• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedagang Partai Kecil (Eceran)

BAB III PERKEMBANGAN PASAR KLEWER SURAKARTA

C. Asal Usul Pedagang Pasar Klewer

2. Pedagang Partai Kecil (Eceran)

Pedagang kecil adalah pedagang yang menjual barang dari pedagang besar kepada konsumen atau menjual barang dari podusen ke konsumen, hal ini biasa disebut dengan pedagang eceran. Pedagang ini menjual barang dagangnya dalam jumlah yang kecil atau hanya satu barang. Biasanya yang termasuk pedagang kecil atau eceran ini adalah Pedagang Kaki Lima (PKL).

Pedagang eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Pedagang eceran ini sangat penting artinya bagi produsen karena melalui pengecer, produsen memperoleh informasi berharga

tentang barangnya. Bisnis ritel secara umum dapat diklasifikasikan secara

umum menjadi dua kelompok besar, yaitu pedagang eceran besar dan pedagang eceran kecil. Perdagangan eceran kecil terdiri atas eceran kecil yang berpangkalan (memiliki tempat) dan pedagang eceran kecil yang tidak

berpangkalan. Klasifikasi pedagang ritel dapat dilihat pada bagan berikut30:

29 Wawancara dengan Juminten pada tanggal 10 Oktober 2010 30

http://haniif.wordpress.com/2008/07/08/pedagang-eceran-retailing/, diakses tanggal 12 Oktober 2010

commit to user Pedagang eceran

Eceran besar Eceran kecil

Berpangkal Tidak

berpangkal

Tetap tidak tetap pakai alat

Pedagang eceran merupakan suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir (masyarakat). Pedagang ini dapat dikatakan berhasil apabila dapat menyesuaikan barang dan jasa dengan permintaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pedagang eceran ini adalah:

a. Tersedianya barang yang tepat

b. Pada saat yang tepat

c. Di tempat yang tepat

d. Dalam kuantitas yang tepat

e. Dengan harga yang tepat

f. Penjualan dengan harga yang tepat

g. Dalam kualitas yang tepat.

Barang dagangan yang dijual terkadang diambil dari pedagang besar, namun dengan demikian diantara pedagang ini tidak saling menjatuhkan. Sehingga diantara pedagang besar maupun eceran ini saling percaya dan melakukan kerjasama. Karena barang yang diperdagangkan dalam jumlah yang sedikit dengan pedagang grosir, maka modal awal dalam menjalankan

commit to user

usaha ini sekitar Rp 5 juta sampai 10 juta sesuai jumlah barang

dagangannya.31

Meskipun pendapatan untuk pedagang eceran ini tidak menentu untuk setiap harinya, namun dapat dilihat bahwa bisnis di Pasar Klewer mampu memberi kontrbusi terhadap pendapatan daerah maupun perdagangan industri tekstil atau pakaian pada umumnya. Hal ini juga menggambarkan kinerja pedagang di Pasar Klewer sangat baik. Adanya kinerja yang tinggi maka pedagang pengecer di Pasar Klewer dapat mempertahankan eksistensinya sebagai pasar tradisional dengan memepertahankan siklus bisnis di tengah-

tengah kompetisi antar pedagang pengecer maupun pedagang lainnya.32

31 Wawancara dengan Fatimah pada tanggal 7 Oktober 2010

32Erwien Rastana, 2004, “Analisis Faktor-faktor yang memepengaruhi Kinerja Pedagang

commit to user 66

BAB IV

INTERAKSI PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER

SURAKARTA TAHUN 1958-1998

A. Etos Kerja Pedagang

Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethikos yang artinya moral atau hal yang

menunjukkan karakter moral. Bahasa Yunani kuno dan modern, etos mempunyai arti sebagai keberadaan diri, jiwa dan pikiran yang membentuk seseorang. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika. Etika bukan hanya dimiliki oleh bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika, hal ini merupakan nilai-nilai yang universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja keras, berdisiplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya

dapat juga dijumpai pada masyarakat dan bangsa lain.1

Pemahaman tentang etos kerja dapat digambarkan sebagai sebuah cara hidup yang tersirat dari masalah-masalah yang dilukiskan berupa pandangan dunia. Pengertian etos kerja menurut Cliffort Geertz, yaitu sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan oleh hidup dan direfleksikan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari sebagai watak yang khas, sedangkan kerja secara etimologis diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu. Jadi etos kerja mempunyai arti sebagai sumber semangat atau sumber motifasi seseorang melakukan kegiatan yang bersifat fisik maupun kegiatan yang bersifat

kerohanian.2

1 http://www.posindonesia.co.id, diakses tanggal 10 Oktober 2010

commit to user

Berdasarkan hal tersebut dapat diambil pengertian bahwa disamping menghasilkan sesuatu, manusia juga dapat mengekspresikan diri dalam melakukan pekerjaannya. Kerja berfungsi sebagai simbol yang menunjukkan suatu nilai atau makna tertentu. Kerja sebagai aktifitas dalam kehidupan manusia yang menjadi suatu kegiatan untuk mengisi sebagian besar dalam kehidupannya. Etos kerja juga merupakan respon yang dilakukan seseorang, kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya.

Etos kerja juga mempunyai arti:

1. Etos kerja merupakan perilaku khas suatu komunitas atau organisasi, mencangkup

motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi, keyakinan, prinsip-prinsip.

2. Dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat yang menjadi

penggerak suatu masyarakat pendukung budaya tersebut untuk melakukan kerja.

3. Keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok

orang.

4. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat terhadap kerja yang dapat

menjadi penggerak masyarakat untuk melakukan kerja.

5. Pandangan hidup yang khas dari suatu masyarakat terhadap kerja yang dapat

mendorong keinginan masyarakat untuk melakukan pekerjaan.

Pada umumnya motivasi orang bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang sangat banyak misalnya

commit to user

rekan kerja, kebijaksanaan dan peraturan, jenis pekerjaan dan tantangan. Etos kerja yang tinggi biasanya muncul karena adanya tantangan, harapan dan kemungkinan sesuatu yang menarik. Hal ini akan menyebabkan manusia itu bekerja dengan rajin, teliti, berdedikasi dan bertanggung jawab dengan besar. Kemunculan etos kerja bagi masyarakat dengan sendirinya merupakan suatu karakter yang telah menjadi watak bagi pelakunya.

Etos kerja masyarakat lahir dan berkembang berdasarkan standart dan norma- norma yang dijadikan orientasi warga masyarakat. Secara umum tolok ukur atau indikator dari perilaku yang mencerminkan etos kerja adalah efisiensi, kerajinan, kerapian, sikap tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, sikap mengakui rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan. Kesediaan untuk berubah, kegesitan dalam menggunakan kesempatan yang ada, bekerja secara energis, bersandar pada kekuatan sendiri, mau bekerja sama dan mau memandang ke masa depan.

Dasar etos kerja orang Jawa sebenarnya lebih mementingkan keselarasan dengan sesama anggota masyarakatnya, dengan alam lingkungan dan Tuhannya. Keselarahan dan keharmonisan bisa terlaksana apabila orang itu tindakannya sesuai dengan etika-etika yang ada. Masyarakat Jawa yang banyak tinggal di pedesaan memegang etika-etika tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tinggi rendahnya etos kerja masyarakat pedesaan sangat ditentukan oleh sejumlah faktor tertentu seperti pola pemilikan tanah, dan faktor produksi lainnya, serta tersedia atau tidaknya lapangan kerja diluar sektor pertanian. Jika sektor pertanian sudah tidak mendukung lagi, maka harus ada peluang pekerjaan lain di

luar sektor pertanian, agar masyarakat tetap mempunyai semangat kerja yang tinggi.3

Dalam kebudayaan Jawa, kerja diibaratkan sebagai suatu kewajiban hidup yang utama, karena berpangkal dari aspek inilah kelangsungan hidup manusa secara material

commit to user

dapat dipenuhi.4 Tidak dapat disangsikan lagi bahwa kerja diperlukan untuk tetap hidup

dan kerja merupakan bagian dari setiap manusia. Dasar etos kerja atau semangat kerja para pedagang Pasar Klewer lebih mengutamakan keselarasan hubungan dengan sesama anggota masyarakat, dengan alam lingkungan dan dengan Tuhannya. Segalanya akan dapat tercapai bila sesuai dengan etika yang ada dan disepakati bersama. Sikap-sikap seperti ini terjadi pada masyarakat pedagang di Pasar Klewer.

Etos kerja merupakan suatu perilaku khas yang dimiliki oleh setiap komunitas atau etnis. Misalnya orang Jawa rata-rata memiliki etos kerja untuk saling gotong royong, saling membantu, bersikap sopan yang masih dapat ditemukan. Keturunan Cina maupun Arab tidak membatasi dalam perdagangan. Sifat kerja mereka pun dapat dikatakan ulet, tekun, teliti, kerja keras, pantang menyerah dan tidak membuang waktu. Berdasarkan sifat ketekunan yang dimiliki oleh orang Cina maupun Arab, sehingga membuat mereka dapat menguasai sektor perdagangan dalam partai besar. Hal ini dapat dilihat di Pasar Klewer, disana banyak pedagang dari etnis Cina dan Arab yang memiliki kios lebih dari satu dan menjual dalam partai besar.

Setiap orang atau kelompok memiliki budaya dagang sendiri-sendiri, seperti para pedagang di Pasar Klewer yang terdiri dari beberapa etnis yaitu Jawa, Cina dan Arab. Etnis Arab yang merupakan masyarakat muslim, mereka membangun mengenai pengertian etos kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh norma-norma atau nilai- nilai tertentu. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan, maka akan menentukan hasil yang akan diperoleh. Dengan adanya keterkaitan yang erat antara etos kerja dan daya tahan manusia di bidang ekonomi, maka dengan semakin progresif etos kerja suatu masyarakat akan memperoleh hasil yang baik.

commit to user

Nilai agama dan kultural dapat memberikan dorongan kepada seseorang atau kelompok untuk mencapai prestasi tertentu, terutama dalam bidang ekonomi. Kelompok- kelompok tertentu yang menjalankan syariat agama dengan lebih bersungguh-sungguh, dalam kehidupan sosial dan pribadinya, kelihatan lebih mampu beradaptasi dalam kehidupan ekonomi. Keterkaitan yang kuat antara agama islam dengan aktivitas ekonomi merupakan kegiatan ekonomi dalam islam. Islam pada prinsipnya mengajarkan kebaikan dan telah mengatur kehidupan umatnya di dunia dan di akherat.

Suku-suku bangsa Indonesia memang memiliki kesesuaian antara pendalaman penghayatan terhadap Islam dengan semangat dalam kehidupan ekonomi. Misalnya pada akhir penjajahan Belanda, suku Banjar, Minangkabau dan Aceh secara relatif lebih menunjukkan kemampuan beradaptasi dalam hal ekonomi yang pada saat itu didominasi oleh kolonial. Sehingga gerakan syariat Islam pertama muncul pada saat penjajahan Belanda berawal dari kalangan pedagang-pedagang Islam yang sadar akan persaingan

golongan bukan bumi putera.5

Prinsip etika ekonomi pada hakekatnya adalah menjalankan bisnis yang jujur

sesuai dengan aqidah agama. Oleh karena itu, tujuan manusia pada bidang ekonomi tidak

dapat dilepaskan dari tujuan hidup. Kegiatan ekonomi manusia menyatu dengan status manusia sebagai khalifah maka kegiatan ekonomi manusia untuk mensejahterakan seluruh bumi serta menjaga kelestariannya, sedangkan dalam ibadah maka kegiatan

tersebut hendaknya ditujukan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.6

5 Jusuf Harsono dan Slamet Santoso, 2006, “Etos Kerja Pengusaha Muslim Perkotaan di Kota

Ponorogo”, dalam Jurnal Penelitian Humaniora edisi khusus Juni 2006, Surakarta: UMS, hal: 8 6 Ibid, hal: 3-4

commit to user

Menururt penuturan salah seorang pedagang Pasar Klewer keturunan Arab, yaitu Aminah, ada beberapa hal yang mendorong etos kerja yang tinggi selain modal yang cukup untuk usaha juga pengalaman, ketrampilan dan sesuai dengan syariat agama. Karena dengan adanya etos kerja yang tinggi maka akan mampu mendorong

perkembangan usaha mereka meskipun dalam tingkatan yang berbeda-beda.7

Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan mengenai faktor yang mendorong etos kerja pedagang di Pasar Klewer, antara lain:

Budaya dagang dari orang Cina yaitu mereka mempercayai adanya Hopeng, Feng

sui dan Hokie, yang merupakan nilai, kepercayaan dan juga mitos yang dipakai dalam

menjalankan bisnis atau berdagang. Sebagian pedagang Cina ada yang mempercayai akan ketiga hal tersebut, namun ada juga yang tidak. Sebagian pedagang Cina di Pasar

Klewer juga memperhatikan tentang Feng Sui yang dapat mempengaruhi nasib baik dan

buruk manusia. Feng Sui menunjukkan bagian-bagian atau bidang tertentu serta wilayah

yang sesuai dengan keberuntungan baik dalam hidup sehari-hari maupun dalam kegiatan perdagangan.

7 Wawancara dengan Aminah, tanggal 4 Oktober 2010 MOTIF: Religi Ekonomi Sosial MODAL: Semangat Ketrampilan Pengalaman ETOS KERJA Berkembangnya usaha para pedagang Muslim di Pasar Klewer

commit to user

Kepercayaan lain yang dipegang oleh orang Cina adalah Hokie. Hokie ini lebih

dipersepsikan mengenai bagaimana menyiasati nasib agar selalu mendapatkan hasil yang baik. Orang Cina memiliki kepercayaan bahwa sebuah bisnis yang ditekuni dengan

sungguh-sungguh dan serius, maka akan menemukan Hokie-nya. Artinya, meskipun

dimulai dengan usaha dan kerja keras namun harus diyakini juga bahwa pada saatnya

usaha itu akan mencapai puncaknya. Konsep Hokie menjadi penting karena untuk

menghindarkan mereka dari sikap fatalistik atau pesimistik pada saat mengalami

permasalahan atau benturan-benturan.8 Benda-benda yang dianggap mendatangkan

Hokie, seperti The Lucky Cat. Banyak para pedagang Cina di Pasar Klewer yang memajang benda tersebut di dalam kios mereka.

Budaya dagang keturunan Cina, Arab maupun Jawa (termasuk orang Banjar) memiliki pandangan yang cenderung sama, yaitu mereka melakukan cara untuk berusaha menjaga hubungan baik dengan para pelanggan, konsumen, pemasok, pemerintah dan lingkungannya. Cara bersikap itu merupakan manifestasi norma kehidupan berdasar pada kehormatan dan keharmonisan. Sistem pemasaran yang dipakai oleh para pedagang pribumi (Jawa dan Banjar) cenderung bersikap mengajak para pendatang baru untuk bekerja sama, sedangkan para pedagang keturunan Cina dan Arab cenderung untuk

melakukan kemampuannya secara optimal tanpa melakukan kerja sama.9

8Cahyo Adi Utomo, 2010, “Peran Etnis Cina dalam Perdagangan di Surakarta pada Tahun 1959-

1998”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, hal: 87

9 Daryono, 2007, Etos Dagang Orang Jawa Pengalaman Raja Mangkunegara IV, Semarang: Pustaka Pelajar, hal: 306-307

commit to user

Dokumen terkait