• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pecahnya Perang di Sumpur Kudus

1. Meletusnya Peristiwa PRRI

Ketika semua upaya rekonsialisasi mengalami jalan buntu, sebuah badan disebut dengan Dewan Perjuangan, yaitu unsur inti dari gabungan dewan-dewan yang disebut sebelumnya, mengeluarkan semacam ultimatum kepada pusat pada 10 Februari 1958, setelah mengadakan rapat di Sungai Dareh,

273

Sementara bentuk lain usaha Dewan Banteng pada tahun 1957 adalah memberikan harapan kepada masyarakat yang tinggal di pelosok propinsi Sumatra Tengah untuk berdiri sendiri atau memisahkan diri dari kabupaten induk untuk selanjutnya mendirikan kabupaten baru. Misalnya aspirasi masyarakat Kerinci untuk berpisah dari Kabupaten PSK dan keinginan masyarakat Rao (Pasaman Barat) untuk berpisah dari Lubuk Sikaping. Oleh masyarakat di daerah yang menginginkan pemekaran sikap tersebut dianggap sebagai sebuah responpositif. Dalam perjalanan selanjutnya, semua aspirasi pemekaran wilayah tersebut tidak pernah direalisasikan Dewan Banteng. Mansur Dt. Penghulu Mudo, wawancara, tanggal 13 Februari 2014 di CalauSumpur Kudus.

274

Intan Sari Dt. Mugek Parajan, wawancara, tanggal 21 Februari 2014 di Silantai Sumpur Kudus.

189

Sumatera Tengah. Isinya antara lain ialah tuntutan agar Kabinet (Pemerintahan) Djuanda dibubarkan dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden atau Pejabat Presiden; memberikan kesempatan dan bantuan sepenuhnya kepada Hatta dan Sultan Hamengkubuwno IX untuk membentuk zakenkabinet (kabinet ahli) sampai Pemilu berikutnya; meminta kepada Presiden Soekarno agar bersedia kembali sebagai Presiden konstitusional dengan membatalkan semua tindakannya yang melanggar konstitusi selama ini.

Apabila dalam tempo 5x24 jam Presiden Soekarno dan Kabinet Djuanda tidak mememuhi tuntutan tersebut, maka mereka akan membentuk pemerintahan sendiri yang “terlepas dari kewajiban untuk mentaati pemerintah Jakarta.” Oleh karena kedua belah pihak tidak mau mundur dengan pendirian masin-masing, dan setelah ultimatum itu mencapai tenggat waktu yang ditetapkan, maka pada tanggal 15 Februari, genderang “perang saudara” segara ditabuh. Itu ditandai dengan dibentuknya PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indoensia) lengkap dengan susunan kabinet tandingan Jakarta. Sejak itu meletuslah apa yang disebut oleh Jakarta sebagai ”pemberontakan” oleh PRRI, tetapi sebaliknya para pendukungnya menyebut gerakan mereka sebagai ”pergolakan” daerah menentang rejim Jakarta yang inkonstitusional. Berikut susunan kabinet PRRI tanggal 15 Februari 1958.275

Mr. Sjafruddin Prawiranegara :Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan.

Mr. Assaat Dt. Mudo :Menteri Dalam Negeri.

Maluddin Simbolon :Menteri Luar Negeri.

Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo :Menteri Perhubungan dan Pelayaran.

Muhammad Sjafei :Menteri PPK dan Kesehatan.

J.F. Warouw :Menteri Pembangunan.

Saladin Sarumpaet :Menteri Pertanian dan

Perbu-ruhan.

275

Lebih lanjut baca Mestika Zed dan Hasril Chaniago, Perlawanan Seorang

190

Muchtar Lintang :Menteri Agama.

Saleh Lahade :Menteri Penerangan.

Ayah Gani Usman :Menteri Sosial.

Dahlan Djambek :Menteri Pos dan Telekomu-nikasi.

Tentara pusat (APRI) atau “tentara Soekarno”, mengerahkan seluruh angkatan perang (darat, laut dan udara dan kepolisian). Kekuatan APRI waktu pertama diterjunkan mencapai lebih 20.000 pasukan, Mereka umumnya dari Satuan Diponegoro, yang waktu itu kebanyakan sudah disusupi oleh kelompok merah (komunis). Semantara Kekuatan PRRI pada tahap awalnya disokong oleh CIA. Namun karena sama sekali tidak menduga dan karena itu tidak siap untuk menghadapi perang sesungguhnya.276

Langkah pertama yang dilakukan untuk menguasai Sumatra Barat adalah dengan mengadakan serangan-serangan terhadap pemancar radio di Padang dan Bukittinggi. Aksi tersebut dimaksudkan untuk membatasi jalur komunikasi PRRI. Kemudian pasukan APRI terus bergerak memasuki Kota Padang melalui jalur utara kota yaitu di Pantai Ulak Karang. Setelah Padang dikuasai, operasi terus dilanjutkan untuk menguasai kota-kota lain. Solok adalah daerah operasi dari Resimen Team Petempuran/RTP III Diponegoro dengan komandan Letnan Kolonel Suwito Harjoko. Pasukan RTP III terdiri dari Batalyon 438/Diponegoro, Batalyon 440/Diponegoro, Batalyon/507 Brawijaya, Staf Komando serta Jawatan/dinas dan senjata bantuan yang terdiri dari Batalyon PHB, Detasemen Zeni, Batalyon Artileri, Detasemen Kavaleri, Detasemen Peralatan, Kompi Intendans, Kompi Angkutan, dan Kompi Markas.

276

Hadi Soebadio, Keterlibatan Australia dalam Pemberontakan PRRI/Permesta. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 95.

191

Gambar 2. Suasana Proklamasi PRRI tanggal 15 Februari 1958. Dari kiri ke kanan Kolonel Dahlan Djambek, Mr. Burhanuddin Harahap, Letkol. Ahmad Husein, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, dan Kolonel Mauluddin Simbolon. Sumber: Repro Life.

2. Penyerangan Tentara APRI ke Sumpur Kudus

Pada tahun 1950-an, Sumpur Kudus masih termasuk wilayah terisolir di Sijunjung. Masyarakat masih hidup dengan dengan fasilitas terbatas. Kondisi wilayah Sumpur Kudus pada tahun 1958-1961 sangat memprihatinkan. Untuk mencapai kecamatan yang letaknya di Kumanis, masyarakat harus berjalan selama tiga hari. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan pokok, harus pergi ke pasar dengan menempuh perjalanan selama tiga hari. Alat transportasi yang dipakai pada masa pergolakan itu pun masih sederhana, yakni kuda beban. Setiap hari Senin, biasanya ibu-ibu di Sumpur Kudus berangkat bersama-sama, lalu menginap di Tanjung Bone Aur. Pagi harinya baru ke pasar dan malam harinya sampai di rumah. Bila ibu-ibu itu membeli barang kebutuhan dengan jumlah banyak yang dibawa dengan kuda beban.277 Sehingga pada sampai akhir 1960an lagu kudo baban menjadi tren di kalangan masyarakat Sumpur Kudus.

277

192

Batang Sumpu balantai batu Batang aie balantai papan Sajak lalu motor ka sumpu Lah mamakik kudo baban

Peristiwa meletusnya PRRI di Sumpur Kudus pada dasarnya belum diketahui pasti oleh tokoh-tokoh masyarakat ketika itu. Mansur Dt. Penghulu Mudo menegaskan, sewaktu mengikuti rapat di Sungai Dareh ia belum mengetahui pasti apakah ada kelanjutan dari hasil rapat itu. Namun, gelagat itu menurutnya sudah mulai terbaca ketika Marah Tayab dan Muchtar Gafur mengisyaratkan perang saudara itu akan meletus dalam waktu dekat.

Proses masuknya Batalyon 440 Diponegoro telah dimulai dari dikuasainya Kiliranjao tanggal 21 April 1958.278 Sedangkan Sungai dareh dan Tandjung Gadang masih diduduki PRRI.279 Tentara Diponegoro yang masuk melalui Kiliranjao itu dalam berkomunikasi dengan penduduk setempat memakai bahasa Jawa halus, sedangkan tentara PRRI mengunakan bahasa Minang yang tentunya sudah dipelajari oleh tentara Diponegoro.

Pasukan PRRI yang yang dipersiapkan untuk membendung kedatangan tentara pusat di nagari Sumpur Kudus berasal dari

278

Reni Nuryanti, Perempuan Berselimut Konflik. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011), hlm. 91.

279

Dalam majalah PHB tahun 1958 dijelaskan sebab-sebab mudahnya tentara pusat merusak frekuensi pembicaraan tentara PRRI melalui Stasiun Radio. Dengan dirusaknya frekuensi pembicaraan ini, peta kekuaran dari tentara PRRI mudah diketahui. Berikut petikan artikelnya. “Sungguh suatu kejadian perlu mendapat perhatian para pencipta teknis pesawat P 22. Walaupun kita diganggu, kita harus diam saja. Perlunya agar mereka mengira bahwa suaranya tidak bisa kita tangkap (ingat jarak capai dari pesawat P 22). Di samping itu ada satu hal lagi yang dapat merhasiakan pembicaraan kita melalui P 22 yaitu mengunakan bahasa jawa halus. Cara ini setelah dilakukan ternyata musuh menjadi marah dan jengkel, karena tidak mengetahui pembicaraan kita. Buktinya mereka pernah masuk dalam channel kita dengan mengatakan, kalau berani tentara Soekarno supaya mengunakan bahasa Indonesia, tetapi kita diam saja. Sayang, hingga sekarang dari sejumlah senjata yang dirampas dari PRRI baru beberapa buah P 22 berada ditangan kita. Lebih lanjut baca “Waktu Banteng Raiders sampai di Kiliranjao.” Majalah PHB tahun 1958.

193

batalyon Satuan Komando Daerah Riau (SKDR) yang dipimpin oleh Mayor (Inf) Syamsi Nurdin asal Lintau.

Markas Komando Syamsi Nurdin pada masa itu sering berpindah-pindah dan dilengkapi dengan sebuah pesawat radio telefoni yang akan dipergunakan untuk berhubungan jarak jauh.280

Pasukan Divisi Diponegoro mulai bergerak dari Kumanis (basis Komunis) menuju Sumpur Kudus untuk memburu Syamsi Nurdin dan pasukannya. Tentara pusat pada tahun 1958, tidak saja menyerang dari darat, namun juga dari udara. Untuk memutus hubungan antara Sumpur Kudus dengan nagari lainnya, tentara SKDR merusak jembatan satu-satunya, sehingga peralatan berat tentara pusat tidak masuk ke Sumpur Kudus. Setelah pertahanan PRRI di Tanah Bato berhasil ditembus oleh pihak APRI, mereka meneruskan perjalanan menuju Sumpur Kudus.

Perlawanan yang dilakukan tentara SKDR di Sumpur Kudus cukup sengit. Namun jumlah tentara yang minim, menyebabkan tentara SKDR dengan mudah dipukul mundur karena tentara pusat tidak saja menyerang dari darat, namun juga menghujani Sumpur Kudus dari udara. Rute operasi yang ditempuh Batalyon 451 Diponegoro setelah sampai di Sumpur Kudus tidak langsung menuju pusat pemerintahan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, melainkan kembali ke nagari Kumanis. Taktik ini rupanya tidak disadari oleh tentara SKDR sebagai jebakan untuk memancing mereka keluar dari persembunyian. Dugaan seperti ini mengagetkan pasukan SKDR karena pasukan APRI memakai rute berbeda dengan terlebih dahulu memutus lumbung beras tentara SKDR.

Saat tentara 451 Diponegoro mulai masuk ke Sumpur Kudus, laki-laki dewasa ijok ke hutan-hutan atau ke tempat yang lebih aman demi menghindari APRI. Para pengungsi menempuh perjalanan dengan memotong rute atau melalui ‘jalan tikus’ di hutan. Keberadaan tentara SKDR dengan segala keterbatasannya diberi tugas di garis terdepan berhadapan dengan tentara APRI

280

Nazarudin, wawancara, tanggal 21 Februari 2014 di Kantor Wali Nagari Sumpur Kudus.

194

yang sudah berpengalaman memadamkan gerakan di daerah, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Sumpur Kudus sudah siap berhadapan dengan tentara pusat? Dari segi persenjataannya, tentara PRRI memang sudah disuplay persenjataannya dari Amerika Serikat serta latihan singkat untuk para milisi. Namun kenyataannya sebagaian besar pasukan SKDR, termasuk yang ber-Nomor Registrasi Prajurit (NRP) sama sekali dibuat tidak berdaya melawan APRI. Mereka justru bergerilya ke hutan-hutan untuk menghindari tentara pusat.

Dalam perkembangan berikutnya, operasi penumpasan PRRI, sebagian masyarakat Sumpur Kudus memiliki menyimpan pengalaman yang buruk terhadap organisasi bentukan APRI, yakni Organisasi Perlawanan Rakyat (OPR). Pembebasan yang dilakukan APRI terhadap beberapa nagari di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung di antara yang anti komunis, seperti Sumpur Kudus dan Silantai meninggalkan trauma yang cukup mendalam. Masyarakat diliputi rasa kecemasan dan ketakutan setiap pasukan APRI dan OPR mulai memasuki dua nagari tersebut.

Nama OPR muncul pertama kali dari pernyataan Ali Moertopo tanggal 12 Desember 1958. Menurut Ali Moertopo sisa-sisa pemberontak PRRI harus dibasmi sampai ke akar-akarnya dengan mengikutsertakan rakyat dalam usaha pembasmian itu. Dalam upaya memperkuat posisi APRI di Sumatera Barat, menurut Ali Moertopo harus ada tambahan pasukan dari Organisasi Keamanan Rakyat (OKR) dan Legiun Veteran.281 Ali Moertopo berpendapat bahwa strategi ini diperlukan karena PKI merupakan musuh besar PRRI dan merupakan kekuatan sentral pasca pergolakan daerah. Pasca PRRI inilah, PKI dan organisasi massa kiri lainnya mulai dimanfaatkan oleh petinggi APRI untuk kepentingan kelompok militer.