BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis Tangan
2.1.3 Patogenesis Dermatitis Tangan
2.1.3 Patogenesis Dermatitis Tangan 20
Sebelumnya telah diperdebatkan apakah dermatitis kontak nikel merupakan faktor risiko untuk terjadinya DT, yaitu suatu kelainan kutaneus yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan berhenti bekerja. Walaupun hasil dari penelitian berbasis populasi berbeda-beda, suatu hubungan sebab-akibat antara alergi nikel dan DT tidak dapat dibantah lagi. Oleh karena itu, ketika individu dengan dermatitis kontak nikel mendapat paparan ulang terhadap nikel pada tangan, DT alergi cenderung terjadi. Selain paparan kutaneus langsung terhadap nikel, patomekanisme lain terhadap terjadinya DT yang diinduksi nikel telah dijelaskan. Pertama, reaksi DKA sistemik dapat terjadi setelah tertelan nikel. Kedua, absorpsi transkutaneus ion nikel dari misalnya anting dapat menyebabkan DT.
Stratum korneum merupakan hal penting dalam membentuk barrier terhadap lingkungan eksternal dan pencegahan hilangnya air. Lapisan superfisial ini mengandung sel epitel yang tertanam di dalam lipid bilayer yang terdiri dari seramid, asam lemak, dan kolesterol dengan kandungan air antara 20% dan 35%.
Hampir semua DT melibatkan terganggunya stratum korneum yang biasanya diikuti, tetapi pada beberapa kasus diawali, oleh respon inflamasi lokal.
Rusaknya stratum korneum menyebabkan sel radang dipanggil ke lokasi tersebut. Aktifitas inflamasi dan hilangnya air secara transepidermal menyebabkan kekeringan, retak, dan inflamasi. Lipid stratum korneum kebanyakan bersifat larut air dan paparan air dari “pekerjaan yang bersifat basah” dapat menghilangkan lipid tambahan. Hal ini menjelaskan paradoks mengenai air mengakibatkan tangan lebih kering begitu juga dengan perlunya menggunakan emolien sebagai bentuk pengobatan. Hilangnya air dari stratum korneum menyebabkan retak-retak, fisura, dan kerusakan lebih jauh dari fungsi barrier.
11
Terganggunya lipid bilayer di dalam DT iritan terjadi ketika terpapar dengan deterjen, sabun, dan bahan kimia lain atau iritan. Inflamasi dihasilkan dari iritan baik yang cukup kuat atau yang kontak dengan kulit dalam waktu cukup lama untuk mengerosi barrier. Paparan berulang atau berat menyebar ke lapisan kulit yang lebih dalam dan endotel. Hal ini, sebagai akibatnya, dapat berlanjut ke gejala klinis yang lebih berat dan/atau penyakit berat.
11
Defisiensi yang mendasari dalam komponen utama lipid bilayer yang menyebabkan hilangnya air terdapat pada individu dengan dermatitis atopik. Defisiensi ini menyebabkan hilangnya air, barrier yang melemah, dan ambang rangsang yang rendah terhadap aktivasi inflamasi. Sebagai hasilnya, pasien memiliki kulit kering dan meningkatkan kerentanan terhadap berbagai pencetus, mencakup iritan dan alergen.
11
Mekanisme DKA berbeda dengan yang terjadi pada dermatitis iritan atau atopik. DKA melibatkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Induksi terjadi
ketika alergen berpenetrasi ke kulit dan diproses oleh sel Langerhans. Alergen kemudian berkonjugasi dengan protein karier untuk membentuk antigen. Antigen yang terkonjugasi bermigrasi ke kelenjar limfe, dimana terjadi sensitisasi. Dalam waktu 12-48 jam setelah paparan ulang, limfokin dilepaskan oleh sel T memori dan menyebabkan respon inflamasi.
Suatu penelitian epidemiologi DT mengamati dan menemukan 35% DKI, 19% DKI, dan 22% DA serta menyatakan ketiganya merupakan bentuk klasifikasi yang paling umum; sedangkan 15% pasien memiliki dermatitis yang tidak terklasifikasi.
11
1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
27
DKI merupakan jenis kelainan kulit akibat kerja yang paling umum, sekitar 80% dari semua kasus. Hal ini disebabkan kejadian sitotoksik langsung oleh agen yang bertanggung jawab terhadap sel epidermis dan dermis. Bahan iritan terutama adalah bahan kimia, dalam fase padat, cair atau gas, juga mencakup partikel mineral atau tumbuhan yang masuk ke dalam kulit.
DKI disebabkan oleh paparan berulang atau paparan yang lama terhadap kontaktan, yang menginhibisi perbaikan barrier epidermal.
2,28
27
Paparan berulang atau paparan yang lama terhadap kontaktan dapat menyebabkan efek akumulasi bahan-bahan kontaktan.1 Bahan-bahan yang dapat menginduksi reaksi: air, sabun, deterjen, pembersih, pelarut, penghilang lemak, lubrikan, minyak, pendingin, produk makanan, debu fiberglass, logam, plastik, dan resin, begitu juga dengan trauma mekanis.
Gejala biasanya simetris dan melibatkan ujung jari dorsal dan sela-sela jari.
2. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
27
DKA merupakan reaksi imunitas selular kulit yang bertanggung jawab atas 20% kasus dermatitis akibat kerja. Hal ini terjadi pada beberapa individu dan disebabkan oleh agen kimia atau biologi.2 DKA disebabkan oleh reaksi yang dikenal sebagai hipersensitivitas tipe lambat (respon imunitas tipe IV) terhadap bahan kimia yang kontak dengan kulit dan yang memiliki kemampuan untuk menginduksi reaksi alergi. Reaksi kulit sering terlambat, terjadi sekitar 24-48 jam setelah kontak dengan kulit, dan dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu untuk menetap.
Bahan kimia yang memiliki potensi untuk menyebabkan reaksi alergi disebut alergen, akan tetapi hanya sekitar 3% dari semua bahan kimia yang merupakan alergen. Terjadinya reaksi alergi terhadap bahan kimia tertentu merupakan mekanisme yang unik terhadap individu tertentu, sedangkan sebagian orang dapat mengalami iritasi kulit terhadap paparan iritan yang konsentrasinya memadai. Sensitisasi terhadap suatu bahan dapat terjadi beberapa hari, minggu atau tahun setelah paparan. Sekali seseorang tersensitisasi, alergi cenderung terjadi seumur hidup.
1
Jika kulit telah rusak atau teriritasi, misalnya dengan didahului oleh DKI, terdapat peningkatan kecenderungan untuk mengalami DKA. Awalnya, ruam dapat muncul hanya pada tempat yang kontak dengan alergen. Ruam dapat muncul di tempat lain sebagai akibat penyebaran
melalui tangan yang terkontaminasi dengan alergen atau bahan pada tempat yang belum pernah kontak dengan alergen.
Sulit membedakan diagnosis DKI dan DKA. Reaktivitas (elisitasi) terjadi ketika individu yang sebelumnya tersensitisasi mengalami paparan ulang terhadap antigen. Alergen yang umum mencakup nikel, pewangi, dan bahan pengawet.
1
27,29
Alergen okupasional mencakup agen antibakteri topikal, garam logam (mis. kromat, dan nikel), pewarna organik, tanaman, resin plastik, dan bahan tambahan karet. Kulit bagian dorsal merupakan yang paling sering terkena, khususnya jari-jari.
3. Dermatitis atopik (DA)
27
DA merupakan faktor risiko untuk terjadinya dermatitis tangan pada orang dewasa. DA sering melibatkan tangan dan/atau kelopak mata. Daerah lain yang umum terkena yaitu dorsal tangan, ujung jari, dan volar pergelangan tangan. Lesi akut tampak berupa papul eritema dengan ekskoriasi, vesikel, dan krusta. Gatal yang cukup mengganggu umum dijumpai. Fase kronik ditandai dengan hiperkeratosis, likenifikasi, dan papul fibrotik.
Mekanisme terjadinya DT yang berhubungan dengan alergi nikel mungkin merupakan akibat paparan langsung pada tangan, akibat kontak sistemik yang disebabkan oleh absorpsi transkutaneus, maupun dapat disebabkan keduanya. Pada tahun 1956, Calnan melaporkan bahwa DKA nikel aktif berhubungan dengan DT vesikular aktif. Eliminasi paparan kulit terhadap nikel merupakan prediktor prognosis DT pada pasien dengan alergi nikel, sebagaimana yang ditunjukkan juga oleh Kalimo et al. Mereka menunjukkan bahwa prognosis DT
pada pasien dengan alergi nikel tampak lebih baik pada individu yang menghindari kontak dengan nikel dibandingkan dengan individu yang tidak menghindari kontak.
2.1.4 Diagnosis Dermatitis Tangan