• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDAGOGI BUDAYA DAMAI DIPESANTREN SUMBER BAROKAH Sejarah Pesantren Sumber Barokah

Pondok Pesantren Sumber Barokah Karawang adalah sekolah berbasis agama yang berlokasi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pondok pesantren ini dirintis pada tahun 1971 atas prakasa K.H. Matrohim, H. Sulaiman, KH. Moch. Mukri, KH. Dawud Abusamah, dan Ir. H. Fatah, dengan santrinya masih terbatas sekitar lingkungan pondok.

Semenjak tahun 2000 Pondok sumber barokah yang berada di bawah naungan LDII bekerja sama dengan Yayasan Al-Ulya mengembangkan system Boarding School, mulai tingkatan SMP dan terus berkembang sampai sekarang yang sudah meliputi SMA dan SMK. Tahun 2009 Pesantren ini membentuk Yayasan Sumber Barokah dan resmi terdaftar di Kementrian Agama Rebuplik Indonesia dengan Nomor statistik: 5 32 15 04407, seperti tertera dalam gambar di bawah ini:

Gambar 1

Nomor Statistik Pondok Pesantren Sumber Barokah

Gambar 2

32 Pondok Pesantren Sumber Barokah Karawang memiliki visi menjadi syi’ar Islam dan juga lembaga pendidikan agama Islam yang berbasis cepat, tepat, dan effisien. dengan tetap menjaga kemurnian ajaran agama Islam. Sedangkan misi dari Pondok Pesantren Sumber Barokah Karawang dapat menghidupkan syiar Islam agar tetap luhur dan abadi sehingga menjadi kepribadian bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan norma pancasila sebagai azas negara dan bangsa Indonesia.

Pondok Pesantren Sumber Barokah Karawang memiliki sasaran strategis dalam menjalankan programnya, antara lain:

▪ Menjadikan santriwan-santriwati seorang yang berwawasan luas dan faham Ilmu Alqur’an dan Sunah.

▪ Membentuk santriwan-santriwati yang berakhlaqul karimah serta menjadi suri tauladan bagi lingkungannya dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta taat kepada kedua orang tua.

▪ Membimbing santriwan-santriwati untuk mandiri dan mempunyai keterampilan yang handal sebagai bekal hidup di masyarakat.

▪ Menjadikan santriwan-santriwati sebagai juru da’wah yang unggul, semangat, tabah dan tahan uji dalam menyi’arkan syari’at Islam yang berpedoman pada Al-Qur-an dan sunah secara haqiqi.

Penyelenggaraan pengajaran di Pondok Sumber Barokah Karawang tergolong unik, selain menggunakan istilah-istilah khusus, juga adanya pembedaan kelas antara santi mukim dan pribumi. Berikut ini data santri dan guru di Pondok Pesantren Sumber Barokah:

Tabel 1

Data Santri Pesantren Sumber Barokah Tahun Pelajaran 2019-2020

No Unit

Pendidikan Jenjang Kelas Jumlah

Dasar Lambatan 1 Lambatan 2 Cepatan 1 Cepatan 2 Saringan 1 SMA 0 206 0 172 39 21 438 2 SMK 0 136 67 72 0 29 304 3 SMP 0 94 78 60 0 15 247 4 NON PELAJAR 57 119 0 51 0 0 227 5 PRIBUMI 84 75 53 58 28 5 303

33

6 HADITS BESAR

- - - - - 185 185

TOTAL 141 630 198 413 67 255 1704

Sumber: Bagian Sekretariat (2019).

Tabel 2

Data Guru Pesantren Sumber Barokah Tahun Pelajaran 2019-2020

NO GURU KBM PUTRA PUTRI JUMLAH

1 SMA 9 7 16 2 SMP 10 6 16 3 SMK 11 5 16 4 NON PELAJAR 12 4 16 5 PRIBUMI 15 9 24 6 HADITS BESAR 4 0 4 TOTAL 61 31 92

Sumber: Bagian Sekretariat (2019).

Model Pengembangan Pedagogi Budaya Damai

Pedagogi budaya damai yang dilakukan di Pesantren Sumber Barokah merupakan proses pembelajaran yang cukup kompleks dan menyeluruh. Pedagogi budaya damai disebut kompleks karena mencakup berbagai hal, mulai dari penumbuhan komitmen dan penanaman rasa cinta akan kedamaian sampai kepada analisis kritis dan penyelesaian konflik dengan cara damai.

Pembelajaran budaya damai diberikan kepada para santrinya untuk menanamkan, menumbuhkan, serta mengembangkan rasa cinta akan kedamaian, melalui berbagai upaya seperti pengajaran, pemberian keterampilan, terutama dalam mengidentifikasikan hal-hal yang menunjang dan menghambat perdamaian, analisis kritis, dan penyelesaian konflik sosial tanpa kekerasan, serta pembentukan sikap, baik untuk masalah-masalah kemanusiaan maupun dalam kaitannya dengan alam.

Pedagogi budaya damai disebut juga menyeluruh karena tidak hanya meliputi masalah relasi antar manusia, tetapi juga masalah relasi manusia dengan lingkungan, serta mencakup tidak hanya hal-hal kognitif yang mencoba membuka wawasan dan pengetahuan para santri terutama yang berkaitan dengan hal-hal filosofis seperti nilai-nilai keadilan dan anti kekerasan tetapi juga

34 afektif, yakni dengan menumbuhkan perasaan cinta, kehambaan dan komitmen untuk hidup dalam damai, serta psikomotorik, yang ditandai dengan perubahan perilaku yang menjunjung tinggi perdamaian.

Pedagogi budaya damai dalam konteks Pesantren Sumber Barokah disetting dalam tiga fase pembelajaran yang meliputi, fase penyadaran, fase penerapan, dan fase tindak lanjut.

Fase Penyadaran

Fase penyadaran merupakan tahap awal dalam proses pedagogi budaya damai di Pesantren Sumber Barokah, dikemas dalam berbagai kegiatan pembelajaran dan model dakwah yang khas. Pada tahap ini, baik dewan guru maupun para santri lebih banyak melibatkan kemampuan kognitifnya dalam proses pembelajaran budaya damai.

Pesantren Sumber Barokah berada dibawah binaan ormas LDII yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Dalam akronim namanya mengandung kata “dakwah”, sedangkan Islam hakikatnya adalah agama dakwah yang rahmatan lil'alamin. Dakwah sebagai bagian dari proses pengembangan budya damai di Pesantren Sumber Barokah memiliki tiga indikator: Pertama, baik guru maupun santri harus berupaya untuk mempunyai kompetensi dakwah, yang bisa membawa akibat setiap warga pesantren memiliki kemampuan untuk berdakwah, sesuai dengan kemampuannya masing-masing (bil-hal, bil-kalam, bil-qalam).

Kedua, dalam mewujudkan lahirnya pendakwah, Pesantren Sumber Barokah memberikan iklim yang kondusif bagi lahirnya pendakwah yang berlandaskan semangat amal sholih, dengan niat melaksanakan perintah Allah dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah SAW melalui Al-Hadits. Niat seperti ini mampu melahirkan pendakwah yang memiliki misi amal sholih sebagai juru dakwah (mubaligh/mubalighot), yang memiliki pengetahuan khusus. Baik dewan guru maupun para santri di Pesantren Sumber Barokah meyakini bahwa berdakwah adalah sebagai kewajiban atau panggilan hidup. Model dakwah yang dibangun di Pesantren Sumber Barokah merujuk kepada karakter Rasulullah SAW sebagai suri teladan, baik dalam dakwah bil-hal (perbuatan), bil-kalam (lisan) maupun dakwah bil-qalam (tulisan) yang membawa misi pesan damai bagi seluruh alam.

35 Selanjutnya, agar dakwah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, maka perlu dipenuhi indikator ketiga, yaitu adanya pengakuan (legitimasi de facto) oleh masyarakat di sekitar warga pesantren. Dalam kehidupan masyarakat yang mayoritas beragama Islam, Pesantren Sumber Barokah berupaya menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil’alamin, sehingga harus selalu membawa kedamaian dalam segala aspek kehidupan.

Seluruh dewan guru dan para santri di Pesantren Sumber Barokah diarahkan untuk mengikuti metode dan prinsip-prinsip serta sifat-sifat Rasulullah SAW, yang merupakan indikator sekaligus rujukan utama dalam mencapai kompetensi sebagai seorang juru dakwah, sekaligus pembawa risalah kedamaian. Dengan demikian prinsip berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khoirot) merupakan faktor penggerak terjadinya perkembangan dan dinamika internal umat Islam. Dalam prinsip tersebut Pesantren Sumber Barokah telah menentukan pilihan metode, yakni pesantren fokus menyiapkan warganya sebagai “insan pembelajar yang membawa misi sebagai agen perdamaian”.

Sebelum seseorang menjadi agen perdamaian, mereka perlu mengawali prosesnya dengan sebuah kesadaran kritis bahwa perdamaian adalah hal yang positif bagi keberlangsungan hidup manusia. Kesadaran kritis akan menempatkan hal-hal dan fakta-fakta secara empiris sebagaimana adanya, baik dalam hubungan kausal maupun dalam hubungan tidak langsung (Freire, 2005). Kesadaran kritis dibutuhkan untuk mengemukakan fakta bahwa lingkungan di mana manusia tinggal saat ini berada pada kondisi darurat perdamaian. Oleh sebab itu, pendidikan budaya damai yang diajarkan di Pesantren Sumber Barokah dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut.

Pada dasarnya, tahap penyadaran merupakan tahap untuk membuat seluruh dewan guru dan santri di Pesantren Sumber Barokah memahami bukan hanya signifikansi perdamaian tetapi juga kekuatan dari perdamaian. Harris dan Morrison (2013) menyatakan bahwa, kekerasan berkembang pesat dalam dunia modern karena banyak orang melihat kekerasan sebagai hal yang kuat, sementara itu perdamaian terkesan lemah. Mereka tidak mau menggali potensi dari perdamaian dan menemukan kekuatannya dalam kehidupan. Banyak orang menganggap bahwa perdamaian adalah sesuatu yang idealis dan utopis. Oleh

36 sebab itu, melalui tahap ini Pesantren Sumber Barokah merasa optimis dengan perdamaian dan percaya bahwa dunia akan jauh lebih baik dengan perdamaian dibandingkan dengan kekerasan.

Tidak hanya itu, tahap penyadaran ini diperkuat oleh risalah kitab suci yang merupakan panduan guru dan para santri di Pesantren Sumber Barokah. Dalam firmannya Alloh SWT menyeru kepada setiap hambanya untuk menjadi juru dakwah yang membawa kepada kedamaian, sebagaimana firman-Nya:

ُنَسْحَأ َيِه ْيِتَّلاِب ْمُهْلِداَج َو ِةَنَسَحْلا ِةَظِع ْوَمْلا َو ِةَمْك ِحْلاِب َكِ ب َر ِلْيِبَس ىَلِإ ُعْدا

لحنلا ةروس( ةيلآا ...

١٢٥

)

Ajaklah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang lebih baik.

َو ِرَكْنُمْلا ِنَع َن ْوَهْنَي َو ِف ْو ُرْعَمْلاِب َن ْو ُرُمْأَي َو ِرْيَخْلا ىَلِإ َن ْوُعْدَي ٌةَّمُأ ْمُكْنِم ْنُكَتْل َو

لوُأ

َكِئ

َن ْوُحِلْفُمْلا ُمُه

نارمع لآ ةروس(

١٠٤

)

Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Berdasarkan kedua ayat tersebut di atas, kesadaran, optimisme, dan panggilan terhadap perdamaian yang dibangun dalam diri guru dan para santri tentu tidak dapat dilakukan dalam cara-cara indoktrinasi, karena tidak cocok dan tidak selaras dengan definisi dan tujuan dari pendidikan perdamaian yang salah satunya adalah membangun kesadaran. Kesadaran harus muncul secara alamiah dalam diri guru dan para santri, bukan karena dipaksa mendengar atau menerima apa yang diajarkan. Oleh sebab itu, Pesantren Sumber Barokah membuat suatu komitmen dan mengembangkan model pedagogi budaya damai untuk mendukung tahap penyadaran ini yaitu, model kontemplatif dan model problem-posing.

Secara bahasa kata problem-posing dapat diartikan menghadapi masalah. Problem posing pertama kali diperkenalkan oleh Paulo Freire (2005) melalui tulisannya Pedagogy of the Oppressed. Freire mencoba melihat kemungkinan adanya suatu transformasi dalam masyarakat kelas bawah yang tertindas melalui hadirnya pendidikan yang membebaskan. Dalam bukunya Freire mengkritisi dunia pendidikan yang menggunakan model banking. Model pendidikan banking selalu menyebabkan peserta didik menjadi pasif, membangun budaya “diam” dan

37 memosisikan peserta didik sebagai obyek bukan subjek, yang tidak mungkin memiliki pengaruh bagi sejarah dan Lembaga. Sebagai gantinya, Freire menawarkan model problem-posing yang dapat mendorong siswa untuk menjadi aktif berpikir dan bertindak atas dunia mereka. Model problem-posing akan membawa peserta didik dalam kesadaran yang akan menuntunnya bertindak memutuskan cara pernyelesaian masalah dengan pertimbangan yang matang.

Problem-posing mula-mula membuat dewan guru dan para santri di Pesantren Sumber Barokah sadar dengan masalah-masalah yang ada di sekelilingnya. Dalam konteks pedagogi budaya damai, para santri mengidentifikasikan hal-hal yang menyebabkan lingkungannya menjadi tidak damai berdasarkan apa yang mereka alami maupun ketahui, kemudian mereka diminta untuk menjelaskan persepsinya mengenai hal itu, dan memikirkan solusinya. Guru berpikir bersama santri dan melihat semua kemungkinan yang ada, ikut menganalisis dan memberitahukan pertimbangan atau perspektif lain sehingga pengetahuan dibangun secara bersama-sama melalui dialog dan interaksi.

Selain Problem-posing, pada tahap penyadaran di Pesantren Sumber Barokah digunakan model kontemplatif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kontemplatif adalah renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Model ini menuntut guru-guru untuk mempersiapkan sebuah narasi yang akan membawa para santri masuk dalam perenungan yang lebih dalam tentang panggilan hidup yang sesungguhnya sebagai rahmatan lil ‘alamin atau agen perdamaian dimuka bumi.

Melalui model ini, para santri di Pesantren Sumber Barokah diajak untuk merenungkan dan memikirkan siapa diri mereka, hal-hal apa yang membuat mereka senang, hal-hal apa yang membuat mereka bersedih. Mereka membayangkan seperti apa mereka saat dewasa dan dalam kondisi bagaimana mereka hidup. Mereka akan merenungkan lebih dalam dan mencapai suatu kesimpulan semuanya dapat terjadi jika mereka hidup dalam suasana damai.

38 Fase Penerapan

Fase ini merupakan tahap selanjutnya dalam melaksanakan pedagogi budaya damai di Pesantren Sumber Barokah. Tahap ini banyak melibatkan kemampuan afektif dan psikomotorik dari para santri. Guru mencoba membangun situasi dimana para santri mampu menghayati makna dari perdamaian dan pentingnya menjadi pembawa risalah kedamaina untuk kemaslahatan umat.

Pada tahap sebelumnya, rasio menjadi sangat dominan, namun meski demikian kesadaran tidak boleh berhenti pada rasionalitas semata. Menurut Freire (2005), kesadaran yang intensional adalah kesadaran yang totalitas, yakni yang tidak hanya melibatkan rasio, tetapi juga perasaan, emosi, dan keinginan. Pada dasarnya penghayatan menjadi langkah selanjutnya setelah seseorang mulai sadar. Dalam tahap ini para santri di Pesantren Sumber Barokah diarahkan untuk merindukan, mendambakan dan mencintai perdamaian secara natural.

Pesantren Sumber Barokah telah mengembangkan model pembelajaran integrasi dan bermain peran dalam rangka mendukung program pedagogi budaya damai. Model integrasi merupakan model yang mencoba mengkombinasikan dan menyatukan nilai-nilai tertentu yang hendak dipelajari dengan peristiwa-peristiwa penuh makna yang ada di sekitarnya. Pedagogi budaya damai dalam konteks Pesantren Sumber Barokah mengandung nilai-nilai positif yang dikemas dalam istilah Enam Tabiat Luhur (6 TL) yaitu jujur, amanah, hemat dan kerja keras (muzhid mujhid), rukun, kompak dan kerja sama yang baik serta mempunyai kualitas kepemimpinan yang memadai.

Dalam rangka mengaktualisasikan 6 TL di atas, Pesantren Sumber Barokah juga memberikan pembelajaran kepada para santrinya melalui penghayatan nilai-nilai yang terkandung didalamnya melalui bermain peran atau role playing. Menurut Joyce (2016), role playing mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai mendorong perilaku dan menaikkan kesadaran siswa tentang peran nilai-nilai dalam kehidupan mereka dan kehidupan orang lain. Peran adalah rangkaian perasaan, ucapan, dan tindakan (Sumiatiningsih).

39 Para santri dan guru di Pesantren Sumber Barokah belajar untuk menghayati perannya sendiri dan peran orang lain sekaligus mengerti sikap, perasaan, dan nilai-nilai yang mendasarinya. Melalui model ini, pesan atau informasi dihayati dengan baik apabila si penerima pesan langsung mempraktikkannya sebagaimana ia adalah si pemberi pesan. Sebagai contoh, ketika membahas tema “Ada Perdamaian dalam Perbedaan.” Tema ini sangat abstrak bagi para santri, namun di Pesantren Sumber Barokah guru mengajarkannya dengan model bermain peran seperti dalam kegiatan “Gelar Budaya Pelangi Nusantara”, maka hal yang abstrak dapat dikongkretkan dan disederhanakan, sehingga dapat dihayati dan dipahami dengan baik. Guru hanya membiarkan anak-anak berekspresi dengan bebas sesuai dengan apa yang ia pahami dan hayati tentang peran, cerita, dan nilai-nilai di dalamnya.

Gelar Budaya ini dilakukan dalam rangka menjaga kerukunan umat beragama yang berada di Kabupaten Karawang, bisa terjalin dengan baik, rukun, dan kompak baik hubungan sesama agama ataupun antar agama, sehingga kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Karawang bisa terwujud dengan aman, damai dan sejahtera.

Gelar Budaya Pelangi Nusantara tahun 2017 melibatkan perwakilan agama-agama yang berada di Kabupaten Karawang antara lain: Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Khonghuchu. Acara ini dihadiri sekitar 1500 Warga masyarakat dari berbagai agama yang berbaur dengan tokoh agama, Pemerintahan sangat antusias dan kompak dalam menyaksikan pegalaran Budaya Pelangi Nusantara tersebut. Pada saat itu juga dilakukan penanda tangan deklarasi kerukunan antar umat beragama oleh tokoh-tokoh agama dan Pemerintahan Kabupaten Karawang. Berikut ini salah satu contoh pertunjukan kabaret Bhineka Tunggal Ika dari pemuda dan pemudi semua Agama yang ada di Kabupaten Karawang.

40

Gambar 3.

Pertunjukan Kabaret Bhineka Tunggal Ika

Dokumentasi: Dedi Surnadi (2017)

Fase Tindak Lanjut

Fase ini tindak lanjut merupakan tahap terakhir dalam pengembangan model pedagogi budaya damai di di Pesantren Sumber Barokah. Fase ini adalah tahap yang memberi ruang bagi para santri untuk mempraktikkan apa yang selama ini telah diketahui, dipahami, dan dihayati berkaitan dengan pedagogi budaya damai. Menurut Dedi, setiap warga LDII memiliki tanggung jawab untuk menciptakan sebuah “hubungan yang benar” dengan “melakukan kebenaran berdasarkan kasih” dan menolong seseorang untuk menciptakan suatu struktur sosial dan memampukan yang lain untuk berbuat hal yang serupa. Hal ini menyebabkan pedagogi budaya damai tidak akan pernah menjadi lengkap tanpa praktik.

Tahap ini menitikberatkan pada tindakan sebagai respons atas proses pembelajaran di dalam kelas yang diimplementasikan pada tahapan tindak lanjut akasi dan refleksi yang dikemas dalam proses kegiatan pengabdian. fokus dari pada kegiatan ini adalah melakukan kaderisasi melalui proses berpikir

41 dengan memasukkan berbagai informasi dari lapangan dan mengevaluasi tindakan atau aksi sebagai bekal pembelajaran pedagogi perdamaian.

Model aksi refleksi dalam pedagogi budaya damai membutuhkan analisis situasi, memanfaatkan baik tradisi maupun disiplin ilmu untuk memecahkan masalah, menguji, dan meneliti asumsi yang dipakai. Semua aspek tersebut membawa tindakan atau aksi untuk berelasi dengan pemikiran. Dengan kata lain, tindakan seseorang menunjukkan atau mencerminkan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang, yang benar-benar dipercayai dan penting baginya.

Pada dasarnya, budaya damai bukan hanya perlu dipikirkan ataupun direfleksikan, lebih dari itu p edagogi budaya damai perlu diwujudkan dalam tindakan sebagai respons terhadap iman. Untuk itu, Pesantren sumber Barokah mendorong terwujudnya profesionalitas para santrinya dengan program yang disebut sebagai 3K, yaitu Komunikasi, Karya, dan Kontribusi. Pengertian komunikasi dalam 3K adalah bahwa segenap jajaran warga pesantren harus bersedia dan mampu melaksanakan silaturahim atau komunikasi, kepada seluruh elemen masyarakat, baik otoritas negara, otoritas agama maupun semua tokah-tokoh masyarakat, yang bertempat tinggal di sekitar daerah keberadaan aktivitas, sebagai upaya saling ta’aruf. Kemudian yang dimaksud karya adalah kemampuan pesantren untuk menghasilkan karya-karya produktif, bagi kepentingan lembaga maupun bagi masyarakat banyak di sekitarnya. Adapun kontribusi adalah semacam kewajiban moral dari pesantren, untuk membantu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat di sekitarnya.

Program 3K pada awalnya merupakan program organisasi LDII dalam upaya mewujudkan kapasitasnya sebagai ormas dalam upaya keikutsertaan (partisipasi) bagi proses pembangunan bangsa bersama elemen bangsa yang lain. Partisipasi dalam mewujudkan keamanan lingkungan dan mendorong lahirnya usaha ekonomi-koperasi (UB/Koperasi) merupakan salah satu contoh kontribusi organisasi. Lahirnya lembaga-lembaga pendidikan atau lembaga ekonomi oleh warga LDII sendiri dapat juga dijadikan salah satu indikator, bahwa organisasi

42 LDII adalah organisasi pembelajar dan kemudian berupaya mengamalkan (learning organization).

Hal yang paling penting dalam implementasi program 3K adalah para guru sungguh-sungguh memberi tempat bagi para santri untuk mempraktikkannya secara nyata. Seringkali model ini berhenti ketika anak telah berhasil memutuskan dan merencanakan aksi baru. Keberhasilan model ini terletak pada aksi nyata yang dilakukannya, bukan sebatas rencana untuk beraksi. Meskipun demikian, model ini sulit diterapkan kepada anak-anak yang berusia di bawah tujuh tahun, karena mereka belum mampu menganalisis lebih dalam dan belum mampu mengambil keputusan. Oleh sebab itu, guru perlu berhati-hati dan menyesuaikan perkembangan anak saat menerapkannya.

43

BAB VI PENUTUP

Pedagogi budaya damai di Pondok Pesantren sumber Barokah Karawang merupakan usaha yang kompleks karena mengandung berbagai tujuan yakni untuk menumbuhkan komitmen, menanamkan rasa cinta akan kedamaian, sampai memampukan para santri dan dewan guru untuk melakukan analisis kritis dan menyelesaikan konflik dengan cara damai sehingga mereka layak disebut sebagai agen perdamaian. Pedagogi budaya damai juga bersifat menyeluruh karena tidak hanya meliputi masalah relasi antar manusia, tetapi juga masalah relasi manusia dengan lingkungan, serta mencakup tidak hanya hal-hal kognitif, tetapi juga afektif, dan psikomotorik.

Pedagogi budaya damai di Pondok Pesantren sumber Barokah Karawang dilakukan dalam tiga fase, yakni fase penyadaran, penerapan dan tindak lanjut. Tahap penyadaran banyak melibatkan ranah kognitif melalui model kontemplatif dan model problem-posing. Kedua model tersebut berguna untuk membangkitkan kesadaran dalam diri para santri tentang pentingnya perdamaian dan tentang perannya sebagai pembawa risalah kedamaian atau rahmatan lil ‘alamin. Tahap yang kedua adalah penerapan, di mana nilai-nilai perdamaian akan dibangkitkan melalui sebuah penjiwaan yang mendalam melalui model integrasi dan model bermain peran dalam sebuah kegiatan yang melibatakan berbagai elemen dan unsur agama yang berdeda. Tahap yang ketiga adalah tahap tindak lanjut. Tahap ini banyak melibatkan ranah psikomotorik yang telah banyak dipengaruhi oleh tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini para santri diajak mengambil keputusan dan bersikap kritis sehingga benar-benar menerapkan perdamaian dan menjadi agen perdamaian, yang dilakukan dalam proses pengabdian.

44

Dokumen terkait