• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

Perkembangan bangsa Indonesia yang mengarah pada globalisasi, dalam skala makro memperlihatkan fenomena-fenomena kesenjangan sosial bagi pembangunan bangsa Indonesia. Banyak gejolak yang berkembang merupakan refleksi dari pergumulan masyarakat untuk mencapai cita-cita keadilan dan kemakmuran seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Namun kondisi objektif yang ada menimbulkan spektrum kesadaran bagi masyarakat untuk melaksanakan realisasi dari cita-cita luhur tersebut. Hal ini timbul karena ketidakmerataan wawasan berfikir dikalangan masyarakat, baik akibat adanya sistem yang kurang memberikan kebebasan mengartikulasikan cita-cita luhur itu, maupun adanya persepsi yang membedakan antara potensi laki-laki dan perempuan dalam mengejar cita-cita tersebut.

Bila hal tersebut dibiarkan berlarut, akan menyebabkan terciptanya kondisi yang cenderung negatif, yang dapat menyebabkan kita semakin menjauh dari cita-cita luhur itu, bahkan mungkin dapat merusak makna keadilan itu sendiri. Oleh sebab itu kita perlu mengambil langkah-langkah kongkrit untuk membebaskan kita dari belenggu sistem serta kesenjangan di atas, tanggung jawab untuk merumuskan kebebasan bagi masyarakat sesuai dengan nuansa berfikirnya, pengalaman serta kondisi objektif yang mengitarinya, dengan tetap berpijak kepada UUD 1945 dan Pancasila, juga memberikan penyadaran yang bersifat essensif bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan, dengan mempercayai bahwa perempuan mempunyai potensi yang sangat besar serta mempunyai andil optimal untuk menciptakan persepsi baru dalam merealisasikan eksistensi lajunya perkembangan pembangunan bangsa Indonesia, sesuai dengan cita-cita keadilan tesebut, yang dilandasi tanggung jawab untuk menghadapi kemajuan era industri, teknologi dan budaya. Maka bila hal itu tercapai, perempuan Indonesia bukan hanya menjadi ujung tombak yang ofensif dalam mengantisipasi serta memajukan bangsa Indonesia.

Secara struktural organisatoris, KOHATI merupakan sub-sistem dalam organisasi HMI. KOHATI merupakan suatu kekuatan yang mengemban tanggung jawab dalam mekanisme, mobilitas dan

Internal HMI

Eksternal HMI

Pelatihan

Kajian

Dalam pandangan sosiologis, KOHATI merupakan infrastruktur yang memiliki makna strategis dalam masyarakat, yakni sebagai “Komunitas Kaum Muslimah” yang memiliki karateristik keilmuan, karena anggotanya adalah mahasiswa. Oleh karena itu KOHATI dituntut untuk mengadakan pembinaan bagi kader-kader HMI khususnya HMI-Wati. Pembinaan dimaksudkan untuk menciptakan forum atau lingkaran yang mendorong kepada peningkatan dan pengembangan kualitas kader HMI dan secara khusus membantu kader HMI dalam mencapai tujuannya.

KOHATI sebagai bagian integral dari HMI merupakan kelompok muda cendikia yang mempunyai tanggung jawab kekaderan dan menjadi pewaris yang sah untuk memanifestasikan. Hal tersebut tentu harus dijawab dalam bentuk kesiapan. Namun KOHATI sesuai dengan fungsinya dalam HMI, yaitu membina, mengembangkan serta menghasilkan potensi HMI-Wati sehingga terbentuk kader yang memiliki pola pikir yang integral dan utuh, mempunyai tugas utama mengembangkan serta meningkatkan pembentukan kader HMI dibidang pemberdayaan perempuan. Dalam rangka kualitas anggotanya maka perlu dilakukan pembinaan yang terarah terpadu dan berkesinambungan, oleh karena itu dibutuhkan pedoman pelatihan sebagai rujukan atau acuan dalam rangka pembinaan yang dimaksud diatas. Secara legal Latihan Khusus KOHATI merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan HMI, khususnya dalam peningkatan peranan perempuan, sehingga mempunyai pemahaman serta kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai seorang muslimah yang berkualitas insan cita.

2. ARAH PEMBINAAN KOHATI

Arah dimaksudkan sebagai guidance/petunjuk hendak kemana pembinaan KOHATI ditujukan. Pada dasarnya seluruh proses perkaderan yang dilaksanakan HMI sebagaimana termaktub dalam pasal 4 AD HMI beserta tafsir penjelasannya.

Arah juga dimaksudkan sebagai patokan untuk melakukan usaha sistematis dalam pencapaian tujuan. Sebagai badan khusus HMI sesuai dengan fungsinya, maka KOHATI secara spesifik mempunyai tugas pembinaan terhadap anggota HMI-Wati.

Sebagai bagian integral dari HMI, maka jelas pembinaan KOHATI juga diarahkan pada pencapaian tujuan HMI. Dalam penjelasan tujuan HMI diuraikan mengenai kualifikasi kader yang diharapkan HMI, maka pembinaan KOHATI juga diarahkan pada akselerasi proses tersebut. Akselerasi ini juga menjadi perhatian tersendiri oleh karena adanya kondisi sosio-kultural yang masih memperlakukan perempuan sebagai objek pembangunan, maka pembinaan KOHATI diarahkan pada peningkatan kesadaran dan kepeloporan HMI-Wati dalam mengantisipasi persoalan-persoalan kemasyarakatan.

3. POLA DASAR PEMBINAAN KOHATI

Sebagai bagian integral HMI, KOHATI dalam menjalankan fungsinya harus senantiasa selaras dan serasi dengan perkaderan HMI. Pola dasar perkaderan HMI secara khusus telah membahas rekruitmen kader, pembentukan kader dan pengabdian kader. Dalam pola dasar tersebut KOHATI ditempatkan sebagai salah satu wadah pembentukan kader.

Namun demikian untuk lebih memberikan arah yang jelas bagi KOHATI sebagai badan khusus dalam totalitas perkaderan HMI, diperlukan pula kesamaan pembinaan KOHATI secara Nasional. Pola pembinaan ini memuat spesifikasi yang harus dimiliki HMI-Wati, dasar-dasar pembentukan serta pengabdian KOHATI.

a. Kualifikasi Kader HMI-Wati

Sebagai kader HMI, anggota KOHATI harus memiliki kualifikasi Insan Cita HMI dengan seluruh turunannya. Namun secara khusus, anggota KOHATI harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :

1. Watak dan kepribadian seorang perempuan sadar dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang tercermin dalam sikap, pola pikir dan perilaku kehidupannya sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat dan yang sadar akan kodrat kemanusiannya yang tercermin dalam pandangan jauh ke depan terhadap pentingnya kelanjutan lahirnya generasi penerus yang berkualitas. Secara alamiah hal ini akan mampu diatasi oleh setiap manusia, namun sebagai insan akademis, tinjauan ilmiah terhadap persoalan-persoalan keperempuanan sangat dibutuhkan terutama jika dikaitkan dengan aspek fisiologis dan psikis perempuan. 2. Kemampuan Intelektual, sebagai HMI-Wati harus memiliki pengetahuan (knowledge)

kecerdasan (intelectuality) dan kebijaksanaan (wisdom).

3. Kemampuan profesional yaitu mampu menerjemahkan ide-ide dan pemikirannya dalam praktik kehidupan sehari-hari dalam rangka aktualisasi diri. Hal ini ditunjukkan lebih jauh

dalam kemampuan keterampilan baik teknis maupun non-teknis, terutama kemampuan kepemimpinan.

4. Kemandirian, salah satu penyebab tersosialisasikannya kondisi sosial budaya yang merendahkan wanita adalah ketergantungan perempuan yang sangat tinggi. Perempuan seringkali tidak percaya akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Untuk satu pekerjaan yang sama, seringkali jika dikerjakan bersamaan dengan laki-laki, perempuan sudah mengalah terlebih dulu, daya bersaingnya lemah. Oleh karena itu HMI-Wati harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi tentunya dengan diimbangi kemampuan intelektual serta ketahanan mental. Rasa percaya diri bukan berarti meniadakan sama sekali kerjasama dengan yang lain.

b. Dasar-dasar Pembentukan

Dasar-dasar pembentukan merupakan sekumpulan aktivitas pembinaan yang terintegrasi dalam upaya mencapai tujuan HMI umumnya dan tujuan KOHATI khususnya. Sebagai kader HMI, HMI-Wati harus mengikuti seluruh rangkaian perkaderan, baik yang bersifat formal yaitu LK I, LK II dan LK III, maupun yang bersifat pengembangan.

Salah satu aktifitas pengembangan HMI yaitu pembinaan melalui wadah KOHATI. Melalui wadah ini HMI-Wati khususnya melaksanakan pengembangan individual maupun pengembangan kelompok. Pengembangan individual dilakukan dengan berpartisipasi pada berbagai aktivitas eksternal, tentunya dengan senantiasa membawa misi HMI. Di samping itu pengembangan individual dapat dikembangkan pada aneka macam aktivitas internal organisasi.

Adapun pengembangan secara kelompok dilaksanakan dengan satu upaya yang terencana, teratur, sistematis dan berkesinambungan. Pengembangan ini menekankan terbentuknya kemampuan kepemimpinan kader HMI-Wati. Dalam pengembangan kelompok ini KOHATI mengadakan training formal, yaitu LATIHAN KHUSUS KOHATI (LKK). Latihan ini berfungsi memberikan kemampuan tertentu bagi kader HMI-Wati dalam bidang pemberdayaan perempuan yang luas, baik dalam pembentukan watak kepribadian, pengembangan wawasan keperempuanan maupun dalam peningkatan ktrampilan teknis.

Di samping itu, pengembangan kelompok diwujudkan pula dengan keterlibatan HMI-Wati dalam struktur kepengurusan. Hal ini memberikan kelebihan kepada HMI-Wati dalam masalah manajemen. Keterlibatan HMI-Wati dalam struktur kepengurusan akan memperkokoh sikap mental, menumbuhkan rasa percaya diri serta kemampuan memperluas jaringan informasi.

c. Pengabdian KOHATI

Pengabdian KOHATI merupakan penjabaran dari peran KOHATI sebagai pencetak muslimah sejati dalam menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, sebagai mana terurai dalam tafsir peran KOHATI pada Pedoman Dasar KOHATI. Adapun jalur pengabdian KOHATI harus searah dengan pengabdian HMI. Namun secara individual dapat disalurkan melaui jalur-jalur pengabdian di seluruh aspek kehidupan, terutama dalam keluarga.

SKEMA POLA DASAR PEMBINAAN KOHATI

4. BENTUK-BENTUK PEMBINAAN KOHATI

Korps-HMI-Wati (KOHATI) sebagai wadah perkaderan, membina kader HMI-Wati untuk memiliki kualifikasi kader seperti dikemukakan di atas melalui proses pembinaan, antara lain :

o Training-training seperti : LKK, Up-Grading kepengurusan KOHATI serta kursus-kursus.

o Aktivitas-aktivitas baik secara individual maupun kelompok untuk meningkatkan kualitas keilmuan kader HMI-Wati.

1. Model Training dan Pelatihan

Model Formal : Latihan Khusus KOHATI Model Non-formal (Non LKK) :

a. Latihan Kader Sensitif Gender (LKSG). b. Publik Relation dan public speaking c. Studi Islam Intensif.

d. Advokasi Perempuan. e. Pelatihan Kewirausahaan. f. Up Grading Kepengurusan

g. Training For Trainer (TFT) KOHATI

Secara legal Latihan Khusus KOHATI merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan HMI, khususnya dalam peningkatan peranan perempuan, yang memiliki kualifikasi seorang perempuan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan menerapkannya sebagai pola pikir, sikap dan perilakunya sehari-hari, intelektual, profesional dan mandiri.

Latihan Khusus KOHATI (LKK) ini dimaksudkan sebagai langkah awal membangun kesadaran maupun membuka wawasan kader HMI-Wati untuk keluar dari jebakan persepsi masyarakat tentang adanya realitas ketidakadilan gender, serta menemukan pemahaman akan jati diri kemanusiaannya dalam konteks idealisasi yang ingin dibangun oleh HMI.

Training Non-Frmal dilakukan dalam rangka pengayaan wawasan tentang berbagai persoalan perempuan serta upaya teknis yang dapat dilakukan untuk menanggulanginya

Individu Internal HMI Eksternal HMI (partisipasi) Kualifikasi kader : - Muslimah - Intelektual - Professional - Mandiri Wadah HMI Perkaderan Kelompok (pembinaaan) Struktur kepengurusan Forum kajian Pelatihan

2. Petunjuk Pelaksanaan Training/Latihan

Dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan yang berupa training, beberapa komponen yang wajib ada dalam sebuah pelatihan adalah :

a. Organisasi Latihan Khusus KOHATI 1. Manajemen Latihan.

Latian Khusus KOHATI (LKK) dilaksanakan sesuai dengan sistem perkaderan HMI yang berorientasi pada usaha menjawab kebutuhan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya haruslah didasarkan pada sistem perencanaan yang baik, pengorganisasian, serta evaluasi sesuai dengan petunjuk yang ada/ sistem POAC (planning, Organizing, Actuating, Controlling).

Dalam pelaksanaan LKK juga harus dibangun iklim keterbukaan yang ditekankan pada informasi dan komunikasi yang harmonis, baik antara para trainee dan trainer, maupun trainee dengan aparat organisasi penyelenggara training. Dengan demikian target training dapat tercapai secara maksimal.

2. Organisasi latihan.

Dalam upaya menyelenggarakan LKK yang baik maka diperlukan organisasi latihan yang secara utuh mengelola LKK tersebut. Adapaun organisasi latihan yang dimaksud ialah : • Organizing Committee (OC)

a). OC adalah unsur organisasi latihan yang berfungsi sebagai pelaksana administrsai dan operasional aktivitas latihan.

b). OC dibentuk oleh pengurus KOHATI. • Steering Committee (SC)

a) SC sebagai unsur organisasi latihan berfungsi sebagai pembantu KOHATI dalam mewujudkan kelancaran jalannya latihan.

b) SC bertugas merencanakan dan mempersiapkan administrasi latihan serta mengawasi dan mengarahkan jalannya pelatihan.

c) SC ditunjuk dan ditetapkan oleh pengurus KOHATI. • Team Instruktur

Team Instruktur terdiri dari : a) Mater of Training.

b) Wakil Master of Training. c) Instruktur.

Tugas team instruktur ini disesuaikan dengan Pedoman Pengelolaan Latihan yang ada di HMI.

b. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan selama latihan antara instruktur dengan peserta dapat dilakukan dengan pendekatan persuasif melalui cara :

• Taaruf (saling mengenal)

Pendekatan ini dilakukan agar antara peserta dengan peserta dan peserta dengan instruktur saling mengenal, sehingga terjalin komunikasi yang akrab dan hubungan dialogis. Saling mengenal disini adalah berkenalan dan memperkenalkan diri sedalam-dalamnya mengenai latar belakang pendidikan, keluarga, sosial budaya dan lingkungan serta adapt-istiadat masing-masing, sehingga dengan demikian diharapkan tumbuh rasa kasih sayang dengan memiliki rasa ukhuwah antara sesama berdasarkan kecintaan kepada Allah SWT.

• Tafahum (saling bersefaham)

Pendekatan ini dilakukan agar antara peserta dengan peserta dan peserta dengan instruktur saling memahami kelebihan dan kelemahan masing-masing dengan berusaha memulai dari diri sendiri untuk bersikap introspektif akan kekurangan, kesalahan atau kekhilafan masing-masing di samping upaya menumbuhkan suasana saling mengingatkan.

• Ta’awun (saling menolong)

Pendekatan ini dilakukan agar antara peserta dengan peserta dan peserta dengan instruktur terjalin sikap saling menolong dalam hal kebaikan dan kebenaran.

• Takaful (salng berkesinambungan)

Pendekatan ini dimaksudkan agar terjalin berkesinambungan antara rasa dan rasio/intuisi serta kesamaan ide pemikiran kedalam hubungan yang dialogis dan harmonis di samping terciptanya suasana yang kondusif antara peserta dengan instruktur.

c. Sistem evaluasi

Evaluasi Latihan Khusus KOHATI (LKK) dimaksudkan sebagai cara atau tindakan untuk melihat keberhasilan latihan, yaitu melihat apakah sumber daya organisasi telah dijalankan secara efektif dan efisen dalam mencapai tujuan pelatihan. Dengan demikian melalui evaluasi dapat dipastikan, apakah kegiatan pelatihan berjalan sebagaimana yang direncanakan dan apabila ada penyimpangan yang signifikan dapat diambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengoreksi penyimpangan yang dilakukan.

Evaluasi latihan dilakukan melalui tiga tahapan, yang satu sama lain saling berkaitan. Evaluasi awal dilakukan terhadap input latihan dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal dan kesiapan peserta untuk mengikuti pelatihan.

Secara teknis, pelaksanaan evaluasi biasanya dilakukan dengan uji coba (test) yang bersifat objektif dan subjektif yang dilaksanakan pada saat pra-training dan post training.

Alat-alat evaluasi

a. Format evaluasi Input

1. Pre-trest berupa test objektif/test tertulis. 2. Screening berupa interview atau tes tertulis. b. Format evaluasi proses

1. Penugasan materi. 2. Dinamika forum. 3. Kehadiran.

Bentuk-bentuk evaluasi

Evaluasi peserta dilakukan atas : a. Test objektif.

b. Penugasan.

c. Presentasi makalah.

Sistem evaluasi ini dapat lebih dikembangkan sesuai dengan trend dan proses yang terjadi.

3. Aturan Pelaksanaan Training Non-formal/Non-LKK

Mengikuti pola format pada LKK atau dapat disesuaikan dengan jenis spesifikasi training yang diadakan.

o Kurikulum Training/Pelatihan

Kurikulum pelatihan ini berisikan tujuan pelatihan dan materi-materi pelatihan yang disampaikan, yang terdiri atas :

o Kurikulum Training/Pelatihan Formal (LKK)

o Kurikulum Training/Pelatihan Non-formal (Non-LKK)

Dokumen terkait