• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4. Pecahan

dengan a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, dan bilangan a bukan kelipatan bilangan b.

5. Penjumlahan pecahan adalah salah satu materi pelajaran yang dipelajari di kelas IV semester 2. Penjumlahan pecahan yang akan dikaitkan dengan penelitian ini mengenai penjumlahan pecahan berpenyebut sama, penjumlahan pecahan berpenyebut beda, dan pemecahan masalah melalui soal cerita.

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Di dalam bab ini, diuraikan kajian pustaka yang terdiri dari tiga bagian, yaitu landasan teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran menurut Surya (2003:62) adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Matematika menurut Soedjadi (2000:24) adalah cabang ilmu eksak dan terorganisir secara sistematik yang mencakup tentang bilangan dan kalkulasi, penalaran logis, tentang fakta kuantitatif, masalah tentang ruangan, bentuk, mengenai struktur yang logik serta memiliki aturan yang ketat.

Berdasarkan kutipan diatas, pembelajaran matematika adalah suatu proses yang dilakukan oleh individi untuk memperoleh perubahan perilaku yang mencakup tentang bilangan dan kalkulasi, penalaran logis, tentang fakta kuantitatif, masalah tentang ruangan, bentuk, mengenai struktur yang logis serta memiliki aturan yang ketat

b. Karakteristik Matematika

Menurut Soedjadi (2000:50) matematika tersusun atas beberapa karakteristik sebagai berikut.

1) Memiliki objek kajian abstrak

Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar meliputi: fakta, konsep, operasi ataupun relasi dan prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika.

2) Bertumpu pada kesepakatan

Kesepakatan merupakan tumpuan yang sangat penting dalam matematika. Kesepakatan yang sangat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma disebut sebagai postulat (sekarang) atau pun pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Sedangkan konsep primitif yang juga disebut sebagai undefined term ataupun pengertian pangkal tidak perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif yang dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.

3) Berpola berpikir deduktif

Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang

berpangkal dari yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir yang deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.

4) Memiliki simbol yang kosong dari arti

Simbol yang digunakan, baik berupa huruf atau pun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dan sebagainya.

5) Memperhatikan semesta pembicaraan

Matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Apabila lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan dan apabila lingkup pembicaraannya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. 6) Konsisten dalam sistemnya

Matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misalnya dikenal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri.

c. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Matematika SD

Pelajaran matematika memiliki tujuan dan fungsi, adapun tujuan dan fungsinya sebagai berikut (Ekawati, 2011:1).

1) Tujuan pelajaran Matematika

Matematika diajarkan di sekolah membawa misi yang sangat penting, yaitu mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Secara umum tujuan pendidikan matematika di sekolah dapat digolongkan menjadi (1) tujuan yang bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian siswa. (2) tujuan yang bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika.

Secara lebih terinci, tujuan pembelajaran matematika dipaparkan pada buku standar kompetensi mata pelajaran matematika sebagai berikut.

a) Matematika dapat melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.

b) Matematika dapat mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

c) Matematika dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

d) Matematika dapat mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan anatar lain melalui

pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.

2) Fungsi Pelajaran Matematika

Matematika memiliki beberapa fungsi, adapun fungsi dari matematika itu sebagai berikut.

a) Sebagai media atau sarana siswa dalam mencapai kompetensi. Dengan mempelajari materi matematika diharapkan siswa akan dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. b) Sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan.

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data.

2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

a. Pengertian PMRI

Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) berasal dari Belanda, namun Indonesia mengadaptasi menjadi Pendidikan Matematika Realistika Indonesia (PMRI). Menurut Muhsetyo (2008:1) RME disebut pematematikaan, yaitu pembelajaran matematika secara kontekstual yang mengaitkannya dengan situasi dunia nyata di sekitar siswa atau keadaan kehidupan sehari-hari. Dalam penerapannya PMRI sangat memperhatikan bahwa objek kajian matematika adalah abstrak, suatu hal yang tidak dapat ditawar, tetapi juga memperhatikan bahwa perkembangan jiwa anak, menuntut adanya langkah-langkah yang mengantar anak-anak untuk memahami objek yang abstrak itu.

Sedangkan Wijaya (2011:21) menjelaskan bahwa dalam Pendidikan Matematika Realistik, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau sumber untuk pembelajaran (a source for learning). Siswono (2006:2) mengemukakan bahwa PMRI berdasarkan teori pendidikan matematika yang dikembangkan dengan situasi dan kondisi serta konteks di Indonesia, sehingga diberi akhiran ”Indonesia” agar memberi ciri yang berbeda.

Berdasarkan beberapa kutipan diatas, Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran matematika yang dikembangkan dan diadaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di negara Belanda. PMRI ini adalah pendekatan yang telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dimana implementasi pembelajarannya dilaksanakan secara kontekstual dengan tujuan untuk mempermudah siswa membangun konsep matematika. Hal-hal penting dalam pendekatan PMRI yang sekaligus menjadi ciri khas pendekatan PMRI terangkum di dalam kelima karakteristik PMRI.

b. Prinsip-Prinsip PMRI

Menurut Suryanto (2010:41) terdapat 3 prinsip yang merupakan dasar teoritis PMRI sebagai berikut.

1) Guided Reinvention dan Progressive Mathematization

Prinsip Guided Reinvention adalah penemuan kembali secara terbimbing. Melalui masalah kontekstual yang realistik (yang dapat dibayangkan atau dipahami oleh siswa), yang mengandung topik-topik

matematis tertentu yang disajikan, siswa diberi kesempatan untuk membangun dan menemukan kembali ide-ide dan konsep matematis. Bila diperlukan siswa diberi bimbingan sesuai dengan keperluan siswa yang bersangkutan.

Jadi, pembelajaran tidak diawali dengan pemberitahuan tentang ”ketentuan”, atau ”pengertian”, atau ”nama objek matematis” atau ”sifat” atau ”aturan”, yang diikuti dengan ”contoh-contoh” serta ”penerapannya”, tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual yang realistik (mudah dipahami atau dibayangkan oleh siswa, karena diambil dari dunia siswa atau pengalaman siswa).

Sedangkan Progressive Mathematization (matematisasi progresif) yang diartikan sebagai ”upaya yang mengarah untuk pemikiran yang matematis”. Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan, yaitu: (a) matematisasi horizontal (berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan berakhir pada matematika yang formal dan (b) matematisasi vertikal (dari matematika formal ke matematika formal yang lebih luas, atau lebih tinggi, atau lebih rumit).

2) Didactical Phenomenology (Fenomenologi Didaktis)

Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual dipilih dengan mempertimbangkan aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan kecocokan dalam proses reinvention, yang berarti bahwa konsep, aturan, cara,

atau sifat, termasuk model sistematis, tidak disediakan atau diberitahukan oleh guru tetapi siswa perlu berusaha sendiri untuk menemukan atau membangun sendiri dengan berpangkal pada masalah kontekstual. Pada pembelajaran ini ditekankan pengalaman yang bermakna atau sikap positif terhadap matematika.

3) Self-developed model (Membangun sendiri model)

Pada prinsip ini, menunjukkan adanya fungsi ”jembatan” yang berupa model. Pendekatan pembelajaran ini berpangkal pada masalah kontekstual dan menuju ke matematika formal, serta kebebasan pada siswa, sehingga siswa akan mengembangkan model sendiri.

c. Karakteristik PMRI

Suryanto (2010:44) menjelaskan bahwa PMRI mempunyai 5 dasar aplikatif, yang sekaligus merupakan karakteristik dari PMRI. Kelima karakteristik PMRI tersebut sebagai berikut.

1) Penggunaan konteks

Pembelajaran ini menggunakan masalah kontekstual, terutama pada taraf penemuan konsep baru, sifat-sifat baru, atau prinsip-prinsip baru. Konteks yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata baik aspek budaya maupun aspek geologis. Masalah kontekstual dikemukakan diawal pembelajaran dengan maksud untuk memungkinkan siswa membangun dan menemukan suatu konsep, definisi, operasi atau sifat matematis, serta cara pemecahan masalahnya. Selain itu, masalah kontekstual dapat juga ditengah

pembelajaran yang dimaksudkan untuk ”memantapkan” apa yang telah dibangun.

Menurut Treffers dan Goffree dalam Wijaya (2011:32), menunjukkan konteks memiliki beberapa fungsi dan peranan penting, yaitu:

a) Pembentukan konsep (concept forming). b) Pengembangan model (model forming). c) Penerapan (applicability).

d) Melatih kemampuan khusus (spesific abilities) dalam suatu situasi terapan.

Wijaya (2011:39) mengemukakan beberapa hal yang digunakan untuk mengembangkan konteks untuk pembelajaran suatu konsep matematika sebagai berikut.

a) Konteks menarik perhatian siswa dan mampu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar matematika.

b) Penggunaan konteks dalam Pendidikan Matematika Realistik bukan sebagai bentuk aplikasi suatu konsep, melainkan sebagai titik awal pembangunan sebagai konsep.

c) Konteks tidak melibatkan suatu emosi. Salah satu emosi yang dimaksud adalah dalam kehidupan pribadi yang sensitif.

d) Memperlihatkan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. e) Konteks tidak memihak gender (jenis kelamin).

2) Penggunaan model

Pembelajaran suatu topik matematika sering memerlukan waktu yang panjang, serta bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam abstrak itu perlu digunakan model. Model dapat bermacam-macam, dapat konkret berupa benda, semi konkret berupa gambar atau sketsa, yang semuanya dimaksudkan sebagai jembatan dari konkret ke abstrak atau dari abstrak ke abstrak yang lain.

Ada dua model, yaitu model of dan model for. Model of yaitu model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya. Sedangkan model for merupakan model yang mengarahkan siswa ke pemikiran

abstrak atau matematika formal. Pemodelan ini merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam Pendidikan Matematika Realistik. Gravemeijer dalam Wijaya (2011:47) menyebutkan empat level atau tingkatan dalam pengembangan model, yaitu:

a) Level situasional

Level situasional merupakan level paling dasar dari pemodelan dimana pengetahuan dan model masih berkembang dalam konteks situasi masalah yang digunakan.

b) Level referensial

Pada level ini, model dan strategi yang dikembangkan tidak berada di dalam konteks situasi, melainkan sudah merujuk pada konteks. Pada level ini siswa membuat model untuk menggambarkan situasi konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut sebagai model dari situasi.

c) Level general

Pada level general, model yang dikembangkan siswa sudah mengarah pada pencarian solusi secara matematis. Model pada level ini disebut model untuk menyelesaikan masalah.

d) Level formal

Pada level formal, siswa sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan representasi matematis. Tahap formal merupakan tahap perumusan dan penegasan konsep matematika yang dibangun oleh siswa.

Wijaya (2011:46) mengemukakan alasan pentingnya pengembangan kemampuan pemodelan dalam belajar matematika sebagai berikut.

a) Pemodelan memiliki peran dalam mengembangkan kepekaan siswa tentang manfaat matematika sehingga mereka bisa menerapkan konsep matematika dalam kehidupan.

b) Matematika merupakan suatu alat yang seharusnya membantu siswa dalam memahami kehidupan. Pemodelan merupakan suatu aktivitas yang dapat menjembatani dunia matematika dengan dunia nyata.

c) Pemodelan merupakan aspek penting dalam pemecahan masalah (problem solving).

d) Pemodelan membantu siswa memahami dan menguasai konsep matematika dengan lebih mudah.

e) Pemodelan dapat mengembangkan sikap positif siswa terhadap matematika.

3) Penggunaan kontribusi siswa

Kontribusi siswa seperti ide, variasi jawaban, atau variasi pemecahan masalah perlu diperhatikan. Kontribusi siswa dapat memperbaiki atau memperluas konstruksi yang perlu dilakukan atau produksi yang perlu dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual.

4) Penggunaan format interaktif

Interaksi antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru sangat diperlukan dalam pembelajaran ini. Interaktivitas juga dapat terjadi antara siswa dan sarana, atau antara siswa dan matematika serta lingkungan.

5) Intertwinning (Memanfaatkan keterkaitan)

Matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur, dengan konsistensi yang ketat. Keterkaitan antara topik dan konsep sangat kuat kuat sehingga dimungkinkan adanya integrasi antara topik-topik. Selain itu, perlu ditekankannya keterkaitan antartopik atau antar-subtopik.

d. Implikasi Pelaksanaan PMRI

Suryanto (2010:48) berpendapat bahwa pelaksanaan PMR menjanjikan perbaikan atau keefektifan pembelajaran matematika di sekolah, karena PMR mengarahkan siswa untuk aktif, kreatif, menyenangi matematika, dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dengan materi dan kegiatan yang kontekstual. Karena sifat-sifat itu, maka

pelaksanaan PMR berimplikasi pada kegiatan guru dan kegiatan siswa. Implikasi pelaksanaan dalam PMRI sebagai berikut.

1) Implikasi pada kegiatan guru

Guru perlu menghindari sifat ”mengguru” dan perlu melaksanakan perannya sebagai perencana persiapan pembelajaran, dengan menyiapkan atau membuat masalah konstektual sesuai dengan topik atau subtopik yang diharapkan untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Guru menyiapkan diri untuk memandu siswa bila diperlukan. Guru juga perlu lebih dahulu memilih yang mana dari pengetahuan atau subtopik yang diharapkan akan dibangun oleh anak atau siswa.

2) Implikasi pada kegiatan siswa

Setelah siswa menerima masalah kontekstual dari guru, secara mandiri atau kelompok para siswa mencoba menjawab atau memecahkan masalah dengan caranya sendiri. Apabila siswa tetap tidak menemukan pemecahan masalah, maka siswa dapat bertanya seperlunya kepada guru atau teman dengan ijin dari guru. Hasil kerja siswa baik secara individual atau kelompok ditampilkan kepada semua anggota kelas, untuk mendapat tanggapan atau kritik dari anggota kelas. Jadi siswa sangat aktif dalam mengerjakan masalah kontekstual. e. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran PMRI

Suryanto (2010:50) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika secara umum dengan pendekatan PMRI sebagai berikut.

1) Persiapan kelas

a) Persiapan sarana dan prasarana pembelajaranyang diperlukan, misalnya buku siswa, LKS, alat peraga, dan sebagainya.

b) Pengelompokan siswa, jika perlu.

c) Penyampaian tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai, serta cara belajar yang akan dipakai hari itu. 2) Kegiatan pembelajaran

a) Siswa diberi masalah kontekstual atau soal cerita (lisan atau tertulis). Masalah tersebut mudah dipahami siswa.

b) Siswa yang belum dapat memahami masalah atau soalnya diberi penjelasan singkat dan seperlunya.

c) Siswa secara kelompok ataupun individual, mengerjakan soal atau memecahkan masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri.

d) Jika dalam waktu yang dipandang cukup, belum ada satupun siswa yang dapat menemukan cara pemecahan, guru memberikan bimbingan atau petunjuk seperlunya atau memberikan pertanyaan yang menantang.

e) Setelah waktu yang disediakan habis, beberapa orang siswa atau wakil kelompok siswa menyampaikan hasil kerjanya atau hasil pemikirannya.

f) Siswa-siswa ditawari untuk mengemukakan pendapatnya tentang berbagai selesaian mana yang dianggap paling tepat.

h) Bila masih tidak ada selesaian yang benar, guru minta agar siswa memilih cara lain.

3. Kontribusi Siswa

Gravemeijer dalam Susento (2004) berpendapat bahwa karakteristik kontribusi siswa adalah siswa aktif mengkonstruksikan sendiri bahan matematika strategi pemecahan masalah dengan fasilitasi dengan guru, yakni melalui proses reivensi terbimbing. Menurut Gravemeijer dalam Suwarsono (2001) salah satu prinsip utama PMRI adalah mengembangkan model sendiri (Self-developed models). Mengembangkan model-model sendiri berarti siswa perlu mengembangkan sendiri model-model-model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa dari proses yang paling dikenal oleh siswa.

Berdasarkan dua kutipan di atas, kontribusi siswa dapat diartikan sebagai peran siswa dalam membangun pengetahuan yang diwujudkan dalam penyampaian ide-ide siswa berupa strategi pemecahan masalah yang disajikan dalam bentuk soal yang biasanya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual). Dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator saja dan peran utama proses pembelajaran dipegang oleh siswa. 4. Pecahan

a. Pengertian

Pecahan merupakan salah satu materi pokok dalam mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI untuk aspek bilangan.

Heruman (2010:43) mengartikan pecahan sebagai suatu bilangan rasional yang menyatakan bagian dari suatu benda yang utuh. Sukayati (2003:1) berpendapat bahwa pecahan merupakan bagian dari bilangan rasional yang ditulis dalam bentuk 𝑎

𝑏 dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b

tidak sama dengan nol. Sedangkan Richard W. Copeland (1966) mengartikan pecahan sebagai berikut.

1. As parts of a whole (bagian dari keseluruhan).

2. As parts of a set: a fraction can represent parts of a set of objects as well as parts of a single unit (bagian dari sekumpulan : sebuah pecahan dapat menunjukkan bagian dari sekumpulan benda seperti bagian dari suatu kesatuan).

3. As Indicators of division (sebagai indikator dari pembagian). 4. Fraction to indicate comparison (pecahan untuk menunjukkan

perbandingan).

5. Fraction as Numerals (pecahan sebagai angka).

Menurut Husein (2008:2) menyatakan bahwa bilangan rasional adalah bilangan yangh dapat dinyatakan dalam 𝑎

𝑏 , a adalah bilangan bulat dan b

adalah bilangan asli. Bilangan rasional dibagi menjadi dua, yaitu (1) bilangan bulat apabila a habis dibagi b dan (2) bilangan pecahan apabila a tidak habis dibagi b.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas peneliti mengambil kesimpulan pecahan adalah bilangan rasional yang dapat ditulis dalam

bentuk dengan a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, dan bilangan a bukan kelipatan bilangan b.

b. Bentuk Pecahan

Secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu dari: (1) pecahan biasa, (2) pecahan campuran, (3) pecahan desimal, (4) pecahan persen.

1) Pecahan biasa

Menurut Sukayati (2003:1), pecahan biasa adalah lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan). Triveri (1989:53) menjelaskan bahwa If the numerator of a fraction is less than its denominator, then the fraction

is called a proper fraction (jika pembilang dari pecahan kurang dari penyebutnya maka pecahan disebut pecahan murni), contoh: dua bagian dari empat bagian ditulis 2

4. 2) Pecahan campuran

Triveri (1989:55) menjelaskan a mixed number is the sum of a whole number and a proper fraction (pecahan campuran adalah

jumlah dari bilangan bulat dan pecahan murni). Dalam pecahan campuran bilangan bulat dan pecahan biasa ditulis bersebelahan tanpa simbol penjumlahan.

3) Pecahan desimal

Triveri (1989:55) menyatakan bahwa pecahan desimal adalah pecahan yang ditulis degan menggunakan tanda koma (,) untuk menunjukkan bahwa bilangan yang di belakang koma (,) itu kurang

dari 1. Bilangan tersebut dapat diperoleh dengan mengubah penyebut pecahan menjadi kelipatan 10.

4) Pecahan persen

Triveri (1989:55) menjelaskan bahwa persen berarti perseratus. Pecahan biasa yang penyebutnya 100 disebut persen. Persen dilambangkan dengan % yang artinya per seratus.

c. Operasi Penjumlahan Pecahan

Menurut Sukayati (2003:12) Operasi penjumlahan pecahan dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dan Penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama.

1) Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlahkan pembilanganya, sedangkan penyebutnya tetap.

2) Penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama supaya dapat memperoleh hasil, maka penyebutnya harus disamakan terlebih dahulu yaitu dengan mencari pecahan senilainya atau mencari KPK dari kedua penyebut.

Dokumen terkait