• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.3 Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun

pemungutan suara. Namun, diukur dari tingkat kesadaran masyarakat serta keterlibatan aktif dalam seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.

Partisipasi bertujuan mendorong aktif kegiatan demokrasi untuk semua proses kepemiluan. Kepentingan fokus partisipasi menjadi indikator peningkatan kualitas demokrasi dan kehidupan politik bangsa.

Partisipasi politik masyarakat, baik dalam bentuk formal maupun ekstra formal dalam ikut serta mengawasi atau memantau jalannya penyelenggaraan pemilu, jangan dipandang sebelah mata. Karena, eksistensinya dapat mencegah tindakan-tindakan kontrademokrasi yang dapat mengoyak dan mendegradasi loyalitas rakyat terhadap sistem demokrasi di kota Makassar Kecamatan Tamalanrea.

3.3 Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun

Tamalanrea Kota Makassar yang berdampak pada kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi.

Mengenai partisipasi masyarakat, terkadang difahami secara bias, tidak mendalam untuk mendefinisikannya, atau bahkan lupa.

Sesungguhnya terdapat suatu keunikan terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar yang berdampak Pada kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi. Partisipasi masyarakat tidak hanya dipersepsikan sebagai bentuk dukungan atau keaktifan masyarakat untuk memilih (nyoblos), tetapi partisipasi masyarakat juga ada dalam proses pengawalan demokrasi oleh seluruh unsur masyarkat agar proses dari pada pesta demokrasi dapat terwujud dengan baik dan bersih.

Upaya peningkatan partisipasi masyarakat telah diamanahkan kepada penyelenggara, stakeholder, dan lain sebagainya. Ini merupakan sebuah tugas suci bagi penyelenggara, dan stakeholder untuk membangkitkan idealisme pemilu dari partisipasi masyarakat. Sebagai contoh ada pada Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015 pasal 131 ayat (2) yang menjelaskan mengenai partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan, bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan. Pada Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 133A juga sangat jelas

menyebutkan tanggung jawab Pemerintahan Daerah dalam mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.

Hal ini berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya dimaknai dari tingginya tingkat memilih saat pungut hitung suara, atau kuantitas, namun dapat pula kita jabarkan partisipasi masyarakat dalam hal mengawal.

Penempatan posisi startegis masyarakat dijelaskan Gunawan (2015) bahwa dalam konteks pengawasan pemilu, dibutuhkan usaha keras bersama untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek dalam pemilu bukan objek pemilu semata. Sebagai subjek atau aktor dalam pemilu, masyarakat dapat berperan, misalnya dengan menggerakan, mensosialisasikan, dan mendidik mereka yang mempunyai hak pilih. Dalam konteks pengawasan, masyarakat dapat menjadi aktor – aktor utama pengawas yang dapat bekerja sama langsung dengan Bawaslu atau ikut bergabung dengan lembaga – lembaga pemantau yang melalukan pemantauan.

Celah – celah pelanggaran pemilu selalu ada dan akan berhadap – hadapan dengan kepentingan politisi, dan masyarakat. Untuk itu, sisi peran masyarakat dalam penyelenggarakan merupakan partisipasi yang tidak hanya bertumpu pada kuantitas jumlah masyarakat yang ikut memilih saat tahapan pungut hitung, namun masyarakat akan turut serta berperan aktif mengawal jalannya tahapan pemilu dari awal sampai akhir, sehingga celah,

modus pelanggaran dapat diminimalisirkan melalui pencegahan partisipatif oleh masyarakat.

Terdapat variabel yang harus kita cermati dalam pelanggaran pemilu yang terjadi pada setiap tahapannya seperti pelanggaran money politic, Daftar Pemillih Tetap (DPT) yang ganda, atau pelanggaran yang intervalnya sangat dekat dengan masyakarat, karena kesadaran masyarakat yang masih belum kuat dan posisi tawar masyarakat dalam pemilu. Berkenaan dengan hal tersebut, maka masyarkat seharusnya bukan menjadi objek dalam pemilu, namun peran masyarakat harus bertransformasi menjadi subjek dalam pemilu.

Program pengawasan partisipatif oleh Bawaslu harus dicermati, dan diimplementasikan oleh Stakeholder dan penyelenggara untuk membangkitkan spirit kesadaran masyarakat yang peduli dengan pelaksanaan pemilu atau pilkada yang berlangsung. Menciptakan masyarakat yang sadar pemilu yang mampu mengawal demokrasi bukan hal yang sangat mudah, dan membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

Ada contoh kecil yang sering kita temui, ketika terjadi pelanggaran pidana pemilu berupa money politic. Secara sadar masyarakat menerima bingkisan, pemberian uang, atau janji yang diberikan oleh calon atau tim sukses sebagai bentuk pertukaran sosial-ekonomi antar kedua pihak.

Dalam analisa kritis, bahwa hal tersebut menandakan masyarakat masih belum sejahtera dari sisi sosial-ekonomi, yang berdampak pada sisi

kesadaran serta kepedulian tentang peran masyarakat dalam menciptakan pemilu yang berintegritas.

Bayangkan sudah berapa banyak pelanggaran itu terjadi, pertukaran yang luput dari pengawasan mata tetapi kita rasakan keberadaanya?

Meskipun sebagian penerima merasionalisasikan pemberian sebagai pemberian diluar dari garis pesta demokrasi, karena masih ada penerima yang memang belum tercerahkan karena tidak mengetahui hal – hal yang menjadi pelanggaran dalam pemilu. Memang suatu idealisme yang akan lama tercapai, akan tetapi pelanggaran pemilu juga dapat dicegah sejak dini apabila penyelenggara dan stakeholder mampu berintegrasi, dan bekerjasama memperkuat pencegahan dan pengawasan partisipatif bersama masyarakat.

Mari kita renungkan argument singkat dan sederhana ini, bayangkan jika masyarakat berdaya, sejahtera, sadar, dan peduli terhadap proses pelaksanaan pemilu? Maka lihatlah berapa banyak pelanggaran pemilu yang sudah ditekan oleh kita bersama? Karena pemilu ataupun Pilkada adalah milik kita bersama bukan hanya milik peserta pemilu atau penyelenggara.

Maka dari itu, stakeholder dan penyelenggara harus mencermati dinamika partisipasi masyarakat dari sisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sebagai pemangku kepentingan dan penyelenggara sangat diharapkan untuk melakukan sosialisasi, paling tidak mengenai proses, tahapan pemilu, dan modus pelanggaran beserta sanksi dan menegaskan

kedapa masyarakat bahwa pemilu adalah milik bersama. Tidak berhenti disitu, harapan lain adalah bagaimana kita mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan tingkat kepercayaan publik dengan meningkatkan pelayanan dan perekonomian, agar masyarakat lebih berdaya! pelaksanaan pemilihan langsung sudah berlangsung. Untuk pertama kalinya Indonesia melangsungkan pemilu serentak yang demokratis untuk memilih presiden dan wakil presiden (pilpres), DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Ciri sebuah negara demokratis adalah seberapa besar negara melibatkan masyarakat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pemilihan umum. Sebab partisipasi politik masyarakat (pemilih) merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi. Partisipasi politik masyarakat dalam pemilu menjadi penting karena akan berdampak secara politis terhadap legitimasi sebuah pemerintahan yang dihasilkan. Jika sebuah pemilu hanya diikuti oleh separuh dari jumlah pemilih, tentu dari pemilih yang menggunakan hak pilihnya tersebut tidak semuanya memilih satu pilihan politik yang sama.

Legitimasi adalah syarat mutlak yang secara politik turut menentukan kuat tidaknya atau lemah tidaknya sebuah pemerintahan. Peran publik menjadi bagian penting dari proses penyelenggaraan pemilu untuk memastikan pemilu dilakukan secara jujur, adil, dan demokratis.

Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya. Menurut Ramlan Surbakti

partisipasi politik terbagi menjadi dua yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif.

Partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah.

Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan-kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.

Herbert Mc Closky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Miriam Budhiardjo mendefenisikan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pimpinan negara secara langsung dan secara tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi politik menjadi ukuran untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu negara.

Ada banyak bentuk partisipasi politik itu sendiri, diantaranya melalui pemberian suara (voting behavior), diskusi politik, kegiatan kampanye, ikut dalam partai politik dan lain sebagainya. Ketika warga negara telah memiliki pengetahuan politik akan diiringi oleh kesadaran untuk ikut terlibat berpartisipasi politik dan menegakkan sistem demokrasi yang terus berkembang ke arah demokrasi yang ideal.

Partisipasi pemilihpelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting.ini dipengaruhi banyak faktor. Namun dari sisi pernyelenggara pemilu, sosialisasi untuk membangun kesadaran masyarakat menggunakan hak pilihnya. Berbagai inovasi dan program dilaksanakan untuk mencapai target partisipasi pemilih. Salah satunya program sosialisasi ke warga masyarat yang ada di rukun tetangga dan rukun warga yang ada di kelurahan tersebut.

Selain itu juga daya dukung sosialisasi dari berbagai elemen masyarakat, beragam komunitas, pemerintah setempat, juga berbagai instansi termasuk partai politik dan tim kampanye pasangan calon.

Tingginya partisipasi politik dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi

demokrasi merupakan hal yang sangat penting, setidaknya partisipasi pemilih ini dapat diklasifikasi dalam tiga model karekterisitik pemilih.

Ada beberapa model pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar diantaranya :

Pertama, Model Sosiologis. Dalam model sosiologis ini rasa kesamaan latar bekalang, kelas sosial, ekonomi, agama, dan kelompok etnik, kedaerahan atau bahasa mendorong orang untuk memilih.

Kecenderungan untuk memilih tidak berdasarkan pada platform atau dari program yang direncanakan seorang calon.

Karakteristik model sosiologis ini seorang pemilih memilih calon ketya rukun Tetangga dan Ketua rukun warga karena terdapat kesamaan antara karakteristik sosiologis pemilih dengan karakteristik sosiologis calon ketua dalam Pemilihan yang sudah ditetapkan.

Kajian mengenai perilaku memilih di pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting.yang menggunakan pendekatan sosiologis dikenalkan pertama kali oleh Afan Gaffar. Dalam buku Javanese Voters, ia menunjukkan adanya kencenderung perilaku pemilih atau preferensi politik sosio relijius maupun sosio personal.

Kedua, Model Psikologis. Faktor emosional sangat menentukan pembentukan perilaku pemilih dalam pendekatan ini, yang melibatkan peran keluarga dan lingkungan sekitar individu yang berperan aktif dalam proses sosialisasinya. Dalam hal ini, pola hubungan yang merupakan bentukan budaya juga mempengaruhi emosional pemilih seperti halnya tokoh panutan yang menimbulkan identifikasi.

Pendekatan Psikologis yaitu pendekatan yang melihat perilaku pemilih sebagai bentukan dari proses sosialisasi yang melahirkan ikatan emosional (identifikasi) yang mengarahkan tindakan politik seseorang untuk memilih kandidat presiden tertentu.

Ketiga Model Rasional. Dalam model rasional ini pemilih cenderung memikirkan hal apa yang akan di dapat dari memilih seorang kandidat.

Pendekatan ini berdasar pada isu apa yang sedang terjadi sehingga isu tersebut dapat mempengaruhi pilihan politik.

Dalam konteks pemilihan, teori ini pada dasarnya menekankan pada motivasi individu untuk memilih atau tidak dan bagaimana memilih berdasarkan kalkulasi mengenai keuntungan yang diakibatkan dari keputusan yang dipilih. Teori yang menempatkan individu, dan bukan lingkungan yang ada di sekitar individu, sebagai pusat analisis ini menggunakan pendekatan deduktif.

Tentunya, partisipasi politik tidak hanya berhenti dengan memberikan suara di TPS. Sesudah itu, partisipasi politik masyarakat bisa terus diaktivasi, termasuk dalam kontrol jalannya pemerintahan, serta

mengawal program-program kerja yang selama kampanye sudah ditawarkan para calon terpilih.

Hal ini tentunya bertujuan agar proses demokrasi ini tidak berhenti di helatan pemilu saja, namun substansi demokrasinya harus disentuh bersama-sama agar memiliki dampak positif ke masyarakat.

Jabir ketua RW mengatakan RT dan RW sebagai pelayan masyarakat harus memberikan kesejukan dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting. Ia berharap tetap fokus dan konsentrasi dalam menjalankan tugas. "Teruslah melayani masyarakat, serukan kesejukan di tengah masyarakat ungkapnya.

Dia juga mengingatkan agar para RT dan RW untuk dapat mensosialisasikan bagaimana tata cara pelaksanaan pemilihan yang baik dan apa saja aturannya. "RT dan RW harus mampu memberi informasi serta mensosialisasikan tatacara pelaksanaan pemilihan yang baik.

Jabir juga mengajak kepada seluruh RT dan RW serta seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menjaga stabilitas dan kondusifitas kota Makassar Kecamatan Tamalanrea hingga pelaksanaan Pemilihan berjalan dengan baik “Kita wujudkan kembali pelaksanaan pemilihan yang baik yang damai, aman dan sejuk di Kota Makassar terkhusus di Kecamatan Tamalanrea dalam pemilihan langsung Rukun Tetanga dan Rukun warga.”

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1. Masyarakat Kecamatan Tamalanrea berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.

2. Pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar dapat menambah kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi.

4.2 Saran

1. RT dan RW harus mampu memberi informasi serta mensosialisasikan tatacara pelaksanaan pemilihan yang baik.

2. Masyarakat harus lebih berperan aktif dalam mengawal jalannya tahapan pemilu dari awal sampai akhir, sehingga celah dan modus pelanggaran dapat diminimalisirkan melalui pencegahan partisipatif oleh masyarakat.

University Press, 2001).

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Perspektif Structural Fungsional (Surabaya: Penerbit SIC, 2002).

Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik. (Semarang: Ikip Semarang Press, 1995).

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia, 2007).

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Samuel P. Huntington Dan Joan Nelson, Partisipasi Politik Di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).

Keith Faulks. Sosiologi Politik, (Bandung: Nusa Media, 2010).

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007).

Afan Gaffar, “Merangsang Partisipasi Politik Rakyat”, Dalam Syarofin Arba (Editor), Demotologi Politik Indonesia: Mengusung Elitism Dalam Orde Baru, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998).

Sujiono Sastroatmodjo, Drs. Perilaku Politik, Semarang : IKIP Semarang Press, 1995.

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo. 1999.

Ramlan Surbakti, Ibid.

Dikutip dari Sulhardi, Political Psycology Socialization and Culture, http://pangerankatak.blogspot.com/2008/04/governing-intoduction-to-political, diakses pada tanggal 4 April 2016

Dokumen terkait