• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.1.3 Patogenesis PPOK

Inflamasi saluran napas pada pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon inflamasi akibat iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum diketahui, kemungkinan dapat disebabkan faktor genetik. Pada pasien PPOK yang tidak mempunyai riwayat merokok, penyebab respon inflamasi yang terjadi belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh tekanan oksidatif dan kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis PPOK.14

Mikroba tidak sendirian dalam memicu sistem imunitas tubuh melainkan terdapat keterlibatan tekanan selular, kerusakan jaringan akibat dari infeksi TLR. Hasil dari sel epitel yang cedera ini dapat bertindak sebagai ligan untuk TLR4 dan TLR2 yang akan mengaktifkan NF-kB. NF-kB ini akan menginduksi sel epitel untuk memproduksi mediator peradangan. Mediator ini akan mengaktifkan makrofag dan neutrofil, yang pada gilirannya akan mensekresikan enzim proteolitik dan bersama dengan ROS akan merusak jaringan paru-paru. Pada sebagian besar perokok proses penyakit ini tidak akan berkembang jika peradangan ini diminimalkan dan peristiwa pada tahap selanjutnya tidak terjadi.18

Pada perokok dengan PPOK, terjadi peningkatan sel dendritik yang matang di saluran napas perifer yang berhubungan dengan tingginya ekspresi chemoattractant dari sel dendritik di paru. Terdapat juga peningkatan sel T CD4+ yang mengekspresikan STAT4 di paru-paru. Ekspresi STAT4 dan IFN-γ berkorelasi dengan hambatan aliran napas pada PPOK. Pada paru-paru perokok, material yang berasal dari sel yang mengalami stres, cedera, nekrosis dan apoptosis diambil oleh sel dendritik dan disajikan melalui MHC-I ke sel T CD8+

yang menyebabkan sel T melimpah di paru-paru penderita PPOK.Selanjutnya sel T CD8+ dan CD4+ akan mengekspresikan reseptor kemokin spesifik jaringan seperti CXCR3, CCR5, dan CXCR6 dimana ekspresi dari reseptor dan ligan ini berkorelasi dengan keparahan penyakit PPOK.Kegagalan ringan dari mekanisme pengaturan ini menghasilkan GOLD derajat satu atau derajat dua, kegagalan berat menjadi GOLD derajat tiga atau tahap empat.18

Asap rokok dapat mencetuskan pelepasan sitokin inflamasi dari berbagai sel termasuk IL-6, TNFα, IL-1β, TGF-β1, dan GM-CSF. Inhalasi asap rokok juga menyebabkan terjadinya ROS yang akan manghambat aktivitas mediator anti

protease terutama α1-antitripsin yang menyebabkan defisiensi anti protease. Masuknya IL-8 dan netrofil ke parenkim paru akan diikuti oleh makrofag dan sel T CD8+. Makrofag akan aktif dan melepaskan sejumlah MMP (MMP1, MMP2, MMP9, MMP12 dan MMP15) yang akan mendegradasi baik elastin dan kolagen. Netrofil juga berperan menghasilkan oksidan endogen dengan konsentrasi tinggi. Oksidan ini bersama dengan sitokin masuk ke sistem vaskular.19

Efek nikotin di seluruh saluran napas diperkirakan memicu pelepasan fibronektin yang mengakibatkan terjadinya fibrosis yang dimediasi oleh IL-8 dan TGF-β1. Pada penderita PPOK terjadi apoptosis struktur sel (sel epitel dan endotel) dan sel-sel inflamasi (neutrofil polimorfik) yang tidak teratur, sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan IL-8. Aktivasi NF-kB berkaitan dengan penghambatan apoptosis, sehingga akan memperpanjang umur netrofil dan remodeling.19

Jumlah sel CD4+ mengekspresikan IFN-γ dan berkorelasi dengan derajat obstruksi aliran napas. Perekrutan dan aktivasi sel-sel inflamasi, makrofag,

neutrofil, eosinofil, sel T CD4+ dan CD8+, dan sel B memperburuk PPOK. Pada PPOK interaksi antara kemokin CXCL10 dan CXCL9, akan meningkatkan produksi MMP-12 sehingga menyebabkan kerusakan paru-paru. Fungsi sel dendritik yang meningkat, kecenderungan genetik, dan kegagalan regulasi imunitas adaptip dan penyakit berat (GOLD tahap tiga atau tahap empat).18

Gambar 2.1. Inflamasi pada PPOK. Paparan rokok yang kronik mengakibatkan aktifasi netrofil, makrofag, sel epitel, sel dendritik, sel T, sel B, fibroblast dan sel otot polos saluran napas sehingga terjadi pengeluaran sitokin, kemokin, dan protease. Amplifikasi sinyal sangat berperan dalam hal menambah respon inflamasi yang akan mempengaruhi derajat berat PPOK.20

1. Tekanan oksidatif

Tekanan oksidatif dapat menjadi mekanisme penting dalam PPOK. Biomarker tekanan oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan) meningkat dalam sputum, hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK. Tekanan oksidatif ini lebih meningkat pada eksaserbasi. Oksidan bias dihasilkan oleh asap rokok dan partikel lainnya serta partikel yang dilepaskan dari

sel-sel inflamasi seperti makrofag dan neutrofil, dan dapat juga terjadi penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK. Tekanan oksidatif menyebabkan aktifasi gen inflamasi, antiprotease menjadi tidak aktip, stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi plasma meningkat.14

2. Ketidakseimbangan protease-antiprotease

Proteinase berperan penting dalam patogenesis PPOK. Hipotesa proteinase-antiproteinase menyatakan bahwa kerusakan paru-paru penderita PPOK terjadi jika aksi proteinase tidak lagi dikendalikan oleh antiproteinase. Ini dapat terjadi ketika ada kelainan genetik antiproteinase, seperti defisiensi α1- antitrypsin, atau kehilangan fungsi antiproteinase dikarenakan proteolitik atau kerusakan oksidatif. Ketidakseimbangan juga dapat terjadi karena perekrutan yang berlebihan atau aktivasi proteinase.21

Proteinase diklasifikasikan sebagai serine proteinase, sistein proteinase, dan MMP. Peran MMP dalam PPOK adalah mendegradasi protein matriks,

antiproteinase seperti α1-antitipsin dan α1-antichymotrypsin, memodifikasi sitokin dan menurunkan sejumlah protein seperti faktor adhesi dan substansi P.21

3. Remodeling saluran napas kecil

Interaksi antara inflamasi dan remodeling saluran napas kecil telah diketahui mekanismenya melalui binatang percobaan. Ekspresi berlebihan dari Th2 sitokin IL-10 menyebabkan metaplasia sel mukus, sel B, sel T dan fibrosis subepitel saluran napas. Respon ini melibatkan banyak mekanisme. Metaplasia mukus tergantung pada sinyal IL-13/IL-4 reseptor-α/STAT6. Selanjutnya ekspresi

berlebihan dari IL-1β menginduksi fibrosis peribronkial. Pada kultur trakea tikus, asap rokok menyebabkan peningkatan regulasi TGF-β1.22

Sinyal faktor pertumbuhan fibroblast dan reseptor FGF (FGFR) tampaknya terkait dengan saluran napas dan remodeling pembuluh darah pada bronkitis kronis. Studi imunohistokimia jaringan paru-paru dari pasien PPOK menunjukkan bahwa FGF-1 dan reseptor FGFR-1 terdeteksi dalam otot polos pembuluh darah dan saluran napas serta sel epitel saluran napas. Dasar FGF/FGF- 2 terlokalisasi di sitoplasma, inti epitel saluran napas, otot polos pembuluh darah dan sel endotel.22

Gambar 2.2. Inflamasi perifer di paru dapat masuk ke sirkulasi sistemik.23 Pada pasien PPOK terutama saat eksaserbasi terdapat keterlibatan dari beberapa sitokin inflamasi mencakup TNFα, IL-6, CXCL8 (IL-8), IL-18, dan protein fase akut (CRP, SAA, fibrinogen) pada inflamasi sistemik. Sitokin ini juga mengalami peningkatan di sputum dan cairan BAL pasien PPOK, hal ini menjadikan sebagian ahli memandang bahwa sitokin sistemik berasal dari tumpahan mediator inflamasi perifer (paru). Namun hubungan antara mediator di

sputum dan di darah tidaklah erat, sehingga keterlibatan faktor lain diperkirakan berperan dalam proses ini. Akibat dari keterbatasan aliran udara yang progresif menimbulkan aktivitas fisik menjadi tidak aktif, hal ini merupakan faktor penting dalam mencetuskan beberapa penyakit penyerta, seperti kelemahan otot rangka, osteoporosis, dan penyakit kardiovaskular.23

PPOK mencakup proses inflamasi dan aterosklerosis diketahui berperan penting sebagai komponen inflamasi kronik, CRP yang merupakan petanda inflamasi sistemik dan indikator penting pada penyakit kardiovaskular ditemukan juga meningkat pada pasien PPOK dan berkontribusi terhadap progresivitas aterosklerosis. Hal ini menjadikan sebagian ahli memandang bahwa proses inflamasi di paru adalah salah satu bagian dari manisfestasi atau ekspresi proses inflamasi sistemik pada penderia PPOK. Akibat perbedaan konsep ini maka berbeda pula cara pandangnya terhadap penanganan PPOK, dimana konsep pertama menekankan terapi pada paru sedangkan pada konsep yang kedua lebih menekankan pengendalian inflamasi sistemik.24

Dokumen terkait