• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma merupakan salah satu kegiatan penting pada budidaya perkebunan kelapa sawit. Pengendalian gulma di Teluk Siak Estate dilakukan pada dua tempat, yaitu di piringan (circle) dan gawangan (interrow). Tujuan pengendalian gulma adalah mengurangi kompetisi hara dan air karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan, meningkatkan efisiensi pemupukan, mempermudah kontrol pemananenan dan aplikasi pemupukan dan memudahkan pengutipan brondolan (menekan kehilangan brondolan).

Bongkar tumbuhan pengganggu. Bongkar tumbuhan penganggu (BTP)

merupakan metode pengendalian gulma manual, yaitu dengan memotong atau mencabut gulma hingga akarnya menggunakan cados (cangkul dodos), parang dan parang babat (Gambar 1). Kegiatan BTP memiliki HK sebesar 0.5 ha sehingga seorang pekerja harus menyelesaikan 68 tanaman/hari. Gulma yang banyak ditemukan adalah senduduk (Melastoma malabatrikum), bulu babi (Clidemia hirta), Borreria allata, pakis-pakisan, krisan (Scleria sp.) dan lain-lain.

Gambar 1. Kegiatan Bongkar Tumbuhan Pengganggu (a) SKU Mendongkel Anak Kayu Menggunakan Cados, (b) Parang, (c) Parang Babat

(a) (b)

Pengendalian secara kimia. Pengendalian secara kimia merupakan

metode pengendalian gulma menggunakan bahan kimia berupa herbisida. Menurut Sembodo (2010) herbisida adalah bahan kimia atau kultur hayati yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan pengganggu (gulma). Alat yang digunakan adalah sprayer Inter 12 Green (kapasitas 12 l). Pengaruh aplikasi herbisida akan terlihat setelah tiga hari setelah penyemprotan. Gulma akan layu kemudian dalam waktu satu minggu gulma mulai menguning.

Pengendalian secara kimia dibedakan menjadi dua, yaitu penyemprotan piringan-gawangan dan penyemprotan alang-alang. Penyemprotan piringan tidak dilakukan secara bersamaan dengan penyemprotan gawangan sehingga pengendalian lebih terfokus dan tidak memakan waktu yang lebih lama. Penyemprotan piringan menggunakan campuran herbisida Audit 480 SL atau Prima Up 480 SL yang berbahan aktif Isopropilamina Glyphosate 480 g/l dan Trap 20 WP dengan bahan aktif Metsulfuron Methyl 20%. Penyemprotan gawangan menggunakan campuran herbisida Kenlon 480 EC dengan bahan aktif Triklopir Butoksi Etil Ester 480 g/l dengan Trap 20 WP.

Konsentrasi yang digunakan untuk Audit, Prima Up dan Kenlon adalah 0.66% (80 ml/12 l), sedangkan Trap 0.06% (8 g/12 l). Herbisida tersebut termasuk herbisida sistemik purnatumbuh (Trap tergolong pra dan purnatumbuh). Menurut Sembodo (2010) herbisida sistemik adalah herbisida yang ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak ke bagian lain, biasanya titik tumbuh karena metabolisme aktif berlangsung. Herbisida purnatumbuh diaplikasikan pada gulma yang telah tumbuh, sedangkan herbisida pratumbuh diaplikasikan sebelum gulma berkecambah. Tabel 4 menunjukkan perbandingan waktu penyemprotan, sedangkan Tabel 5 menunjukkan dosis yang digunakan pada penyemprotan piringan dan gawangan.

Tabel 4. Waktu Penyemprotan Gawangan dan Piringan pada Jenis SKU Jenis SKU

Penyemprotan Gawangan Penyemprotan Piringan Jumlah

Gawangan Waktu Semprot/ Sprayer Piringan Jumlah Waktu Semprot/ Sprayer

...(menit)... ...(menit)...

Laki-laki 0.5 20.4±1.517 37±6.107 19±1.581

Perempuan 0.5 23±2.345 34±5.675 19±1.581

19 Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata waktu penyemprotan gawangan antara SKU-L (laki-laki) dengan SKU-P (perempuan). SKU-L lebih efisien dalam menggunakan waktu untuk menyemprot gawangan yaitu 20.4 menit daripada SKU-P yaitu 23 menit. Berbeda dengan efisiensi waktu penyemprotan piringan, rata-rata kebutuhan waktu penyemprotan antar SKU tidak jauh berbeda, yaitu SKU-L 0.56 menit/piringan sedangkan SKU-P 0.57 menit/piringan.

Tabel 5. Pengamatan Dosis Penyemprotan Gawangan dan Piringan

Jenis Jumlah HK

Luas

Lahan Dosis Herbisida Kebutuhan Herbisida

..(orang).. ..(ha).. ...(ml/ha)... ...(g/ha)... ...(l)... ...(kg)... Gawangan 23 50 Kenlon 294 Trap 29.4 Kenlon 14.7 Trap 1.47

Piringan 25 50 Audit 320 Trap 32.0 Audit 16.0 Trap 1.60

Sumber: Pengamatan Penulis (2012)

Berdasarkan Tabel 5 kebutuhan herbisida antara penyemprotan gawangan dan penyemprotan piringan memiliki perbedaan, yaitu penyemprotan gawangan 14.7 l Kenlon dan 1.47 kg Trap lebih sedikit dari penyemprotan piringan, yaitu 16.0 l dan 1.60 kg Trap. Kebutuhan herbisida yang berbeda menyebabkan dosis yang diterima pada penyemprotan gawangan lebih sedikit daripada penyemprotan piringan (konsentrasi sama). Hal ini disebabkan jumlah tenaga kerja yang digunakan pada penyemprotan gawangan lebih sedikit dengan luasan yang sama.

Penyemprotan alang-alang. Penyemprotan alang-alang bertujuan untuk

menghentikan perkembangbiakan alang-alang karena perkembangan populasinya sangat cepat, populasi yang tinggi dapat menyulut kebakaran dan menyerap unsur hara dan air. Penyemprotan menggunakan Audit 480 SL yang berfokus pada alang-alang (Imperata cylindrica), selain itu penyemprotan dilakukan juga pada ekor kucing (Penissetum polystachyon) dan sarang buaya (Ottochola nodosa).

Konsentrasi Audit yang dianjurkan berkisar 1 - 3 % dan konsentrasi yang diaplikasikan di kebun adalah 1.25 % dengan perbandingan 150 ml herbisida dengan 12 l air. Alat yang digunakan adalah sprayer Inter 12 Green. Pengaruh aplikasi herbisida terlihat pada tiga hari setelah aplikasi dengan tanda daun-daun yang mulai menguning. Gulma akan mati dalam waktu satu minggu setelah aplikasi dengan ciri gulma yang berwarna kuning penuh.

Perawatan Jalan

Perawatan jalan merupakan pekerjaan pendukung yang tidak kalah penting dari pekerjaan panen karena perawatan jalan berpengaruh secara langsung terhadap transportasi hasil panen. Jika kondisi jalan buruk maka proses transportasi akan terhambat dan menyebabkan peningkatan kandungan FFA karena enzim akan terus merombak lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Jalan di perkebunan kelapa sawit umumnya digolongkan menjadi enam jenis. Keenam jenis jalan tersebut terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis Jalan Kebun di Teluk Siak Estate

Jenis Jalan Keterangan

Jalan akses (access road)

Jalan yang menghubungkan arus keluar masuk kebun dan antar kebun dengan lebar 12 m.

Jalan utama (main road)

Jalan penghubung antar jalan kolektor dan jalan akses (Timur-Barat) dengan lebar 9 m.

Jalan kolektor (collection road)

Jalan untuk mengumpulkan hasil panen, pengangkutan dan pengawasan (Utara-Selatan) dengan lebar 7 m.

Jalan bantu (tertiary road)

Jalan tambahan yang dibuat pada lahan yang sulit (berbukit-bukit) untuk mendukung pengumpulan hasil. Jalan kontur

(contur road)

Jalan pada daerah berteras untuk memudahkan pemanenan dan pengangkutan hasil ke TPH.

Jalan pringgan (boundary road)

Jalan disepanjang tepi kebun yang berfungsi sebagai batas kebun dan untuk pengawasan dan pengumpulan hasil. Sumber: Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation (2004)

Pekerjaan perawatan jalan banyak macamnya, diantaranya: pembuatan rorak tepi jalan, parit tepi jalan, tali air dan penunasan tepi jalan. Rorak tepi jalan (road side pit) adalah rorak yang dibuat di tepi jalan untuk menampung air dari jalan sehingga menjaga agar jalan tidak tergenang dan memberikan ketersediaan air bagi tanaman. Rorak memiliki panjang ≥ 3 m, lebar 1 m dan kedalaman 0.8 m. Rorak dengan panjang > 6 m harus dibuat badan air (water bodies) 2 m x 2 m. Jarak antar rorak pada kontur datar ± 50 m, sedangkan jarak antar rorak pada kontur berbukit ± 30 m. Rorak dibuat tegak lurus dengan jalan pada kontur datar, sedangkan pada kontur miring maka rorak membentuk sudut 45º.

Parit tepi jalan (road side drain) memiliki fungsi untuk menampung air dari badan jalan sehingga jalan tidak tergenang. Parit berukuran lebar ± 50 cm,

21 kedalaman ± 30 - 50 cm dan panjang disesuaikan dengan panjang jalan. Tanah galian parit ini diserak merata ke dalam blok (menjauhi piringan, pasar pikul dan TPH). Tali air merupakan parit pendek yang menghubungkan bahu jalan dengan parit tepi jalan. Pembuatan tali air bertujuan untuk mengalirkan air dari jalan ke parit sehingga jalan tidak tergenang oleh air. Ukuran lebar tali air adalah 0.6 m dengan panjang dan kedalaman disesuaikan dengan kondisi jalan dan parit. Gambar 2 menunjukkan beberapa pekerjaan rawat jalan.

(a)

(c)

(b)

Gambar 2. Pekerjaan Perawatan Jalan

(a) Rorak Tepi Jalan, (b) Rorak Tepi Jalan dengan Badan Air dan (c) Pembuatan Parit Tepi jalan

Penunasan tepi jalan (road side pruning) adalah pekerjaan perawatan jalan dengan memangkas pelepah yang mengarah ke jalan agar mempermudah transportasi dan menjaga sinar matahari masuk ke jalan sehingga jalan akan cepat kering ketika basah. Caranya adalah memotong 1/3 - 2/3 bagian pelepah sehingga produksi tidak menurun secara signifikan karena berkurangnya hasil fotosintesis yang dipengaruhi berkurangnya jumlah pelepah (Gambar 3).

Rotasi penunasan tepi jalan dilakukan enam bulan sekali. Pelepah yang telah dipotong diletakkan di gawangan mati dan antar tanaman sehingga

membentuk huruf U, tetapi dapat juga hanya diletakkan pada gawangan mati atau hanya di antara tanaman (pangkal pelepah menghadap gawangan mati agar tidak berbahaya).

Gambar 3. Penunasan Tepi Jalan (Road Side Pruning)

Konservasi Tanah dan Air

Rorak (silt pit) adalah rorak di dalam blok untuk konservasi tanah dan air sebagai penyedia air bagi tanaman. Kebutuhan air kelapa sawit mencapai 5 l/tanaman/hari. Menurut Murtilaksono et al. (2009) aplikasi Rorak dapat meningkatkan cadangan air tanah sehingga tanaman berfotosintesis secara maksimal dan produksi TBS meningkat. Proses pembuatan Rorak dapat dilihat pada Gambar 4.

 

(a) (b) (c) Gambar 4. Pembuatan Rorak

(a) Pancang Rorak (kanan) dan Pancang Parit (kiri), (b) Pembuatan Rorak dengan Mini Excavator dan (c) Rorak yang baru.

23 Rorak dibuat pada gawangan mati (panjang 6 m, lebar dan kedalaman 0.6 m) dan dibuat sejajar garis kontur. Rasio rorak pada lahan berbukit adalah 1:4 (satu rorak pada setiap empat tanaman), sedangkan pada lahan datar adalah 1:8 (satu rorak pada setiap delapan tanaman). Sebelum membuat rorak, parit tepi jalan, rorak tepi jalan dan tali air dilakukan pemancangan.

Manajemen Air

Kegiatan mengelola air di kebun kelapa sawit adalah pekerjaan membuat parit atau melakukan pemeliharaan parit (pencucian parit). Parit tertier adalah salah satu cara manajemen air untuk mencukupkan ketersediaan air dalam blok sehingga bisa meningkatkan produksi. Divisi I membuat parit tertier dengan lebar dan kedalaman 1 m (gambut 0.8 m). Pancang diletakkan pada titik/jalur yang akan dibuat parit agar parit lurus dan rapih. Jalur pembuatan parit dibuat tembus sampai ke parit koleksi (dibuat pintu air). Kegiatan pembuatan parit terdapat pada Gambar 5. Divisi I melakukan pekerjaan cuci parit, yaitu kegiatan pemeliharaan parit yang telah dibuat. Pencucian parit dilakukan karena parit telah mengalami pendangkalan karena pengendapan tanah atau disebabkan parit telah ditumbuhi gulma. Terdapat dua jenis parit berdasarkan ukurannya, yaitu parit 1 m x 1 m dan parit 2 m x 2 m.

Gambar 5. Kegiatan Pembuatan Parit 2 m x 2 m dengan Mini Excavator

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu dari tiga pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit, selain pemanenan dan pengendalian gulma. Pupuk dari jenisnya

digolongkan menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006) seperti: pelepah, tandan kosong, POME, kotoran hewan dan lain-lain. Pupuk anorganik (Kasno, 2009) merupakan pupuk buatan pabrik, berbahan dasar dari mineral dan udara, seperti: urea, KCl, TSP dan lain-lain.

Pemupukan organik. Pupuk organik yang diaplikasikan pada tanaman

kelapa sawit pada Divisi I adalah aplikasi pelepah dan aplikasi tandan kosong. Pelepah diaplikasikan saat kegiatan penunasan dilakukan. Pelepah yang biasa diaplikasikan adalah pelepah yang menyangga tandan atau yang dikenal sebagai pelepah songgo. Jumlah pelepah songgo ditentukan berdasarkan umur tanaman. Tanaman yang berumur < 8 tahun memiliki tiga pelepah songgo, tanaman berumur 8 - 14 tahun memiliki dua pelepah songgo dan tanaman yang berumur > 14 tahun memiliki satu pelepah songgo. Penyusunan pelepah hasil penunasan tidak berbeda dengan penunasan tepi jalan, yaitu membentuk huruf U pada gawangan mati dan antar tanaman. Susunan pelepah yang sesuai standar kebun dapat diliha pada Gambar 6.

Gambar 6. Susunan Pelepah di Gawangan Mati dan Antar Tanaman

Kandungan hara pada pelepah antara lain: nitrogen, kalium, fosfat, mineral dan lain-lain. Manfaat lain dari aplikasi pelepah adalah menjaga kelembaban

25 tanah agar mempermudah pemupukan anorganik, penutup tanah sebagai usaha konservasi tanah dari erosi dan menekan pertumbuhan gulma.

Pupuk organik yang kedua adalah tandan kosong (tankos). Tandan kosong (empty fruit bunch) adalah produk sampingan dari pabrik minyak kelapa sawit yang mempunyai bobot 23% dari bobot TBS. Tankos mempunyai fungsi menambah hara bagi tanaman. Tankos dengan bobot 1 ton setara dengan 5 kg urea (N = 2.25 kg), 16 kg MOP (K2O = 9.69 kg), 1 kg RP (P2O5 = 0.3 kg), 4 kg kieserit (MgO = 1.08 kg) dan hara lain. Dosis tankos untuk TBM adalah 150 kg/tanaman yang disusun pada piringan. Dosis tankos untuk TM adalah 250 kg/tanaman yang disusun pada gawangan mati. Satu titik aplikasi digunakan untuk empat tanaman sehingga satu titik memiliki bobot 1 ton tankos. Jika terdapat parit pada gawangan mati maka aplikasi tankos dilakukan pada ruang antar tanaman. Penyusunan tandanan kosong dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Aplikasi Tankos pada Gawangan Mati dan Antar Tanaman

Pupuk organik memiliki sifat lambat tersedia (slow realease) bagi tanaman karena membutuhkan organisme pengurai agar bahan organik mampu terdekomposisi dan membuat unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Dilihat dari jenis unsur hara, satu pupuk organik mengandung banyak jenis unsur hara tetapi masing-masing unsur hara memiliki jumlah yang sedikit. Kekurangan dari pupuk organik yang diberikan adalah kandungan unsur hara yang relatif sedikit menyebabkan kebutuhan jumlah pupuk organik yang harus diaplikasikan menjadi relatif banyak.

Pemupukan anorganik. Pupuk anorganik merupakan pupuk yang terdiri

atas unsur hara yang dihasilkan secara sintetik atau buatan (bukan dari bahan organik). Pupuk anorganik memiliki sifat cenderung cepat tersedia (fast realease) bagi tanaman. Beberapa pupuk anorganik yang diaplikasikan pada Divisi I TSE adalah Urea, MOP, RP, HGFB dan Kieserit atau Dolomit. Rekomendasi pemupukan dan fungsi pupuk anorganik dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekomendasi Pemupukan Divisi I Teluk Siak Estate

Jenis Pupuk Dosis Fungsi

…(kg/tan)… Urea

(N = 46%) 2.00

Merangsang fase vegetatif, sintesis asam amino dan protein, membentuk: protein dan lemak

Kekurangan: fase vegetatif terlalu panjang (waktu panen tertunda)

Rock Phosphat

(P2O5 = 29.73%) 1.25

Pengangkut energi metabolit, merangsang fase generatif, merangsang pembelahan dan pembesaran sel, merangsang akar dan bahan baku protein

MOP

(K2O = 60.56%) 1.50

Berperan dalam proses fotosintesis, pengangkutan (asimilat, enzim, mineral dan air), meningkatkan daya tahan tanaman, meningkatkan mutu buah dan mengokohkan tanaman

HGFB

(B2O5 = 45%) 0.04

Transportasi karbohidrat, meningkatkan mutu buah, pembiakan sel di titik tumbuh, pembentukan tepung sari dan bunga serta metabolisme kalium dan kalsium

Dolomit

(Mg = 18-22%) 1.25 Efektifitas dan efisiensi penyerapan hara lain, bagian dari klorofil dan enzim sehingga berperan memproduksi fotosintat dan membentuk tandan

Kieserit (Mg = 27%)

Sumber: Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation (2004) Metode aplikasi pemupukan yang umum digunakan pada Divisi I adalah disebar tipis pada bibir piringan membentuk huruf U, tetapi pada tanaman yang berada di tepi jalan aplikasi pemupukan disebar membentuk huruf L dan pada tanaman yang berbatasan dengan parit tengah aplikasi pemupukan disebar membentuk baris ganda (Gambar 8).

27

Gambar 8. Metode Aplikasi Pupuk Makro di Divisi I (a) Bentuk Huruf U, (b) Baris Ganda dan (c) Bentuk Huruf L

Pemupukan dilakukan dengan cara mengawinkan (menyatukan) tanaman dari dua jalan kolektor ke pasar tengah karena Divisi I tidak menggunakan sistem penguntilan pupuk. Penguntilan pupuk adalah pembagian pupuk menjadi beberapa bagian disesuaikan dengan kelipatan dosis per tanaman (Gambar 9).

Gambar 9. Sistem Pengawinan pada Aplikasi Pupuk

Aplikasi pupuk makro dilakukan dua kali setahun pada musim kemarau dan musim hujan. Jumlah pemupukan di musim kemarau lebih sedikit daripada musim hujan karena pengaruh pupuk akan terlihat pada enam bulan kemudian. Jika saat musim kemarau diberi terlalu banyak pupuk maka saat musim hujan banyak tanaman yang rebah, sedangkan pada musim hujan diberi lebih banyak pupuk untuk mengantisipasi pencucian hara lebih agar produksi tidak menurun saat musim kemarau karena kekurangan air.

Pengendalian Hama

Pengendalian hama di Divisi I TSE dilakukan secara biologi, yaitu menggunakan musuh alami dan tanaman bermanfaat. Musuh alami digunakan untuk mengendalikan hama utama, yaitu ulat api dan tikus. Penurunan hasil oleh ulat api terlihat 8 - 10 bulan setelah terjadi serangan. Musuh alami yang digunakan untuk mengendalikan ulat api adalah predator, yaitu Sycanus croceovittatus, sedangkan untuk tikus digunakan musuh alami yaitu burung hantu (Tyto alba).

Tanaman bermanfaat (beneficial plant) merupakan tanaman yang digunakan untuk menarik serangga predator. Tanaman yang dikembangkan di Divisi I TSE adalah Cassia cobanensis, Antigonon leptopus dan Turnera subulata (Gambar 10). Sycanus croceovittatus adalah predator dari ordo Hemiptera, sub-ordo Heteroptera dan famili Reduviidae. Predator memperoleh nektar dari tanaman bermanfaat dan menghisap sitoplasma dari ulat api sehingga menekan populasi ulat api. Spesies ulat api yang terdapat di TSE adalah Setora nitens, Thosea vetusta dan Darna trima, sedangkan spesies ulat kantung, yaitu: Mahasena corbeti dan Metisa plana.

(a) (b) (c)

Gambar 10. Tanaman Bermanfaat

(a) Cassia cobanensis, (b) Antigonon leptopus dan (c) Turnera subulata Penanaman Antigonon leptopus bertujuan memberi variasi tanaman inang bagi predator UPDKS dengan alternatif agen pengendali hayati (APH). Media tanam pembibitan berasal dari campuran tanah liat dan topsoil (2:1) pada polybag brukuran 10 cm x 17 cm. Pembibitan dilakukan dalam bedengan bernaungan dengan ukuran 1 m x 4 m (600 bibit/bedeng). Pembiakan yang digunakan adalah

29 stek batang bagian tua dari tanaman induk. Ciri-ciri stek batang Antigonon leptopus adalah panjang ± 13 cm, dua ruas, satu daun dan terdapat sulur.

Pemindahan bibit dilakukan pada umur 21 - 25 hari setelah tanam pada bedeng berukuran 2 m x 0.7 m (Gambar 11). Bedeng umumnya terdapat pada pojok-pojok blok dengan jaring-jaring setinggi 1.5 m sebagai media tanaman merambat. Penanaman dilakukan pada tepi jalan kebun sebanyak enam bibit dengan jarak antar tanaman 30 cm. Aplikasi tandan kosong dilakukan sebagai pengganti perawatan pada tahap awal.

Gambar 11. Penanaman Antigonon leptopus

Penanaman Turnera subulata dan Cassia cobanensis berbeda dengan penanaman Antigonon leptopus. Penanaman dilakukan dengan rasio 1:20 pada bedengan di tepi jalan kebun (AR, MR, CR dan TR). Artinya dalam satu ha terdapat 20 m² yang ditanami Turnera subulata dan Cassia cobanensis (Gambar 12). Jarak antar bedeng adalah empat gawangan. Bibit berasal dari stek batang dan dipindah tanam berumur 1 bulan setelah tanam (BST).

Tahapan penanaman Turnera subulata dan Cassia cobanensis adalah persiapan bedengan (membersihkan dan meratakan tanah), pembuatan lubang tanam berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm dengan cangkul, pengeluaran bibit dari polybag beserta tanahnya, penanaman, pemasangan ajir (menggunakan ujung pelepah kelapa sawit sepanjang 40 cm) dan pengumpulan polybag (untuk media pembibitan selanjutnya).

Pembangunan sarang (nest box) burung hantu juga dilakukan di Divisi I sebagai usaha mengembangbiakan burung hantu Tyto alba sebagai musuh alami tikus. Menurut Sipayung dan Thohari (1994) Tyto alba menunjukkan jenis pakan yang spesifik, yaitu jenis tikus-tikusan. Seekor Tyto alba mampu mengonsumsi sampai 1825 ekot tikus/tahun. Ciri-cirinya adalah berukuran besar, berwarna putih dan kepala bulat. Terdapat 47 tandan kandang burung hantu yang terpasang di seluruh lahan Divisi I dengan jumlah individu ± 94 ekor (sepasang burung hantu/kandang). Pembangunan kandang burung hantu mempunyai rasio 1:10, artinya terdapat satu nest box dalam 10 ha (sesuai jarak terbang burung hantu).

Gambar 13. Sarang Burung Hantu dan Buah yang Dimakan Tikus

Musuh alami di atas cukup efektif digunakan sebagai pengendalian hama di Divisi I. Perkembangbiakan hama di Divisi I dapat ditekan dan mempertahankan produksi tandan buah segar. Keefektivan pengendalian secara biologi dapat menekan penggunaan insektisida dan rodentisida. Divisi I dalam beberapa tahun terakhir tidak menggunakan pengendalian hama secara kimiawi karena populasi hama ulat belum mencapai batas kritis sehingga pengendalian hama secara biologi cukup efektif. Batas kritis untuk Setora nitens adalah 10 ekor/pelepah, Thosea vetusta adalah 20 ekor/pelepah dan Darna trima adalah 60 ekor/pelepah, sedangkan spesies ulat kantung, yaitu: Mahasena corbeti adalah 10 ekor/pelepah dan Metisa plana adalah 60 ekor/pelepah

31

Penunasan

Penunasan (pruning) merupakan manajemen tajuk (canopy management, yaitu kegiatan memelihara pelepah daun produktif dengan cara mengurangi pelepah kurang produktif sampai batas yang tidak menyebabkan kemampuan fotosintesis terganggu sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif menjadi optimal. Pelepah kelapa sawit merupakan pabrik minyak karena proses fotosintesis sangat menentukan pembentukan tandan (kuantitas dan kualitas) yang akan dipanen.

Tugas utama dalam melaksanakan penunasan adalah menjaga tanaman agar tidak terjadi penunasan berlebihan (over pruning) atau pemeliharaan terlambat (under pruning). Tujuan penunasan adalah mempermudah pekerjaan potong tandan, menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak cabang, memperlancar proses penyerbukan alami, mempermudah pengamatan tandan saat sensus produksi, melakukan sanitasi (kebersihan) sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi hama dan penyakit.

Penunasan progesif merupakan jenis penunasan yang diterapkan di Divisi I karena umur tanaman berkisar antara 14 - 17 tahun dan integrasi BHS (memelihara tanaman oleh pemanen itu sendiri). Menurut Manalu, et al. (1996) penunasan non konvensional (progesif) merupakan pemotongan pelepah yang menyangga tandan yang dilakukan saat panen dengan fungsi mempermudah pemanenan, mengurangi tandan tinggal dan aerasi yang lebih baik (menekan penyakit Marasmius sp.).

Pengambilan Contoh Daun (Leaf Sampling Unit)

Pengambilan contoh daun (LSU) merupakan kegiatan pengambilan contoh daun yang dilakukan setiap tahun sekali. Tujuan dari LSU ini adalah menganalisis kandungan unsur hara pada daun contoh sehingga dapat diketahui kelebihan atau kekurangan unsur hara pada daun. Berdasarkan hasil analisis daun LSU ini akan digunakan sebagai langkah awal penentuan dosis pemupukan pada pertanaman kelapa sawit. Pentingnya dilakukan LSU yaitu terdapat hubungan antara kandungan hara daun dengan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit.

Metode pengambilan contoh daun dilakukan oleh orang yang sudah terlatih dan terdiri atas dua orang pada setiap blok dengan tujuan menentukan dosis rekomendasi pupuk setiap blok. Petugas pertama memiliki tugas mengamati kondisi tanaman, mencatat data yang diperlukan, memotong daun dan menyimpan dalam wadah. Petugas kedua memiliki tugas memberi label pada tanaman, mengamati pelepah ke-17 dan menurunkan pelepah ke-17. Terdapat beberapa tanda dan nomor pada pelaksanaan LSU, yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Penomoran dan Penandaan pada LSU

No. Penomoran No. Penandaan

1 Tanda masuk baris pertama 1

TSE

149

Nomor blok LSU untuk kebun Teluk Siak, Divisi 1 dan blok 49

2 Tanda masuk baris selanjutnya 2

1

Titik Sampling (TS) pertama

3 Tanda pindah baris 3

14

TS berikutnya, contoh: TS 14

4 Tanda baris terakhir / penutup 4

30

TS terakhir/penutup Sumber: Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation (2004)

Metode pengambilan cotoh daun memiliki sistem, yaitu a x b = c (a adalah tanaman contoh diambil setiap tanaman ke-a; b adalah tanaman contoh diambil setiap baris ke-b; dan c adalah jumlah TS yang diambil). Misalnya 10 x 8 = 30 berarti tanaman contoh diambil pada setiap tanaman ke-10 dan baris ke-8 serta jumlah tanaman yang harus diambil sejumlah 30 TS. Syarat tanaman yang harus diambil adalah tanaman yang sehat. Syarat sehat adalah tidak abnormal, tidak

Dokumen terkait