan jelas maka dapat dihindarkan penyalahgunaan nama Koperasi untuk kepentingan yang ber-tentangan dengan Undang-undang.

BAB III

PERSYARATAN PENAMAAN KOPERASI Pasal 3

(1) Nama Koperasi ditetapkan oleh Anggota dalam Rapat Anggota Pembentukan Koperasi.

(6)

- 3 -

(2) Koperasi boleh menggunakan nama yang tidak dilarang oleh Undang-undang, seperti:

a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;

b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;

c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara/pemerintahan, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.

Pasal 4

Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.

BAB IV

PENGECEKAN DAN PENELITIAN NAMA Pasal 5

(1) Pejabat yang berwenang melakukan pengecekan dan penelitian terhadap usulan nama Koperasi yang diajukan oleh pemohon untuk memastikan bahwa nama tersebut memenuhi persyaratan sebagai-mana diatur dalam Pasal 3 ayat (2).

(2) Dalam hal usulan nama tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (2), maka nama tersebut dapat digunakan oleh Koperasi yang bersangkutan dan diajukan kepada Menteri atau pejabat yang berwenang untuk disahkan.

(3) Dalam hal usulan nama Koperasi ditolak, maka pejabat yang berwenang memberikan keputusan penolakan beserta alasannya, yang disampikan secara tertulis kepada pemohon paling lama 14 (empat belas) hari kerja semenjak diterimanya permohonan usulan nama.

(4) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon atau kuasanya dapat pengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan tersebut.

(5) Permohonan ulang tersebut diajukan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang berwenang.

(6) Terhadap pengajuan permohonan ulang usul nama Koperasi sebagaimana diatur pada ayat (5), Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan tanda terima.

(7)

- 4 -

(7) Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan keputusan terhadap permohonan ulang tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan ulang tersebut.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 6

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(8)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG MODAL KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk memperkokoh permodalan bagi Koperasi, sebagai suatu badan usaha dan melaksanakan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Modal Koperasi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MODAL KOPERASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

(9)

- 2 -

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.

3. Sertifikat Modal Koperasi selanjutnya disebut SMK adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.

4. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha.

5. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh Pemodal untuk menambah dan memperkuat struktrur permodalan Koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.

6. Selisih Hasil Usaha selanjutnya disebut SHU adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha.

7. Obligasi Koperasi adalah surat pengakuan hutang Koperasi kepada pemegang Obligasi dengan suatu kesanggupan membayar nilai pokok hutang dan bunga atau kupon obligasi selama jangka waktu tertentu. 8. Surat Utang Koperasi selanjutnya disebut SUK adalah dokumen yang

menunjukkan kesanggupan koperasi untuk membayar kewajibannya kepada pihak ketiga, dengan nilai, kupon/bunga/bagi hasil dan jangka waktu tertentu.

9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

MODAL KOPERASI Pasal 2

(1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.

(2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari:

a. Hibah;

(10)

- 3 - c. Modal pinjaman yang berasal dari:

1. Anggota;

2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. Bank dan Lembaga keuangan lainnya;

4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lain; dan/atau 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

d. Sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Pasal 3

(1) Setoran Pokok dibayar pada saat calon Anggota mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dikembalikan.

(2) Setoran Pokok sebagaimana dimaksud di atas, harus telah disetor penuh yang ditunjukkan dengan bukti penyetoran yang sah.

(3) Setoran Pokok menjadi sarana bagi seseorang untuk ditetapkan menjadi Anggota yang akan memperoleh pelayanan dari Koperasi yang dibentuknya.

Pasal 4

(1) Nilai Setoran Pokok Anggota ditetapkan pada Rapat Anggota.

(2) Setoran Pokok tidak mendapat jasa dari bagian Selisih Hasil Usaha untuk Anggota.

Pasal 5

(1) Koperasi yang telah berdiri wajib melakukan konversi modal dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib menjadi Sertifikat Modal Koperasi.

(2) Setoran Pokok dapat diisi dari salah satu dibawah ini: a. sebagian dari Cadangan Koperasi;

b. sebagian dari Simpanan Pokok dan/atau Simpanan Wajib Anggota Koperasi; atau

c. Setoran tunai dari Anggota Koperasi.

(3) Pengisian Setoran Pokok sebagaimana tersebut pada ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota.

Pasal 6

(1) Sertifikat Modal Koperasi merupakan tanda bukti keikutsertaan Anggota di dalam modal dan usaha Koperasi.

(11)

- 4 -

(2) Sertifikat Modal Koperasi mendapat jasa dari Selisih Hasil Usaha bagian Anggota.

Pasal 7

(1) Penerbitan Sertifikat Modal Koperasi dilakukan pada saat : a. pendirian Koperasi (baru) untuk menghimpun modal awal;

b. konversi (pengubahan) dari Simpanan Wajib menjadi Sertifikat Modal Koperasi bagi Koperasi yang sudah berjalan;

c. penerbitan ulang sebagai Tambahan Modal Koperasi.

(2) Penerbitan ulang SMK dapat dilakukan beberapa kali penerbitan sesuai dengan kebutuhan seperti untuk investasi baru, perluasan usaha, restrukturisasi modal, dan keperluan lainnya yang mem-butuhkan modal tambahan.

(3) Penerbitan ulang SMK dituangkan di dalam suatu rencana penerbitan ulang Sertifikat Modal Koperasi.

Pasal 8

(1) Sertifikat Modal Koperasi diterbitkan dalam lembar sertifikat modal yang memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama dan Logo Koperasi penerbit; b. Seri dan Nomor urut SMK;

c. Nilai Nominal dalam satuan rupiah dan penyebutannya; d. Kolom Nama Anggota dan Nomor Pokok Keanggotaan; e. Tempat dan Waktu penerbitan;

f. Tanda Tangan dan otorisasi dari Pengurus.

(2) Nominal Sertifikat Modal koperasi ditetapkan dalam rapat Anggota dengan memperhatikan kemampuan Anggota.

(3) Nominal Sertifikat Modal Koperasi harus kecil atau maksimal sama dengan nilai Setoran Pokok.

Pasal 9

(1) Tenggat waktu pelunasan pembayaran SMK baik SMK minimal yang wajib dimiliki Anggota maupun SMK tambahan dalam penerbitan ulang adalah 3 (tiga) bulan.

(2) SMK diserahkan Anggota yang telah memenuhi kewajiban pembayaran SMK.

(3) Penyerahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota dilakukan secara fisik atau dalam bentuk warkat yang lembar SMK aslinya disimpan di Koperasi.

(12)

- 5 - Pasal 10 (1) Pengurus melakukan tata kelola SMK.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. perencanaan penerbitan;

b. penjaminanpenjualan; c. distribusi;

d. pengalihan; e. balik nama.

(3) Pengelolaan SMK sebagai dimaksud di atas mencakup pengelolaan seluruh SMK yaitu SMK yang diterbitkan pada awal pendirian Koperasi, pada saat dilakukan konversi, dan penerbitan pada penerbitan ulang.

Pasal 11

(1) Pengelola SMK wajib melakukan pengamanan atas SMK yang diterbitkan dari tindakan penggandaan atau pemalsuan yang menyebabkan kerugian Anggota dan atau Koperasi.

(2) Pengelola melakukan penelitian dan penyelesaian, bilamana ditemukan indikasi adanya unsur kesengajaan atau kelalaian, Pengurus Koperasi dapat menyerahkan perbuatan tersebut kepada aparat berwenang sesuai peraturaan perundang-undangan.

Pasal 12

(1) SMK yang dimiliki dalam jumlah minimal hanya dapat dialihkan apabila seorang Anggota:

a. mengundurkan diri sebagai anggota Koperasi; b. meninggal dunia;

c. diberhentikan dan dicabut status Keanggotaannya.

(2) Anggota yang memiliki SMK melebihi jumlah minimal dapat mengalihkan SMK kepada Anggota lain dan/atau kepada Koperasi dengan cara menjual SMK tersebut.

Pasal 13

(1) Pengalihan Sertifikat Modal Koperasi dari Anggota kepada Anggota lainnya dilakukan atas dasar harga yag disepakati para pihak dan dilaporkan kepada Pengurus.

(2) Pengalihan SMK dari Anggota kepada Koperasi dilakukan berdasarkan nilai nominal atau harga perolehan Sertifikat Modal Koperasi.

(13)

- 6 - Pasal 14

(1) Dalam hal penerbitan ulang Sertifikat Modal Koperasi untuk Tambahan Modal, Pengurus menyiapkan rencana penerbitan ulang yang sekurang-kurangnya menjelaskan:

a. nilai total SMK yang diterbitkan;

b. banyaknya lembar SMK yang akan diterbitkan; c. nilai nominal setiap lembar SMK;

d. distribusi kepada Anggota; e. penyerahan kepada Anggota;

f. penggunaan dana hasil penerbitan SMK.

(2) Rencana Penerbitan Ulang SMK untuk Tambahan Modal tersebut disusun dalam suatu prospektus untuk dibahas di dalam Rapat Anggota.

Pasal 15

Selain modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari sumber yang lain, yaitu:

a. Hibah;

b. Modal Penyertaan;

c. modal luar/pinjaman yang berasal dari : 1. Anggota;

2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. bank dan lembaga keuangan lainnya;

4. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Koperasi dapat menerima Hibah, baik dari dalam negeri maupun asing sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Hibah yang diterima Koperasi tidak dapat dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus, dan Pengawas.

(3) Hibah yang diberikan kepada Koperasi di sektor riil dapat berwujud barang dan atau uang, sedangkan untuk Koperasi Simpan Pinjam dalam bentuk uang.

(14)

- 7 -

(4) Peberian hibah kepada Koperasi dilaporkan dalam laporan Keuangan Koperasi sebagai Modal sendiri.

Pasal 17

(1) Modal Penyertaan dibagi ke dalam unit penyertaan Modal Penyertaan. (2) Setiap Unit penyertaan mempunyai nilai nominal dalam satuan nilai

rupiah.

(3) Unit penyertaan Modal Penyertaan ditawarkan kepada investor dengan suatu perjanjian penempatan modal penyertaan.

Pasal 18

(1) Masyarakat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah yang menempatkan dana pada Modal Penyertaan mendapat bagian dari keuntungan pengelolaan usaha dan ikut menanggung risiko.

(2) Penempatan dana pada modal penyertaan adalah dalam jangka panjang.

Pasal 19

Perjanjian penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:

a. kelayakan usaha yang membutuhkan modal penyertaan; b. besarnya nomimal setiap unit penyertaan ;

c. risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha; d. pengelolaan usaha; dan

e. pembagian hasil usaha.

Pasal 20

Penerbitan Modal Penyertaan adalah untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh Koperasi atau bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki potensi memberikan hasil yang tinggi dan berkelanjutan.

Pasal 21

Menteri malakukan pengawasan dan penilaian berkala terhadap Koperasi yang menerima Modal Penyertaan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.

Pasal 22

(1) Untuk keperluan pembiayaan investasi dalam rangka pengembangan usaha dan restrukturisasi hutang, Koperasi dapat menerbitkan Obligasi Koperasi.

(15)

- 8 -

(2) Obligasi Koperasi diterbitkan sebagai obligasi “atas unjuk” dengan jaminan aset Koperasi.

Pasal 23

(1) Penerbitan Obligasi Koperasi dapat dilakukan sesuai ketentuan otoritas pasar modal.

(2) Koperasi dapat menerbitkan obligasi secara tertutup sesuai dengan mekanisme internal Koperasi.

(3) Obligasi Koperasi, sekurang-kurangnya mencantumkan: a. nilai nominal dengan satuan rupiah;

b. suku bunga dan Kupon;

c. tanggal/tahun penerbitan dan waktu jatuh tempo. Pasal 24

(1) Koperasi wajib membayar kembali Pokok Obligasi pada tanggal jatuh tempo.

(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi yang dananya berasal dari penerimaan kegiatan maupun sumber pendapatan hasil investasi obligasi.

Pasal 25

(1) Pengelola wajib menyusun perencanaan lengkap dan benar yang dituangkan dalam prospektus.

(2) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisikan informasi material tentang Obligasi Koperasi yang akan diterbitkan, terdiri dari:

a. besarnya nilai obligasi yang diterbitkan;

b. bidang usaha Koperasi yang dibiayai dan penggunaan lainnya; c. laporan keuangan hasil audit;

d. biografi dari pengawas dan pengurus, informasi terinci mengenai kompensasi dan kapabilitas mereka;

e. daftar aset Koperasi; f. penjamin; dan

g. lain-lain informasi yang bersifat material.

Pasal 26

(1) Obligasi Koperasi diterbitkan dalam jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk membiayai kegiatan yang menghasilkan penerimaan

(16)

- 9 -

yang cukup untuk membayar pokok dan bunga/kupon obligasi Koperasi.

(2) Ketentuan mengenai Tata Cara Penerbitan Obligasi Koperasi di atur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 27

(1) Surat Utang Koperasi diterbitkan untuk keperluan pendanaan jangka pendek-menegah Koperasi.

(2) SUK diterbitkan atas unjuk, dengan sekurang-kurangnya menjelaskan:

a. besarnya suku bunga dan Kupon; b. jangka waktu;

c. pengikatan perjanjian utang piutang; d. pemindah tangangan atau jual beli.

Pasal 28

(1) Penerbitan Surat Utang Koperasi dilakukan atas dasar: a. adanya kelayakan usaha yang akan dibiayai;

b. usaha yang dibiayai aman dan menguntungkan;

c. adanya kemampuan Koperasi untuk mengembalikan utang pokok dan kupon;

d. pengelolaan risiko secara jelas dan transparan; e. memiliki insentif menarik bagi calon kreditur; dan

f. jaminan berupa kelayakan usaha, termasuk kemungkinan mengagunkan aset koperasi (dengan persetujuan Rapat Anggota). (2) Pengelola wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar yang

dituangkan dalam prospektus penerbitan obligasi.

(3) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan gambaran umum yang berisikan informasi material tentang SUK yang akan diterbitkan, seperti penjelasan tentang :

a. bidang usaha koperasi;

b. laporan keuangan hasil audit;

c. biografi dari pengawas, pengurus, informasi terinci mengenai kompensasi dan kapabilitas mereka;

d. daftar aset koperasi;

(17)

- 10 - BAB III

PENCATATAN DAN PELAPORAN MODAL Pasal 29

(1) Pengurus Koperasi wajib menyelenggarakan pencatatan modal dan penggunaan modal berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.

(2) Pengurus Koperasi secara berkala menerbitkan laporan modal sebagai bagian dari Laporan Keuangan Koperasi.

(3) Pelaporan Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup modal sendiri Koperasi dan modal pinjaman.

(4) Modal sendiri Koperasi merupakan ekuitas permanen yang terdiri dari:

a. Setoran Pokok;

b. Sertifikat Modal Koperasi; c. Hibah;

d. Cadangan.

(5) Modal Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari: a. Modal Penyertaan;

b. Pinjaman yang berasal dari: 1. Anggota;

2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. bank dan lembaga keuangan lainnya;

4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan/atau

c. Sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30

Koperasi yang sudah ada, melakukan penyesuaian melalui konversi modal Koperasi.

(18)

- 11 - BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(19)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ___ TAHUN 2013

TENTANG

TATA CARA PENGEMBANGAN JENIS KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengembangan Jenis Koperasi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGEMBANGAN JENIS KOPERASI.

(20)

- 2 - BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggota-kan orang perseorangan.

4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.

5. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.

BAB II JENIS KOPERASI

Pasal 2

(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar. (2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada

kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota. Pasal 3

Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari: a. Koperasi konsumen;

b. Koperasi produsen; c. Koperasi jasa; dan

(21)

- 3 - Pasal 4

(1) Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.

(2) Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.

(3) Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.

(4) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.

Pasal 5

(1) Koperasi Jasa terdiri dari Koperasi Jasa Keuangan dan Koperasi Jasa non-Keuangan.

(2) Koperasi Jasa Keuangan menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan hanya kepada anggota.

Pasal 6

(1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa dapat melakukan kegiatan usaha lain sesuai kebutuhan Anggota, selain kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 4 wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar.

(3) Penyebutan jenis Koperasi yang menyelenggarakan beberapa kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Anggaran Dasar adalah satu jenis Koperasi berdasarkan kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota yang terbesar.

Pasal 7

Ketentuan pengembangan Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam ketentuan Koperasi Simpan Pinjam yang diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III

PENGEMBANGAN KOPERASI KONSUMEN Pasal 8

(1) Koperasi Konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan konsumsi dan barang modal.

(22)

- 4 -

(2) Dalam pelayanan penyediaan barang kebutuhan konsumsi dan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Koperasi Konsumen melakukan pembelian dan pengadaan bersama.

Pasal 9

Koperasi Konsumen mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 10

(1) Koperasi Konsumen mengutamakan pelayanan kepada Anggota.

(2) Koperasi Konsumen mendorong non-Anggota menjadi Anggota, dengan memberikan fasilitas insentif khusus bagi Anggota.

(3) Kontribusi volume usaha Koperasi Konsumen terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-Anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha.

Pasal 11

(1) Keanggotaan pada Koperasi Konsumen bersifat sukarela dan terbuka. (2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang

diberikan oleh Koperasi Konsumen. Pasal 12

(1) Koperasi Konsumen didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota.

(2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Konsumen didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Konsumen lainnya.

(3) Koperasi Konsumen didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

BAB IV

PENGEMBANGAN KOPERASI PRODUSEN Pasal 13

(1) Anggota Koperasi Produsen dapat berupa pekerja atau produsen barang.

(23)

- 5 -

(2) Koperasi Produsen melayani kebutuhan sarana kegiatan produksi dan pemasaran Anggota.

(3) Dalam melayani kebutuhan sarana kegiatan produksi dan pemasaran Anggota, Koperasi Produsen melaksanakan pembelian dan pengadaan bersama bahan baku atau mesin dan melaksanakan pemasaran bersama barang yang dihasilkan Anggota baik kepada Anggota maupun kepada non-Anggota.

(4) Kontribusi volume usaha Koperasi Produsen terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-Anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha.

Pasal 14

Koperasi Produsen mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 15

(1) Koperasi Produsen yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah Koperasi Produsen di sektor primer.

(2) Koperasi Produsen untuk sektor selain primer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anggota.

Pasal 16

(1) Keanggotaan pada Koperasi Produsen bersifat sukarela dan terbuka. (2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang

diberikan oleh Koperasi Produsen. Pasal 17

(1) Koperasi Produsen didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota.

(2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Produsen didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Produsen lainnya.

(3) Koperasi Produsen juga didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

(24)

- 6 - BAB V

PENGEMBANGAN KOPERASI JASA Pasal 18

(1) Koperasi Jasa adalah Koperasi yang menyelenggarakan pelayanan Jasa Keuangan non-Simpan Pinjam dan Jasa non-Keuangan.

(2) Koperasi yang menyelenggarakan Jasa Keuangan non-Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kegiatan secara tunggal usaha atau banyak usaha, seperti antara lain usaha:

a. Perbankan;

b. Kontraktual, Perasuransian, dan Dana Pensiun;

c. Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Pegadaian, Modal Ventura, dan Pembiayaan Infrastruktur.

(3) Selain Koperasi Jasa Keuangan non-Simpan Pinjam pada ayat (2) termasuk pula Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hukum Koperasi yang diatur tersendiri dalam undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro.

(4) Koperasi Jasa non-Keuangan meliputi seluruh usaha jasa di sektor riil.

Pasal 19

Koperasi Jasa mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 20

(1) Koperasi Jasa memberikan pelayanan utama kepada Anggota, dan bila terdapat kelebihan kapasitas dapat melayani non-Anggota.

(2) Koperasi Jasa mendorong non-Anggota menjadi Anggota dengan cara memberikan insentif kepada Anggota.

(3) Kontribusi volume usaha Koperasi Jasa terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-Anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha.

Pasal 21

(1) Keanggotaan pada Koperasi Jasa bersifat sukarela dan terbuka.

(2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Jasa.

(25)

- 7 - Pasal 22

(1) Koperasi Jasa didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota.

(2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Jasa didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Jasa lainnya.

(3) Koperasi Jasa juga didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(26)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa koperasi merupakan badan hukum yang dapat berusaha dalam berbagai jenis usaha sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku termasuk berusaha dengan menggunakan prinsip ekonomi syariah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan untuk melaksanakan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Koperasi Berdasarkan Prinsip Ekonomi Syariah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH.

(27)

- 2 - BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

3. Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah selanjutnya disebut Koperasi Syariah adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak sesuai jenis Koperasi yaitu Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa yang menjalankan prinsip ekonomi syariah.

4. Prinsip Ekonomi Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perekonomian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

5. Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah Koperasi Jasa yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang tabungan, pembiayaan, dan investasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah.

6. Tabungan Wadiah Yad Dhamanah, adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad wadiah/titipan namun dengan seizin penyimpan dapat digunakan oleh Koperasi untuk kegiatan operasional Koperasi, dengan ketentuan penyimpan tidak mendapatkan bagi-hasil atas penyimpanan dananya, tetapi bisa dikompensasi dengan imbalan bonus yang besarnya bonus ditentukan sesuai kebijakan dan kemampuan Koperasi.

7. Tabungan Mudharabah Al-Muthalaqah, adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad Mudharabah Al Muthalaqah yang dapat dimanfaatkan Koperasi untuk pembiayaan kepada Anggota Koperasi secara profesional dengan ketentuan penabung mendapatkan bagi hasil atas tabungannya sesuai nisbah (proporsi bagi-hasil) yang disepakati pada saat pembukaan rekening tabungan.

8. Tabungan Mudharabah Berjangka adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad Mudharabah Al Muthalaqah yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penabung dengan Koperasi yang bersangkutan.

9. Pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara Koperasi dengan Anggota, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang

(28)

- 3 -

diterima kepada pihak Koperasi sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut. 10. Pembiayaan Mudharabah, adalah akad kerjasama permodalan usaha

dimana Koperasi sebagai pemilik modal (Sahibul Maal) menyetorkan modalnya kepada Anggota sebagai pengusaha (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan pembagian keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan (nisbah), dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan.

11. Pembiayaan Musyarakah, adalah akad kerjasama permodalan usaha antara Koperasi dengan Anggota sebagai pemilik modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedang kerugian ditanggung secara proposional sesuai dengan kontribusi modal.

12. Piutang Murabahah adalah tagihan atas transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati pihak penjual (Koperasi) dan pembeli (Anggota) dan atas transaksi jual-beli tersebut, yang mewajibkan Anggota untuk melunasi kewajibannya sesuai jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran imbalan berupa marjin keuntungan yang disepakati dimuka sesuai akad.

13. Piutang Salam adalah tagihan Anggota terhadap koperasi atas transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan antara penjual dan pembeli dengan pembayaran dimuka dan pengiriman barang oleh penjual dilakukan dibelakang/kemudian, dengan ketentuan bahwa spesifikasi barang disepakati pada akad transaksi salam.

14. Piutang Istisna adalah tagihan atas akad transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan/pembeli dan penjual yang cara pembayarannya dapat dilakukan dimuka, diangsur, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

15. Piutang Ijarah adalah tagihan akad sewa-menyewa antara muajir (Lessor/Penyewa) dengan Musta’jir (Lessee/yang menyewakan) atas Ma’jur (Objek sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya.

16. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah perjanjian sewa-beli suatu barang antara Lessor dengan Lessee yang diakhiri dengan perpindahan hak milik objek sewa dari Lessee/yang menyewakan kepada Lessor/Penyewa.

17. Qardh adalah kegiatan transaksi dengan akad pinjaman dana non komersial dimana si peminjam mempunyai kewajiban untuk membayar pokok dana yang dipinjam kepada Koperasi yang meminjamkan tanpa imbalan atau bagi hasil dalam waktu tertentu sesuai kesepakatan.

(29)

- 4 -

18. Nisbah adalah proporsi pembagian keuntungan (bagi hasil) antara Pemilik Dana (Shahibul Maal) dan Pengelola Dana (Mudharib) atas hasil usaha yang dikerjasamakan.

19. Marjin adalah keuntungan yang diperoleh Koperasi atas hasil transaksi penjualan dengan pihak pembelinya.

20. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh Koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan para ahli syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai Pengawas Syariah pada Koperasi yang bertugas mengawasi kegiatan usaha Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

21. Dewan Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah, yang selanjutnya disebut DSN-MUI.

22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH Pasal 2

(1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa dapat melaksanakan pengelolaan Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah. (2) Pengelolaan Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah dicantumkan

dalam Anggaran Dasar.

(3) Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah tunduk dan patuh terhadap segala aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan semua peraturan pelaksanaannya.

BAB III

KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH Bagian Kesatu

Jenis, Prinsip, Pelayanan, dan Perizinan Pasal 3

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah termasuk di dalam jenis Koperasi Jasa.

(30)

- 5 -

(2) Koperasi Jasa Keuangan Syariah menjalankan nilai dan prinsip Koperasi.

(3) Pelayanan Koperasi Jasa Keuangan Syariah hanya kepada anggota. Pasal 4

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri.

(2) Untuk memperoleh izin usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah paling sedikit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. menyampaikan susunan organisasi dan kepengurusan; b. permodalan; dan

c. kelayakan usaha.

Bagian Kedua Produk Pasal 5

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat menghimpun dana dari Anggota dalam bentuk tabungan harian dan tabungan berjangka.

(2) Pengembangan produk tabungan harian dan tabungan berjangka dapat dilaksanakan sepanjang tidak menyimpang dari pengertian tabungan wadiah dan tabungan mudharabah berdasarkan fatwa DSN-MUI.

(3) Perhitungan bagi hasil untuk tabungan harian dan tabungan berjangka sesuai pola bagi hasil (syariah) dilakukan dengan perhitungan distribusi pendapatan.

(4) Perhitungan distribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan saldo rata-rata perklasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata-rata-rata seluruh klasifikasi dana, dikalikan dengan komponen pendapatan dikalikan nisbah bagi hasil masing masing produk tabungan yang dibagikan.

Pasal 6

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah menyediakan produk pembiayaan sebagai berikut : a. Pembiayaan Mudharabah; b. Pembiayaan Musyarakah; c. Piutang Murabahah; d. Piutang salam; e. Piutang istisna; f. Piutang ijarah; g. Qardh.

(31)

- 6 -

(2) Pengembangan produk pembiayaan lain dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan berdasarkan fatwa DSN-MUI.

Pasal 7

Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat melayani kegiatan zakat dan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah

Pasal 8

(1) Untuk menjalankan usaha dengan prinsip syariah Koperasi Jasa Keuangan berdasarkan prinsip syariah wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah. (2) Susunan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri dari seorang Ketua, Sekretaris dan Anggota. Pasal 9

(1) Dewan Pengawas Syariah bertugas melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Jasa Keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syariah sesuai fatwa DSN-MUI.

(2) Dewan Pengawas Syariah melaporkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10

Koperasi yang ingin mengubah atau mengkonversikan kegiatan usahanya menjadi Koperasi berdasarkan prinsip syariah dapat menjalankan usaha dengan ketentuan:

a. melakukan perubahan Anggaran Dasar yang mencantumkan perubahan menjadi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

b. melakukan konversi data keuangan sistem lama menjadi sistem syariah disertai permohonan izin perubahan pola operasional menjadi sistem syariah;

c. mengajukan pengesahan perubahan anggaran dasar dan perubahan operasionalnya menjadi sistem syariah, dengan menyertakan dokumen: 1. Berita acara persetujuan anggota untuk menjalankan kegiatan usaha

(32)

- 7 - 2. Alasan-alasan perubahan/konversi;

3. Laporan posisi, dan kondisi saat konversi;

4. Bukti-bukti keuangan yang menunjukan hak dan kewajiban bagi Koperasi yang bersangkutan.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 11

Ketentuan teknis mengenai pendirian, perizinan, organisasi, kegiatan usaha, dan permodalan Koperasi Jasa Keuangan Syariah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(33)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menumbuh-kembangakan usaha Koperasi Simpan Pinjam diperlukan sistem Koperasi Simpan Pinjam yang tangguh, sehat, stabil, dan dapat dipercaya;

b. bahwa salah satu sumber dana Koperasi Simpan Pinjam untuk menjalankan kegiatan operasionalnya adalah berasal dari simpanan anggota;

c. bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan simpanan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam perlu ditumbuhkan kepercayaan anggota dalam menyimpan dananya pada Koperasi Simpan Pinjam; d. bahwa untuk meningkatkan kepercayaan anggota dan

masyarakat kepada Koperasi Simpan Pinjam dalam mengelola simpanan perlu dilakukan perkuatan dalam bentuk dukungan penjaminan simpanan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam;

e. bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan anggota Koperasi Simpan Pinjam tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, c, d dan huruf e,

(34)

- 2 -

perlu membentuk Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut KSP adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan Pinjam sebagai satu-satunya usaha.

3. Lembaga Penjamin Simpanan KSP dan untuk selanjutnya disebut LPS-KSP adalah lembaga penjamin simpanan Anggota pada KSP.

4. Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari koperasi Simpan Pinjam sesuai Perjanjian.

5. Anggota Penyimpan adalah anggota KSP yang menyimpan dananya dalam bentuk simpanan dan/atau tabungan di KSP.

6. KSP Gagal adalah KSP yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat

(35)

- 3 -

lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawasan KSP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

7. Penjaminan Simpanan Anggota KSP, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan KSP atas simpanan anggota KSP.

8. Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri yang menyelenggarakan pemerintahan bidang perkoperasian, Lembaga Pengawasan KSP, dan Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu KSP Gagal.

9. Cadangan Penjaminan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan KSP. 10. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus

Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang digunakan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan KSP.

11. Peraturan LPS-KSP adalah peraturan yang ditetapkan oleh LPS-KSP dalam rangka penjaminan serta penyelesaian dan penanganan KSP Gagal sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

12. Dewan Pengurus adalah organ tertinggi Lembaga Penjamin Simpanan KSP.

13. Keputusan Dewan Pengurus adalah keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus LPS KSP yang memuat aturan intern.

BAB II

PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 2

Berdasarkan Peraturan ini, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam, yang selanjutnya disebut LPS-KSP.

Pasal 3

(1) LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah badan hukum. (2) LPS-KSP adalah lembaga yang independen, transparan, dan

akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. (3) LPS-KSP bertanggung jawab kepada Presiden.

(36)

- 4 - Pasal 4

(1) LPS-KSP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.

(2) LPS-KSP dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III

FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG Pasal 5

Fungsi LPS-KSP adalah:

a. menjamin simpanan anggota penyimpan;

b. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem KSP sesuai dengan kewenangannya; dan

c. sebagai instrumen guna mendorong KSP untuk, antara lain:

1. Menjadi “KSP murni” dengan mematuhi nilai, prinsip, dan regulasi koperasi;

2. Menekan biaya modal dengan menetapkan maksimum jasa simpanan yang dapat dijamin.

Pasal 6

Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS-KSP mempunyai tugas:

a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan;

b. melaksanakan penjaminan simpanan;

c. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem KSP; dan

d. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian KSP gagal.

Pasal 7

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, LPS-KSP mempunyai wewenang sebagai berikut:

(37)

- 5 -

b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat KSP pertama kali menjadi peserta;

c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS-KSP;

d. Mendapatkan data simpanan anggota, data kesehatan KSP, laporan keuangan KSP, dan laporan hasil pemeriksaan KSP;

e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d;

f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim; g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain

untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS-KSP, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu;

h. Melakukan penyuluhan kepada KSP, anggota dan masyarakat tentang penjaminan simpanan KSP; dan

i. Menjatuhkan sanksi administratif.

(2) LPS-KSP melakukan penyelesaian dan penanganan KSP gagal dengan kewenangan:

a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pengurus, termasuk hak dan wewenang Rapat Anggota;

b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban KSP gagal yang diselamatkan.

Pasal 8

(1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, LPS-KSP dapat meminta data, informasi, dan/atau dokumen kepada pihak lain.

(2) Setiap pihak yang dimintai data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikannya kepada LPS-KSP.

BAB IV

PENJAMINAN SIMPANAN ANGGOTA KSP Bagian Pertama

Kepesertaan Pasal 9

Setiap KSP yang hendak menjadi peserta Penjaminan diwajibkan: a. menyerahkan dokumen sebagai berikut:

(38)

- 6 - 2. Salinan dokumen perizinan KSP;

3. Surat keterangan tingkat kesehatan KSP yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengawasan KSP yang dilengkapi dengan data pendukung;

4. Surat pernyataan dari pegurus, yang memuat :

i. Komitmen dan kesediaan pegurus dan anggota untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS-KSP;

ii. Kesediaan untuk bertanggung jawab atas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha KSP;

iii. Kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS-KSP segala hak, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila KSP menjadi KSP Gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dibubarkan.

5. Membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari modal sendiri (ekuitas) permanen KSP pada akhir tahun buku sebelumnya atau dari modal awal bagi KSP baru.

b. membayar premi Penjaminan sebesar …% (persen); c. menyampaikan laporan secara berkala;

d. memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan; dan

e. menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor KSP atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh anggota dan masyarakat.

Pasal 10

Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat kepesertaan LPS-KSP diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua Simpanan Yang Dijamin

Pasal 11

LPS-KSP menjamin Simpanan anggota KSP dalam bentuk tabungan, tabungan berjangka, dan/atau bentuk simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Pasal 12

(1) Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap anggota pada satu KSP paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(39)

- 7 -

(2) Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila:

a. Terjadi penarikan dana KSP dalam jumlah besar secara bersamaan;

b. Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun; c. Adanya kebijakan redenominasi Rupiah; atau

d. Keadaan lain yang berpengaruh, sehingga diperlukan penyesuaian nilai simpanan yang dijamin.

(3) Perubahan besaran nilai Simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan kepada Presiden.

(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Ketiga Premi Pasal 13

(1) Premi Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dibayarkan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk:

a. pembayaran periode 1 untuk tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan

b. pembayaran periode 2 untuk tanggal1 Juli sampai dengan 31 Desember.

(2) Premi untuk masing-masing periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan selambat-lambatnya tanggal:

a. 31 Januari untuk periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan

b. 31 Juli untuk periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan rata-rata saldo bulanan total Simpanan pada periode sebelumnya.

(3) Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah atau dikurangi sesuai dengan realisasi rata-rata saldo bulanan total Simpanan pada periode yang bersangkutan.

(4) Penambahan atau pengurangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat pembayaran premi untuk periode berikutnya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran premi ditetapkan dengan Peraturan LPS-KSP.

(40)

- 8 - Pasal 14

(1) Premi untuk setiap periode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditetapkan sama untuk setiap KSP sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari rata-rata saldo bulanan total Simpanan dalam setiap periode.

(2) Tingkat premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:

a. terjadi perubahan nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap anggota pada satu KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);

b. akumulasi cadangan penjaminan telah melampaui tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari total Simpanan di setiap KSP; atau

c. terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada KSP.

(3) Perubahan tingkat premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan kepada Presiden.

(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 15

(1) Penghitungan premi dilakukan sendiri oleh KSP.

(2) LPS-KSP dapat melakukan verifikasi atas perhitungan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemeriksaan dokumen laporan, pemanggilan pengurus/pengelola KSP yang bersangkutan, dan/atau pemeriksaan langsung pada KSP.

(4) Dalam hal pemeriksaan langsung pada KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LPS-KSP dapat menunjuk Lembaga Pengawasan-KSP atau akuntan publik.

(5) Pemeriksaan langsung pada KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sudah harus selesai dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penunjukan dari LPS-KSP diterima.

(6) Dalam hal terdapat perbedaan hasil perhitungan premi yang dilakukan sendiri oleh KSP dengan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KSP wajib melakukan penyesuaian jumlah premi yang dibayar pada saat pembayaran premi periode berikutnya berdasarkan hasil verifikasi LPS-KSP.

(41)

- 9 - Pasal 16

(1) Cara penetapan premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dapat diubah sehingga tingkat premi menjadi berbeda antara satu KSP dan KSP yang lain berdasarkan skala risiko kegagalan KSP.

(2) Dalam hal tingkat premi ditetapkan berbeda antara satu KSP dan KSP yang lain, perbedaan tingkat premi yang terendah dan yang tertinggi tidak melebihi 0,5% (nol koma lima persen).

(3) Perubahan cara penetapan premi dan tingkat premi berdasarkan skala risiko kegagalan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Presiden.

(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Keempat

Pembayaran Klaim Penjaminan Pasal 17

(1) LPS-KSP wajib membayar klaim Penjaminan kepada anggota Penyimpan dari KSP yang dicabut izin usahanya.

(2) LPS-KSP berhak memperoleh data anggota Penyimpan dan informasi lain yang diperlukan dalam rangka penghitungan dan pembayaran klaim Penjaminan.

(3) LPS-KSP wajib menentukan Simpanan yang layak dibayar setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak izin usaha KSP dicabut.

(4) LPS-KSP mulai membayar Simpanan yang layak dibayar selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak verifikasi selesai dilakukan.

(5) Dalam rangka rekonsiliasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggota, pengawas, dan pengurus KSP yang dicabut izin usahanya, serta pihak lain yang terkait dengan KSP dimaksud wajib membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh LPS-KSP.

(6) LPS-KSP mengumumkan tanggal dimulainya pengajuan klaim Penjaminan.

(7) Jangka waktu pengajuan klaim Penjaminan oleh anggota Penyimpan kepada LPS-KSP adalah 5 (lima) hari sejak izin usaha KSP dicabut. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekonsiliasi, verifikasi, penetapan

kelayakan simpanan, serta tata cara pengajuan dan pembayaran klaim Penjaminan ditetapkan dengan Peraturan LPS-KSP.

(42)

- 10 - Pasal 18

(1) Pembayaran klaim Penjaminan dapat dilakukan secara tunai dan/atau dengan alat pembayaran lain yang setara dengan itu.

(2) Setiap pembayaran klaim Penjaminan dilakukan dalam mata uang Rupiah.

Pasal 19

Dalam hal anggota Penyimpan pada saat yang bersamaan mempunyai kewajiban kepada KSP, maka pembayaran klaim Penjaminan dilakukan setelah kewajiban anggota Penyimpan kepada KSP terlebih dahulu diperhitungkan berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pasal 20

(1) Klaim Penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi:

a. data Simpanan anggota dimaksud tidak tercatat pada KSP;

b. anggota Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau

c. anggota Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan KSP menjadi tidak sehat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar dan pihak yang menyebabkan keadaan KSP menjadi tidak sehat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 21

(1) Dalam hal Anggota Penyimpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) merasa dirugikan, maka Anggota dimaksud dapat:

a. mengajukan keberatan kepada LPS-KSP yang didukung dengan bukti nyata dan jelas; atau

b. melakukan upaya hukum melalui pengadilan.

(2) Dalam hal LPS menerima keberatan Anggota Penyimpan atau Pengadilan mengabulkan upaya hukum Anggota Penyimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS-KSP hanya membayar Simpanan Anggota tersebut sesuai dengan Penjaminan berikut bunga yang wajar.

(43)

- 11 - BAB V

PENYELESAIAN DAN PENANGANAN KSP GAGAL Bagian Pertama

Pengambilan Keputusan Pasal 22

(1) LPS-KSP menerima pemberitahuan dari Lembaga Pengawasan-KSP mengenai KSP Gagal atau bermasalah.

(2) LPS-KSP melakukan penyelesaian KSP Gagal setelah menerima Pemberitahuan dari Lembaga Pengawasan-KSP.

Pasal 23

(1) Penyelesaian atau penanganan KSP Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dilakukan oleh LPS-KSP dengan cara melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap KSP Gagal dimaksud.

(2) Keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan suatu KSP Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komite Koordinasi, dengan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan KSP Gagal dimaksud.

(3) LPS-KSP melakukan perhitungan atas perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan KSP Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 24

(1) Perkiraan biaya penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) meliputi penambahan modal sampai KSP tersebut memenuhi ketentuan tingkat kesehatan.

(2) Perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) memperhitungkan biaya pembayaran Simpanan anggota yang dijamin, biaya talangan gaji terutang, talangan pesangon karyawan, dan perkiraan penerimaan LPS-KSP dari penjualan aset dan piutang KSP yang dicabut izin usahanya.

Bagian Kedua Penyelamatan KSP Gagal

Pasal 25

(1) Komite Koordinasi menetapkan untuk menyelamatkan KSP Gagal jika dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

(44)

- 12 -

a. perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan KSP dimaksud; b. setelah diselamatkan, KSP masih menunjukkan prospek usaha

yang baik;

c. ada pernyataan dari Rapat Anggota KSP yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:

1. menyerahkan hak dan wewenang Rapat Anggota kepada LPS-KSP;

2. menyerahkan kepengurusan KSP kepada LPS-KSP; dan

3. tidak menuntut LPS-KSP atau pihak yang ditunjuk LPS-KSP apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS-KSP atau pihak yang ditunjuk LPS-KSP melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) KSP menyerahkan kepada LPS-KSP dokumen mengenai: a. penggunaan fasilitas pendanaan dari pemerintah; b. data keuangan anggota peminjam;

c. struktur permodalan dan anggota KSP 3 (tiga) tahun terakhir; dan d. informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban termasuk

permodalan KSP, yang dibutuhkan oleh LPS-KSP.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyelamatan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 26

Setelah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipenuhi, Rapat Anggota melalui Pengurus menyerahkan segala hak dan wewenangnya kepada LPS-KSP.

Pasal 27

Setelah Rapat Anggota menyerahkan hak dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, LPS-KSP dapat melakukan tindakan sebagai berikut:

a. menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset milik atau yang menjadi hak-hak KSP dan/atau kewajiban KSP; b. melakukan penyertaan modal sementara;

c. menjual atau mengalihkan aset KSP tanpa persetujuan anggota peminjam dan/atau kewajiban KSP tanpa persetujuan anggota penyimpan;

(45)

- 13 -

d. mengalihkan kepengurusan KSP kepada anggota lain yang dianggap lebih kompeten;

e. melakukan penggabungan dengan KSP lain atau melakukan konsolildasi dengan KSP sekunder;

f. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak KSP yang mengikat KSP dengan pihak ketiga, yang menurut LPS-KSP merugikan KSP.

Pasal 28

Seluruh biaya penyelamatan KSP yang dikeluarkan oleh LPS-KSP menjadi penyertaan modal sementara LPS-KSP pada KSP.

Pasal 29

(1) Dalam hal ekuitas KSP bernilai positif pada saat penyerahan kepada LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, LPS-KSP dan pengurus membuat perjanjian yang mengatur penggunaan hasil penjualan aset KSP setelah penyelamatan.

(2) Dalam hal ekuitas KSP bernilai nol atau negatif pada saat penyerahan kepada LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, anggota dapat memiliki hak atas hasil aset KSP setelah penyelamatan.

Pasal 30

(1) Dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) diatur mengenai penggunaan hasil penjualan aset KSP yang telah diselamatkan dengan urutan sebagai berikut:

a. pengembalian seluruh biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan oleh LPS-KSP;

b. pengembalian kepada anggota melalui pengurus sebesar ekuitas pada saat penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. (2) Apabila setelah penggunaan hasil penjualan aset KSP sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) masih ada sisa, maka dibagi secara proporsional kepada LPS-KSP dan anggota sesuai dengan perbandingan huruf a dan huruf b pada ayat (1).

Pasal 31

(1) LPS-KSP wajib menjual seluruh aset KSP yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.

(2) Penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan transparan, dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS-KSP.

(46)

- 14 -

(3) Tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebesar seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS-KSP.

(4) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dengan masing-masing perpanjangan selama 1 (satu) tahun. (5) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka LPS-KSP menjual aset LPS-KSP tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam waktu 1 (satu) tahun berikutnya.

Bagian Ketiga

KSP yang Tidak Diselamatkan Pasal 32

(1) Dalam hal tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau Komite Koordinasi memutuskan untuk tidak melanjutkan proses penyelamatan, maka Menteri mencabut izin usaha KSP dimaksud dan menyatakan KSP tersebut dalam status penyelesaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) LPS-KSP melaksanakan pembayaran klaim Penjaminan kepada anggota Penyimpan KSP yang dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam Bab IV Bagian Keempat.

BAB VI

PEMBUBARAN KSP GAGAL Pasal 33

Dalam hal terjadi pembubaran terhadap KSP Gagal, LPS-KSP melakukan tindakan sebagai berikut:

a. melakukan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);

b. mengusulkan Tim Penyelesai kepada Menteri untuk ditunjuk dan ditetapkan sebagai Tim Penyelesai;

c. memberikan talangan untuk pembayaran gaji karyawan yang terutang dan talangan pesangon karyawan sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan

(47)

- 15 -

d. melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset KSP sebelum proses pembubaran dimulai.

Pasal 34

(1) Anggota Tim Penyelesai sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang yang berasal dari LPS-KSP, Lembaga Pengawasan KSP, dan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi. (2) Dalam hal diperlukan, salah satu anggota pengurus, pengawas, atau

anggota dari KSP dalam status penyelesaian dapat ditunjuk sebagai anggota Tim Penyelesai.

Pasal 35

(1) Keputusan pembubaran badan hukum KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d wajib:

a. didaftarkan di panitera Pengadilan Negeri yang meliputi tempat kedudukan KSP yang bersangkutan;

b. diberitahukan kepada instansi yang berwenang; dan

c. diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat pula pernyataan bahwa seluruh aset KSP dalam pembubaran berada dalam tanggung jawab dan pengurusan Tim Penyelesai.

Pasal 36

(1) Pelaksanaan pembubaran KSP dilakukan oleh Tim Penyelesai.

(2) Dengan terbentuknya Tim Penyelesai tanggung jawab dan kepengurusan KSP dalam pembubaran dilaksanakan oleh Tim Penyelesai.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Penyelesai berwenang mewakili KSP dalam pembubaran dalam segala hal yang berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban KSP tersebut.

Pasal 37

(1) Sejak terbentuknya Tim Penyelesai, pengurus dan pengawas KSP dalam pembubaran menjadi non-aktif.

(2) Anggota, Pengawas, dan Pengurus serta karyawan dan mantan karyawan KSP dalam pembubaran berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Tim Penyelesai.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan gambar yang dipajang Guru di papan tulis, siswa dapat menyebutkan ber- bagai bentuk permukaan bumi.... Kegiatan awal -Guru menyiapkan beberapa benda yang

Pariwisata adalah aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar, yang mengadakan pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar

Profitabilitas dengan proksi net profit margin (NPM) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan properti dan real estate yang

Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 serta Peraturan Menteri

Studi Komparatif Penggunaan Metode Quantum Learning Teknik Peta Pikiran Dan Teknik Pohon Konsep Dalam Meningkatkan Hasil Belajar (Studi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Ekonomi

recommended composting method for organic farmers. The concept of proper composting especially to kill pathogens in diseased crop residues or animal manure is not yet fully

Pada Gambar 12 dijelaskan mengenai monitoring server pada proxmox, pada monitoring tersebut bisa dilihat penggunaan resource dari semua server yang divirtualisasi

Pada akhirnya, kebijakan manajerial di- arahkan pada sistem dan struktur pembe- rian kompensasi langsung dan tidak lang- sung (pemberian upah dasar dan berbagai