• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PEMERIKSAAN

3.2   Pelaksanaan

3.2.1 Terdapat Kegiatan yang Tidak Dilaksanakan (Fiktif) Bersumber dari Dana Otonomi Khusus Sebesar Rp28.943.197.224,00

BPK RI telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus pada TA 2002 s.d. 2010. Dari pemeriksaan tersebut, ditemukan permasalahan kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) sebesar Rp28.943.197.224,00 terdiri dari:

1) Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011 senilai Rp22.875.464.600,00; dan

2) Pemeriksaan sebelumnya dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan sejak TA 2002 s.d. 2009 sebesar Rp6.067.732.624,00.

Kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) tersebut adalah sebagai berikut:

1) Hasil pemeriksaan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011

Pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus yang dilaksanakan pada semester II tahun 2010 dan semester 1 tahun 2011 menunjukkan terdapat pengeluaran atas kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) sebesar Rp22.875.464.600,00 yang terjadi pada Pemerintah Provinsi Papua dan dua

pemerintah kabupaten di Provinsi Papua sebesar Rp22.592.164.600,00, serta dua pemerintah kabupaten di Provinsi Papua Barat sebesar Rp283.300.000,00 dengan rincian sebagai berikut:

(1) Pada Provinsi Papua sebesar Rp22.592.164.600,00 yang terjadi pada TA 2010 di Pemerintah Provinsi sebesar Rp22.431.050.100,00, pada TA 2008 di Kabupaten Merauke sebesar Rp48.400.000,00, dan pada TA 2007 di Kabupaten Boven Digoel sebesar Rp112.714.500,00.

(2) Pada Provinsi Papua Barat sebesar Rp283.300.000,00 yang terjadi di Kabupaten Manokwari pada TA 2009 dan 2010 masing-masing sebesar Rp12.600.000,00 dan Rp232.400.000,00, serta di Kabupaten Sorong pada TA 2008 sebesar Rp38.300.000,00.

Rincian selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.

Beberapa permasalahan tersebut diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pemerintah Provinsi Papua

Pada TA 2009 dan 2010 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua telah merealiasasikan belanja modal studi/perencanaan teknis untuk dua kegiatan detail enginering design (DED) PLTA Sungai Mamberamo tahap I dan II, dan PLTA Sungai Urumuka I, II dan III dengan nilai keseluruhan sebesar Rp55.740.973.000,00. Dari total nilai tersebut diketahui pengeluaran sebesar Rp18.450.808.000,00 digunakan untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) karena pekerjaan untuk masing-masing tahapan merupakan pekerjaan yang sama. Laporan akhir tidak dibuat dan diserahkan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua, demikian juga dengan pertanggungjawaban pengeluaran sebesar Rp18.450.808.000,00. Berdasarkan keterangan ahli dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dituangkan dalam Laporan Audit Teknologi nomor 2001DEDPLTAPAPUA012 tanggal 24 Maret 2011 dinyatakan perencanaan teknis DED PLTA Mamberamo tahap II diambil dari laporan akhir DED PLTA Urumuka Tahap I, dan isi dokumen DED PLTA Urumuka Tahap III sebagian besar mengambil dari isi Laporan Akhir DED PLTA Urumuka Tahap I. Terhadap hal tersebut, pelaksana pekerjaan telah melakukan penyetoran kembali pembayaran yang telah diterima sebesar Rp5.382.970.686,00 yang terdiri atas DED PLTA Mamberamo Tahap II sebesar Rp2.648.327.595,00 pada tanggal 3 Maret 2011 dan DED PLTA Urumuka Tahap III sebesar Rp2.734.643.091,00 pada tanggal 3 Maret 2011.

(2) Kabupaten Boven Digoel

Pada TA 2007 tiga kegiatan pembangunan rumah guru tidak dilaksanakan tetapi telah dibayar uang muka kerja sebesar Rp112.714.500,00 yaitu:

(1)) Pembangunan rumah guru SD YPPGI Kawagit yang dilaksanakan oleh CV BMT dengan realisasi pembayaran sebesar Rp38.881.200,00.

(2)) Pembangunan rumah guru SD Inpres Manggelum yang dilaksanakan oleh CV AJ dengan realisasi pembayaran sebesar Rp37.898.400,00.

(3)) Pembangunan rumah guru SD YPPGI Butiptiri yang dilaksanakan oleh CV MJ dengan realisasi pembayaran sebesar Rp35.934.900,00.

Sampai dengan pemeriksaan berakhir, uang muka tersebut belum dikembalikan ke kas daerah.

2) Hasil pemeriksaan sebelumnya pada TA 2002 s.d. 2009

Kegiatan yang tidak dilaksanakan (fiktif) merupakan permasalahan yang berulang, dan pernah ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya sebesar Rp6.067.732.624,00, dengan rincian sebagai berikut.

(1) Pada Provinsi Papua sebesar Rp5.503.732.624,00 yang terjadi di Kabupaten Supiori sebesar Rp744.417.624,00 pada TA 2009, Kabupaten Puncak Jaya sebesar Rp1.700.000.000,00 pada TA 2008, Kabupaten Tolikara sebesar Rp843.375.000,00 pada TA 2007 dan 2008, Kabupaten Waropen sebesar Rp2.166.000.000,00 di TA 2005 serta pada Kabupaten Jayawijaya sebesar Rp49.940.000,00 TA 2002.

(2) Pada Provinsi Papua Barat sebesar Rp564.000.000,00 yang terjadi di Kabupaten Raja Ampat pada TA 2007 dan 2008.

Pengeluaran untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan tersebut di antaranya adalah: (1) Pengadaan alat angkutan darat bermotor roda empat pada Kabupaten Puncak

Jaya TA 2008 senilai Rp1.700.000.000,00 pada saat dilakukan pemeriksaan fisik tidak ditemukan hasil pengadaan yang dimaksud.

(2) Pengadaan obat-obatan dan perbekalan kesehatan TA 2008 pada Kabupaten Tolikara sebesar Rp497.500.000,00 dan pengadaan satu unit kendaraan bermotor sebesar Rp27.000.000,00 tidak dilaksanakan.

(3) Biaya sewa speed boat “Mios Abru 2” sebesar Rp192.500.000,00 untuk kegiatan penyelenggaraan ujian nasional dan ujian akhir semester tahun ajaran 2006/2007 serta belanja pematangan tanah di SMK Negeri 1 Samate pada Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Raja Ampat sebesar Rp371.500.000,00 fiktif.

Dari nilai temuan sebesar Rp6.067.732.624,00 tersebut telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebesar Rp1.700.000.000,00, ditindaklanjuti namun belum sesuai dengan rekomendasi sebesar Rp1.959.292.624,00 dan belum ditindaklanjuti sebesar Rp2.408.440.000,00.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara pada Pasal 21 ayat (1) menyatakan pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada:

(1) Pasal 61 ayat (1) menyatakan setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.

(2) Pasal 86 ayat (2) menyatakan pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 132:

(1) Ayat (1) menyatakan setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah

(2) Ayat (2) menyatakan bukti harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan pelaksanaan otonomi khusus tidak tercapai dan berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp28.943.197.224,00 yang terdiri atas hasil pemeriksaan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011 sebesar Rp22.875.464.600,00, serta yang masuk dalam pemantauan tindak lanjut sebesar Rp6.067.732.624,00.

Hal tersebut disebabkan oleh:

1) Kepala SKPD lalai dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.

2) Pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), panitia pengadaan, panitia pemeriksa barang/jasa, bendahara pengeluaran, dan penyedia barang/jasa melakukan kerjasama yang tidak sehat dalam proses pengadaan dan pembuatan bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Atas kondisi tersebut pemerintah daerah menanggapi sebagai berikut:

1) Pihak terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua menjelaskan kerugian daerah tersebut merupakan kekurangan pekerjaan perencanaan teknis DED PLTA Sungai Membramo Tahap II dan Sungai Urumuka Tahap III. Terhadap kekurangan tersebut telah dilakukan perhitungan rasionalisasi antara PPTK dan Direktur Utama PTKPIJ pada tanggal 3 Maret 2011. Hasil perhitungan tersebut atas permintaan Kepala BPKAD telah disetor kembali ke kas Daerah sebesar Rp5.382.970.686,00 dengan catatan kepada rekanan segera menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas 100% sesuai kontrak.

2) Kepala SKPD terkait di Kabupaten Merauke menjelaskan kondisi geografis sulit dijangkau sehingga perjalanan dinas dan pengiriman paket dilaksanakan bersamaan waktunya.

3) Kepala SKPD terkait di Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Sorong sepakat atas temuan ini dan akan segera menindaklanjutinya.

4) Kepala SKPD terkait di Kabupaten Manokwari menjelaskan selisih sebesar Rp12.600.000,00 digunakan untuk biaya akomodasi di hotel yang lain.

BPK RI merekomendasikan Kepala Daerah terkait agar:

1) Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada para kepala SKPD, PPTK, Panitia Pengadaan, Panitia Pemeriksa Barang/Jasa, Bendahara Pengeluaran terkait dan memerintahkan supaya meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan anggaran dan kegiatan otonomi khusus.

2) Menginstruksikan kepada para Kepala SKPD terkait untuk menarik kembali sisa dana otonomi khusus yang tidak dipertanggungjawabkan sebesar Rp17.492.493.914,00 (Rp22.875.464.600,00 dikurangi pengembalian sebesar Rp5.382.970.686,00) ke kas Daerah.

3) Menginstruksikan kepada Kepala SKPD terkait untuk memasukkan penyedia barang/jasa bersangkutan ke dalam daftar hitam.

4) Menindaklanjuti temuan pemeriksaan yang masih belum sesuai rekomendasi sebesar Rp1.959.292.624,00 dan belum ditindaklanjuti sebesar Rp2.408.440.000,00.

3.2.2 Terdapat Kelebihan Pembayaran Karena Kekurangan Volume Pekerjaan atau Pembayaran Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Sebesar Rp218.289.902.657,85

BPK RI telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus sejak TA 2002 s.d. 2010. Dari pemeriksaan tersebut, ditemukan permasalahan terkait kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp218.289.902.657,85 terdiri dari:

1) Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011 senilai Rp51.207.428.564,28 yang mencakup kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp23.316.856.852,94 dan kelebihan pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp27.890.571.711,34.

2) Pemeriksaan sebelumnya dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan sejak TA 2003 s.d. 2009 sebesar Rp167.082.474.093,57 yang mencakup kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp115.469.553.731,88 dan kelebihan pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp51.612.920.361,69.

Uraian selengkapnya atas permasalahan kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan adalah sebagai berikut:

1) Hasil pemeriksaan pada semester II TA 2010 dan semester I TA 2011

Pemeriksaan atas pengelolaan dana otonomi khusus yang dilakukan pada semester II tahun 2010 dan semester I tahun 2011 menunjukkan terdapat kekurangan volume pekerjaan dari kontrak yang disepakati sebesar Rp51.207.428.564,28 pada 12 pemerintah daerah di Provinsi Papua dan enam pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1

Rekapitulasi Permasalahan Kelebihan Pembayaran

No. Entitas Kelebihan Pembayaran Jumlah

Kekurangan Volume Tidak Sesuai Ketentuan

A Provinsi Papua 1 Pemerintah provinsi 7.836.720,00 26.128.608.200,00 26.136.444.920,00 2 11 kabupaten/kota 5.310.455.219,01 357.783.106,00 5.668.238.325,01 Jumlah (A) 5.318.291.939,01 26.486.391.306,00 31.804.683.245,01 B Provinsi Papua Barat 1 Pemerintah provinsi 16.399.391.103,24 1.310.939.987,74 17.710.331.090,98 2 5 kabupaten/kota 1.599.173.810,69 93.240.417,60 1.692.414.228,29 Jumlah (B) 17.998.564.913,93 1.404.180.405,34 19.402.745.319,27 Jumlah (A) + (B) 23.316.856.852,94 27.890.571.711,34 51.207.428.564,28

Rincian selengkapnya disajikan pada Lampiran 8.

Kelebihan pembayaran karena kekurangan volume terjadi pada 41 SKPD atas pelaksanaan 95 pekerjaan di 18 kabupaten/kota Provinsi Papua dan Papua Barat. Hasil pemeriksaan menunjukkan pekerjaan telah dinyatakan selesai 100% dengan realisasi pembayaran 100% berdasarkan berita acara serah terima dan SP2D yang diterbitkan. Berdasarkan pemeriksaan fisik BPK RI bersama dengan pihak terkait diketahui volume yang diserahkan tidak sesuai dengan berita acara serah terima dan kontrak. Rincian kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan disajikan pada Lampiran 9.

Sedangkan kelebihan pembayaran atas pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan tersebut terjadi pada 13 SKPD atas pelaksanaan 17 pekerjaan di 13 kabupaten/kota, diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua pada TA 2009 dan 2010 telah merealisasikan belanja modal studi/perencanaan teknis untuk dua kegiatan detail enginering design (DED) PLTA Mamberamo Tahap I sebesar Rp17.487.403.000,00 dan DED PLTA Urumuka Tahap I dan II sebesar Rp22.875.469.000,00.

Pelaksanaan pekerjaan DED PLTA Mamberamo Tahap I adalah PT GA bekerjasama dengan PT KPIJ sebagaimana tertuang dalam kontrak. Hasil pemeriksaan menunjukkan pembayaran yang diterima PT GA sebesar Rp15.261.733.421,00 (setelah dipotong PPN dan PPh) ditransfer kembali kepada PT KPIJ sebesar Rp10.861.555.237,00 (71,17%). Berdasarkan keterangan ahli dari BPPT yang dituangkan dalam Laporan Audit Teknologi nomor 2001DEDPLTAPAPUA012 tanggal 24 Maret 2011 dinyatakan bahwa:

(1)) Isi dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan DED PLTA Mamberamo Tahap I, terlalu umum atau kurang fokus/tajam dalam menentukan sasaran yang hendak dicapai.

(2)) Isi laporan banyak yang kurang sesuai dan kurang lengkap dalam dokumen DED

(3)) Output dari DED, belum dapat dijadikan dasar dalam membuat dokumen tender pelaksanaan pembangunan PLTA.

(4)) Laporan Akhir DED PLTA Mamberamo Tahap I hanya berupa gambar perencanaan dasar DED PLTA Sungai Urumuka (bukan DED PLTA Sungai Mamberamo), yang terdiri dari gambar potongan melintang PLTA, gambar potongan spillway, sand flush, power house dan emergency spillway.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil pekerjaan PT GA bekerjasama dengan PT. KPIJ tidak layak untuk dibayar, karena tidak sesuai dengan standar DED menurut ahli dari BPPT dan ternyata laporan akhir DED PLTA Mamberamo Tahap I hanya menyalin dari DED PLTA Sungai Urumuka Tahap I yang telah dibuat terlebih dahulu oleh PT IK sesuai Surat Perjanjian Kerjasama Nomor 027/369.c tanggal 05 Agustus 2009.

(2) Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan DED PLTA Sungai Urumuka Tahap I dan II yang dilaksanakan oleh PT IK diketahui bahwa ternyata pembayaran yang diterima oleh PT IK sebesar Rp17.682.230.500,00 (setelah dipotong PPN dan PPh), ditransfer kepada PT KPIJ sebesar Rp8.641.205.200,00 (50%). Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa tidak terdapat hubungan kerjasama secara formal antara PT IK dengan PT KPIJ, sehingga transfer tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah. Selain itu, PT KPIJ tidak dapat menunjukkan bukti bahwa PT KPIJ ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan DED PLTA Sungai Urumuka Tahap I dan II.

Rincian selengkapnya permasalahan kelebihan pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan, disajikan pada Lampiran 10.

2) Hasil pemeriksaan sebelumnya pada TA 2003 s.d. 2009

Pemeriksaan sebelumnya mengungkapan permasalahan yang sama pada 19 pemerintah daerah di wilayah Provinsi Papua dan delapan pemerintah daerah di wilayah Provinsi Papua Barat, dengan nilai kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp167.082.474.093,57 sebagaimana disajikan pada Lampiran 11. Permasalahan tersebut diantaranya adalah:

(1) Pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga di beberapa SKPD pada Provinsi Papua pada tahun 2009 mengalami kekurangan volume sebesar Rp28.579.267.218,00 diantaranya kekurangan volume pada kegiatan pengadaan solar cell, televisi dan radio, dan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan.

(2) Pelaksanaan pekerjaan oleh pihak ketiga di beberapa SKPD pada Provinsi Papua Barat pada tahun 2009 mengalami kekurangan volume sebesar Rp15.007.806.854,29 diantaranya kekurangan volume pembangunan jalan Ayawasi – Kebar TA 2008 dan 2009 sebesar Rp10.761.699.311,12.

(3) Kelebihan pembayaran atas pekerjaan pengadaan peralatan kesehatan dan pengadaan obat-obatan pada TA 2008 di Rumah Sakit Umum Daerah Pemerintah Kabupaten Biak Numfor sebesar Rp2.464.061.990,00.

Dari nilai temuan hasil pemeriksaan sebelumnya sebesar Rp167.082.474.093,57 dengan nilai rekomendasi sebesar Rp153.016.178.339,93 telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebesar Rp16.439.584.645,80 sedangkan sisanya sebesar Rp80.750.268.408,15 masih dalam proses dan sebesar Rp55.826.325.285,98 belum ditindaklanjuti.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1) Undang –Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara Pasal 21 ayat (1) menyatakan pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada:

(1) Pasal 61 ayat (1) menyatakan setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.

(2) Pasal 86 ayat (2) menyatakan pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

3) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang perubahan ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada :

(1) Pasal 36 ayat (2) menyatakan pengguna barang dan jasa melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan baik sebagian atau seluruh pekerjaan dan menugaskan penyedia barang/jasa untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kontrak.

(2) Pasal 36 ayat (3), pengguna barang/jasa menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak.

4) Surat perjanjian pemborongan (kontrak) pekerjaan terkait menyatakan pihak pertama memberikan tugas-tugas pekerjaan kepada pihak kedua dan pihak kedua menerima tugas tersebut untuk mengerjakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan rancangan anggaran dan biaya (RAB) dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak).

Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp218.289.902.657,85 yang terdiri atas hasil pemeriksaan semester II TA 2010 dan semester I TA 2011 sebesar Rp51.207.428.564,28 dan yang masuk dalam pemantauan tindak lanjut sebesar Rp167.082.474.093,57.

Hal tersebut disebabkan oleh:

1) Kepala SKPD lalai dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

2) PPTK, panitia pengadaan, panitia pemeriksa barang/jasa, bendahara pengeluaran, penyedia barang/jasa, dan konsultan pengawas melakukan kerjasama yang tidak sehat dalam proses pengadaan dan pembuatan bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Masalah tersebut diakui dan akan ditindaklanjuti sesuai rekomendasi oleh masing-masing kepala SKPD terkait.

BPK RI merekomendasikan Gubernur Papua, Gubernur Papua Barat, walikota, dan bupati terkait agar:

1) Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada para Kepala SKPD, PPTK, panitia pengadaan, panitia pemeriksa barang/jasa, bendahara pengeluaran terkait yang melakukan kerjasama yang tidak sehat.

2) Memerintahkan para Kepala SKPD terkait untuk menarik kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp23.316.856.852,94 dan kelebihan pembayaran tidak sesuai ketentuan sebesar Rp27.890.571.711,34 serta menyetorkan ke masing-masing rekening Kas Umum Daerah.

3) Memerintahkan Kepala SKPD terkait untuk memasukkan penyedia barang/jasa dan konsultan pengawas bersangkutan ke dalam daftar hitam.

4) Menindaklanjuti temuan pemeriksaan yang masih belum sesuai rekomendasi sebesar Rp80.750.268.408,15 dan belum ditindaklanjuti sebesar Rp55.826.325.285,98.

3.2.3 Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Tidak Sesuai dengan Tujuan Pembentukannya

Pemerintah Provinsi Papua menggunakan rekening pada Bank Papua nomor rekening 21.10.02.00999.9 dan rekening Ad hoc Nomor 154.00.0743069-1 pada Bank Mandiri Jayapura untuk pengelolaan dana otonomi khusus baik dana otonomi khusus porsi 2% DAU Nasional maupun dana tambahan infrastruktur.

Hasil pemeriksaan atas pengelolaan tersebut menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:

1) Investasi jangka pendek dana otonomi khusus dalam bentuk deposito tidak dianggarkan

Pada TA 2008 Pemerintah Provinsi Papua melakukan investasi jangka pendek dana otonomi khusus dalam bentuk deposito. Pendepositoan ini tidak dianggarkan dalam APBD Papua Tahun Anggaran 2008 dan tanpa didukung Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang merupakan sebagaimana diatur Pasal 1 dan Pasal 73 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Bunga yang diperoleh dari deposito sebesar Rp 53.750.798.994,58 tidak dibukukan dalam rekening otonomi khusus (21.10.02.00999.9), tetapi ke rekening 100 21.10.02.01080-1 a.n. Pemerintah

Provinsi Papua di Bank Papua dan bunga deposito tersebut tidak diketahui peruntukannya.

Rincian investasi jangka pendek dalam bentuk deposito, terinci sebagai berikut: Tabel 3.2

Dana Otonomi khusus yang Didepositokan

No. Nama Bank Nilai Deposito Nomor Seri penempatan Tanggal pencairan Tanggal Bunga

1. Bank Mandiri 1.250.000.000.000,00 AA 379012 18-9-2008 20-11-2008 19.438.356.071,46

2. Bank Mandiri 250.000.000.000,00 AA 379304 20-5-2009 23-12-2009 10.104.109.588,12

3. Bank Papua 350.000.000.000,00 A 09610 4-1-2010 22-12-2010 24.208.333.335,00

Jumlah 1.850.000.000.000,00 53.750.798.994,58

 

1) Pembentukan dana cadangan menggunakan dana otonomi khusus tahun 2006 s.d. 2009 tidak ada dasar hukumnya dan tidak memiliki tujuan yang jelas

Setiap tahun sejak tahun 2006, Pemerintah Provinsi Papua menyisihkan sebagian dari DOK pada rekening otonomi khusus Bank Papua No 21.10.02.00999.9. Pembentukan dana cadangan dari tahun 2006 s.d. 2009 tidak ada dasar hukumnya. Peraturan Daerah mengenai dana cadangan baru diterbitkan tahun 2010 melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pembentukan Dana Cadangan Pemerintah Provinsi Papua, yang antara lain menyebutkan pembentukan dana cadangan dari dana otonomi khusus. Perda tersebut tidak menyebutkan program dan kegiatan secara spesifik yang akan dilaksanakan menggunakan dana cadangan dan waktu pelaksanaan kegiatan. Rincian dana cadangan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Rekapitulasi Pembentukan Dana Cadangan

No No dan Tanggal SPM/ SP2D Uraian Rupiah

1 05390/BT/2006 tgl 29 Des 2006 Transfer ke Dana Cadangan 36.000.000.000,00

2 04087/BT/BTL-I/2007 tgl 18 Desember 2007 Pembentukan Dana Cadangan 164.000.000.000,00 3 00023/SP2D-LS/I/2009 tg; 12 februari 2009 Pembentukan Dana Cadangan 100.000.000.000,00

4 00956/SP2D-LS/I/2009 tgl 12 Juni 2009 Pembentukan Dana

Cadangan 100.000.000.000,00 5 3523/SP2D-LS/2010 TGL 29 September 2010 Pembentukan Dana Cadangan 100.000.000.000,00 Jumlah 500.000.000.000,00

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada:

(1) pasal 34 ayat (3) huruf e yang menyebutkan penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya serta dengan 2% dari plafon DAU Nasional, yang ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan; dan huruf f yang menyebutkan dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya ditetapkan antara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun anggaran yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

(2) Penjelasan Angka I menyebutkan pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.

2) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua, menginstruksikan Gubernur Provinsi Papua dan Gubernur Papua Barat menjadi penanggung jawab pelaksanaan percepatan pembangunan di daerahnya masing-masing dan menjabarkan pendekatan kebijakan baru dengan langkah-langkah mensinergikan pemanfaatan dana APBD dengan dana APBN yang dialokasikan untuk pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah:

(1) Pasal 1 ayat (75) menyatakan Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM.

(2) Pasal 63 ayat (3) Peraturan daerah mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.

(3) Pasal 63 ayat (6) Dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Pasal 73:

(1)) Ayat (1) menyatakan Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah.

(2)) Pendapatan bunga atas deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

1) Tujuan pembentukan rekening otonomi khusus dalam rangka pengendalian pengeluaran dan belanja dari dana otonomi khusus kurang memadai dan membuka

Dokumen terkait