• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.4. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan dalam 3 dua tahap: 1. Tahap pra survei.

2. Tahap Survei. 3. Tahap analisis data.

3.4.1. Tahap Pra Survei

Tahapan ini ditujukan untuk pengumpulan informasi mengenai penggunaan lahan pada DAS Citarum Hulu pada tahun 2002 dan 2008. Data yang diperlukan merupakan data sekunder diperoleh dari BPDAS Citarum-Ciliwung.

3.4.2. Tahap Survei

Survei dilakukan untuk melihat keadaan sumberdaya air yang ada pada DAS Citarum. Berkaitan dengan maksud ini maka penelitian dipusatkan pada salah satu sumberdaya air yang ada pada DAS Citarum yakni Waduk Jatiluhur. Data yang akan dikumpulkan merupakan data bulanan, meliputi:

a. Rerata debit bulanan hasil air DAS Citarum ke Waduk Jatiluhur, dari tahun 2002 sampai 2009 diperoleh dari Perum Jasa Tirta II Jatiluhur (berdasarkan neraca air pada inlet waduk Jatiluhur).

b. Curah hujan Tahunan DAS Citarum untuk tahun 2002 sampai tahun 2009 dari 8 stasiun hujan pada DAS Citarum, yakni stasiun Cicalengka, Paseh, Montaya, Cisondari, Dago, Darangdan, Purwakarta, dan Wanayasa.

c. Luas Areal Persawahan yang diairi oleh Jaringan Irigasi jatiluhur, dari tahun 2002 sampai 2009, diperoleh dari perum Jasa Tirta II Jatiluhur.

d. kebutuhan air irigasi 15 harian dari aral persawahan yang berada pada wilayah otorita Perum Jasa Tirta II Jatiluhur.

e. Suplai air irigasi yang berasal dari sumber setempat (sungai-sungai lokal) yang diperoleh dari Bendung-bendung pada wilayah Tarum Timur, dan Tarum Barat.

f. Suplai irigasi yang berasal dari waduk Jatiluhur.

3.4.3. Analisis data

a. Penutupan lahan dan penggunaan lahan DAS Citarum

Analisis luas penutupan lahan dilakukan dengan bantuan program Arcview

3.3. Peta wilayah kajian diperoleh dengan menggabungkan peta dasar dari 10 sub DAS yang berada di atas waduk Jatiluhur, yakni sub DAS Cikaso, sub DAS Cikundul, sub DAS Cimeta, sub DAS Cisokan, sub DAS Cikapundung, sub DAS Ciminyak, sub DAS Ciwidey, sub DAS Cisangkuy, sub DAS Citarik, dan sub DAS Cirasea. Peta penutupan lahan DAS Citarum dan peta wilayah tiap sub DAS diperoleh dari BPDAS Citarum-Ciliwung. Peta Wilayah kajian seperti pada Gambar 3.

Setelah pemotongan peta penutupan lahan untuk wilayah penelitian, dengan bantuan program Arcview 3.3 dilakukan operasi tumpang tindih antara peta tahun 2002 dan tahun 2008 untuk melihat perubahan yang terjadi. Pengaruh waktu pengambilan citra akan menpengaruhi keberadaan dari penutupan lahan yang ada, sehingga hasil indentifikasi tersebut dikelompokkan menjadi 4 kawasan penggunaan lahan berkaitan dengan penutupan vegetasi dan kemungkinan alihfungsi lahan karena pengaruh kekurangan air, keempat kawasan tersebut yaitu:

1. Kawasan bervetasi permanen, meliputi: hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, dan perkebunan.

2. Kawasan Pertanian, meliputi: pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, dan sawah.

3. Kawasan terbangun, berupa perumahan.

4. Kawasan terbuka, meliputi: semak/belukar, tanah terbuka, dan lain-lain.

b. Pengaruh Perubahan penggunaan Lahan terhadap Hasil Air DAS

Curah hujan merupakan pemasok utama air pada DAS yang akan mengikuti siklus hidrologi pada sistem DAS dan secara cepat atau lambat akan keluar pada bagian hilir sebagai hasil air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebelum melihat pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap hasil air, terlebih dahulu dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dan hasil air. Analisis Curah Hujan wilayah DAS dilakukan dengan Metode

Poligon Thiessen. Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan dari tahun 2002 sampai tahun 2009 dari 8 stasiun yang berada pada DAS Citarum yakni stasiun stasiun Wanayasa, stasiun Darangdan, stasiun Purwakarta, stasiun Dago, stasiun Cisondari, stasiun Montaya, stasiun Paseh, dan stasiun Cicalengka. Hasil air DAS diperoleh dari data tercatat pada inlet waduk Jatiluhur. Data yang diperoleh adalah data rerata bulanan debit air masuk ke Waduk Jatiluhur dalam satuan m3/detik. Berdasarkan data tersebut, maka diperoleh nilai hasil air bulanan (m3/bulan) dan hasil air tahunan (m3/tahun).

Persamaan yang digunakan untuk memperoleh hasil air bulanan dan tahunan sebagai berikut:

Vbln = ^Qbln x nh x 86400

Vth = Vbln(Jan + Feb + Mar +…..+ Des)

Keterangan:

Vbln = Hasil air Bulanan (m3/bln); Vtahun = hasil air tahunan (m3/tahun) Qbln = Volume bulanan (juta m3/bln); ^Qbln = Rerata debit bulanan (m3/detik)

nh = jumlah hari dalam bulan yang bersangkutan; Qth =Volume air Tahunan

(juta m3/tahun).

Hubungan yang terjadi antara curah hujan dan hasil air dievaluasi menggunakan pendekatan analisis korelasi dan uji t-student. Parameter yang dievaluasi adalah total air tahunan dan koefisen variansi. Setelah diketahui hubungan antara curah hujan dan hasil air dilakukan tabulasi sederhana untuk memperoleh nilai perubahan hasil air. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan perubahan hasil air adalah:

1. Hasil curah hujan dikurangi hasil air tahunan untuk memperoleh nilai selisih H- A. data pertama nilai H-A yakni untuk tahun 2002 ditetapkan sebagai nilai normal, diharapkan bahwa pada kondisi penggunaan lahan yang tetap atau tidak berbuah, nilai C-A akan selalu tetap dan jika terjadi penyimpangan maka nilai ini disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan.

2. Trend perubahan hasil air dilakukan menggunakan asumsi bahwa terjadi perubahan secara linier.

Berdasarkan analisis trend untuk hasil air kemudian dilakukan analisis regresi linier berganda untuk melihat pengaruh perubahan penggunaan lahan DAS terhadap hasil air.

c. Pengaruh perubahan hasil air terhadap suplai air irigasi

Irigasi Jatiluhur dimaksudkan untuk mengairi areal persawahan seluas ± 242.000 ha di bagian Utara Jawa Barat. Berkaitan dengan luasan tersebut, telah dilakukan perencanaan kebutuhan air irigasi. Pemenuhan air untuk kebutuhan irigasi berasal dari 2 sumber yaitu air dari DAS Citarum dan air dari sumber Lokal, sehingga untuk memperoleh nilai kebutuhan irigasi yang harus dipenuhi dari waduk Jatiluhur, kebutuhan irigasi dikurangi dahulu dengan pemenuhan dari sumber setempat.

Air yang keluar dari waduk Jatiluhur secara umum dimanfaatkan untuk 3 kebutuhan, yakni kebutuhan Irigasi, Industri, dan domestik. Secara umum dari 3 kebutuhan tersebut 90% air dari waduk Jatiluhur digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. Parameter yang digunakan untuk melihat pengaruh perubahan

hasil air terhadap pemenuhan kebutuhan air irigasi adalah berdasarkan nilai Indeks Penggunaan Air (IPA). Klasifikasi Indeks Penggunaan Air (IPA) suatu DAS disajikan pada Tabel 5, sedangkan persamaan untuk menghitung IPA adalah sebagai berikut:

IPA tahunan = Kebutuhan tahunan Persediaan tahunan Keterangan:

Kebutuhan air ( m3) = Rencana kebutuhan air irigasi dikurangi jumlah air yang telah dipenuhi dari sumber setempat

Persediaan air (m3) = suplai air irigasi dari Waduk Jatiluhur.

Tabel 5. Klasifikasi nilai Indeks Penggunaan Air (IPA)

No Nilai IPA Kelas

1. ≤ 0,5 Baik

2 . 0,6 – 0,9 Sedang

3 . ≥ 1,0 Jelek

Nilai IPA suatu DAS dikatakan baik jika jumlah air yang digunakan di DAS masih lebih sedikit dari pada potensinya sehingga DAS masih menghasilkan air yang keluar dari DAS untuk wilayah hilirnya, sebaliknya dikatakan jelek jika jumlah air yang digunakan lebih besar dari potensinya sehingga volume air yang dihasilkan dari DAS untuk wilayah hilirnya sedikit atau tidak ada. Indikator IPA dalam pengelolaan tata air DAS sangat penting kaitannya dengan mitigasi bencana kekeringan tahunan di DAS.

Kemampuan waduk dalam mengatasi perubahan hasil air dijelaskan dengan nilai efisiensi waduk yang diperoleh dengan persamaan:

E= 1-(defisit waduk/defisit DAS)

Defisit waduk dan DAS terjadi pada musim hujan ketika suplai air dari waduk lebih rendah dari kebutuhan air irigasi. Sedangkan defisit DAS terjadi ketika hasil air DAS lebih rendah dari kebutuhan air irigasi. Asumsi yang digunakan adalah defisit air pada skala waduk pasti lebih rendah dari defisit air DAS. Perhitungan defisit DAS dimaksudkan untuk melihat bagaimana kondisi penyediaan air dari DAS jika tidak ada waduk, sehingga dapat diketahui seberapa besar peranan waduk dalam mengatasi kekurangan yang terjadi pada skala DAS. Hal ini

berkaitan dengan fluktuasi saat musim hujan dan musim kemarau yang cukup tinggi.

d. Perubahan luas Areal persawahan

Informasi mengenai perubahan luas aral persawahan diperoleh dari Perum jasa Tirta II Jatiluhur, berdasarkan luas areal pada Tarum barat, Tarum timur, dan Tarum utara. Perubahan luas areal yang terjadi kemudian dibandingkan antar Tarum, dengan asumsi bahwa jika terjadi kekurangan air pada waduk Jatiluhur maka penurunan luas areal persawahan akan terjadi secara serempak pada semua tarum, jika perubahan hanya terjadi pada satu tarum maka diduga karena faktor lain dan bukan karena masalah kekurangan air.

Dokumen terkait