• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PELAKSANAAN KETENTUAN PEMILIHAN LANGSUNG KETUA RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) PADA KECEMATAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TINJAUAN PELAKSANAAN KETENTUAN PEMILIHAN LANGSUNG KETUA RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) PADA KECEMATAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PELAKSANAAN KETENTUAN PEMILIHAN LANGSUNG KETUA RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) PADA

KECEMATAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Disusun Oleh:

IQRAWANSYAH 45 13 060 182

FAKULTAS HUKUM/ILMU-ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Metode Penelitian... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 Partisipasi Politik ... 11

2.2 Pengertian Partisipasi Politik ... 13

2.3 Model dan Bentuk Partisipasi Politik... 17

2.4 Perilaku Pemilihan (Voting Behavior) ... 18

2.5 Pendekatan Psikologis ... 22

2.6 Kepercayaan Politik... 23

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

3.1 Gambaran Umum Kecamatan Tamalanrea... 28

3.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecamatan Tamalanrea ... 29

3.3 Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecamatan Tamalanrea ... 34

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

4.1 Kesimpulan... 45

4.2 Saran... 45 DAFTAR PUSTAKA

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya serta nikmat yang diberikan baik nikmat kesehatan, kemampuan, maupun kesempatan sehingga penyusunan skripsi ini dapat saya selesaikan, dengan judul “Tinjauan Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar”, dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Bosowaa. Tak lupa shalawat dan taslim senantiasa tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW karena perjuangan dan keikhlasannya sehingga manusia berada dalam hidayah Allah SWT.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari masukan, arahan, dorongan, dukungan, serta bimbingan yang diberikan oleh banyak pihak.

Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do’a dan tiada do’a yang paling khusyuk selain doa yang terucap dari kedua orang tua. Dan terimakasih untuk adik-adikku atas segala dukungan dan pengorbanan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.

(7)

Demikian pula penulis ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Baso Madiong, SH., MH sebagai pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan selalu memotivasi penulis serta selalu sabar dalam membimbing atas penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Muhammad Rusli, SH., MH sebagai pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan setiap permasalahan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Abd. Haris Hamid, S.H., M.H sebagai penguji I yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan saran-saran yang membangun dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Mustawa Nur, S.H., M.H sebagai penguji II yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang membangun dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ruslan Renggong, SH., MH, Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa dan para Pembantu Dekan yang telah memberikan kemudahan dalam rangka penyelesaian studi dan penyusunan skripsi.

6. Seluruh staf administrasi Fakultas Hukum yang telah meluangkan waktunya demi kepentingan mahasiswa.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa terimakasih penulis.

(8)

Penulis sadar sebagai manusia memiliki kekurangan pengetahuan dan pengalaman dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini mempunyai banyak manfaat bagi semua pihak, utamanya bagi penyusun dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang dan semoga semua bantuan dan partisipasi yang diberikan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 25 Februari 2020

Iqrawansyah

(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum (pemilu) merupakan instrumen yang digunakan rakyat untuk mewujudkan partisipasinya dalam sistem demokrasi.

Masyarakat Indonesia yang telah memenuhi syarat sesuai undang-undang untuk menjadi pemilih, dapat ikut serta dalam menyampaikan hak suaranya secara langsung melalui pemungutan suara. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyatakan bahwa: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD NRI”. Kedaulatan rakyat yang dimaksud adalah pelaksanaan sistem demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pelaksanaan prinsip demokrasi yang sesungguhnya adalah menginginkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan khususnya proses kehidupan politik berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara dijamin hak politiknya yang diatur dalam Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), merumuskan:

“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umumberdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang berlangsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan pasal tersebut, dapat dipahami bahwa setiap warga negara tanpa terkecuali memiliki hak untuk ikut serta dalam pemilu dan

(10)

dapat menggunakan hak politiknya secara luas dalam hal memilih ataupun dipilih tanpa terikat oleh perbedaan latar belakang, suku, agama, ras, golongan, dan status sosialnya dalam masyarakat.

Tahun 2004 selain pemilihan legislatif secara langsung, untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih presiden dan wakil presiden dalam satu pasangan secara langsung, sehingga masyarakat mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam proses politik. Proses ini berlanjut setelah 5 tahun tepatnya pada tahun 2009 yaitu diadakan kembali pemilihan legislatif serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

Menjelang tahun 2014, pemilihan umum akan kembali digelar.

Tahun 2014 dapat dikatakan sebagai tahun politik karena pada tahun tersebut akan berlangsung pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia. Pemilu legislatif ini tentunya akan diwarnai dengan berbagai aktivitas politik. Pemilu legislatif yang akan berlangsung pada tahun 2014 ini diikuti oleh calon legislatif dari partai politik (untuk anggota DPRD, DPR) dan perwakilan daerah atau calon perseorangan (untuk DPD).

Pemilihan legislatif 2014 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu pada Pasal 3 Bab II yang berbunyi “pemilu yang diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

(11)

kabupaten/kota”. Kemudian dijelaskan pula dalam undang-undang ini bahwa yang dimaksud dengan pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga pemilu legislatif tahun 2014 akan menjadi sebuah konstelasi politik serta momentum bagi rakyat untuk secara langsung menentukan wakilnya yang diharapkan mampu membawa perbaikan di berbagai bidang.

Pelaksanaan pemilu dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan jika ada sosialisasi kepada masyarakat sebagai pemilih. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu serta kegiatan politik lainnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pemerintah.

Menurut Efriza, (2012:4) bahwa:

Sosialisasi politik itu diartikan sebagai suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik.

Berdasarkan ruang lingkup yang lebih luas, sosialisasi politik pada setiap individu sebenarnya telah terjadi secara disadari atau tidak disadari yang berkesinambungan terjadi pada seseorang mulai dari anak-anak, dewasa, hingga tua. Sosialisasi politik juga ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi dan kebudayaan dimana individu tersebut berada serta oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian.

(12)

Sosialisasi politik kepada seseorang diawali pada masa anak-anak biasanya diperoleh dari interaksinya dengan agen-agen sosialisasi. Agen sosialisasi merupakan individu atau kelompok yang secara langsung ataupun tidak langsung memberikan pengenalan awal mengenai politik kepada seseorang.

Agen sosialisasi politik biasanya berada dalam ruang lingkup yang dekat dengan kehidupan seseorang dan berkenaan langsung dalam proses pemahaman mengenai politik. Agen sosialisasi yang terdekat adalah keluarga dimana seorang anak memiliki intensitas lebih banyak dengan keluarga.

Menurut Almond (1984:330) bahwa:

Setidaknya ada tiga agen sosialisasi yang mempengaruhi sikap politik seseorang, yaitu keluarga, sekolah dan tempat kerja. Selain itu terdapat pula kelompok pergaulan, media massa dan kontak- kontak politik langsung yang mampu menimbulkan efek berupa sifat dan reaksi mengenai politik.

Sosialisasi politik merupakan serangkaian proses yang terdiri dari pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang disalurkan individu-individu dan kelompok-kelompok individu dalam satu sistem politik untuk kemudian membentuk satu tingkah laku politik individu.

Milbrath dalam Rush(2007:48) menjelaskan lebih lanjut:

Beberapa rangsangan dalam sosialisasi itu bisa diterima sedang rangsangan lainnya ditolak sedemikian rupa sehingga perilaku politik khususnya dalam hal partisipasi politik itu berbeda dari seorang individu keindividu lainnya.

Pada umumnya pemilihan umum hanya untuk Pemilihan Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati.Tetapi di Indonesia saat ini kususnya Kota

(13)

Makassar menyelenggarakan pemilihan umum secara serentak RT/RW sebagaimana yang di beritakan. (MAKASSAR, KOMPAS.com). Pemilihan Ketua RT/RW Raya akan digelar secara serentak di seluruh Kota Makassar pada 26 Februari 2017.

Wali Kota Makassar Moh.Ramdhan Pomanto mengapresiasi antusiasme warga Makassar yang ditunjukkan melalui banyaknya warga yang mendaftarkan diri sebagai pasangan calon."Pemilihan Ketua RT dan RW Raya ini adalah sebagai salah satu upaya Pemkot Makassar dalam menyajikan pendidikan demokrasi kepemimpinan yang luar biasa". Sementara itu, Kabag Humas Pemkot Makassar Firman H Pagarra mengungkapkan, proses Pemilihan Ketua RT dan RW Raya ini digelar layaknya proses pemilu pada umumnya.

"Prosesnya dilakukan laiknya pemilu atau pun pilkada umumnya.Kecuali beberapa persyaratan-persyaratan khusus yang diatur dalam Perwali tetang mekanisme pemilihannya". Sebanyak 998 TPS disiapkan untuk pemilihan tersebut, sedangkan yang terdata saat ini sebanyak 258.162 kepala keluarga (KK) wajib pilih se-Kota Makassar. Ada pun pemilih hanya dibolehkan satu orang per KK. Menurut Firman, rupa-rupa keunikan juga muncul, seperti saat pendaftaran 15 Februari hingga penyampaian visi misi kandidat.

Semua kandidat mengenakan pakaian adat khas Bugis-Makassar sebagai simbol identitas kota ini. Bahkan saat pendaftaran di beberapa tempat, dengan kreatifitas sendiri sejumlah calon

(14)

mendaftarkan diri sembari diarak warga masing-masing menggunakan becak hias. Tidak hanya itu, kandidat Ketua RT/RW ini juga diminati berbagai elemen dan profesi. Di Kel. Tamamaung, Kecamatan Panakkukang terlibat rivalitas antara anggota Kepolisian dan Pengacara. Selain itu, sejumlah anggota TNI dan wartawan turut pula ambil bagian memperebutkan tampuk kepemimpinan RT/RW di lingkungan masing-masing.Animo masyarakat begitu tinggi bisa dilihat dari banyaknya calon ketua RT/RW yang maju sebagai penantang dan incumbent yang kembali mendaftarkan dirinya. Dari data BPM Pemkot Makassar tercatat sementara sebanyak 2.209 pendaftar baru calon ketua RT/RW se-Makassar. Sementara calon incumbent sebanyak 5.969 orang.

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk menganalisis maka dari itu penulis merumuskan dengan judul sebagai berikut: “Tinjauan Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tangga(RT) dan Rukun Warga (RW) Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecematan Tamalanrea ?

(15)

2. Bagaimana Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecamatan Tamalanrea ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang tingkat Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar Berdampak Pada Kesadaran Masyarakat dalam Berdemokrasi.

2. Untuk Mengkaji dan menganalisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar.

1.3.2. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan Hukum Tata Negara pada umumnya dan memberikan sumbangan pemikiran yaitu, terutama mengenai Tinjauan Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar.

(16)

2. Secara Praktis

Semoga hasil penelitian ini memberi motivasi dan menambah wawasan kepada masyarakat luas pada umumnya agar dapat memahami Partisipasi Masyarakat Dalam Tinjauan Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar, serta khususnya diharapkan dengan adanya skripsi ini dapat menjadi bahan kajian oleh Pemerintah Kota Makassar khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemerintah Kota Makassar dan menambah wawasan bagi para pembacanya dan juga dapat mendorong penulis untuk melakukan penelitian dalam bidang hukum.

1.4 Metode Penelitian 1.4.1. Pendekatan Masalah

Mengingat penelitian ini berhubungan dengan Implementasi Peraturan Perundang-undangan maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis atau empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data primer tentang Pelaksanaan Peraturan Perundang- undangan Hukum Positif dan Perundang-undangan Non Hukum Administrasi Negara yang memuat ketentuan tentang pemilihan Umum.

(17)

Maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.

1.4.2.Lokasi Penelitian

Berdasarkan judul yang dipilih maka untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan terkait dengan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis melakukan penelitian di Pemerintahan Kota Makassar.

Adapun lokasi penelitian ini adalah pada Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemerintah Kota Makassar, yaitu terkait dengan Tinjauan Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar.

1.4.3. Jenis dan Sumber Data

Adapun sumber data dari penulisan karya hukum ini diklasifikasikan dalam 2 (dua) sumber data berdasarkan jenis data tersebut, yaitu:

a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dari Kantor Wali Kota Makassar. dan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemerintah Kota Makassar.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari pengkajian pustaka baik dari peraturan perundang-undangan ataupun sumber bacaan lain seperti buku, artikel, jurnal, skripsi koran dan dari media massa.

1.4.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh Data dan Informasi yang telah dikumpulkan dari informasi akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan Mengkaji

(18)

Partisipasi Masyarakat Dalam Tinjauan Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) Pada Kecematan Tamalanrea Kota Makassar. Langkah yang digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut: reduksi data, sajian data, dan verifikasi data. Terdapat dua model pokok dalam melakukan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan atau mengaliser (flowmodel of analisis).

1.4.5. Analisis Data

Analisis data yang di gunakan adalah secara kualitatif. Selanjutnya diolah dengan menggunakan rumus :

P = f

N x 100%

Keterangan : P = persentase f = frekuensi

N = jumlah responden

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Partisipasi Politik

Partisipasi politik secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik.

Pada abad 14, hak untuk berpartisasi dalam hal pembuatan keputusan politik, untuk memberi suara, atau menduduki jabatan pemerintah telah dibatasi hanya untuk sekelompok kecil orang yang berkuasa, kaya dan keturunan orang terpandang. Kecenderungan kearah partisipasi rakyat yang lebih luas dalam politik bermula pada masa renaissance dan reformasi abad ke 15 sampai abad ke 17, abad 18 dan 19.

Tetapi cara-cara bagaimana berbagai golongan masyarakat (pedagang, tukang, orang-orang professional, buruh kota, wiraswasta industry, petani desa dan sebagainya), menuntut hak mereka untuk berpartisasi lebih luas dalam pembuatan keputusan politik sangat berbeda di berbagai Negara.

Menurut Myron Weiner seperti dikutip oleh Mas’ Oed (2001:45), bahwa: Paling tidak terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya

(20)

gerakan kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik, seperti yang disampaikan. Mengatakan bahwa:

a. Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang mengikat, menyebarnya kepandaian baca- tulis, pengembangan media komunikasi massa.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial; ketika terbentuk suatu kelas baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern;

kaum intelektual seperti sarjana, wartawan dan penulis sering mengeluarkan gagasan dan ide kepada masyarakat umum untuk membaktikan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan politik. Dan sistem transportasi, komunikasi modern memudahkan dan mempercepat penyebaran ide dan gagasan tersebut.

d. Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik, jika timbul kompetisi perebutan kekuasaan, salah satu strategi yang digunakan adalah mencari dukungan rakyat untuk melegitimasi mereka melalui gerakan-gerakan partisipasi rakyat.

(21)

e. Campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam masalah sosial, ekonomi, dan budaya; jika pemerintah terlalu menkooptasi masalah-masalah sosial masyarakat, maka lambat laun akan merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk berpartisipasi.

2.2. Pengertian partisipasi politik

Menurut Sudijono Sastroatmodjo, (1995:68) bahwa:

Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pimpinan Negara dan secara langsung dan secara tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum atau kepala daerah, menghadiri kegiatan (kampanye), mengadakan hubungan (contackting) dengan pejabat pemerintah, atau anggota parlemen dan sebagainya.

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan Negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di Negara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negaranya meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintahan. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang

(22)

dilakukan warga Negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.

Menurut Ramlan Surbakti (2007:68) bahwa:

Partisipasi politik memiliki pengertian yang beragam. Ada beberapa ahli yang mengungkapkan pendapatnya tentang partisipasi politik.

Menurut Ramlan Surbakti yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga Negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang mengangkut atau mempengaruhi hidupnya.

Herbert McClosky Miriam Budiardjo (2008:367) bahwa:

Seorang tokoh masalah partisipasi berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Dalam hubungannya dengan Negara-negara berkembang Samuel P. Hutington dan Joan M. Nelson (1990:9) member tafsiran yang lebih luas dengan memasukkan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan, bahwa:

Partisipasi poltik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Menurut Samuel P. Huntington (1990:10) mengatakan, bahwa:

Pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.

Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifatpartisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh Negara ataupun partai yang berkuasa.

(23)

Terakhir menurut Keith Faulks partisipasi (2010:226) bahwa:

Politik adalah keterlibatan aktif individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan yang berdampak pada kehidupan mereka. Hal ini meliputi keterlibatan dalam pembuatan keputusan maupun aksi oposisi, yang penting partisipasi merupakan proses aktif.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka yang dimaksud partisipasi politik adalah adanya kegiatan atau keikutsertaan warga Negara dalam proses pemerintahan. Kemudian kegiatan tersebut diarahkan untuk memengaruhi jalannya pemerintahan. Sehingga dengan adanya partisipasi poltik tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka.

Menurut Ramlan Surbakti (2007:142) bahwa:

Partisipasi politik terbagi mnjadi dua yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Pasrtisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternative kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah. Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan-kegiatan yang menanti pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.

Sementara itu, Milbart dan Goel (:143) membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori, bahwa:

Partam, apatis. Artinya, orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. Kedua, spectator. Artinya, orang yang setidak- tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. Ketiga, gladiator. Artinya mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatp muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat.

Pada umumnya partisipasi politik masyarakat ada yang bersifat mandiri (autonomus) dimana individu dalam melakukan kegiatannya atas dasar inisiatif dan keinginan sendiri. Hal ini boleh jadi atas dasar rasa

(24)

tanggung jawabnya dalam kehidupan politik, atau karena didorong oleh keinginan untuk mewujudkan kepentingannya atau kepentingan kelompoknya. Namun tidak jarang juga berpartisipasi yang dilakukan bukan karena kehendak individu yang bersangkutan, akan tetapi karena diminta atau digerakkan oleh orang lain dan bahkan dipaksa oleh kelompoknya.

Menurut Afan Gaffar (1998:241) bahwa:

Partisipasi yang digerakkan atau sering disebut dengan mobilized political participation. Partisipasi politik masyarakat biasanya bersumber pada basis-basis sosial-politik tertentu. Kecuali partisipasi yang mengambil bentuk contacting, partisipasi pada umunya merupakan sebuah tindakan kolektif.

Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik.

Menurut Huntington dan Nelson (1990:11) membagi landasan partisipasi politik ini menjadi:

1. Kelas, individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.

2. Kelompok atau komunal, individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.

3. Lingkungan, individu-individu yang jarak tempat tinggal atau domisilinya berdekatan.

4. Partai, individu-individu yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sam yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan control atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan

(25)

5. Golongan atau faksi, individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.

2.3. Model dan Bentuk Partisipasi Politik

Model partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi kedalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah model klasik partisipasi politik seperti pemilu dan kegiatan kampanye. Model partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan environmentalist, gerakan perempuan gelombang feminist, protes mahasiswa, dan terror.

Jika model partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan”

partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik.

Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1990:12) membagi bentuk-bentuk partisipasi politik yaitu:

1. Kegiatan pemilihan, yaitu kegiatan pemeberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses,

(26)

mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu.

2. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhik eputusan mereka tentang suatu isu.

3. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan

5. Tindakan kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, terror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.

2.4. Perilaku Pemilih (Voting Behavior)

Menurut Sujiono Sastroatmodjo (1998:241) bahwa: “Perilaku pemilih dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik”.

(27)

Interaksi antara masyarakat dengan pemerintah, antara lembaga pemerintah dan antar kelompok masyarakat, dalam rangka proses pembuatan keputusan, kebijakan dalam bidang politik, pada dasarnya disebut dengan perilaku politik. Yang selalu melakukan kegiatan politik adalah pemerintah dan partai politik, karena fungsi mereka dalam bidang politik.

Keluarga, sebagai suatu kelompok melakukan kegiatan, termasuk di dalamnya adalah kegiatan politik. Dalam hal anggota keluarga secara bersamaan memeberikan dukungan pada organisasi politik tertentu, memberikan iuran, ikut berkampanye menghadapi pemilu, maka dapat dikatakan keluarga tersebut telah melakukan kegiatan politik.

Perilaku politik bukanlah merupakan sesuatu hal yang berdiri sendiri.

Namun perilaku politik seseorang itu dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa keadaan alam, kebudayaan masyarakat setempat, tingkat pendidikan dan lain-lain.

Berkaitan dengan perilaku politik, sesuatu yang perlu dibahas adalah sikap politik. Sikap mengandung tiga komponen yaitu, kognisi berkenaan dengan ide dan konsep, afeksi menyangkut kehidupan emosional, sedangkan konasi merupakan kecendrungan bertingkah laku. Maka sikap politik dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai hasil penghayatan terhadap obyek

(28)

tersebut, dengan munculnya sikap tersebut, maka dapat diperkirakan perilaku politik akan muncul juga.

Yang berhak melakukan kegiatan politik adalah warga negara yang mempunyai jabatan di pemerintahan dan warga negara biasa. Dan yang berhak membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah.

Namun masyarakat dapat dan berhak ikut mepengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan tersebut, dan dengan adanya sikap tersebut maka masyarakat telah malakukan perilaku politik tersebut.

Dalam pelaksanaan pemilu di suatu Negara ataupun dalam pelaksanaan pilkada langsung di suatu daerah, perilaku politik dapat berupa perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut hal ini jugalah yang membuat digunakannya teori perilaku politik dalam proposal penelitian ini.

Menurut Ramlan Surbakti (1999:15-16) Perilaku politik dapat dibagi dua, yaitu:

1. Perilaku politk lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah.

2. Perilaku politik warga Negara biasa (baik individu maupun kelompok) Yang pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua berhak mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksanakan fungsinya karena apa yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan pihak kedua.

Kegiatan politik yang dilakukan oleh warga Negara biasa (individu maupun kelompok) disebut partisipasi politik.

Menurut Ramlan Surbakti (:132) Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik (pemimpin, aktivis, dan warga biasa) yaitu:

(29)

1. Lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa.

2. Lingkungan sosial politik langsung yan membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok bergaul. Dari lingkungan ini, seorang aktor politik mengalami proses sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat dan norma kehidupan bernegara.

3. Struktur kepribadian. Hal ini tercermin dalam sikap individu (yang berbasis pada kepentingan, penyesuaian diri dan eksternalisasi).

4. Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya saja isu-isu dan kebijakan politik, tetapi ada pula sekelompok orang yang memilih kandidat karena dianggap representasi dari agama atau keyakinannya. sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap representasi dari kelas sosialnya bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elite, identifikasi kepartaian, sistem sosial, media massa dan aliran politik. Ada tiga model pendekatan yang umum digunakan, yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan Pilihan rasional. Akan tetapi pada fenomena ini, penulis lebih berfokus kepada pendekatan psikologis.

2.5. Pendekatan Psikologis

Psikologis adalah ilmu sifat, dimana fungsi-fungsi dan fenomena pikiran manusia dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas masyarakat

(30)

dipengaruhi oleh akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat umum sehingga ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan psikologi.

Pendekatan ini muncul merupakan reaksi atau ketidakpuasan mereka terhadap pendekatan sosiologis. Secara metodologis, pendekatan sosiologis dianggap sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indicator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama dan sebagainya.

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk memperjelas perilaku pemilih.

Disini para pemilih menetukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi, artinya sikap seseorang merupakan refleksi dari kepribadian dan merupakan variable yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis menganggap sikap sebagai variable utama dalam menjelaskan perilaku politik. Hal ini disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, menurut Greenstein ada 3 yakni:

1. Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut.

2. Sikap meruakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutan.

(31)

3. Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan dan eksternalisasi diri.

Namun sikap bukanlah sesuatu hal yang cepat terjadi, tetapi terbentuk melalui proses yang panjang, yakni mulai dari lahir sampai dewasa. Pada tahap pertama, informasi pembentukan sikap berkembang dari masa anak-anak. Pada fase ini, keluarga merupakan tempat proses belajar. Anak-anak belajar dari orangtua menganggap isu politik dan sebagainya. Pada taha kedua, adalah bagaiaman sikap politik dibentuk pada saat dewasa ketika menghadapi situasi di luar keluarga. Tahap ketiga, bagaimana sikap politik dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan seperti pekerjaan, gereja, partai politik dan asosiasi lain.

Melalui proses sosialisasi ini individu dapat mengenali sistem politik yang kemudian menentukan sifat presepsi politiknya serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik di dalam kaitannya dengan pemilihan kepala daerah. Sosialisasi bertujuan meningkatkan kualitas pemilih.

2.6. Kepercayaan Politik

Kepercayaan individu kepada pihak lain merupakan dasar untuk individu tersebut menunjukkan sikap dan perilakunya kepada individu lainnya. Teori-teori psikologi menggolongkan keadaan seperti ini disebut trust.

(32)

Menurut Rousseau etal, (1998:23) bahwa: “Kepercayaan adalah wilayah psikologis yang memperhatikan penerimaan apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku orang lain”.

Perilaku seseorang akan sejalan dengan sikap yang dimiliki oleh individu terhadap suatu hal. Dijelaskan oleh Ajzen (1975:) di dalam teori perencanaan pembelejaran, bahwa intense yang terdiri dari faktor sosial dan individual membentuk sikap yang dimanifestasikan dalam bentuk perilaku. Intense tersebut berakar pada kepercayaan individu terhadap sesuatu.

Menurut Miller, Arthur H. (1974:951-72) bahwa:

Trust diperlukan dalam hubungan individu satu dengan lainnya untuk berbagai konteks kehidupan. Suatu konteks dimana individu melakukan evaluasi pada pemerintahan dalam bentuk norma masyarakat atau nilai-nilai yang diharapkan di dalam aturan administratif disebut sebagai political trust.

Trust dianggap sebagai hal yang esensial didalam dukungan politik pada suatu pemerintahan. Ada empat tipe political trust menurut Christensen dan Laegreid, (2005:487) bahwa:

1. Tingginya political trust (sistem politik dan kinerja pemerintah), mengindikasikan tingginya sebaran dukungan dan dukungan yang spesifik dengan saling menguatkan antar satu dengan yang lain.

2. Tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan yang lebih tinggi dari pada kinerja pemerintahan mengindikasikan tingginya sebaran dukungan dan rendahnya dukungan yang spesifik.

3. Tingkat kepercayaan pada kinerja pemerintahan lebih tinggi dari pada sistem politik mengindikasikan tingginya dukungan yang spesifik dan rendahnya sebaran dukungan.

4. Tingkat kepercayaan yang rendah pada sistem politik dan kinerja pemerintahan mengindikasikan rendahnya sebaran dukungan yang spesifik pada kasus krisis legitimasi.

(33)

Keterkaitan antara sistem politik yang ada dengan kinerja pemerintahan saat itu mempengaruhi bagaimana sebaran dukungan serta dukungan spesifik yang diberikan oleh individu-individu di dalam suatu tatanan masyarakat. Tidak hanya berdampak pada institusi pemerintah itu sendiri, partai politik serta figur politik juga merasakan bagaimana masyarakat memandang keterlibatan mereka. Indonesia yang dikenal dengan nusantara memiliki beragam wilayah, beragam masyarakat dengan ragam kebutuhan individunya pula. Dukungan politik yang dikaitkan dengan kepercayaan individu secara langsung akan menjadi tidak stabil antara wilayah yang satu dengan yang lainnya. Dukungan dari individu-individu tersebut akan disesuaikan dengan tatanan pemerintahan yang sedang berjalan. Hal ini menjadi besar frekuensinya dalam menentukan sikap individu terhadap politik diwilayah tersebut.

Political trust dihubungkan dengan harapan harapan normatif pada tokoh dan institusi politik, di mana kepuasan dipandang sebagai sikap terhadap hasil kebijakan yang ada. Ini berarti, intensi untuk mempercayai sistem pemerintahan akan disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakat itu sendiri. Sehingga individu akan cenderung mempertimbangkan aspek-aspek kognitif di dalam mengambil sikap terhadap kinerja pemerintahan.

Budaya yang terbentuk pada suatu wilayah akan mempengaruhi sikap individu pada kebijakan dan kinerja pemerintahan di sana. Budaya telah membentuk individu dalam menegakkan nilai-nilai untuk

(34)

kehidupannya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lianjiang Li (2004) di negaranya (Cina) menunjukkan perbedaan penilaian berdasarkan daerah tempat ringgal dan bentuk pemerintahan (antara pemerintah pusat pemerintah pada masing-masing daerah).

Penilaian yang merupakan sebuah sikap di dalam perilaku yang ditunjukkan individu didasarkan pada trust yang dibentuk individu tersebut terhadap pemerintahan yang ada. Ini membentuk sebuah sirkulasi antara sikap dan institusi dan tokoh politik sebagai pihak yang menjalankan pemerintahan dengan sikap individu-individu di masyarakat yang melakukan penilaian. Sehingga bentuk perilaku yang tercermin dari sirkulasi sikap tersebut menghasilkan suatu bentuk political trust pada suatu wilayah. Menurut Lewicki, (1995:12) mengatakan ada 3 (tiga) dimensi trust, yaitu:

1. Ability.

Dikaitkan dengan penampilan individu berdasarkan pengetahuan, keahlian, dan kompetensi untuk dipercaya oleh individu yang lain.

2. Integrity.

Tingkat kesesuaian prinsip individu di dalam mempercayai orang lain.

3. Benevolence.

Seberapa besar individu percaya kepada orang lain untuk berperilaku baik kepadanya.

(35)

Dimensi trust dapat dijadikan landasan dalam melihat tingkat kepercayaan individu di dalam konteks penilaian mereka terhadap pemerintahan. Ketiganya akan diuraikan satu persatu sebagai suatu sikap dan perilaku individu tersebut. Pertama, institusi dan tokoh politik di dalam sistem pemerintahan akan dinilai oleh masyarakat berdasarkan kemampuan (ability) yang mereka miliki sehingga membentuk kepercayaan individu. Kedua, nilai-nilai yang diharapkan oleh masyarakat menjadi besar pengaruhnya didalam kepercayaan terhadap sistem pemerintahan yang dikaitkan dengan norma institusi atau tokoh politik yang ada di sana. Dan terakhir, kepercayaan yang diberikan oleh individu dalam meniliai suatu pemerintahan didasari oleh perilaku yang ditunjukkan dari pemerintah dalam meyakinkan masyarakat.

Satu hal yang menjadi penting di dalam political trust ialah keyakinan individu terhadap sistem pemerintahan untuk kemudian menilainya.

Sehingga, terdapat tiga bentuk dampak dari political trust, yaitu kepercayaan pada pemerintah, sinisme politik, dan kepercayaan incumbent.28 Ketiganya tidak terjadi secara bersamaan, namun dapat saling mendukung. Dan sesuatu yang mendasar dalam memahami konsep political trust adalah perbedaannya dengan trust in politic. Ini diartikan sebagai kepercayaan yang di bangun di dalam dunia politik.

(36)

BAB 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kecamatan Tamalanrea 3.1.1 Geografis

Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Tamalanrea memiliki batas-batas: Utara – Kecamatan Biringkanaya; Selatan – Kecamatan Panakkukang; Barat – Selat Makassar; Timur – Kabupaten Maros, Luas Wilayah Kecamatan Tamalanrea tercatat 31,84 km2 atau 18,2 %

dari luas Kota Makassar yang meliputi 6 Kelurahan pada tahun 2017 (saat ini tahun 2018 menjadi 8 Kelurahan).

Secara Administratif, Kecamatan Tamalanrea terdiri dari 8 Kelurahan, yaitu: Kelurahan Tamalanrea Indah, Tamalanrea Jaya, Tamalanrea, Buntusu, Kapasa, Kapasa Raya, Parangloe, dan Bira. Pada tahun 2017, jumlah kelurahan di Kecamatan Tamalanrea tercatat hanya memiliki 6 kelurahan dengan 337 RW dan 67 RT.

3.1.2 Topografis

Kecamatan Tamalanrea merupakan daerah Pantai dan bukan pantai dengan topografi ketinggian antara permukaan laut. Empat Kelurahan daerah bukan pantai yaitu Tamalanrea Indah, Tamalanrea Jaya, Tamalanrea dan Kapasa. Sedang 2 daerah lainnya (Parangloe dan Bira) merupakan daerah pantai. Menurut jaraknya, letak dan masing-masing

(37)

kelurahan ke ibukota Kecamatan berkisar 1 km sampai dengan jarak 5-10 km.

Kegiatan pemerintahan di Kecamatan Tamalanrea dilaksanakan oleh sejumlah pegawai negeri yang berasal dari berbagai dinas/instansi pemerintah yang jumlahnya 197 orang, terdiri atas 73 orang laki-laki dan 124 orang perempuan. Tingkat klasifikasi desa/kelurahan di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012 terdiri dari 6 Kelurahan, 337 RT dan 67 RW dengan kategori kelurahan swasembada. Dengan demikian tidak ada lagi kelurahan yang termasuk Swadaya dan Swakarya.

Lembaga dan organisasi tingkat desa/kelurahan yang terbentuk di Kecamatan Tamalanrea dengan sejumlah anggotanya diharapkan dapat menunjang kegiatanpemerintah dan pembangunan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Organisasi Pemuda di Kecamatan Tamalanrea terdapat 1 unit di setiap kelurahan.

3.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

Elemen dan indikator yang paling mendasar dari keberhasilan dan kualitas pelaksanaan penyelenggaraan pemilu yang demokratis adalah adanya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses berjalannya tahapan-tahapan pemilu, khususnya dalam hal pengawasan atau pemantauan proses pemilu. Hal ini juga berlaku di Kecamatan Tamalanrea.

(38)

Partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting.

Partisipasi bertujuan mendorong aktif kegiatan demokrasi untuk semua proses kepemiluan. Kepentingan fokus partisipasi menjadi indikator peningkatan kualitas demokrasi dan kehidupan politik bangsa.

Menurut Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

Kegiatan itu mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan direct action-nya, dan sebagainya (Miriam Budiardjo: Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, 2008).

Pada dasarnya demokrasi merupakan partisipasi seluruh rakyat dalam mengambil keputusan-keputusan politik dan menjalankan pemerintahan. Keputusan politik yang dimaksud adalah kesepakatan yang

(39)

ditetapkan menjadi sebuah aturan yang akan mengatur kehidupan seluruh rakyat itu sendiri.

Keterlibatan atau partisipasi rakyat adalah hal yang sangat mendasar dalam demokrasi, karena demokrasi tidak hanya berkaitan dengan tujuan sebuah ketetapan yang dihasilkan oleh suatu pemerintahan, tetapi juga berkaitan dengan seluruh proses dalam membuat ketetapan itu sendiri.

Demokrasi memberikan peluang yang luas kepada rakyat untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik serta persamaan bagi seluruh warga negara dewasa untuk ikut menentukan agenda dan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan agenda yang telah diputuskan secara bersama.

Dalam konteks konstestasi demokrasi, partisipasi politik masyarakat dalam pemantauan atau pengawasan pemilihan ketua RT dan RW dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang pertama, partisipasi formal yang dijalankan melalui organisasi-organisasi pemantau pemilu yang concern terhadap isu-isu pemilu atau memantau jalannya pemilu. Namun, organisasi-organisasi ini terakreditasi sebagai pemantau di Komisi Pemilihan Umum (KPU) wilayah masing-masing atau nasional (ke depan dalam pemilu serentak akreditasi pemantau pemilu didapat dari Badan Pengawas Pemilu).

(40)

Kedua, partisipasi politik masyarakat yang ekstra formal. Mereka ini komunitas-komunitas, organisasi-organisasi, sel-sel, dan sebutan lainnya yang gandrung terhadap politik, termasuk dalam mengamati jalannya pelaksanaan pilkada maupun pemilihan legislatif dan pemilu presiden, dengan memantau dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan-kecurangan. Namun, mereka tidak terdaftar atau terakreditasi di KPU wilayahnya.

Partisipasi ekstra formal ini pada umumnya berbentuk pernyataan publik dan pelaporan tentang penyimpangan atau pelanggaran dalam proses-proses elektoral, yang meliputi pula penyampaian kritik serta masukan kepada institusi penyelenggara pemilu.

Dua bentuk partisipasi masyarakat dalam konteks pemantauan proses pemilu tersebut, baik partisipasi formal maupun ekstra formal, merupakan wujud dari kekuatan masyarakat sipil. Selama tahap-tahap penyelenggaraan pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada), mereka telah memberikan kontribusi politik signifikan dalam mengawal terselenggaranya kontestasi demokrasi yang efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting.demi terwujudnya masyarakat yang adil dan damai dalam

(41)

pelaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Tentu merupakan kewajiban moral bagi masyarakat sipil untuk aktif mengawasi jalannya suksesi kepemimpinan di tingkat lokal maupun nasional.

Penyelenggaraan pemilu serentak 2019, yang menjadi ajang demokrasi, layak dijadikan sebagai pesta rakyat yang semestinya harus disambut dengan kebahagiaan.

Kemeriahan proses seleksi kepemimpinan melalui perolehan suara membutuhkan peran aktif seluruh warga negara baik rakyat maupun pemerintah yang merupakan penerima amanah rakyat untuk mengelola negara.

Bila melihat sejarah kepemiluan, lembaga pemantau masih diyakini memiliki sumber daya perjuangan yang tulus dan ikhlas. Mereka berjuang menemani pertumbuhkan kualitas politik dan demokrasi. Pemantau menjadi pengingat yang selalu perhatian kepada penyelenggara pemilu.

Kritik membangun berdasar pada teori, fakta, dan data lapangan menginspirasi regulasi dan kadang membantu kerja-kerja demokrasi dan kepemiluan. Kepentingan pencegahan dan pengawalan demokrasi membutuhkan kerja-kerja sosial para pemantau.

Proses kritis yang obyektif dan penghimpunan data lapangan, yang terkadang tidak terjangkau oleh pengawas lapangan dan Bawaslu, adalah nilai lebih dari para aktivis pemantauan pemilu.

Partisipasi masyarakat pada momen pemilu tidak hanya dilihat dari tingginya angka pemilih yang hadir menggunakan hak suara di tempat

(42)

pemungutan suara. Namun, diukur dari tingkat kesadaran masyarakat serta keterlibatan aktif dalam seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.

Partisipasi bertujuan mendorong aktif kegiatan demokrasi untuk semua proses kepemiluan. Kepentingan fokus partisipasi menjadi indikator peningkatan kualitas demokrasi dan kehidupan politik bangsa.

Partisipasi politik masyarakat, baik dalam bentuk formal maupun ekstra formal dalam ikut serta mengawasi atau memantau jalannya penyelenggaraan pemilu, jangan dipandang sebelah mata. Karena, eksistensinya dapat mencegah tindakan-tindakan kontrademokrasi yang dapat mengoyak dan mendegradasi loyalitas rakyat terhadap sistem demokrasi di kota Makassar Kecamatan Tamalanrea.

3.3 Pelaksanaan Ketentuan Pemilihan Langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga Pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar Berdampak Pada Kesadaran Masyarakat dalam Berdemokrasi

Pemilihan yang demokratis dapat diwujudkan apabila terdapat integritas dalam proses dan hasil pemilihan yang diindikasikan melalui partisipasi masyarakat, peran stakeholder, integritas penyelenggara dan peraturan perundang – undangan yang efektif dan efisien. Beberapa hal tersebut memiliki keterkaitan yang erat dalam menciptakan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan

(43)

Tamalanrea Kota Makassar yang berdampak pada kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi.

Mengenai partisipasi masyarakat, terkadang difahami secara bias, tidak mendalam untuk mendefinisikannya, atau bahkan lupa.

Sesungguhnya terdapat suatu keunikan terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar yang berdampak Pada kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi. Partisipasi masyarakat tidak hanya dipersepsikan sebagai bentuk dukungan atau keaktifan masyarakat untuk memilih (nyoblos), tetapi partisipasi masyarakat juga ada dalam proses pengawalan demokrasi oleh seluruh unsur masyarkat agar proses dari pada pesta demokrasi dapat terwujud dengan baik dan bersih.

Upaya peningkatan partisipasi masyarakat telah diamanahkan kepada penyelenggara, stakeholder, dan lain sebagainya. Ini merupakan sebuah tugas suci bagi penyelenggara, dan stakeholder untuk membangkitkan idealisme pemilu dari partisipasi masyarakat. Sebagai contoh ada pada Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015 pasal 131 ayat (2) yang menjelaskan mengenai partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan, bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan. Pada Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 133A juga sangat jelas

(44)

menyebutkan tanggung jawab Pemerintahan Daerah dalam mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.

Hal ini berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya dimaknai dari tingginya tingkat memilih saat pungut hitung suara, atau kuantitas, namun dapat pula kita jabarkan partisipasi masyarakat dalam hal mengawal.

Penempatan posisi startegis masyarakat dijelaskan Gunawan (2015) bahwa dalam konteks pengawasan pemilu, dibutuhkan usaha keras bersama untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek dalam pemilu bukan objek pemilu semata. Sebagai subjek atau aktor dalam pemilu, masyarakat dapat berperan, misalnya dengan menggerakan, mensosialisasikan, dan mendidik mereka yang mempunyai hak pilih. Dalam konteks pengawasan, masyarakat dapat menjadi aktor – aktor utama pengawas yang dapat bekerja sama langsung dengan Bawaslu atau ikut bergabung dengan lembaga – lembaga pemantau yang melalukan pemantauan.

Celah – celah pelanggaran pemilu selalu ada dan akan berhadap – hadapan dengan kepentingan politisi, dan masyarakat. Untuk itu, sisi peran masyarakat dalam penyelenggarakan merupakan partisipasi yang tidak hanya bertumpu pada kuantitas jumlah masyarakat yang ikut memilih saat tahapan pungut hitung, namun masyarakat akan turut serta berperan aktif mengawal jalannya tahapan pemilu dari awal sampai akhir, sehingga celah,

(45)

modus pelanggaran dapat diminimalisirkan melalui pencegahan partisipatif oleh masyarakat.

Terdapat variabel yang harus kita cermati dalam pelanggaran pemilu yang terjadi pada setiap tahapannya seperti pelanggaran money politic, Daftar Pemillih Tetap (DPT) yang ganda, atau pelanggaran yang intervalnya sangat dekat dengan masyakarat, karena kesadaran masyarakat yang masih belum kuat dan posisi tawar masyarakat dalam pemilu. Berkenaan dengan hal tersebut, maka masyarkat seharusnya bukan menjadi objek dalam pemilu, namun peran masyarakat harus bertransformasi menjadi subjek dalam pemilu.

Program pengawasan partisipatif oleh Bawaslu harus dicermati, dan diimplementasikan oleh Stakeholder dan penyelenggara untuk membangkitkan spirit kesadaran masyarakat yang peduli dengan pelaksanaan pemilu atau pilkada yang berlangsung. Menciptakan masyarakat yang sadar pemilu yang mampu mengawal demokrasi bukan hal yang sangat mudah, dan membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

Ada contoh kecil yang sering kita temui, ketika terjadi pelanggaran pidana pemilu berupa money politic. Secara sadar masyarakat menerima bingkisan, pemberian uang, atau janji yang diberikan oleh calon atau tim sukses sebagai bentuk pertukaran sosial-ekonomi antar kedua pihak.

Dalam analisa kritis, bahwa hal tersebut menandakan masyarakat masih belum sejahtera dari sisi sosial-ekonomi, yang berdampak pada sisi

(46)

kesadaran serta kepedulian tentang peran masyarakat dalam menciptakan pemilu yang berintegritas.

Bayangkan sudah berapa banyak pelanggaran itu terjadi, pertukaran yang luput dari pengawasan mata tetapi kita rasakan keberadaanya?

Meskipun sebagian penerima merasionalisasikan pemberian sebagai pemberian diluar dari garis pesta demokrasi, karena masih ada penerima yang memang belum tercerahkan karena tidak mengetahui hal – hal yang menjadi pelanggaran dalam pemilu. Memang suatu idealisme yang akan lama tercapai, akan tetapi pelanggaran pemilu juga dapat dicegah sejak dini apabila penyelenggara dan stakeholder mampu berintegrasi, dan bekerjasama memperkuat pencegahan dan pengawasan partisipatif bersama masyarakat.

Mari kita renungkan argument singkat dan sederhana ini, bayangkan jika masyarakat berdaya, sejahtera, sadar, dan peduli terhadap proses pelaksanaan pemilu? Maka lihatlah berapa banyak pelanggaran pemilu yang sudah ditekan oleh kita bersama? Karena pemilu ataupun Pilkada adalah milik kita bersama bukan hanya milik peserta pemilu atau penyelenggara.

Maka dari itu, stakeholder dan penyelenggara harus mencermati dinamika partisipasi masyarakat dari sisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sebagai pemangku kepentingan dan penyelenggara sangat diharapkan untuk melakukan sosialisasi, paling tidak mengenai proses, tahapan pemilu, dan modus pelanggaran beserta sanksi dan menegaskan

(47)

kedapa masyarakat bahwa pemilu adalah milik bersama. Tidak berhenti disitu, harapan lain adalah bagaimana kita mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan tingkat kepercayaan publik dengan meningkatkan pelayanan dan perekonomian, agar masyarakat lebih berdaya! pelaksanaan pemilihan langsung sudah berlangsung. Untuk pertama kalinya Indonesia melangsungkan pemilu serentak yang demokratis untuk memilih presiden dan wakil presiden (pilpres), DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Ciri sebuah negara demokratis adalah seberapa besar negara melibatkan masyarakat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pemilihan umum. Sebab partisipasi politik masyarakat (pemilih) merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi. Partisipasi politik masyarakat dalam pemilu menjadi penting karena akan berdampak secara politis terhadap legitimasi sebuah pemerintahan yang dihasilkan. Jika sebuah pemilu hanya diikuti oleh separuh dari jumlah pemilih, tentu dari pemilih yang menggunakan hak pilihnya tersebut tidak semuanya memilih satu pilihan politik yang sama.

Legitimasi adalah syarat mutlak yang secara politik turut menentukan kuat tidaknya atau lemah tidaknya sebuah pemerintahan. Peran publik menjadi bagian penting dari proses penyelenggaraan pemilu untuk memastikan pemilu dilakukan secara jujur, adil, dan demokratis.

Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya. Menurut Ramlan Surbakti

(48)

partisipasi politik terbagi menjadi dua yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif.

Partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah.

Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan-kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.

Herbert Mc Closky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Miriam Budhiardjo mendefenisikan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pimpinan negara secara langsung dan secara tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

(49)

Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi politik menjadi ukuran untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu negara.

Ada banyak bentuk partisipasi politik itu sendiri, diantaranya melalui pemberian suara (voting behavior), diskusi politik, kegiatan kampanye, ikut dalam partai politik dan lain sebagainya. Ketika warga negara telah memiliki pengetahuan politik akan diiringi oleh kesadaran untuk ikut terlibat berpartisipasi politik dan menegakkan sistem demokrasi yang terus berkembang ke arah demokrasi yang ideal.

Partisipasi pemilihpelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting.ini dipengaruhi banyak faktor. Namun dari sisi pernyelenggara pemilu, sosialisasi untuk membangun kesadaran masyarakat menggunakan hak pilihnya. Berbagai inovasi dan program dilaksanakan untuk mencapai target partisipasi pemilih. Salah satunya program sosialisasi ke warga masyarat yang ada di rukun tetangga dan rukun warga yang ada di kelurahan tersebut.

Selain itu juga daya dukung sosialisasi dari berbagai elemen masyarakat, beragam komunitas, pemerintah setempat, juga berbagai instansi termasuk partai politik dan tim kampanye pasangan calon.

Tingginya partisipasi politik dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi

(50)

demokrasi merupakan hal yang sangat penting, setidaknya partisipasi pemilih ini dapat diklasifikasi dalam tiga model karekterisitik pemilih.

Ada beberapa model pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar diantaranya :

Pertama, Model Sosiologis. Dalam model sosiologis ini rasa kesamaan latar bekalang, kelas sosial, ekonomi, agama, dan kelompok etnik, kedaerahan atau bahasa mendorong orang untuk memilih.

Kecenderungan untuk memilih tidak berdasarkan pada platform atau dari program yang direncanakan seorang calon.

Karakteristik model sosiologis ini seorang pemilih memilih calon ketya rukun Tetangga dan Ketua rukun warga karena terdapat kesamaan antara karakteristik sosiologis pemilih dengan karakteristik sosiologis calon ketua dalam Pemilihan yang sudah ditetapkan.

Kajian mengenai perilaku memilih di pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting.yang menggunakan pendekatan sosiologis dikenalkan pertama kali oleh Afan Gaffar. Dalam buku Javanese Voters, ia menunjukkan adanya kencenderung perilaku pemilih atau preferensi politik sosio relijius maupun sosio personal.

(51)

Kedua, Model Psikologis. Faktor emosional sangat menentukan pembentukan perilaku pemilih dalam pendekatan ini, yang melibatkan peran keluarga dan lingkungan sekitar individu yang berperan aktif dalam proses sosialisasinya. Dalam hal ini, pola hubungan yang merupakan bentukan budaya juga mempengaruhi emosional pemilih seperti halnya tokoh panutan yang menimbulkan identifikasi.

Pendekatan Psikologis yaitu pendekatan yang melihat perilaku pemilih sebagai bentukan dari proses sosialisasi yang melahirkan ikatan emosional (identifikasi) yang mengarahkan tindakan politik seseorang untuk memilih kandidat presiden tertentu.

Ketiga Model Rasional. Dalam model rasional ini pemilih cenderung memikirkan hal apa yang akan di dapat dari memilih seorang kandidat.

Pendekatan ini berdasar pada isu apa yang sedang terjadi sehingga isu tersebut dapat mempengaruhi pilihan politik.

Dalam konteks pemilihan, teori ini pada dasarnya menekankan pada motivasi individu untuk memilih atau tidak dan bagaimana memilih berdasarkan kalkulasi mengenai keuntungan yang diakibatkan dari keputusan yang dipilih. Teori yang menempatkan individu, dan bukan lingkungan yang ada di sekitar individu, sebagai pusat analisis ini menggunakan pendekatan deduktif.

Tentunya, partisipasi politik tidak hanya berhenti dengan memberikan suara di TPS. Sesudah itu, partisipasi politik masyarakat bisa terus diaktivasi, termasuk dalam kontrol jalannya pemerintahan, serta

(52)

mengawal program-program kerja yang selama kampanye sudah ditawarkan para calon terpilih.

Hal ini tentunya bertujuan agar proses demokrasi ini tidak berhenti di helatan pemilu saja, namun substansi demokrasinya harus disentuh bersama-sama agar memiliki dampak positif ke masyarakat.

Jabir ketua RW mengatakan RT dan RW sebagai pelayan masyarakat harus memberikan kesejukan dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua rukun Tetangga dan Rukun warga pada Kecamatan Tamalanrea kota Makassar atau memantau jalannya proses kontestasi demokrasi merupakan hal yang sangat penting. Ia berharap tetap fokus dan konsentrasi dalam menjalankan tugas. "Teruslah melayani masyarakat, serukan kesejukan di tengah masyarakat ungkapnya.

Dia juga mengingatkan agar para RT dan RW untuk dapat mensosialisasikan bagaimana tata cara pelaksanaan pemilihan yang baik dan apa saja aturannya. "RT dan RW harus mampu memberi informasi serta mensosialisasikan tatacara pelaksanaan pemilihan yang baik.

Jabir juga mengajak kepada seluruh RT dan RW serta seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menjaga stabilitas dan kondusifitas kota Makassar Kecamatan Tamalanrea hingga pelaksanaan Pemilihan berjalan dengan baik “Kita wujudkan kembali pelaksanaan pemilihan yang baik yang damai, aman dan sejuk di Kota Makassar terkhusus di Kecamatan Tamalanrea dalam pemilihan langsung Rukun Tetanga dan Rukun warga.”

(53)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1. Masyarakat Kecamatan Tamalanrea berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.

2. Pelaksanaan ketentuan pemilihan langsung Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar dapat menambah kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi.

4.2 Saran

1. RT dan RW harus mampu memberi informasi serta mensosialisasikan tatacara pelaksanaan pemilihan yang baik.

2. Masyarakat harus lebih berperan aktif dalam mengawal jalannya tahapan pemilu dari awal sampai akhir, sehingga celah dan modus pelanggaran dapat diminimalisirkan melalui pencegahan partisipatif oleh masyarakat.

(54)

University Press, 2001).

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Perspektif Structural Fungsional (Surabaya: Penerbit SIC, 2002).

Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik. (Semarang: Ikip Semarang Press, 1995).

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia, 2007).

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Samuel P. Huntington Dan Joan Nelson, Partisipasi Politik Di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).

Keith Faulks. Sosiologi Politik, (Bandung: Nusa Media, 2010).

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007).

Afan Gaffar, “Merangsang Partisipasi Politik Rakyat”, Dalam Syarofin Arba (Editor), Demotologi Politik Indonesia: Mengusung Elitism Dalam Orde Baru, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998).

Sujiono Sastroatmodjo, Drs. Perilaku Politik, Semarang : IKIP Semarang Press, 1995.

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo. 1999.

Ramlan Surbakti, Ibid.

Dikutip dari Sulhardi, Political Psycology Socialization and Culture, http://pangerankatak.blogspot.com/2008/04/governing-intoduction-to- political, diakses pada tanggal 4 April 2016

Referensi

Dokumen terkait

Namun, SPL dari suatu perairan yang luas dapat digunakan untuk mengetahui pola distribusi SPL, kondisi arus di suatu perairan, dan interaksinya dengan perairan

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan rasio Si/Al yang berkaitan dengan dealuminasi dalam proses pengasaman dengan menggunakan konsentrasi

Demi menunjang keberhasilan suatu program dibutuhkan juga fasilitas pendukung yang berbentuk fisik seperti peralatan hingga anggaran dana. Fasilitas merupakan faktor yang

BUKU,MAJALAH PERCETAKAN SURAT 2 488 ES LILIN WARUNG JAUD 03 02 IKA PEMBUAT ES LILIN INDUSTRI ES 2 489 INDUSTRI KUE BASAH WARUNG JAUD 03 02 SUBIHAH PEMBUATAN KUE INDUSTRI KUE BASAH 1

Intinya, CGM adalah suatu media yang digunakan untuk melibatkan konsumen secara lebih mendalam dengan terus melakukan komunikasi dengan konsumen sehingga perusahaan dapat

زتللإاو لمع لامعل ةضورفلما تاولصلا ةدابع فى ما سيروسيسأ اهارنج جنوجأ ىراس ةكرشلا (SAGA) ملعلا ثحبلا .جنوجأ جنولوت وترناع ،ى جنوجأ جنولوت

Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi kandungan limbah akan diikuti dengan semakin banyaknya bentonit berpilar BP 1 maupun kandungan uranium yang ada dalam blok polimer-