• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG PENDAFTARAN TANAH

2.1. Pengertian Pendaftaran Tanah Dan Pendaftaran Tanah Menurut PP No.24 Tahun

2.1.1. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Melalui pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 ditegaskan bahwa penyelenggara pendaftran tanah adalah Badan Pertanahan Nasional dan pelaksana pendaftran tanah dilakukan oleh kepala Kantor Pertanahan yang ada disetiap kabupaten dan kota. Pengecualian bagi kegiatan-kegiatan tertentu ditugaskan kepada pejabat lain yang ditetapkan dengan suatu peraturan perundang-undangan.

PPAT yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional,baik PPAT umum,khusus, ataupun sementara

6

difungsikan pada kegiatan pendaftaran tanah lanjut bagi tanah- tanah yang telah terdaftar/bersertifikat yang biasa disebut kegiatan pemeliharaan data pendaftran tanah seperti pengalihan hak, pembebanan hak, dan pemberian hak lain diatas tanah hak tertentu sebagimana pada hak milik dan hak pengelolaan.Sementara pejabat lain dimaksudkan seperti Panitia Ajukasi yang difungsikan pada pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik bagi tanah- tanah yang belum terdaftar/bersertifikat yang susunanya sebagai berikut :

a. Seorang Ketua Panitia merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional.

b. Beberapa orang yang terdiri dari :

1. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah .

2. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah.

3. Kepala desa/kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang pamong desa/kelurahan yang ditunjuknya.

Keanggotaan Panitia Ajukasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di desa /kelurahan yang bersangkutan.Prioritas utama harus diberikan kepada para tetua adat yang dianggap sangat mengetahui masalah tanah di desanya dan juga Panitia Ajukasi itu dibantu lagi oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan,satuan tugas pengumpul data yuridis, dan satuan administrasi.

Jika bertolak dari ketentuan UUPA terutama pasal 2 ayat 4 dan pejelasan pasal 2 bahwa kewenangan agraria itu ada ditangan

kepada Pemerintah Daerah asalkan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional; Sebagai contoh melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1972 (telah diganti dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999)dan Peraturan dalam Negri No.1 Tahun 1977.7

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah negara bahwa Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berwenang memberi keputusan mengenai :

a. Pemberian hak milik atas tanah pertanian tidak lebih dari 2 hektar,

b. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian tidak lebih dari 2000m2 kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha,

c. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program transmigrasi, retribusi tanah,konsolidasi tanah, dan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik,

d. Pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000m2 kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha,

e. Semua pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan,

f. Pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 hektar.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan di provinsi berwenang memberi keputusan mengenai :

a. Pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 hektar,

7

b. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5000m2,kecuali kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan,

c. Pemberian hak guna usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 hektar,

d. Pemberian hak guana bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000m2,kecuali kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan,

e. Penbelian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 hektar,

f. Pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 150.000m2,kecuali kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional berwenang untuk :

1. Menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum.

2. Memberikan keputusan mengenai ;

a. Pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan.

b. Pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan apabila atas laporan Badan Pertanahan Nasional hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan dilapangan.

Pada pasal 2 Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 ditegaskan : (1) Sebagaimana kewenangan Pemerintah dibidang pertanahan

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)adalah : a. pemberian ijin lokasi,

b. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan,

c. penyelesaian sengketa tanah garapan,

d. penyelesain masalah ganti kerugian dan satuan tanah untuk pembangunan,

e. penetapan subyek dan obyek retribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absente, f. penetapan dan penyelesain masalah tanah kosong.

(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi yang bersangkutan. Pada pasal 5 Keputusan Presiden No.34 Tahun 2003 dinyatakan bahwa Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003 tentang kedudukan,tugas,fungsi,kewenangan,susunan organisasi, dan tata kerja lembaga pemerintahan non departemen (termasuk Badan Pertanahan Nasional) tidak berlaku lagi .

Pada Peraturan Mentri Dalam Negeri No.1 Tahun 1997 ditegaskan bahwa bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah,Lembaga, instansi atau badan-badan hukum (milik) Pemerintah untuk pembangunan wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Mentri dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik,hak guna bangunan atau hak pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Tetapi jika bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, lembaga,instansi, badan-badan hukum Indonesia itu seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/ Pemerintah Daerah untuk pembangunan dan

pengembangan wilayah industri dan parawisata, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Mentri Dalam Negeri atau Gubenur dalam daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak guna bangunan atau hak pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan pembangunan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.

Pandangan Sir Charles Fortescue – Brickdate yang dikutip A.P Perlindungan ( 1990 ; 4 ) yang menyatakan ada 6 yang harus digabungkan dalam pendaftaran tanah yaitu :

1. Security, bertolak kemantapan sistem sehingga seseorang akan merasa aman atas hak tersebut karena membeli tanah tersebut ataupun mengikatkan tanah tewrsebut untuk suatu jaminan atas uang (hutang),

2. Simplicity, sederhana sehingga setiap orang dapat mengerti, 3. Accuracy, bahwa terdapat ketelitian dari pada sistem

pendaftaran tersebut secara lebih efektif,

4. Expedition, artinya dapat lancar dan segera sehingga menghindari tidak jelas yang bisa berakibat berlarut-larut dalam pendaftaran tersebut,

5. Cheapness, yaitu agar biaya tersebut dapat semurah mungkin, 6. Suitability to circumstances, yaitu akan tetap berharga baik

sekarang maupun kelak di kemudian hari pendaftaran tanah tersebut.8

Dokumen terkait