• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR MODAL

1. TIGA TEORI UTAMA STRUKTUR MODAL

1.2. Pecking Order Hypothesis.

Model trade-off merupakan model yang sangat konsisten dengan upaya mencan struktur modal optimal agar nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Model

mainstream teori struktur modal. Namun demikian model ini tidak dapat menjawab beberapa temuan penting dari pola struktur modal di perusahaan. Pertama, dalam setiap industri di temukan bahwa perusahaan-perusahaan yang. paling tinggi profitabilitasnya adalah perusahaan yang paling rendah debt rationya. Temuan ini bertentangan dengan prediksi trade-off model. Trade-off model memprediksi perusahaan akan memilih hutang sebagai sumber dana asal manfaat dari tambahan hutang masih lebih besar dibandingkan dengan biayanya.. Dengan demikian, perusahaan yang paling tinggi profitabilitasnya mestinya perusahaan yang sudah mengoptimalkan porsi hutangnya, bukan justru yang meminimalkan porsi hutangnya.

Kedua, peristiwa peningkatan porsi hutang, seperti siock repurchasing dan penawaran debt-for equity exchange, selalu berkaitan dengan adanya positive abnormal return yang cukup besar bagi pemegang saham, sementara peristiwa penurunan porsi hutang akan mendorong menurunnya harga saham. Prediksi trade-off model berkaitan dengan perubahan porsi hutang adalah peristiwa peningkatan dan penurunan porsi hutang dapat menaikkan dan juga dapat menurunkan harga saham. Jika porsi hutang perusahaan belum optimal, maka peningkatan hutang akan membuat harga saham naik, namun jika porsi hutang sudah optimal maka peningkatan hutang akan menurunkan harga saham. Demikian juga dengan penurunan hutang, jika porsi hutang belum optimal maka penurunan hutang akan menurunkan harga saham namun jika sudah melebihi porsi optimal, penurunan hutang justru akan meningkatkan harga saham. Ketiga, perusahaan menerbitkan surat hutang secara reguler namun penerbitan saham baru (berikutnya) sangat jarang dilakiikan perusahaan. Untuk menjaga keseimbangan mestinya frekuensi penerbitan saham baru juga sesering penerbitan hutang baru. Pecking Order Hypothesis nierupakan teori struktur modal yang dapat menjelaskan temuan-temuan tersebut.

Asumsi yang Mendasari Pecking Order Hypothesis. Penjelasan atas temuan- temuan di atas dikemukakan oleh Myers (1984) yang kemudian penjelasan tersebut dinamakan Pecking Order Hypothesis. Teori ini dibangun berdasarkan

asumsi dan temuan empiris tentang perilaku keuangan perusahaan bahwa perusahaan lebih menyukai sumber dana internal (laba ditahan dan depresiasi) dibandingkan dengan sumber dana ekstemal (hutang dan ekuitas). Jika harus memakai sumber dana eksternal maka perusahaan akan memilih sekuritas yang teraman. Ketika kebutuhan dana eksternal cukup besar maka perusahaan akan memilih menerbitkan sekuritas menurut urutan; hutang yang paling aman, kemudian hutang yang berisiko tinggi, convertible securities, preferred stock, dan terakhir saliam biasa. Model pecking order ini lebih menekankan pada motivasi manajer dibandingkan dengan pada prinsip-prinsip penilaian pasar. Adanya pecking order ini sendiri sebenarnya sudah ditemukan oleh Donalson (1961) dalam surveinya pada perusahaan di Amerika Serikat. Penjelasan atas adanya urutan pemilihan (sumber internal kemudian sumber eksternal dengan urutan seperti asumsi 4 di atas) yang dikemukakan pada saat itu antara lain karena pasar yang tidak sempurna (tingginya biaya transaksi, banyaknya investor yang tidak memiliki cukup informasi, dan manajer yang sama sekali tidak sensitive terhadap nilai pasar saham perusahaan) dimana gambaran tersebut tidak sepenuhnya mencenninkan kondisi pasar modal yang modern. Myers (1984) kemudian memberi penjelasan atas temuan pecking order ini dengan landasan asumsi adanya asymmetric information seperti digagas oleh Myers dan Majluf (1984). Myers dan Majluf membuat dua asumsi utama berkaitan dengan manajer. Pertama, manajer lebih mengetahui kinerja (earnings) perusahaan saat ini dan kesempatan investasi yang ada dibandingkan dengan investor luar. Kedua, manajer bertindak sesuai kepentingan pemegang saham lama (existing shareholders) perusahaan.

Modelnya Myers dan Majluf ini juga dapat menjadi penjelas mengapa harga saham bereaksi positif terhadap kenaikan hutang dan bereaksi negatif atas pengurangan hutang. Karena perusahaan yang memiliki kesempatan investasi pertama-tama akan memilih sumber dana internal dan kemudian dana eksternal yang berisiko rendah untuk membiayai proyek baru maka jika perusahaan

investor akan mencurigai harga saham perusahaan itu sedang overvalued. Ketika harga saham overvalued maka penurunan harga saat penerbitan saham baru tidak akan merugikan pemegang saham lama. Itulah mengapa pengumuman penerbitan saham baru selalu menjadi ‘bad news’ (karena sahamnya akan turun sebagai akibat telah overvalued) bagi pemegang saham.

Implikasi dari Hipotesis Pecking Order. Jika dianalisis lebih lanjut, pecking order model juga dapat menjelaskan beberapa temuan empiris yang lain. Karena penerbitan saham baru selalu direspon negatif oleh pasar modal maka dapat diartikan bahwa manajer hanya akan menerbitkan saham baru, atau melakukan aktivitas menurunkan porsi hutang yang lain, hanya jika mereka terpaksa melakukannya karena tidak punya dana internal atau jika tidak, mungkin memang sengaja mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham lama. Sebalikriya, pengumuman kenaikan porsi hutang dapat diartikan sebagai bukti bahwa perusahaan cukup yakin tentang peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang sehingga mereka berani menaikkan porsi hutangnya. Oleh karena itu kenaikan porsi hutang direspon positif oleh pasar.

Adanya asymmetric information antara manajer dan pemegang saham juga memberi penjelasan tentang perlu adanya financial intermediaries. Tidak semua perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang bagus (NPV-nya positif) memiliki financial slack yang cukup untuk mendanai proyek. Perusahaan baru dan perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi biasanya tidak memiliki cukup dana (internal) untuk membiaya proyek-proyeknya padahal kalau harus mengambil dana dari luar (menerbitkan saham atau obligasi) akan mengalami masalah asymmetric information yang cukup serius. Bank dan financial intermediaries yang lain dapat mengatasi masalah tersebut dengan menjadi ‘orang dalam’ (insider) lewat kontak-kontak yang intens dengan manajer, dan dengan melakukan akses terhadap laporan keuangan dan operasi perusahaan.

1.3. Teori Signaling dan Model Asymmetric Information yang Lain.