• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KEUANGAN DAERAH

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dasar Konstitusional untuk pembentukan Peraturan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu diatur secara tegas dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah Daerah berhak untuk membentuk Peraturan Daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan tugas

62 pembantuan. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Daerah ini merupakan dasar konstitusional yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Daerah dan DPRD) dalam membentuk Peraturan Daerah untuk mengatur dan menjalankan otonomi daerah.

Sebagai daerah otonom yang mempunyai tugas untuk melayani dan menyejahterakan masyarakatnya, maka pemerintah daerah perlu diberikan kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus daerahnya, kewenangan penuh itu hanya dapat dijalankan apabila terdapat sebuah instrumen hukum yang melegalkan setiap kegiatan pemerintah.

Dengan adanya ketentuan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”, maka pemerintah daerah dapat membentuk sebuah produk hukum sebagai jaminan legalitas atas setiap tindakan yang diambil oleh pemerintah, selama tindakan tersebut masih termasuk sebagai pelaksanaan otonomi serta tugas pembantuan. Adapun bentuk produk hukum yang dimaksud adalah peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Dengan adanya pengaturan tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum yang akan dituangkan kedalam bentuk produk hukum Peraturan Daerah maka Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, diposisikan sebagai sebagai dasar pembentukan produk hukum daerah.

63 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046);

Evaluasi dan Analisis Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum memiliki payung hukum yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Namun setelah berjalan kurang lebih 10 tahun, terjadi pembatalan Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 atas uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Efek dari pembatalan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tersebut menyebabkan undang-undang sebelumnya (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974) tentang pengairan menjadi berlaku kembali sebelum diadakan/dibuat undang-undang baru menggantikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 yang telah diabolisi.

Berkaitan dengan hal tersebut menyebabkan pelaksanaan Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum yang sedang berjalan tidak memiliki dasar hukum lagi. Selain itu beberapa nomenklatur dan substansi teknis yang digunakan dalam Undang-Undang Pengairan beserta peraturan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

Sambil menunggu Rancangan undang pengganti Undang-unda No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Menteri Pekerjaan Umum

64 dan Perumahan Rakyat berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, membuat tindak lanjut mendesak yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Yaitu 1 (satu) Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan; 1 (satu) Peraturan Presiden tentang Dewan Sumber Daya Air; dan 1 (satu) Keputusan Presiden tentang Keanggotaan Dewan Sumber Daya Air Nasional; dan Serta, 21 Peraturan Menteri agar UU No.11 tahun 1974 dapat digunakan dengan konidsi kekinian dan tidak bertentangan dengan 6 prinsip dasar.

Dalam Undang-Undang No 11 tahun 1974 tentang Pengairan tidak terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum ini. Mungkin pada masa itu, negara masih dalam tahap melaksanakan pembangunan besar-besaran dan belum memikirkan dibuatnya pedoman-pedoman secara rinci. Pasal-pasal yang ada dalam undang-undang tersebut masih berisikan hal-hal umum dan belum terinci.24

Sebenarnya dalam Undang-Undang no. 11 tahun 1974 tersebut, khususnya pada Pasal 8 ayat (1), (2) dan (3) terlihat bahwa terdapat penyusunan Tata Pengaturan Air, Tata Pengairan dan Pembangunan Pengairan, yang merupakan suatu acuan bagi penyelenggaraan kegiatan pembangunan bidang keairan. Pada Pasal 15 ayat (1) butir (a) dan ayat (3) menguraikan sanksi-sanksi yang ditimbulkan bila tidak berdasarkan Tata Pengaturan Air, Tata Pengairan dan Pembangunan Pengairan.

24 http://www.pu.go.id/main/view/10184

65 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diciptakan untuk menjamin kepastian hukum kepada konsumen dari perbuatan kesewenang-wenangan dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan pelaku usaha terhadap konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Sebagai Pemakai Barang/Jasa, Konsumen Memiliki sejumlah Hak dan Kewajiban. Pengetahuan tentang Hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri, Tujuannya jika ditenggarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bias bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya.

66 Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen, Hak-hak konsumen sebagai berikut:

- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang atau jasa

- Hak untuk memilih dan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

- Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mergenai kondisi dan jaminan barang/jasa.

- Hak untuk di dengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.

- Hak untuk mendapatkan Advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

- Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

- Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi atau penggantian,jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sementara Kewajiban Konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-undang ini, Kewajiban Konsumen adalah:

- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang/jasa,demi keamanan dan keselamatan;

- Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa;

67 - Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

Hak dan kewajiban Pelaku Usaha / pengusaha diatur dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini. Hak Pelaku usaha adalah sebagai berikut :

1) Hak Untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan;

2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4) Hak untuk rehabilitasi Nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang / jasa yang diperdagangkan;

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya.

Kewajiiban Pelaku Usaha adalah:

- Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

- Memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan,penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan;

- Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

68 - Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku;

- Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang /jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat dan/ yang diperdagangkan;

- Memberi kompensasi,ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan;

- Memberi kompensasi atau ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau di manfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi palaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan,larangan dalam menawarkan larangan-larangan penjualan secara obral/ lelang,dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan.

1. Larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan

- Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa,misalnya

- Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan

69 - Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto

- Tidak sesuai dengan ukuran,takaran,timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya,

- Tidak sesuai dengan Kondisi,jaminan keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label,etika atau keterangan barang / jasa tersebut,

- Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label - Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal

2. Larangan dalam Menawarkan atau memproduksi

- Pelaku usaha dilarang menawarkan,mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah.

- Barang tersebut dalam keadaan baik/baru;

- Tidak mengandung cacat tersembunyi - Barang/jasa tersebut tersedia

- Secara langsung atau tidak merendahkan barang / jasa lain.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi salah satu dasar dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum agar dalam pelaksanaannya semua pihak dapat merasakan manfaatnya dan tidak ada yang merasa dirugikan Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum di Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

70 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di Provinsi Sulawesi Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4686);

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di Provinsi Sulawesi Utara merupakan dasar hukum berdirinya Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebagai daerah otonom. Dengan disahkannya Bolaang Mongondow Utara sebagai kota hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow, maka segala urusan pelayanan masyarakat serta penyelenggaraan pemerintahan sudah dipegang dan dilaksanakan oleh suatu bentuk pemerintahan daerah yang mandiri yaitu pemerintah daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

Artinya, pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara bebas menentukan arah kebijakannya berkaitan dengan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Dengan kata lain hadirnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di Provinsi Sulawesi Utara merupakan dasar kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara untuk melakukan suatu tindakan hukum.

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di Provinsi Sulawesi Utara juga merupakan dasar untuk melakukan pembentukan Peraturan Daerah.

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,

71 suatu Peraturan Daerah hanya dapat dibentuk oleh daerah otonom untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, sehingga dengan berdirinya Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang ini maka Pemerintah Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memperoleh wewenang untuk membentuk peraturan daerah.

Pembentukan peraturan daerah merupakan bentuk tindakan hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dalam rangka melegalisasi tindakannya berkaitan dengan pengambilan kebijakan untuk pembangunan daerah. Dengan demikian, pembentukan peraturan daerah mengenai Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum merupakan pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah untuk mengatur dan menata setiap Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Air Minum yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang pelaksanaannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di Provinsi Sulawesi Utara

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik