• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan di Rumah Sakit .1 Kompleksitas Fungsi Aktuasi

Dalam dokumen Manajemen Puskesmas Dan Rumah Sakit (Halaman 104-115)

MANAJEMEN RUMAH SAKIT

6. Pelaksanaan Fungsi Manajemen di Rumah Sakit 1 Perencanaan di Rumah Sakit

6.2 Pelaksanaan di Rumah Sakit .1 Kompleksitas Fungsi Aktuasi

RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir sama dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:

1) Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya. 2) Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.

Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS

harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.

Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF, kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct dan medical

ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka

menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).

Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.

Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diatur agar tidak menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan

oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu. Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi antara pihak pimpinan RS dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada

6.2.2 Kepemimpinan

Pelaksanaan kepemimpinan dalam manajemen rumah sakit, Didalam organisasi rumah sakit terdapat tiga kelompok kekuatan yang saling mendesak satu sama lain, yaitu : kelompok direksi dan staf direksi, kelompok dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi, kelompok perawat dan paramedis. Jika masing-masing kekuatan berusaha keras mengedepankan eksistensinya maka pada akhirnya adu kekuatanpun sulit dihindarkan dengan akibat terpuruknya organisasi, hanya karena kepentingan pribadi atau kelompok. Karena itu, posisi berdasarkan masing-masing kekuatan diibaratkan dengan mata bor yang terbuat dari intan atau diamond head drill (DHD). Posisi puncak pada DHD adalah profesi dokter, kedua : perawat dan tenaga yang setara, ketiga : staf direksi dan keempat : direksi. Penetrasi pasar oleh rumah sakit sangat kental dengan attitude, sikap dan perilaku provider dan setara dengan proses pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Jika proses pelayanan rumah sakit diterima oleh pelanggan maka bisa dipastikan bahwa persepsi pelanggan tentang rumah sakit akan menjadi baik. Dalam penyusunan rencana strategis sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced scorecard. Meliputi : perspektif pembelajaran dan pengembangan SDM, perspektif proses usaha, perspektif kepuasan pelanggan dan perspektif keuangan. Dalam konsep balance scorecard bahwa beberapa keuntungannya adalah karyawan akan bertindak strategis dan terjadi koherensia antara satu unit dengan unit lainnya. Inti perlunya pemimpin pada setiap posisi DHD

adalah keharusan atau mutlak dibutuhkan dan hal ini sekaligus menepis bahwa kepemimpinan hanya diberlakukan pada direktur rumah sakit saja atau pada tingkatan direksi saja. Selain itu masing-masing posisi yang memilki pemimpin masing-masing dapat menjalankan misinya sesuai dengan tujuan organisasi. Kepemimpinan dibidang pelayanan kesehatan memerlukan yang visioner dan dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) termasuk didalamnya staf dan karyawan (internal customer), pihak ketiga dan peamsok (intermediate customer) dan pasien pengguna jasa serta pemilik (external customer and owner). Tidak sedikit orang mengira bahwa kepemimpinan itu hanya bisa terpusat pada direktur rumah sakit saja. Padahal sebenarnya kepemimpinan harus ada disetiap orang yang memimpin unit baik pada jalur struktural maupun jalur fungsional, atau disetiap lini dirumah sakit. Kepemimpinan merupakan gabungan dari faktor-faktor : komunikasi, kepedulian terhadap lingkungan, kemampuan-kemampuan dalam memberikan pemahaman terhadap orang lain. kapasitas yang prima, kemampuan unggulan, merupakan agen perubahan, pemberi jalan dan kesempatan. Ada 6 dasar komunikasi yaitu : Apapun yang dilakukan adalah komunikasi, Cara mempengaruhi penerimaan, Pesan yang diterima adalah komunikasi, Cara menentukan hasil, Timbal balik dalam komunikasi, dan Komunikasi seperti tarian. Komitmen merupakan hal utama yang paling penting dalam merekatkan sistem-sistem yang diberlakukan dalam organisasi

yang memperlihatkan rasa memiliki yang kuat dari semua unsur yang berada dalam organisasi. Ada 4 tingkatan komitmen : tingkat tidak berkomitmen, tingkat berkomitmen lokal, tingkat komitmen global dan komitmen penuh. Komitmen dipengaruhi oleh faktor-faktor : faktor personal (usia,perasaan dan kecerdasan emosi, sifat); kepemimpinan; Iklim organisasi. Kapabilitas yang beragam yang dimiliki sesorang pemimpin akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan dari para pengikutnya. Tidak semua orang menyukai sikap kalem dari seorang pemimpinnya, tapi tidak semua orang pula menyukai sikap yang lincah pemimpinnya. Menghadapi kompleksitas organisasi dan beragamnya berbagai permasalahan yang cenderung semakin rumit, maka kompetensi direktur rumah sakit tampaknya menjadi suatu yang sangat penting dimasa yang akan datang. Kepemimpinan dan entrepreneurship akan semakin dibutuhkan bahkan merupakan kebutuhan utama, kapabilitas dan kapasitas direktur rumah sakit akan semakin dituntut oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

6.2.3 Koordinasi

Dalam pelaksanaan manajemen di rumah sakit, diperlukan adanya koordinasi yang baik dalam pelaksanaannya. Koordinasi merupakan suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi dan orang yang menggerakkan / mengkoordinasi unsur-unsur manajemen untuk

mencapai tujuan disebut koordinator (manajer). Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of Management koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri, sedangakan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron / teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Dalam pelaksanaannya koordinasi dapat dilaksanakan secara lintas sector, beberapa indikator untuk menilai koordinasi lintas sector dalam sistem kesehatan kabupaten/kota, antara lain:

1) Berapa banyak program layanan kesehatan primer yang menjadi komponen integral dari rencana pembangunan lokal dan kegiatan pembangunan masyarakat.

2) Adanya wakil-wakil terkait sector kesehatan yang menjadi anggota kepengurusan rumah sakit/puskesmas

3) Dibakukannya tatacara koordinasi lintas sector

4) Jumlah kegiatan koordinasi ad hok dalam sistem kesehatan kabupaten/kota.

Pelayanan kesehatan dirancang agar mendukung sistem kesehatan, struktur dan pemberi pelayanan yang sudah ada. Koordinasi antar lembaga kesehatan, tanpa mengindahkan apakah kewenangan di sector kesehatan dipimpin oleh kementrian kesehatan atau oleh lembaga lain, semua organisasi dalam sector kesehatan harus berkoordinasi dengan pelayanan tingkat nasional dan lokal.

Di AS, dimana peranan masyarakat dan swasta sangat besar, grup-grup dalam satu asosiasi mengadakan koordinasi dalam kegiatan pengadaan serta pembelian dan pendayagunaan tenaga-tenaga dalam wilayah tersebut. Di Uni Soviet, perencanaan rumah sakit sekadar merupakan bagian dari perencanaan pelayan kesehatan bagi seluruh masyarakat, baik bersifat preventif maupun kuratif dan berada dalam satu tangan. Di Chili, RS merupakan pusat dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di suatu wilayah.

Dari contoh-contoh di atas, pada dasarnya dianut suatu prinsip bahwa RS bukan suatu lembaga yang berdiri sendiri dan di suatu wilayah tertentu harus ada koordinasi dengan RS yang lainya maupun dengan sarana kesehatan lainnya. pendekatan seperti ini tidak saja memperoleh efisiensi, tetapi untuk menciptakan pelayanan kesehatan dan pelayanan RS yang optimal.

Di Indonesia agaknya pendekatan seperti ini juga dilaksanakan oleh pemerintah ( Departemen Kesehatan ), dimana pemerintah membangun RS dan menentukan criteria RS sesuai dengan tingkat administrasi pemerintah,

yaitu A, B, C, dan D. Rumah sakit tipe A, B, C, dan D saling berhubungan dalam konsep rujukan dan RS-RS tersebut juga berhubungan dengan sarana kesehatan lainnya, seperti puskesmas dalam konsep rujukan pula. Sedangkan koordinasi dalam bidang perencanaan, pengembangan serta penyediaan sarana berada di tangan pemerintah daerah setempat.

6.2.4 Kompleksitas Ketenagaan, Jenis Profesi

Pada dasarnya terdapat 3 kelompok tenaga kerja di rumah sakit, yaitu kelompok profesional, kelompok manajerial,dan kelompok pekarya. Kelompok professional bertugas mengupayakan penyembuhan pasien yang dirawat, termasuk di dalamnya adalah dokter, perawat, apoteker, ahli gizi, psikolog, ahli laboraturium, radiographer, fisioterapis. Kelompok manajerial bertugas membantu memperlancar jalannya pelayanan kesehatan rumah sakit. Termasuk di dalamnya adalah para pejabat structural, akuntan, ahli instalasi tehnik. Kelompok pekarya adalah tukang cuci, cleaning service, porter,pesuruh.

Untuk bisa mendapatkan tenaga kerja yang bermutu tinggi diperlukan rekruitmen yang terencana, yaitu mulai dari:

1) Menyeleksi calon dari daftar pelamar

2) Ujian tertulis mengenai pengetahuan yang diperlukan 3) Tes kesehatan

4) Wawancara

Untuk menentukan jumlah personel yang diperlukan, rumah sakit terlebih dulu melakukan inventaris tugas, analisis jabatan, dan job description. Berdasarkan hasil tersebut ditetapkanlah jumlah tenaga yang diperlukan dan pendelegasian wewenang yang merupakan proses pembagian tugas.

Bahan acuan untuk menetapakan jumlah personel pada rumah sakit, diantaranya:

1. Ketetapan dari Depkes tentang rumah sakit 2. Ketetapan rumah sakit BUMN

3. Permenkes 262/1979

4. Teori kebutuhan minimal tenaga rumah sakit (1986) 5. Metode ISN (Indicator of Staff Need)

6. Tata letak ruangan di rumah sakit

Sumber Daya Manusia (SDM) atau tenaga kerja merupakan unsur terpenting dalam institusi rumah sakit. Jika mutu tenaga kerja rendah, maka dapat dipastikan mutu pengelolaan dan pelayanan rumah sakit pun rendah. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, sebelum mulai berkerja, calon pegawai harus terlebih dulu diberi penjelasan dan pelatihan mengenai:

1. Misi rumah sakit

2. Pengetian tentang struktur organisasi rumah sakit 3. Kebijakan kepegawaian

4. Budaya kerja rumah sakit

5. Sandar penampilan pegawai rumah sakit

Selanjutnya untuk bisa meningkatkan mutu tenaga kerja harus ditempuh cara-cara:

1. Penempatan tenaga yang sesuai

2. Pemberian penghargaan yang wajar berdasar prestasi kerja 3. Hubungan kerja yang manusiawi

4. Adanya usaha peningkatan mutu SDM

5. Kejelasan mengenai siapa atasan fungsional dan siapa atasan struktural

6.2.5 Asuhan Pelayanan Medis

Rumah Sakit sebagai pelaksana rujukan medik spesialistik dan super spesialistik mempunyai fungsi utama untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Perkembangan dan pembangunan rumah sakit telah berjalan secara terus menerus terutama yang menyangkut pengembangan sarana dan prasarana fisik, tetapi belum disertai dengan pengembangan manajemen rumah sakit secara menyeluruh termasuk manajemen pelayanan medik.

Pelayanan medik adalah salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang mengelola pelayanan langsung kepada pasien, bersama-sama dengan pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang. Pelayanan medik sebagai suatu sistem terdiri dari pertama, masukan yang terdiri dari tenaga, organisasi dan tata laksana, kebijaksanaan dan prosedur, sarana dan prasarana medik, serta pasien yang dilayani; kedua, proses pelayanan itu sendiri, dan ketiga adalah keluaran yang berupa pelayanan medik di rumah sakit. Ketiganya harus dievaluasi agar menghasilkan pelayanan medik yang bermutu. Kesemuanya ini sangat dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit, unit-unit lain

yang ada di rumah sakit, kemajuan IPTEK dan sosial-ekonomi serta budaya masyarakat. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

6.3 Pengendalian, Pengawasan, dan Evaluasi di Rumah Sakit

Dalam dokumen Manajemen Puskesmas Dan Rumah Sakit (Halaman 104-115)

Dokumen terkait