• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PERJANJIAN EKSPOR IMPOR DAN SISTEM PEMBAYARAN

C. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor Impor

Dewasa ini hampir tidak ada lagi suatu negara didunia yang dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil produksi negaranya sendiri. Baik negara kecil ataupun negara besar, negara yang perekonomiannya sudah maju ataupun masih terbelakang, secara langsung atau tidak langsung membutuhkan pelaksanaan pertukaran barang dan atau jasa antara satu negara dengan negara lainnya. Maka dari itu antara negara-negara yang terdapat di dunia perlu terjalin suatu hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap negara tersebut.

Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor impor, pada hakikatnya adalah suatu transaksi sederhana yang tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang menyeberangi laut ataupun darat ini tidak jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara para pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan, adat istiadat, dan cara yang berbeda-beda. Pengaruh keseluruhan dari

perdagangan ekspor impor ini adalah untuk memberikan keuntungan bagi negara-negara yang mengimpor dan mengekspor.

Transaksi ekspor impor secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dari negara-negara yang terlibat di dalamnya. Bagi perekonomian negara berkembang seperti Indonesia, transaksi ekspor impor merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang paling penting. Dalam situasi perekonomian dunia yang masih belum terlalu menggembirakan saat ini, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan sumber-sumber devisa lain dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri dan menarik investor asing ke Indonesia. Untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, pemerintah merasa perlu untuk mengambil kebijaksanaan serta tindakan dengan jalan menyederhanakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan di bidang lalu-lintas devisa dan ekspor impor.

Penyederhanaan tersebut pada umumnya menitikberatkan pada penggunaan devisa dengan tanpa mengurangi pengawasan untuk mencegah hal-hal yang tidak diharapkan. Kebijaksanaan pemerintah tersebut perlu mendapat dukungan dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan ekspor impor. Jadi hendaknya para pengusaha dapat memanfaatkan kesempatan dan kelonggaran-kelonggaran yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut dengan sebaik-baiknya, dan para pengusaha diharapkan tidak menyalahgunakan kesempatan dan

kelonggaran-kelonggaran tersebut untuk tujuan yang hanya menguntungkan pribadi dan merugikan perekonomian negara Indonesia.28

1. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor

Dalam PP No. 1 tahun 1982 tentang Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa, telah diatur secara garis besar tentang pelaksanaan ekspor impor dan lalu lintas devisa. Namun dalam rangka pelaksanaan kegiatan ekspor, pemerintah merasa perlu untuk menetapkan ketentuan hukum lain yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang ketentuan-ketentuan umum dibidang ekspor.

Pemerintah senantiasa berusaha untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang dipandang menghambat usaha peningkatan kegiatan bidang ekspor, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan deregulasi, yang berarti penataan peraturan, dimana peraturan yang dianggap tidak perlu akan dicabut untuk diperbaiki dengan peraturan yang baru. Demikian pula mengenai pengurusan izin pelaksanaan ekspor impor yang terkesan berbelit-belit yang cenderung mengurangi minat para pengusaha untuk melakukan kegiatan ekspor, pemerintah juga mengusahakan penyederhanaan dengan mengeluarkan kebijaksanaan yang diseut dengan debirokratisasi.

a. Syarat-syarat Eksportir

Tidak semua pengusaha dapat melaksanakan kegiatan ekspor. Seperti halnya bank devisa, maka pengusaha yang berupa badan usaha, dapat bergerak atau berperan sebagai eksportir harus memperoleh izin dari

28

Alfred Hutauruk, Sistem dan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa di

Kantor Wilayah Perdagangan di daerah masing-masing, setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk bergerak di bidang ekspor. Untuk itu calon eksportir harus memenuhi beberapa syarat administrasi, antara lain :

1) Izin Usaha Dagang / Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 2) Akte Pendirian Perusahaan dan peraturan-peraturannya 3) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

4) Menyerahkan surat fisikal atau surat yang telah memenuhi kewajiban membayar pajak

5) Surat keterangan bank

Berdasarkan ketentuan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto No. 27/KP/I/1982, maka setelah persyaratan administrasi disetujui, pengusaha kemudian mengajukan Angka Pengenal Eksportir (APE), atau Angka Pengenal Eksportir Sementara (APES), atau Angka Pengenal Eksportir Terbatas (APET). Dengan diperolehnya APE, APES atau APET, maka pengusaha yang bersangkutan telah memiliki wewenang untuk melaksanakan ekspor. Tetapi dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 188/MP/Kep/II/2003 junto No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012, pemerintah melonggarkan peraturan dengan mempermudah izin untuk menjadi eksportir. Tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini adalah untuk menarik minat para pengusaha untuk melaksanakan kegiatan ekspor, sehingga akan meningkat pula pendapatan pemerintah yang

diperoleh dari kegiatan ekspor. Maka dari itu, kegiatan ekspor tidak hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah memiliki APE, APES, atau, APET, tetapi juga dilakukan oleh :

1) Setiap pengusaha yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

2) Setiap pengusaha yang telah mendapat izin udara dari departemen teknis/lembaga pemerintah non-departemen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada dasarnya ada dua jenis eksportir, yaitu : 1) Eksportir umum, yang terdiri dari :

a) Setiap pengusaha yang memegang angka pengenal eksportir (APE/APES) umum, yang nantinya jika sudah habis masa berlakunya tidak diperlukan lagi mengajukan permohonan APE/APES, tetapi cukup dengan SIUP aja.

b) Setiap pengusaha yang telah memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

c) Setiap pengusaha yang mendapat izin usaha dari departemen teknis/lembaga pemerintah non departemen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Eksportir terdaftar

Yaitu pengusaha yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor barang-barang yang diatur oleh tata niaga ekspor.

b. Cara Pembayaran Ekspor

Pembayaran ekspor diperluas tidak hanya dengan menggunakan L/C saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : 1) Pembayaran di muka

2) Letter of Credit (L/C)

3) Wesel Inkaso, dengan kondisi :

a) Document against Payment (D/P)

b) Document against Acceptance (D/A)

4) Perhitungan kemudian 5) Konsinyasi

6) Cara pembayaran lain yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional berdasarkan kesepakatan antara eksportir dan importir.

c. Devisa

Devisa yang diperoleh eksportir dari ekspor barang atau jasa tidak diwajibkan untuk dijual kepada Bank Indonesia. Eksportir dapat menjual devisanya kepada Bank Indonesia melalui Bank Devisa dengan harga berdasarkan kurs yang berlaku di bursa valuta asing. Eksportir dapat pula menjual sebagian atau seluruh devisanya kepada Bank Devisa, Importir dan pihak-pihak lain yang memerlukan devisa. Bank Indonesia mengatur tata cara penjualan devisa yang diperoleh dari hasil ekspor kepada Bank Devisa, serta penjualan lebih lanjut

kepada Bank Indonesia, sehingga eksportir diberi kebebasan untuk menjual devisa yang diperolehnya.

d. Dokumen Ekspor

Dokumen utama yang dipergunakan untuk pencatatan ekspor adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), yang wajib diisi oleh eksportir dengan sebenar-benarnya, dan kemudian diajukan ke Bank Devisa yang akan menelitinya untuk kemudian ditandatangani. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Bank pada saat akan menandatangani formulir PEB, antara lain :

1) APE/APES/APET atau SIUP harus masih berlaku

2) Barang yang akan diekspor bukan merupakan barang yang dilarang untuk diekspor

3) Tidak menyimpang dari ketentuan UCP (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit)

4) Harga FOB barang yang akan diekspor yang tercantum dalam PEB harus sama dengan patokan kontrak jual-beli

Dokumen PEB tersebut selanjutnya disampaikan kepada instansi bea cukai (pabean) yang akan memeriksa kebenaran barang-barang yang akan diekspor, kemudian mensahkan dokumen tersebut. Selanjutnya dokumen tersebut dikirim kembali ke Bank Devisa untuk menyelesaikan pembayaran.

Dalam hal pelaksanaan kegiatan ekspor, pemerintah memprioritaskan barang ekspor non minyak dan gas bumi yang memiliki pasaran baik dalam lalu lintas perdagangan internasional. Selain itu pemerintah juga memperhatikan faktor-faktor lainnya, seperti manfaat bagi kesejahteraan rakyat, menyerap tenaga kerja, serta bahan-bahan yang banyak dan mudah ditemukan di alam Indonesia.

Untuk barang yang akan diekspor, pemerintah menetapkan dua jenis penggolongan yaitu :

1) Penggolongan berdasarkan dilarang atau tidaknya barang ekspor, dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

a) Barang-barang yang boleh/bebas diekspor

b) Barang-barang yang diatur tata niaga ekspornya, yaitu barang-barang yang dapat diekspor oleh eksportir terbatas

c) Barang-barang yang diawasi ekspornya, yaitu barang-barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perdagangan atau pejabat yang berwenang

d) Barang-barang yang dilarang diekspornya, yaitu barang-barang yang ekspornya tidak boleh dilakukan.

2) Penggolongan berdasarkan pajak ekspor, digolongkan sebagai berikut:

a) Penggolongan berdasarkan pajak ekspor yang penting bagi pemerintah negara, yang belum diolah dan memiliki pasaran yang baik diluar negeri, dikenakan pajak 10%

b) Barang-barang ekspor yang sudah diolah, namun belum dapat diklarifikasi sebagai barang jadi, dikenakan pajak 5%

c) Barang-barang ekspor yang berdasarkan strategi menaikkan perekonomian negara, menyerap tenaga kerja, serta menyangkut kegiatan rakyat di daerah, dikenakan pajak sebesar 0%

d) Barang-barang ekspor hasil industri dan kerajinan rakyat, serta barang-barang lemah ditinjau dari penghasilan devisa negara, dikenakan pajak sebesar 0%

Harga patokan untuk barang-barang ekspor ditentukan secara berkala oleh Menteri Perdagangan. Harga patokan adalah harga barang ekspor dalam valuta asing berdasarkan syarat POB minimal yang harus diserahkan kepada pemerintah. Dengan ditetapkannya harga patokan, maka akan dapat ditentukan pula berapa besar pajak ekspor untuk barang-barang tertentu.

Eksportir yang melanggar ketentuan-ketentuan tentang ekspor yang dikeluarkan oleh pemerintah, dapat dikenakan sanksi tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat dicabut APE/APES/APET atau SIUP oleh Menteri Perdagangan.29

2. Tata Cara Pelaksanaan Impor

Bahwa dalam rangka pelaksanaan PP No. 1 tahun 1982, tentang ekspor impor dan lalu lintas devisa, pemerintah memandang perlu untuk menetapkan ketentuan hukum lainnya tentang pelaksanaan impor, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang ketentuan-ketentuan umum di bidang impor. Berbeda dengan ekspor yang selalu diusahakan peningkatan pelaksanaannya oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan pendapatan negara yang dapat dipergunakan untuk membiayai pembangunan, maka dala hal impor pemerintah berusaha menaikkan sekecil mungkin pelaksanaan kegiatan impor yang disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi negara. Impor terutama dilakukan untuk jenis-jenis barang yang amat sulit diperoleh atau diproduksi di dalam negeri. Impor atas barang-barang yang sudah dapat diproduksi dan sudah dapat dicukupi kebutuhan menghambur-hamburkan cadangan devisa, juga dapat menghambat atau mengurangi produksi dalam negeri.

a. Syarat-Syarat Importir

Tidak semua pengusaha dapat melakukan kegiatan impor. Seperti halnya Bank Devisa, importir yang berupa badan usaha juga harus memiliki izin dari instansi yang berwenang. Izin ini dapat diperoleh dari kantor perdagangan di daerah masing-masing, setelah sebelumnya mengajukan permohonan. Untuk itu calon importir harus memenuhi beberapa syarat administrasi, antara lain:

2) Akta Pendirian Perusahaan dan peraturan-peraturannya

3) Surat permohonan kepada Kantor Dinas yang menangani bidang perdagangan di daerah perusahaan tersebut berdomisili

4) Menyerahkan surat fiscal atau surat keterangan telah memenuhi kewajiban membayar pajak/ Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

5) Surat keterangan bank (referensi bank)

6) Daftar riwayat hidup pengurus yang berhak menandatangani surat-surat atas nama perusahaan.

7) Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) bagi perusahaan yang akan melakukan impor barang tertentu.

Setelah syarat tersebut dipenuhi dan permohonan memperoleh persetujuan dari kantor perdagangan setempat, maka proses berikutnya adalah mengajukan permintaan Angka Pengenal Importir (API), Angka Pengenal Importir Sementara (APIS), atau Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT). Setelah mendapatkan API, APIS atau APIT, maka pengusaha yang bersangkutan telah memiliki wewenang untuk melakukan kegiatan impor.

Pemerintah menggolongkan importir ke dalam empat jenis, yaitu : 1) Impor Umum,

Yiatu setiap pengusaha yang memiliki Angka Pengenal Importir (API/APIS) umum.

Yaitu seluruh importir pemegang Angka Pengenal Importir umum, yang mendapat tugas untuk mengimpor komoditi tertentu yng sengaja diarahkan oleh pemerintah.

3) Importir Produsen

Yaitu seluruh produsen yang disetujui oleh pemerintah untuk mengimpor sendiri barang-barang yang diperlukan untuk proses produksinya.

4) Produsen Importir

Yaitu seluruh produsen yang disetujui untuk dapat mengimpor sendiri barang yang sejenis dengan hasil produksinya.

b. Cara Pembayaran Impor

Pembayaran impor diperluas tidak hanya dengan menggunakan L/C saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :

1) Pembayaran di muka

2) Letter of Credit (L/C)

3) Wesel Inkaso, dengan kondisi :

a) Document against Payment (D/P)

b) Document against Acceptance (D/A)

4) Perhitungan kemudian 5) Konsinyasi

6) Cara pembayaran lain yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional berdasarkan kesepakatan antara eksportir dan importir.

c. Devisa

Apabila importir ingin membeli sebagian atau seluruh devisa untuk impor dari Bank Indonesia, maka Bank Indonesia wajib menjualnya berdasarkan kurs yang berlaku di bursa valuta asing. Di samping itu, importir dapat membeli devisa yang diperlukan dari Bank Devisa, eksportir, atau pihak pihak-pihak lain yang bersedia menjualnya. Bank Indonesia mengatur tata cara pembelian devisa untuk impor melalui Bank Devisa.

d. Dokumen Impor

Dokumen utama yang dipakai untuk pencatatan impor adalah pemberitahuan pemasukan barang yang akan digunakan untuk PPUD, yang wajib diisi oleh importir dengan sebenar-benarnya, dan kemudian diajukan kepada instansi bea cukai (pabean). Selanjutnya importir dapat mengambil barang yang diimpornya tersebut. Pengambilan barang-barang yang diimpor dapat dilakukan dengan cara menunjukan dokumen pengapalan barang impor tersebut kepada maskapai pelayaran dan pengangkutan barang.

e. Barang Impor

Dalam hal pelaksanaan kegiatan impor, pemerintah berhak dan berkewajiban untuk mengatur barang-barang yang akan diimpor, disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan Negara.

Untuk barang-barang yang akan diimpor, pemerintah menetapkan dua jenis penggolongan, yaitu :

1) Penggolongan berdasarkan dilarang atau tidaknya barang impor, digolongkan sebagai berikut :

a) Barang-barang yang boleh/bebas impor

b) Barang-barang yang diatur tata niaga impornya, yaitu barang-barang yang dapat diimpor oleh para importir terbataS

c) Barang-barang yang diawasi impornya, yaitu barang-barang yang impornya hanya dapat dilakukan dengan pengawasan Menteri Perdagangan atau Pejabat yang bersangkutan

d) Barang-barang yang dilarang impornya, yaitu barang-barang yang impornya sama sekali tidak boleh dilakukan

2) Penggolongan berdasarkan ada atau tidaknya pengenaan pajak pada suatu barang, digolongkan sebagai berikut :

a) Barang dagang, yaitu barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan sehingga dikenakan bea masuk, serta pajak penjualan impor, tanpa dipengaruhi besarnya harga barang b) Bukan barang dagang, yaitu barang yang dimaksudkan bukan

untuk diperdagangkan, yang terbagi atas dua jenis, yaitu : (1) Barang kiriman

(2) Barang bawaan penumpang

3) Penggolongan berdasarkan penting atau tidaknya barang tersebut diimpor ke dalam negeri, digolongkan sebagai berikut :

a) Golongan A, yaitu barang yang sangat penting untuk diimpor b) Golongan B, yaitu barang yang penting untuk diimpor

c) Golongan C, yaitu barang yang kurang penting untuk diimpor d) Golongan D, yaitu barang yang tidak dilarang untuk diimpor

namun belum termasuk dalam golongab A,B, dan C.30

Importir yang melanggar ketentuan-ketentuan teantang impor yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dapat dicabut API/APIS/APIT oleh Menteri Perdagangan.

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ekspor impor, untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, pihak pengusaha harus mendapat dukungan dari seluruh pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan ekspor impor tersebut. Tujuan pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan diatas adalah semata-mata untuk tidak mempersulit para pengusaha dalam pelaksanaan ekspor impor. Untuk pelaksanaan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, jajaran instansi pemerintah yang berkaitan juga diharapkan dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sebab suatu peraturan yang baik tidak akan ada artinya bila tidak dijalankan dengan sempurna.

Dokumen terkait