• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS LATIHAN ROM (Range of Motion) TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN ADL (Activity Daily Living) PADA LANSIA STROKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EFEKTIVITAS LATIHAN ROM (Range of Motion) TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN ADL (Activity Daily Living) PADA LANSIA STROKE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS LATIHAN ROM (Range of Motion) TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN ADL (Activity Daily Living)

PADA LANSIA STROKE

ABSTRAK Cahyo Pramono*

Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan penyakit yang lebih banyak diderita oleh lansia. Stroke dapat mengakibatkan penurunan kemandirian lansia. Banyaknya pasien lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah 184 pasien atau sebesar 28,6% mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas dasar sehari-hari. Stroke pada lansia disebabkan karena penurunan elastisitas pembuluh darah yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak terganggu. Salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi untuk meningkatkan kemandirian pada lansia stroke yaitu menggunakan latihan rutin yang berupa ROM yang dapat meningkatkan tekanan pada otot dan memberikan stimulasi lebih ke serabut otot yang mengalami menurunan kekuatan otot.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan ROM terhadap peningkatan kemandirian activity daily living pada lansia stroke.

Metode penelitian Quasy experiment dengan rancangan one group pretest and postest design dan menggunakan uji t-paired. Jumlah populasi penelitian sebanyak 48 responden, teknik sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 18 responden. Penelitian dilaksanakan pada pada 6 Mei sampai 3 Juli 2012. Pengukuran tingkat kemandirian activity daily living menggunakan skala NRS (Numeric Rating Scale).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemandirian activity daily living pada lansia stroke rata-rata dari 5,89 menjadi 11,67 dengan St.Deviasi 1.132 dan hasil uji statistik dengan uji t-paired diperoleh hasil p = 0,000 (p<0,05).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa latihan ROM efektif terhadap peningkatan kemandirian activity daily living pada lansia stroke.

Kata kunci : Stroke, Activity Daily Living dan Latihan ROM.

(2)

PENDAHULUAN

Secara fisiologis lanjut usia (lansia) akan mengalami proses penuaan. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadi perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional. Perubahan tersebut menyebabkan adanya penurunan fungsi tubuh dan sering menjadi penyakit. Proses menua membawa konsekuensi terjadi perubahan kondisi fisik, mental, psikososial, kognitif dan spiritual pada lansia (Mubarak et al., 2009).

Stroke sebagai penyebab kematian terbesar ketiga di Amerika Serikat dengan angka kematian mencapai 143,579 ribu orang tiap tahunnya. World Health Organization (2008), mencatat 15 juta orang di dunia menderita stroke tiap tahunnya, dimana 5 juta diantaranya meninggal dan 5 juta yang lain mengalami kecacatan akibat stroke. National Stroke Foundation mencatat pada tahun 2010 di Australia kurang lebih 60.000 kejadian stroke baru atau kekambuhan stroke terjadi setiap tahunnya.

Yayasan Stroke Indonesia (2008), menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Sekitar 35,8% lanjut usia terkena serangan stroke dan 12,9% pada usia lebih muda. Sepertiga dari jumlah tersebut bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat sehingga pasien menjadi sangat bergantung pada keluarga atau orang-orang didekatnya.

Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh. Stroke juga dapat menyebabkan kematian atau kecacatan yang bersifat sementara dan menetap. Stroke dapat mengakibatkan lima tipe ketidakmampuan yaitu : 1) paralisis atau masalah mengontrol gerakan, 2) gangguan sensori, termasuk nyeri, 3) masalah dalam menggunakan atau mengerti bahasa, 4) masalah berpikir dan memori, dan 5) gangguan emosional. Stroke dalam waktu lama dapat menyebabkan hemiparesis. Hemiparesis (kelemahan satu sisi tubuh) dan hemiplegia (paralisis satu sisi tubuh) dapat terjadi pada wajah, lengan, kaki, atau seluruh sisi tubuh sehingga mengakibatkan imobilisasi pada lansia. Kondisi imobilisasi akan mengakibatkan lansia mengalami komplikasi dan defisit kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meliputi: kebutuhan mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinensia, dan makan (Lewis, 2007).

(3)

oleh bagian-bagian tubuh: sagittal, frontal, dan transverce. Tujuan rehabilitasi antara lain: mencegah komplikasi penyakit, meningkatkan kemampuan ADL pasien, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping pasien. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (Soeparman, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian Yunianto (2011) menyimpulkan, bahwa terapi ROM efektif terhadap penurunan tingkat nyeri sendi pada lansia. Waginah, (2010) menyatakan bahwa subyek penelitian dengan ROM yang sangat aktif mempunyai peluang perbaikan activity daily living atau kemandirian lebih baik. Penelitian Sarah Uliya (2006) menyimpulkan, selama melakukan ROM selama 6 minggu dapat meningkatan fleksibilitas sendi pergelangan tangan sebesar 74,2%.

Data pasien lansia di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebanyak 437 pasien. Dari jumlah tersebut terdapat lansia dengan penyakit stroke sebanyak 101 pasien (23,1%). Pasien lansia meningkat pada tahun 2011 sebesar 644 pasien. Pasien lansia dengan penyakit stroke juga meningkat yaitu sebanyak 184 pasien atau sebesar 28,6% (Rekam Medik RSJD Dr. RM. Soedjarwadi, 2012 ).

Hasil wawancara terhadap 10 pasien lansia yang menderita stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa 7 lansia tersebut mengalami keterbatasan melakukan aktivitas dasar sehari-hari (activity daily living) meliputi: mandi, berpakaian, toiletting, dan berpindah. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living Lansia Stroke’’.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi-eksperiment, dengan menggunakan pendekatan “one group pretes and posttest design”. Intervensi yang dilakukan adalah latihan ROM (Range of Motion). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian activity daily living tingkat sedang sampai berat sebanyak 48 pasien dari 3 bulan terakhir di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

(4)

living dengan tingkat ketergantungan sedang sampai berat. Kriteria Eksklusi: (a) Lansia stroke yang menggunakan terapi alternatif lain; (b) Lansia stroke dengan imobilitas (fraktur) dan gout terminal (bengkak). Besar sampel sebanyak 18 lansia.

Penelitian ini dilakukan pada 6 Mei sampai 3 Juli 2012 di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Instrumen yang digunakan adalah instrumen activity daily living responden dengan NRS (Numeric Rating Scale) diadopsi dari Stanley (2006) dan latihan ROM ( Range of Motion). Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statistik paired t-test . Penelitian ini menggunakan nilai α sebesar 0,05 atau 5% dan tingkat kepercayaan penelitian ini 95% (Sugiyono, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

1. Karakteristik Lansia a. Umur

Tabel 1. Rata-rata Umur Responden

Minimum Maksimum Mean Mode St.Deviasi Umur lansia 60 74 65.11 60 5.040

Tabel 1 menunjukkan rata-rata umur responden 65,11 ± 5,040 tahun.

b. Jenis Kelamin, pendidikan dan status pernikahan

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lansia di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Berdasarkan Jenis Kelamin , pendidikan dan status pernikahan

No. Variabel f %

1. Jenis kelamin

Laki-Laki 6 33.3

Perempuan 12 66.7

Total 18 100.0

2. Pendidikan

Tidak Sekolah 8 44.4

Tamat SD 6 33.3

Tamat SLTP 3 16.7

Perguruan Tinggi 1 5.6

Total 18 100.0

3. Status pernikahan

Menikah 14 77.8

Janda 4 22.2

(5)

Tabel 2 menunjukkan jumlah responden mayoritas perempuan sebanyak 12 responden (66,7%), mayoritas responden sudah berpendidikan dengan tamat SD sebanyak 6 responden (33,3%) dan mayoritas responden dengan status perkawinan menikah sebanyak 14 responden (77,8%).

2. Lama Perawatan di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, Lama Latihan ROM di Rumah (Post Rawat Inap)

Tabel 3. Tabel Rerata Lama Perawatan di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dan Lama Latihan ROM di Rumah

Variabel Minimum Maksimum Mean St.Deviasi Lama

Perawatan 5 15 8.28 3.121 Lama Latihan

6 16 12.72 3.121

Tabel 3 menunjukkan rata-rata lama perawatan responden di Ruang Rawat Stroke RSJD. Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah selama 8,28 ± 3,121 hari sedangkan rata-rata lama latihan ROM responden di rumah (post rawat inap) 12,72 ± 3,121 hari.

3. Kekuatan Otot

a. Ekstrimitas Kanan Atas

Tabel 4. Rerata Nilai Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Atas

Ekstremitas Min. Maks. Mean Mode St.Deviasi Eks.Kanan

Atas

Pretest 1 5 3.94 5 1.474 Postest 2 5 4.22 5 1.166 Eks. Kiri Atas

Pretest 0 5 3.33 5 1.609 Postest 0 5 3.89 5 1.367 Eks. Kanan Bawah

Pretest 1 5 3.94 5 1.434 Postest 1 5 4.33 5 1.085 Eks. Kiri

Pretest 0 5 3.44 5 1.543 Postest 0 5 4.00 5 1.283

(6)

Tabel 5.. Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Atas Sebelum dan Setelah Latihan ROM

Tingkat Kekuatan Otot Eks.

Kanan Atas Sebelum Setelah

f % f %

Terdapat kontraksi 1 5.6 0 0.0 Sedikit dapat bergerak

Bergerak dengan tahanan minimal

Dapat melawan hambatan ringan Bergerak bebas 4 1 1 11 22.2 5.6 5.6 61.1 2 4 1 11 11.1 22.2 5.6 61.1 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 5 menunjukkan peningkatan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kanan atas sebelum dilakukan latihan ROM dari sedikit dapat gerak 22,2% (4 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi terdapat bergerak dengan tahanan minimal 22,2% (4 responden).

b. Ekstrimitas Kiri Atas

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kiri Atas Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tahun 2012 (n=18) Tingkat Kekuatan Otot Eks.

Kiri Atas Sebelum Setelah

f % f %

Otot tidak bergerak

Terdapat kontraksi 1 1 5.6 5.6 1 0 5.6 0.0 Sedikit dapat bergerak

Bergerak dengan tahanan minimal

Dapat melawan hambatan ringan Bergerak bebas 4 4 1 7 22.2 22.2 5.6 38.9 1 4 4 8 5.6 22.2 22.2 44.4 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 6 menunjukkan peningkatan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kiri atas sebelum dilakukan latihan ROM dari bergerak bebas 38,9% (7 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi 44,4% (8 responden).

c. Ekstrimitas Kanan Bawah

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Bawah Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tahun 2012 (n=18)

Tingkat Kekuatan

Otot Eks. Kanan Bawah Sebelum Setelah

f % f %

(7)

Sedikit dapat bergerak Bergerak dengan tahanan minimal

Dapat melawan hambatan ringan Bergerak bebas 3 3 0 11 16.7 16.7 0.0 61.1 0 2 4 11 0.0 11.1 22.2 61.1 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 7 menunjukkan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kanan bawah sebelum dilakukan latihan ROM dari bergerak dengan tahanan minimal 16,7% (3 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi dapat melawan hambatan ringan 22,2% (4 responden).

d. Ekstrimitas Kiri Bawah

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kiri Bawah Sebelum dan Setelah Latihan ROM

Tingkat Kekuatan

Otot Eks. Kiri Bawah Sebelum Setelah

f % f %

Otot tidak bergerak

Terdapat kontraksi 1 1 5.6 5.6 1 0 5.6 0.0 Sedikit dapat bergerak

Bergerak dengan tahanan minimal

Dapat melawan hambatan ringan Bergerak bebas 2 6 1 7 11.1 3.3 5.6 38.9 1 1 8 7 5.6 5.6 44.4 38.9 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 8 menunjukkan peningkatan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kiri bawah sebelum dilakukan latihan ROM dari bergerak dengan tahanan minimal 33,3% (6 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi dapat melawan hambatan ringan 44,4% (8 responden). 4. Efektivitas Latihan ROM Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot

Tabel 9. Efektifitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kekuatan Otot pada Lansia Stroke di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi

Jenis Perlakuan Mean SD P value Pretest Otot 1 3.94 1.474 0.020 Postest Otot 1 4.22 1.166

Pretest Otot 2 3.33 1.609 0.004 Postest Otot 2 3.89 1.367

Pretest Otot 3 3.94 1.434 0.015 Postest Otot 3 4.33 1.085

(8)

Tabel 9 menunjukkan bahwa latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot dengan hasil statistik signifikan p < 0.05

5. Kemandirian Activity Daily Living

Tabel 10. Rerata Skor Kemandirian Activity Daily Living

Minimum Maksimum Mean St.Deviasi

Pretest 5 9 5.89 1.132

Postest 5 19 11.67 3.710

Tabel 10 menunjukkan peningkatan rata-rata nilai tingkat kemandirian Activity Daily Living dari 5,89 ± 1,132 menjadi 11,67 ± 3,710. Tingkat kemandirian Activity Daily Living sebelum dan setelah dilatih ROM dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Activity Daily Living Sebelum dan Setelah Latihan ROM

Tingkat Kemandirian Activity

Daily Living Sebelum Setelah

f % f %

Ketergantungan berat 17 94.4 4 22.2 Ketergantungan sedang

Ketergantungan ringan 1 0 5.6 0.0 11 3 16.7 61.1

Jumlah 18 100.0 18 100.0

Tabel 11 menunjukkan peningkatan tingkat kemandirian Activity Daily Living sebelum dilakukan latihan ROM dari ketergantungan berat sebanyak 17 responden (94,4%) setelah dilakukan latihan ROM menjadi ketergantungan ringan 11 responden (61,1%).

6. Efektifitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living pada Lansia Stroke

Tabel 12. Efektifitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living pada Lansia Stroke di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi

Jenis Perlakuan Mean SD P value

Pretest 5.89 1.132 0.000

Postest 11.67 3.710

(9)

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Lanjut Usia a. Umur

Pada lanjut usia terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak (Depkes RI, 2004). Meiwanto (2003), menyatakan bahwa risiko terkena stroke seiring bertambahnya usia khususnya usia di atas 60 tahun. Feigin (2006), menambahkan bahwa risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai usia 45 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Peningkatan bertambah seiring usia dan akan mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari. Wangi (2003), menambahkan bahwa usia mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari.

Hasil penelitian menunjukkan rerata umur responden 65.11 ± 5.040 tahun. Responden memasuki masa elderly menyebabkan responden banyak mengalami perubahan fisiologis seperti penurunan elastisitas pembuluh darah yang menyebabkan arteriosclerosis/penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan penyakit stroke yang pada akhirnya lansia mengalami penurunan kemandirian Activity Daily Living. b. Jenis kelamin

Laki-laki muda lebih berisiko terkena stroke dibanding wanita, dengan perbandingan 13:10 kecuali pada lanjut usia, laki-laki dan wanita mempunyai risiko terkena stroke sama (Hadinoto, 2002). Meiwanto (2003), menambahkan risiko terkena stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita sampai usia 50 tahun, ketika usia 50 tahun wanita mempunyai tingkat risiko yang sama dengan pria. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian sebanyak 66,7% responden berjenis kelamin perempuan. Stanley (2006), mengemukakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kemandirian Activity Daily Living.

c. Pendidikan

(10)

berbeda-beda karena mekanisme koping yang digunakan individu berbeda sesuai dengan kemampuan atau tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah dalam menghadapi stressor biasanya menggunakan mekanisme koping yang mal adaptif sedangkan tingkat pendidikan tinggi yang menggunakan mekanisme koping yang adaptif.

Hasil penelitian ini mayoritas responden sudah berpendidikan dengan tamat SD sebanyak 33,3% sehingga peneliti lebih mudah dalam memberikan intervensi latihan ROM karena responden lebih cepat menerima penjelasan yang diberikan dibandingkan dengan responden yang tidak sekolah.

d. Status Perkawinan

Dukungan, bantuan dan perlindungan dari anggota keluarga atau pasangan berpengaruh besar terhadap kondisi psikologis lansia sehingga merasakan aman dan nyaman. Perry & Potter (2005), menyatakan bahwa psikologis tiap individu mempengaruhi kualitas hidup seseorang.Lansia yang mengalami gangguan fisiologis seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau pasangan untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan untuk mendapatkan atau merasakan keamanan dan kenyamanan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas status perkawinan responden adalah menikah sebanyak 77,8% sehingga keadaan psikologis lansia yang mendapatkan dukungan, bantuan dan perlindungan dapat memberikan semangat tersendiri bagi lansia dalam melakukan latihan ROM untuk mengatasi penurunan kemandirian Activity Daily Living yang dialami akibat stroke.

2. Lama Perawatan dan Lama Latihan ROM

(11)

memasuki fase pemulihan yang berlangsung antara 2-4 minggu yang dapat dilalui pasien di rumah setelah diberikan discharge planning.

Prediksi kesembuhan stroke tiap pasien berbeda-beda tergantung dari jenis, tanda dan gejala yang timbul. Gejala dan tanda stroke ringan yang berlangsung selama satu minggu kemudian menunjukkan kemajuan pesat dalam perbaikan maka kemungkinan besar akan pulih sama sekali. Stroke yang sudah berlangsung dua minggu dan pasien masih mengalami gejala-gajala hebat maka pemulihan mungkin tidak sebaik pemulihan kurang dari dua minggu (Valery, 2006).

Perawatan yang dilakukan pada pasien stroke adalah latihan gerak sendi atau Range Of Motion (ROM). Pelaksanaan ROM harus disesuaikan dengan kondisi pasien, untuk pasien stroke akibat trombosit dan emboli jika tidak ada komplikasi lain dapat dimulai setelah 2-3 hari setelah serangan dan bila terjadi perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2 minggu (Darsana, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata lama perawatan responden di rumah sakit antara 8,28 ± 3,121 hari. Rata-rata lama latihan ROM di rumah yaitu antara 12,72 ± 3,121 hari. Hal ini sesuai dengan teori diatas bahwa responden melalui tahapan fase kritis di rumah sakit dan selanjutnya memasuki fase rehabilitasi di rumah. Latihan ROM dimulai pada hari ke 2-3 setelah responden masuk ke Ruang Rawat Stroke, latihan ROM dilakukan secara pasif oleh fisioterapi. Mayoritas responden mendapatkan latihan ROM pada hari ke 4-6 selama di rumah sakit dan latihan ROM kemudian dilanjutkan dirumah sampai hari ke 21 dengan didampingi assisten peneliti. Selama latihan ROM dirumah peneliti memberikan check-list yang berfungsi sebagai pengingat yang diisi oleh assisten peneliti setiap melatih ROM dan berisi catatan perkembangan responden. Seluruh responden berlatih ROM sampai hari ke 21 dengan didampingi assisten peneliti terbukti dari check-list yang diberikan.

3. Kekuatan Otot

(12)

sakit, sehingga sirkulasi darah perifer menjadi lancar yang dapat menyebabkan kemampuan ekstrimitas dapat dioptimalkan kembali sehingga meningkatkan kemandirian pasien.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kanan atas sebelum latihan ROM antara 3,94 ±1,474 setelah diberikan latihan ROM menjadi 4,22 ±1,166. Nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kiri atas sebelum latihan ROM dari 3,33 ±1,609 meningkat menjadi 3,89 ±1,367 setelah diberikan latihan ROM. Nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kanan bawah sebelum latihan ROM antara 3,94 ±1,434 meningkat menjadi 4,33 ±1,085 setelah diberikan latihan ROM. Nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kiri bawah sebelum latihan ROM antara 3,44 ±1,543 meningkat menjadi 4,00 ±1,283 setelah diberikan latihan ROM. Latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot, hasil peneliatan menunjukkan p<0.005. Hal ini sejalan dengan teori yang ada bahwa latihan ROM dapat meningkatan kekuatan otot sehingga bepengaruh terhadap peningkatan kemandirian pasien stroke.

4. Efektivitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living pada Lansia Stroke

Secara alamiah lansia cenderung rentan mengalami masalah kesehatan. Stroke merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita lansia. Stroke dapat menyebabkan kondisi imobilisasi yang mengakibatkan lansia mengalami penurunan dalam kemandirian melakukan Activity Daily Living. Penurunan kemandirian tersebut disebabkan karena lansia stroke mengalami kelemahan bahkan kelumpuhan pada ekstremitas akibat kerusakan pada pembuluh darah (Brunner&Suddart, 2002).

(13)

kelumpuhan pada anggota tubuh sampai setengah bagian tubuh sehingga menyebabkan penurunan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Smaltzer & Bare, 2001).

Langkah yang paling tepat dalam mengatasi stroke adalah penanganan secepatnya segera setelah gejala timbul untuk mendapatkan pertolongan pertama. Rehabilitasi juga penting agar penderita dapat melanjutkan hidupnya dengan lebih baik (Kumala, 2004). Latihan ROM (Range of Motion) merupakan bentuk latihan rutin dengan cara melatih sendi dengan melenturkan sendi sehingga tidak akan terjadi kekakuan pada persendian. ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap gerakan. Tujuan dari ROM adalah melatih pergerakan agar dapat mempertahankan fungsi otot/sendi dan memfleksibilitaskan persendian serta merangsang sirkulasi darah (Soeparman, 2000). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot persendian. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak dapat melaksanakannya secara mandiri (Koizer et al., 2004). Jenis latihan ROM pada penelitian ini menggunakan ROM pasif meliputi: leher, spina, servikal, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah yaitu: sendi bahu, sendi siku, sendi pergelangan tangan, sendi pangkal paha, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki.

(14)

(Smaltzer & Bare, 2001). Apabila lansia stroke melakukan ROM secara teratur dan rutin maka fleksibilitas sendi dan kekuatan otot meningkat berefek kemandirian Activity Daily Living juga meningkat. Keberhasilan latihan ROM pada responden yang didampingi assisten peneliti juga dipantau melalui check-list yang diberikan, assisten peneliti terdiri dari keluarga responden dan tinggal serumah sehingga assisten dapat memantau responden setiap hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan ROM efektif terhadap peningkatan kemandirian Activity Daily Living pada lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waginah (2010) dengan hasil subyek penelitian dengan latihan lingkup gerak sendi kurang aktif sebanyak 42,2%, aktif 30,3%, sangat aktif 27,3% sedangkan untuk kemandirian ketidakmampuan menengah (skor 10-14) sebanyak 9,1%, kemandirian ketidakmampuan ringan (skor 15-19) 75,8%, kemandirian dalam ADL skor ≥ 20 sebanyak 15,2%.

Pada penelitian ini terdapat satu responden yang tidak terjadi peningkatan kemandirian Activity Daily Living setelah dilatih ROM. Hal ini disebabkan responden memiliki nilai kekuatan otot 0, selain itu responden berusia 74 tahun yang memasuki masa lanjut usia tua/old sehingga berpengaruh terhadap fase rehabilitasi. Junaidi, (2011) menyebutkan bahwa nilai kekuatan otot 0 tergolong pada otot tidak bergerak sehingga mempunyai peluang kecil untuk meningkat setelah dilatih rentang gerak (ROM). Clark, (2006) menyatakan bahwa ROM pada usia tua lebih rendah daripada usia muda.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot pada lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

2. Latihan ROM efektif terhadap peningkatan kemandirian Activity Daily Living pada lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

(15)

4. Tingkat kemandirian Activity Daily Living sesudah latihan ROM 61,1% tergolong ketergantungan ringan.

B. Saran

1. Bagi Peneliti Lain

a. Penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan variabel pengganggu dengan menggunakan kelompok kontrol.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan pemilihan responden dengan mempertimbangkan nilai kekuatan otot.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat khususnya lansia dengan stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian ADL diharapkan mau berlatih ROM dengan bantuan perawat/keluarga maupun berlatih mandiri agar kekuatan otot meningkat.

3. Bagi Profesi Keperawatan

a. Diharapkan kepada profesi keperawatan agar meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien lansia stroke khususnya intervensi latihan ROM. b. Diharapkan kepada profesi keperawatan agar melakukan penilaian kekuatan

otot pada pasien lansia stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian ADL.

c. Diharapkan kepada profesi keperawatan agar melakukan penilaian tingkat kemandirian ADL pada pasien lansia stroke.

4. Bagi RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah

Membuat kebijakan berupa protap untuk Ruang Rawat Stroke bahwa setiap pasien stroke yang diperbolehkan pulang untuk dinilai tingkat kemandirian Activity Daily Living berdasarkan Indeks Barthel.

DAFTAR REFERENSI

Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC.

Depkes. 2004. Sistim Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan R. I. Feigin, Valery. 2006. Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Hadinoto, S. Setiawan. et al. 2002. Stroke Pengelolaan Mutahir. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

(16)

Koizer, B., Erb, G, and Blais, K. 2004. Fundamental of Nurshing, Concepts, Process and Practice, Addison Wesley Publishing, California.

Maramis, W. E. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Meiwanto, C. 2003. Stroke : Masalah dan Pencegahannya. Jakarta. URL:http//www.detikhealth.com.

Mubarak, W.I., Cahyatin, N., Santosa, B.A. 2009. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: (Komalasari, R., Evriyani, D., Novieastari, E., Hany, A., Kurnianingsih, S.). Jakarta: EGC

Sarah, Uliya. 2006. Pengaruh Latihan Berbentuk ROM terhadap Fleksibilitas Sendi dan Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. tidak dipublikasikan.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 (edisi terjemahan oleh Waluyo, A., Karyasa, I.M., Julin,. Kuncara, Y., Asih, Y.). Jakarta: EGC

Soeparman. 2004. Panduan Senam Stroke. Jakarta: Puspa Swara.

Soeparman, S. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta:EGC. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.

Suryadi. 2005. Status Kesehatan dan Aktivitas Lansia. Bandung: Majalah Keperawatan Unpad Vol.6 No.11 Oktober 2004-Februari 2005.

Wangi, H. 2003. Faktor Prediktor Kualitas Hidup Penderita Pasca Stroke. Tesis. UGM. Tidak dipublikasikan.

World Health Organization (WHO). 2008. WHOQOL-BREF: Introduction, administration, scoring and generic version of the assessment. Geneva: World Health Organization (WHO).

Gambar

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lansia di Ruang Rawat Stroke RSJD
Tabel 4. Rerata Nilai Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Atas
Tabel 7 menunjukkan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kanan
Tabel 11 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Activity Daily  LivingSebelum dan Setelah Latihan ROM

Referensi

Dokumen terkait

Denaturasi reversible : rantai peptide dalam protein hanya mengembang, tidak sampai putus dan dapat kembali kebentuk semula bila penyebab denaturasi dihilangkan serta

Berdasarkan hasil wawancara pada tahap pertama, tergambar bahwa pembinaan terh- adap anak dalam keluarga hanya terpusat pada orang tua, sehingga pengetahuan anak tentang

Bakteriosin dari bakteri asam laktat bersifat bakterisidal terhadap sel sensitif dan membunuh dengan sangat cepat pada konsentrasi rendah.. Bakteri Gram negatif

Setelah itu dilakukan proses sintering sampai suhu 1000 0 C Karakteristik dari sebuah benda uji yang diperoleh dari dua komposisi campuran adalah memperoleh sebuah

Namun dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti adanya perbedaan yang signifikan dengan penelitian yang telah disebutkan diatas yaitu dengan penelitian yang

Yang dimaksud dengan klausa relatif dalam penelitian ini adalah klausa subordinatif yang disematkan dalam klausa utama untuk menjelaskan atau membatasi atau

Keadaan di dalam kolom menjadi semakin buruk bagi reaksi karena dengan adanya campuran air pada aliran asam asetat membuat jumlah mol produk lebih banyak dari

• Analisa keekonomian dilakukan berdasarkan perbandingan total biaya investasi untuk masing-masing skenario yang akan dijelaskan di Bab 3, dimana meliputi : biaya