• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

3.2. PELAKSANAAN FUNGSI INTERMEDIASI

Sumber : Bank Indonesia

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

3.2. PELAKSANAAN FUNGSI INTERMEDIASI

Pelaksanaan fungsi intermediasi, sebagai salah satu peran utama perbankan, sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam menyerap dana masyarakat dan kemampuan bank dalam menyalurkannya dalam bentuk kredit. Kemampuan menjalankan fungsi intermediasi dapat dilihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR). Kondisi LDR perbankan Bali pada triwulan IV 2008 menurun dibandingkan posisi triwulan III 2008 yaitu pada posisi 55,59%. Sementara LDR pada triwulan II dan III besarnya mencapai 56,6% dan 58,93% (lihat Grafik 3.4). Turunnya LDR ini mengindikasikan dua hal yaitu kemampuan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi melemah yang lebih disebabkan oleh kondisi pasar keuangan baik secara regional maupun nasional yang sedang mengalami distorsi, atau pada sisi lainnya kemampuan sektor usaha dalam menyerap dana perbankan yang tengah menghadapi permasalahan, yang disebkan oleh

38

lesunya kinerja sektor riil, hal ini dapat ditunjukkan oleh tingginya undisbursement loan yang tercatat dalam pembukuan bank.

Sumber : Bank Indonesia

Selain dipengaruhi oleh makro ekonomi seperti di atas, rendahnya LDR juga disebabkan oleh faktor-faktor seperti Pertama, keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit pada kantor cabang terutama bagi bank umum yang berkantor pusat di luar pulau sehingga untuk kredit yang nilainya cukup material kewenangan memutusnya ada di kantor pusatnya. Hal ini biasanya dialami bank-bank yang menganut branch banking system. Kedua, kebutuhan pembiayaan bagi perusahaan khususnya perusahaan multinasional seperti jaringan hotel internasional, travel dan kargo diperoleh dari bank atau lembaga keuangan lainnya di luar Pulau Bali atau berasal dari holdning company-nya. Ketiga, bagi kredit khususnya UMKM, terdapat banyak alternatif untuk memenuhinya selain dari industri perbankan seperti koperasi, lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah.

Selain hal tersebut di atas, rendahnya LDR perbankan kemungkinan juga disebabkan oleh kurangnya kemauan dan kemampuan perbankan dalam mencari celah bisnis atau usaha yang dapat dibiayai, hal ini diperkirakan karena banyaknya fasilitas untuk mengelola dana bank selain penyaluran kredit seperti pada pasar uang ataupun penempatan pada Bank Indonesia. Besarnya penempatan bank pada Bank Indonesia dan surat berharga pada triwulan IV 2008 mencapai 6,7% dari total penempatan uang masyarakat di bank.

3.2.1. Penghimpunan Dana

Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan IV – 2008, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 19,1%. Sebagian besar

Grafik 3.4. Loan To Deposit Ratio

48.2 51.9 51.752.8 50.1 51.8 50.5 51.0 52.9 54.3 52.5 54.8 55.455.8 56.1 55.7 53.9 55.9 54.2 53.553.1 56.6 58.93 55.59 45 48 51 54 57 60 Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Tr III TR IV Trw I Trw II Tr III TR IV 2003 2004 2005 2006 2007 2008 %

39

tabungan pada triwulan IV 2008 menurun tajam dari 31,1% pada triwulan sebelumnya menjadi 18,8% dengan total sebesar Rp12,802 milyar (lihat Grafik 3.5). DPK cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan IV 2008 tercatat sebesar 68,32% sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 31,7% (lihat Grafik 3.6). Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan Desember 2008 tumbuh sebesar 35,68% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang.

Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan IV 2008 menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada Desember 2008 share masing-masing simpanan berturut-turut adalah 45,7%, 31,7%, dan 22,6%.

Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (lihat Grafik 3.6). Pola ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang berbanding terbalik, hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk deposito dan sebaliknya.

40

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

3.2.2 Penyaluran Kredit

Pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan IV 2008 tercatat cukup besar, yaitu 23,6% meskipun pertumbuhan ini turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 32,01% (y-o-y). Walaupun kondisi keuangan baik global maupun nasional sedang mengalami gangguan, namun perbankan tetap malakukan ekspansi kredit. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK (lihat Gambar 3.1). kondisi ini juga menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga, walaupun apabila dibandingkan dengan triwulan III pada triwulan IV terdapat pengurangan volume dan nilai kredit yang direalisasikan. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi (lihat Gambar 3.8). Namun demikian apabila dilihat pertumbuhan kreditnya, kredit investasi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV 2008 mencapai 39,6% dibandingkan dengan kredit konsumsi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 25,8% dan 16,6% (lihat Gambar 3.7). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan investasi di perekonomian mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil.

Penyaluran kredit bank umum pada triwulan IV 2008 sebesar Rp15.568 miliar menurun sebesar 0,59% dibanding posisi triwulan sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih cenderung memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit modal kerja sedikit lebih besar daripada kredit konsumsi pada

41

kerja sebesar 42,1% atau sebesar Rp6,551 milyar diikuti dengan kredit konsumsi sebesar 41,9% atau sebesar Rp6.513 milyar, dan kredit investasi 16,08% atau sebesar Rp2.504 milyar. Pada triwulan laporan kredit investasi tercatat memiliki pertumbuhan tahunan terbesar atau sebesar 39,6% (y-o-y), diikuti dengan kredit modal konsumsi sebesar 25,8% (y-o-y) baru kemudian kredit modal kerja sebesar 16,6% (y-o-y). Tingginya ekspansi kredit investasi pada beberapa triwulan terakhir mengindikasikan bahwa makro perekonomian cukup mendukung iklim usaha di Bali, sehingga perbankan cukup berani ekspansi di sektor investasi. Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 83,9%. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah. Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana yang umumnya jangka pendek.

Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Pada posisi Desember 2008 kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 6.569 miliar atau 42,20% dari total kredit dan Rp6.283 miliar atau 40,36% dari total kredit. Pola penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan.

42

Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Desember 2008 yang mencapai 23,6% (y-o-y), yang juga diikuti dengan meningkatnya kualitas kredit, rasio non performing loan (NPL) pada Desember 2008 sebesar 1,54% lebih rendah dari NPL pada tahun 2007 yang sebesar 3,02%. Sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 137 milyar dengan atau 57% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 2,18%. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 22% dengan rasio NPL sebesar 0,79%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai (baik negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari kreditur.

Dokumen terkait