• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELANI WAHYU ADININGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Tesis : Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak

Nama : Melani Wahyu Adiningsih NIM : B251064044

Disetujui Komisi Pembimbing

drh. Titiek Sunartatie, M.S. drh. Usamah Afiff, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2008 ini adalah cemaran mikroba pada daging ayam, dengan judul Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak.

Penghargaan yang setingi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak Kepala Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu drh. Titiek Sunartatie, M.S. dan bapak drh. Usamah Afiff, M.Sc. selaku komisi pembimbing serta bapak Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak drh. Bambang Haryanto, M.M. (Kepala SKH Kelas II Merak) dan bapak drh. Agus Sunanto, M.P. (Kepala BKP Cilegon) yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman di BKP Cilegon yang penuh pengertian dengan kesibukan penulis selama kuliah di IPB, serta rekan-rekan ”seperjuangan” kelas khusus karantina hewan atas kebersamaan dan kekompakan selama ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu dan Ibu Mertua atas segala doanya. Suamiku tercinta mas Aat, permata-permata hatiku Nauval, Nafis dan Shafin atas segala pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 15 Januari 1975 dari ayah Drs. Tiknoadi dan ibu Budi Rahayu. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus pada tahun 1999. Setelah lulus dari FKH UGM, penulis bekerja pada perusahaan swasta hingga tahun 2003. Tahun 2004 mengikuti suami, penulis pindah bekerja pada Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten. Sejak tahun 2005, penulis bekerja sebagai Medik Veteriner pada Badan Karantina Pertanian dan ditempatkan di Merak-Cilegon. Tahun 2007, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 pada program studi KMV di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 2 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 3 Hipotesis Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Daging Ayam ... 4 Komposisi Daging Ayam ... 4 Aspek Mikrobiologis Daging Ayam ... 5 Batas Cemaran ... 6

Escherichia coli ... 7

Staphylococcus aureus ... 9

Salmonella ... 10

BAHAN DAN METODA ... 13 Tempat dan Waktu Penelitian ... 13 Desain Penelitian ... 13 Alat-Alat Penelitian ... 15 Bahan-Bahan Penelitian ... 16 Metode Pengujian ... 16 Cara Kerja ... 16 Analisis Data ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

Kondisi Daging Ayam, Alat Angkut dan Profil Pengemudi ... 34 Pengujian Mikrobiologis ... 35 Hubungan Tingkat Cemaran Mikroba dengan Kondisi Daging Ayam, Alat Angkut dan Profil Pengemudi ... 42

SIMPULAN DAN SARAN ... .. 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba daging... 6

2 Hasil uji Salmonella sp. pada TSIA dan LIA ... 21

3 Pembacaan total plate count (TPC)/angka lempeng total (ALT ) ... 29

4 Hasil reaksi IMVIC, TSIA dan Urea ...

30

5 Reaksi biokimia Salmonella spp

...

31

6 Kriteria penentuan non-Salmonella spp ... 32

7 Kondisi daging ayam, alat angkut dan profil pengemudi ... 34

8 Rata-rata jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella

dalam daging ayam beku berdasarkan daerah asal ... 36

9 Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01 – 6366 – 2000 ... 37

10 Hubungan tingkat cemaran mikroba terhadap pendidikan, pengetahuan dan kebersihan alat angkut ... 43

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Escherichia coli. Pewarnaan Gram ... 7 2 Staphylococcus aureus.Pewarnaan Gram ... 10

3 Salmonella. Pewarnaan Gram ... 11 4 Rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella per

daerah asal ...

36

5 Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01-6366-2000 ... 38

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuisioner aspek mikrobiologis daging ayam yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak ... 52

2 Analisa statistik deskriptif prevalensi total kuman (TPC), E. coli,

S. aureus dan Salmonella per daerah asal ... 53

3 Analisa statistik deskriptif rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli,

S. aureus dan Salmonella per daerah asal ... 54

4 Crosstab pendidikan terhadap TPC ... 55

5 Crosstab pendidikan terhadap E. coli ... 56

6 Crosstab pendidikan terhadap Salmonella ... 57

7 Crosstab pendidikan terhadap S. aureus ... 58

8 Crosstab pengetahuan terhadap TPC ... 59

9 Crosstab pengetahuan terhadap E. coli ... 61

10 Crosstab pengetahuan terhadap Salmonella ... 63

11 Crosstab pengetahuan terhadap S. aureus ... 65

12 Crosstab kebersihan terhadap TPC ... 67

13 Crosstab kebersihan terhadap E. coli ... 69

14 Crosstab kebersihan terhadap Salmonella ... 71

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan perekonomian dewasa ini makin meningkat, sehingga permintaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga makin meningkat (Soedjana 1996). Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang cukup popular di masyarakat. Daging unggas (ayam) merupakan sumber protein hewani yang baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain: mengandung asam amino lebih komplit daripada daging sapi, termasuk daging putih dan disukai oleh banyak konsumen, harganya relatif lebih murah dibandingkan daging sapi sehingga lebih terjangkau masyarakat, dan lebih sedikit mengandung kolesterol (Palupi 1986).

Frekuensi daging ayam yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak sangat tinggi, terutama dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Selama tahun 2007, jumlah daging ayam yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah sejumlah 3.035.753 kg dengan frekuensi 459 kali. Daging ayam tersebut berasal dari daerah Bekasi, Bogor, Cianjur, Cibitung, Jakarta dan Serang. Sementara daerah tujuannya adalah Jambi, Lampung, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Aceh, Bangka, Bengkulu dan kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatera (Anonim 2007).

Bahan pangan asal hewan (daging, telur, susu) serta olahannya merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya bahan pangan yang mudah rusak. Cemaran mikroba dalam bahan pangan asal hewan serta olahannya merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dari konsumen, baik di negara maju maupun di negara berkembang (Syukur 2006).

Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena agen infeksi dan atau toksin yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan (WHO 2009). Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Clostridium botulinum, Camphylobacter sp.

Dalam proses produksi daging ayam, dapat dipastikan setiap perusahaan menerapkan standar mutu sehingga diharapkan daging ayam yang dihasilkan bebas dari mikroba yang dapat mencemarinya. Tetapi selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyimpanan, penyiapan dan penyajian, daging ayam mungkin terpapar mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Pencemaran mikroba selama proses pendistribusian dapat terjadi karena faktor- faktor seperti: tidak dihidupkannya pendingin udara pada angkutan pembawa ataupun suhu yang tidak sesuai, alat angkut yang kurang bersih, kemasan yang tidak tertutup rapat atau kotor, sehingga mengakibatkan daging ayam tersebut mudah tercemar mikroba patogen.

Rumusan Masalah

Berdasarkan SNI No. 01-6366-2000 tahun 2001 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, disebutkan bahwa jumlah total kuman (Total Plate Count) pada daging ayam adalah 1 x 104 cfu/g, jumlah bakteri E. coli 5 x 101 mpn/g, jumlah bakteri S. aureus 1 x 102 cfu/g dan bakteri Salmonella pada daging harus negatif.

Semua komoditi pertanian dalam hal ini hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan antar area di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan salah satu tugas karantina di bidang keamanan hayati (pangan) asal hewan. Sehubungan dengan itu, penentuan tentang aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif perlu dibuktikan dengan uji laboratorium.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak secara kuantitatif yang meliputi penghitungan jumlah total kuman (TPC), jumlah E. coli dan jumlah

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terhadap kegiatan lalu lintas daging ayam beku antar area.

Hipotesis Penelitian

Aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak dari segi kuantitatif yang meliputi penghitungan jumlah total kuman (TPC), jumlah E. coli dan jumlah S. aureus serta secara kualitatif yaitu keberadaan Salmonella masih dalam batas maksimum cemaran mikroba yang diizinkan atau direkomendasikan dalam bahan makanan asal hewan.

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Ayam

Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulunya, tanpa kepala, leher, kaki dan jerohan (Siregar et al. 1982). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (SNI 1995).

Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon) dan anak ayam (chick). Berdasarkan penanganannya, karkas ayam dapat dibedakan menjadi karkas segar, karkas dingin segar dan karkas beku (Soeparno 1992).

SNI (1995) menyatakan bahwa menurut cara pemotongannya, dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit dan tulang. Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar (karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut), karkas dingin segar (karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 40-50C) dan karkas beku (karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara -120C sampai dengan -180C.

Komposisi Daging Ayam

Menurut Mountney (1983), daging ayam merupakan sumber protein yang baik, berkualitas tinggi, mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan dalam makanan manusia, yang terdiri dari arginin, sistin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, tirosin dan valin. Komposisi daging ayam menurut Cambell dan Lasley (1975) yang dikutip Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1%

abu. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat, sulfur, klorida dan yodium.

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam

Bahan mentah asal unggas seringkali terkontaminasi oleh mikroba patogen penyebab foodborne diseases seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Campylobacter fetus subsp. jejuni dan Yersinia enterocolitica. Beberapa laporan surveilans penyakit menyebutkan bahwa daging unggas berperan sebagai

vehicles dalam outbreaks salmonellosis, staphylococcal food poisoning, C. perfringens enteritis dan gangguan pencernaan lainnya (ICMFS 1986).

Menurut Quinn et al. (2002), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena mengkonsumsi makanan yang mengandung organisme hidup yang mampu berkembang biak di dalam usus, dan menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi C. perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella.

Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresikan ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputi

S. aureus, C. botulinum, dan Bacillus cereus.

Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan dikarenakan alat-alat yang dipergunakan untuk pengeluaran darah tidak bersih/higienis sementara darah masih bersirkulasi selama beberapa saat setelah penyembelihan. Cara lain bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam karkas/daging ayam adalah proses perendaman yang diperlukan untuk menghilangkan (mencabut) bulu pada ayam. Pada kasus ini kontaminasi terjadi karena masuknya kontaminan dari air perendam ke sistem peredaran darah dan pernafasan (Dirjennak 1992).

Kontaminasi selanjutnya terjadi melalui permukaan daging selama proses mempersiapkan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan dan pemasarannya (Soeparno 1992).

Proses pengeluaran jeroan memberikan banyak kesempatan bagi kontaminasi bakteri baik dari usus maupun feses yang dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui pisau, peralatan lain (kapak), dan tangan pekerja. Kontaminan tidak hanya terdapat pada bagian luar karkas, tetapi juga pada permukaan rongga karkas (Dirjennak 1992).

Batas Cemaran

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6366-2000 tahun 2001 menyebutkan tentang Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging yang diperbolehkan ada dalam daging seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging

Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) (cfu/g) Daging Segar/Beku Daging Tanpa Tulang a. Jumlah Total Kuman

(Total Plate Count)

b. Coliform c. Escherichia coli d. Enterococci e. Staphylococcus aureus f. Clostridium sp. g. Salmonella sp. h. Camphylobacter sp. i. Listeria sp. 1 x 104 1 x 102 5 x 101 1 x 102 1 x 102 0 negatif 0 0 1 x 104 1 x 102 5 x 101 1 x 102 1 x 102 0 negatif 0 0 Sumber: SNI 01-6366-2000 Escherichia coli

E. coli pertama kali diuraikan oleh seorang ilmuwan bernama Theodor Escherich pada tahun 1885 dengan nama Bacterium coli commune yang diisolasi dari feses seorang bayi (Todar 2008a). E. coli merupakan bakteri Gram negatif, dapat tumbuh dalam non-enriched media, bersifat oksidase positif, fakultatif anaerob, memfermentasi glukosa dan mengubah nitrat menjadi nitrit. Selain itu, E. coli

kebanyakan motil dilengkapi dengan peritrichous flagella dan kadang fimbriae. E. coli memfermentasi laktosa dengan menghasilkan koloni berwarna merah muda pada agar Mac Conkey dan menghasilkan reaksi biokimia yang karakteristik pada tes IMViC (Quinn et al. 2002). Strain enteroinvasive E. coli (EIEC) memfermentasi laktosa dengan lambat atau tidak memfermentasi laktosa dan tidak motil.

Gambar 1 Escherichia coli. Pewarnaan Gram. Sumber: Todar (2008a)

Dalam bidang mikrobiologi pangan, dikenal istilah bakteri indikator sanitasi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia dan atau hewan, karena bakteri-bakteri tersebut lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Jadi adanya bakteri tersebut pada pangan menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahan pangan tersebut pernah mengalami kontak dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan hewan. Sampai saat ini ada 3 jenis bakteri yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi yaitu E. coli, kelompok

Menurut Brooks et al. (2005), E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah enteropathogenic E. coli (EPEC) enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC).

EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Faktor yang berhubungan dengan kromosom mendukung perlekatan yang erat. Terjadi kehilangan mikrovili (effacement), pembentukan filamentous actin atau struktur seperti cangkir dan biasanya EPEC masuk ke dalam mukosa usus. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare yang cair, yang biasanya susah diatasi namun tidak kronis. Diare yang disebabkan oleh EPEC berhubungan dengan berbagai serotipe spesifik dari E. coli.

ETEC merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang standar higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya. Selain itu juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara berkembang. Beberapa strain ETEC memproduksi eksotoksin yang sifatnya labil terhadap panas (LT, BM 80.000) di bawah kontrol plasmid. Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin yang stabil terhadap panas (Sta, BM 1.500-4.000) di bawah kontrol genetika dari beragam kelompok plasmid.

EHEC memproduksi verotoksin. Nama toksin didasarkan pada efek sitotoksik pada sel vero, yang merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika. EHEC

banyak dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah diare yang parah dengan sindroma uremic hemolytic, sebuah penyakit akibat kegagalan ginjal akut,

microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocopenia. E. coli 0157:H7 akhir- akhir ini diketahui merupakan bakteri patogen penyebab foodborne disease.

EIEC menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit yang terjadi umumnya pada anak di negara berkembang. EIEC menyebabkan penyakit dengan menyerang sel epitelial mukosa usus.

Menurut Brooks et al. (2005), EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis dalam jangka waktu > 14 hari pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga

dapat menyebabkan foodborne disease di negara industri. Patogenesis EAEC sebagai penyebab diare disebabkan karena EAEC melekat pada mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah pengeluaran sejumlah besar mukus dan terjadinya diare.

Staphylococcus aureus

S. aureus ditemukan pertama kali di Aberdeen, Skotlandia pada tahun 1880 oleh seorang ahli bedah yang bernama Sir Alexander Ogston (Todar 2008c). S. aureus

merupakan salah satu mikroflora normal pada unggas dan ternyata praktek pengolahan yang baik tidak sepenuhnya menjamin dapat mencegah kontaminasi oleh

S. aureus. Meskipun demikian, Staphylococci tidak mampu bersaing dengan baik melawan mikroba pembusuk normal lainnya yang terdapat pada unggas dan tidak mungkin berkembangbiak pada karkas beku. Adanya S. aureus dalam daging ayam menunjukkan kontaminasi melalui alat/mesin pencabut bulu(ICMFS 1986).

S. aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus yang tersusun dalam kluster yang tidak teratur jika ditumbuhkan dalam media padat. Menurut Todar (2008c), S. aureus bersifat fakultatif anaerob dan berbentuk kluster seperti anggur, besar, bulat, koloni berwarna kuning keemasan, kadang menyebabkan hemolisis jika ditumbuhkan pada agar darah dan bersifat katalase positif.

S. aureus terdapat pada rongga hidung, kulit, tenggorokan, dan saluran pencernaan manusia dan hewan. Bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, berpotensi terkontaminasi S. aureus. Jenis makanan lain yang sering terkontaminasi oleh S. aureus adalah daging dan produk daging, ayam, telur, salad (telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni), produk bakery, pastry, pai, sandwich, serta susu dan produk susu (Calnek et al.

Gambar 2 Staphylococcus aureus. Pewarnaan Gram. Sumber: Todar (2008c)

Staphylococcal food poisoning (SFP) merupakan penyebab utama gastroenteritis di seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah genus Staphylococcus

terutama S. aureus yang menghasilkan staphylococcal enterotoxins (SEs) yang tahan panas dalam makanan yang terkontaminasi oleh S. aureus (Doyle et al. 2001). Menurut Shah (2003), S. aureus menghasilkan 2 tipe toksin yaitu enterotoksin (6 serotipe; A, B, C, D, E, dan G) serta toxic shock syndrome toxin (TSSI-1). Enterotoksin bertanggung jawab terhadap SFP, sementara TSST-1 bertanggung jawab terhadap toxic shock syndrome (TSS).

Salmonella

Genus Salmonella pertama kali diperkenalkan oleh Daniel Elmer Salmon seorang ahli patologi Amerika. Sementara yang menemukan bakteri yang menyebabkan hog cholera (Salmonella enterica var. Choleraesuis) ini sesungguhnya adalah Theobald Smith (Todar 2008b). Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang langsing, tidak membentuk spora dan bersifat Gram negatif. Sampai sekarang dikenal lebih dari 1.800 serotipe Salmonella yang semuanya bersifat patogen, dimana beberapa serotipe mempunyai induk semang spesifik. Salmonella thyposa dan S. paratyphi menyerang manusia dan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan serta demam tifus dan paratifus. S. dublin menyerang ternak sapi, S. abortus equi

menyerang kuda, S. Typhimurium terutama menyerang itik dan rodensia, sedangkan

S. pullorum dan S. gallinarum menyerang ayam (Anonim 2004).

Gambar 3 Salmonella. Pewarnaan Gram. Sumber: Todar (2008)

Menurut Hariyadi (2005), Salmonella merupakan bakteri indikator keamanan pangan, artinya karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam pangan dianggap membahayakan kesehatan.

Selain bahan makanan, Salmonella memerlukan kondisi seperti suhu, pH dan kelembaban yang sesuai untuk hidup dan berkembang biak. Salmonella dapat tumbuh antara suhu 6,70 C – 450 C, sedangkan suhu optimum untuk berkembang biak adalah 370 C (Frazier 1978). Menurut Christie dan Christie (1977) kuman Salmonella

berhenti berkembang biak pada suhu 50C, sedangkan pada suhu 550 C masih dapat hidup selama 1 jam dan pada suhu 600 C selama 15-20 menit, kecuali S. senftenberg

baru akan mati pada suhu 71,10 C. Frazier (1978) menyatakan bahwa Salmonella

dalam daging ayam tidak berkembang biak pada suhu 6.70C – 7.80C, sedangkan pada masakan salad daging babi dan dalam “custard” (campuran susu, telur dan gula yang dimasak) Salmonella masih dapat berkembang biak pada suhu di atas 100C.

Menurut Brooks et al. (2005), Salmonella menyebabkan 3 tipe penyakit utama pada manusia yaitu demam enterik (demam typhoid), bakteremia dengan luka fokal dan enterokolitis. Enterokolitis merupakan manifestasi infeksi Salmonella yang wajar. Di Amerika Serikat, S. Typhimurium dan S. Enteritidis terkenal sebagai penyebab enterokolitis, namun enterokolitis dapat disebabkan oleh sebagian dari

1.400 grup I serotipe Salmonella. Delapan sampai 48 jam sesudah menelan

Salmonella, ada nausea (mual), sakit kepala, muntah dan diare.

Habitat utama kuman Salmonella pada tubuh penderita adalah di dalam saluran pencernaan. Selain dari pada itu kuman Salmonella juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lainnya dari penderita, seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum. Kuman Salmonella yang menyerang alat reproduksi pada hewan dapat menyebabkan abortus khususnya pada unggas akan menginfeksi ovarium dan ovanya (Hoeden 1973).

Menurut Todar (2008b), habitat utama Salmonella adalah di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Serovar Salmonella lebih sering ditemukan pada

host tertentu tapi dapat pula ubiquitous (non-host adapted). Typhi dan Parathypi A merupakan serovar yang secara tegas menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit serius yang sering dihubungkan dengan serangan pada pembuluh darah. Pada kasus ini salmonellosis ditularkan melalui kontaminasi feses dalam air ataupun

Dokumen terkait