1. Perbanyakan Isolat Trichoderma spp.
Empat isolat yang digunakan dalam penelitian ini diperbanyak dengan menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA). Biakan Trichoderma spp. yang berasal dari masing-masing isolat diambil dengan menggunakan bor gabus dengan ukuran diameter 0.8 cm, lalu diletakkan di tengah-tengah cawan petri yang telah berisi media PDA. Biakan ini selanjutnya diinkubasi selama lima hari
sebelum digunakan dalam pengujian.
2. Aplikasi Perlakuan
Metode yang digunakan untuk menguji kemampuan bertahan Trichoderma spp. adalah metode poisoned food - based. Langkah pertama adalah dengan
mempersiapkan media Potato Dextros Agar (PDA). Setelah itu fungisida yang digunakan dicampur dengan media yang telah disiapkan. Selanjutnya biakan
murni Trichoderma di letakkan pada bagian tengah media, seperti tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema uji kemampuan Trichoderma terhadap fungisida dengan metode poisoned food - based.
3. Pengamatan dan Pengumpulan Data
Variabel yang diamati adalah diameter pertumbuhan koloni vegetatif jamur Trichoderma spp. Koloni vegetatif merupakan hifa yang berbentuk benang-benang halus memanjang, kumpulan benang-benang-benang-benang hifa disebut miselium dan berfungsi untuk menyerap makanan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai dengan 7 hari setelah inokulasi. Data pertumbuhan koloni jamur yang didapatkan merupakan rata-rata empat kali pengukuran diameter pada daerah yang berbeda (Gambar 5).
Gambar 5. Skema pengukuran diameter pertumbuhan isolat Trichoderma spp.
Biakan murni Trichoderma Sp. Garis pengukuran diameter ke-1 Garis pengukuran diameter ke-2 Garis pengukuran diameter ke-3 Garis pengukuran diameter ke-4
Poisoned food- based Biakan murni
PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT Trichoderma spp. PADA
MEDIA YANG MENGANDUNG TRIADIMEFON, BELERANG
ATAU UREA
(Skripsi)
Oleh
Fitrina Sari
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT TRICHODERMA spp. PADA MEDIA YANG MENGANDUNG TRIADIMEFON, BELERANG ATAU UREA
Oleh FITRINA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian UniversitasLampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur molekul triadimefon ... 12 2. Struktur molekul urea ... 12 3. Struktur molekul belerang ... 14 4. Skema uji kemampuan Trichoderma terhadap fungisida dengan
metode poisoned food – based ... 17 5. Skema pengukuran diameter pertumbuhan isolat Trichoderma spp 17 6. Pertumbuhan koloni jamur Trichoderma spp ... 18 7. Koloni isolat Trichoderma spp. pada medium yang mengandung
Triadimefon ... 31 8. Koloni isolat Trichoderma spp. pada medium yang mengandung
Belerang ... 31 9. Koloni isolat Trichoderma spp. pada medium yang mengandung
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 6 C. Kerangka Pemikiran ... 6 D. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Trichoderma spp ... 8
B. Fungisida ... 10
1. Bayleton ... 11
2. Urea ... 12
3. Belerang ... 12
III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
B. Alat dan Bahan ... 15
C. Metode Penelitian ... 15
1. Perbanyakan Isolat Trichoderma spp ... 16 2. Aplikasi Perlakuan ... 16 3. Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Jamur Trichoderma spp ... 18 B. Pertumbuhan Tricoderma Pada Media Yang Mengandung
Triadimefon... 18 C. Pertumbuhan Tricoderma Pada Media Yang Mengandung
Belerang ... 21 D. Pertumbuhan Tricoderma Pada Media Yang Mengandung
Urea ... 23 V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 26 B. Saran ... 26 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Penggunaan agens Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Trichoderma. Diakses tanggal 3 Agustus 2008.
Anonim. 2008. Pupuk Biologis Trichoderma. http://pupuk-biologis-trichoderma.html. Diakses tanggal 2 Agustus 2008.
Anonim. 2008. Bayleton. http://Bayer.co.id. Diakses tanggal 3 Agustus 2008 Anonim. 2008. Urea. http://id.wikipedia.org/wiki/Urea. Diakses tanggal 3
Agustus 2008.
Anonim. 2008. Belerang. http://id.wikipedia.org/wiki/Belerang. Diakses tanggal 3 Agustus 2008.
Anonim 2011. Efek Samping Fungisida Golongan Azol / Azole.
http://blajartani.blogspot.com/2011_04_01_archive.html. Diakses tanggal 18 Januari 2012.
Anonim. 2012. UREA. http://id.scribd.com/doc/55450021/U-R-E-A. 20 juni 2012
Anonim. 2002. Prospek pertanian organik di Indonesia.
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. 20 Juni 2012
Anonim, 2008. Pestisida sintetis dan bahayanya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. http://www.pertaniansehat.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi =lihat&id=66. 20 Juni 2012
Anonim, 2009. Bahaya residu
pestisida http://forum.travian.co.id/showthread.php?t=13301. 20 Juni 2012
Andita, A.M. 2012. Uji Toksisitas Akut Polisakarida Krestin Dari Ekstrak Coriolus versicalor Pada Mencit Dengan Parameter Kerusakan Hepatosit, Kadar SEPT dan SGOT.
tanggal 28 Mei 2012.
Basuki. 1986. Peranan Belerang Sebagai Pemacu Pengendalian Biologi Penyakit Jamur Akar Putih pada Karet. UGM.
Cahyaningtyas, I S. 2003. Uji Antagonisme Tiga Spesies Trichoderma sp. terhadap Tiga Isolat Ustilago scitaminea secara In Vitro. JIPTUMM. Universitas Muhammadiyah Malang.
Chang & Chang, 1999. Generation of volatile ammonia from urea fungicidal to Phellinus noxius in infested wood in soil under controlled conditions. Plant Pathology 48. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1365- 3059.1999.00349.x/pdf. diakses pada tanggal 5 Agustus 2008.
Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2006. Laporan Kegiatan Fasilitasi
Pengembangan dan Pemantapan Agens Pengendali Hayati OPT Tanaman Tahunan. Jakarta.
Elad Y, Zimand G, Zags Y, Zuriel S, Ched I. 1993. Use Of Trichoderma Harzianum In Combination Or Alternation With Fungicides To Control Cucumbar Grey Mould (Botrytis Cinerea) Under Commercial Greenhouse Condition. Plant Pathology 42.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1365-3059.1997.d01-77.x/pdf Emalinda, O., A.P. Wahyudi dan Agustian. 2003. Pengaruh herbisida glifosat
terhadap pertumbuhan dan keragaman mikroorganisme dalam tanah serta pertumbuhan tanaman kedelai (Glicune max (L.) Merr.) pada ultisol. Stigma. Vol. XI. 309-314.
Hendromuntarjo. 2008. Pengendalian JAP pada Tanaman Karet.
(http://hendromuntarjo.wordpress.com/). Diakses 2 Agustus 2008. Ilahang. 2006. Status & Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih pada
Sistem Wanatani Berbasis Karet Unggul di Kalimantan Barat. Lokakarya Nasional JAP; Pontianak 30 November 2006. http://worldagroforestry.org Istikorini, Y. 2002. Pengendalian penyakit tumbuhan secara hayati yang ekologis
dan berkelanjutan. http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/yunik_istikorini.htm. 3 Maret 2010.
Lizarmi, E. 2008. Jamur Akar Putih VS Jamur Trichoderma spp. http:// ditjenbun.deptan. go.id/perlindungan/ancaman-penyakit-jamur-akara- putih-vs-trichoderma.html
Paulitz, T.C. & Belanger, R.R. 2001. Biological Control in Greenhouse Systems. Annu. Rev. Phytophatol. 39 : 103 – 133.
Ramada, A. 2008. Pupuk Biologis Trichoderma. (http://organicindonesianvanilla. Blogspot.com/2008/01/pupuk-biologis-trichoderma. Html. Diakses pada
tanggal 10 Agustus 2008.
Salma, S dan L.Gunarto. 1999. Enzim Selulase dariTrichoderma spp.
http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/agrobio/abstrak/agrobio_vol2_n o2_1999_Salma.php. Diakses 21 Agustus 2008.
Saptana , T. Panaji, H. Tarigan dan A. Setianto. 2010. Analisis Kelembagaan pengendalian hama terpadu mendukung agribisnis kopi rakyat dalam rangka otonomi
daerah http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%283%29%20soca-saptanadkk-kelembagaan%20hpt%281%29.pdf . 20 Juni 2012
Setyono, A. B., 2009. Kajian pestisida terhadap lingkungan dan kesehatan serta alternatif solusinya. http://wongtaniku.wordpress.com/2009/04/26/kajian-pestisida-terhadap-lingkungan-dan-kesehatan-serta-alternatif-solusinya/. 20Juni 2012
Situmorang, A. 2003. Penyakit Tanaman Karet & Pengendaaliannya. Palembang: Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa.
Sukamto, S & D. Pujiastuti. 2004. Keefektifan Beberapa Bahan Pengendali Penyakit Busuk Buah Kakao Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan. Supriadi. 2005. Teknologi Pengendalian Penyakit Jamur Akar Cokelat (Phellinus
noxius) pada Jambu Mete. Pelita Perkebunan.
Tobing, M.C. 2009. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama dalam agroekosistem.
http://www.usu.ac.id/Pidato%20Pengukuhan%20Guru%20Besar_M_Cycc u.pdf. 20 Juni 2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan back to nature telah menjadi trend baru dan
meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian (Anonim, 2002). Oleh karena itu, penerapan teknologi pertanian yang
berwawasan lingkungan harus mendapat perhatian dari semua pihak, sebagai landasan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pola pembangunan pertanian seperti ini, selain harus dapat memelihara tingkat
produksi, juga harus mampu mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu kegiatan nyata yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga produksi pertanian dari gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta memperhatikan jasa-jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian, seperti jasa-jasa penyerbukan, jasa penguraian dan jasa pengendali hayati (Tobing, 2009).
Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne
pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggunag resiko kegagalan usaha taninya. Selain itu, ketertarikan konsumen terhadap produk hortikultura yang bersih dan cantik, serta kurang tersedianya pengendalian non kimia yang efektif, maka pestisida sintetis tetap menjadi primadona bagi petani (Istikorini, 2002).
Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah disatu sisi cara mengatasi masalah OPT dengan pestisida sintetis dapat menekan kehilangan hasil akibat OPT, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di sisi lain, tanpa pestisida kimia sintetis akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi (Setyono, 2009 dan Anonim, 2009).
Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis
mengakibatkan peningkatan residu pada hasil (Anonim, 2008). Terdapat kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan
peningkatan takaran pestisida (Emalinda et al., 2003). Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang
memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi (Saptana et al., 2010). Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena
pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan proses-proses alami.
Salah satu pengendali hayati yang banyak digunakan saat ini adalah Trichoderma spp., Trichoderma sp. Merupakan jenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. Memiliki aktivitas antifungal. Di alam,
Trichoderma sp. banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Jamur Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang saat ini banyak diteliti dan dikembangkan sebagai pupuk biologis tanah (Ramada, 2008). Jamur tersebut sangat efektif untuk menghambat
pertumbuhan jamur patogen tanaman dikaitkan dengan kemampuannya berkompetisi, mengeluarkan antibiotik dan parasitisme.
Trichoderma spp. telah dilaporkan efektif mengendalikan jamur tular tanah, seperti Rhizoctonia solani, Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii (Ramada, 2008), Phytium sp. Beberapa laporan juga menyebutkan jamur Trichoderma telah dimanfaatkan dalam pengendalian penyakit jamur akar coklat (JAC) yang
disebabkan oleh Phellinus noxius (Supriadi, 2005), jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidiporus lignosus (Lizarmi, 2008) serta Ustilago scitaminea (Cahyaningtyas, 2003).
Jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus merupakan salah satu penyakit penting tanaman karet. Daerah yang tinggi kejadian penyakit akar putih adalah sentra perkebunan karet di Riau, Sumatera Barat dan
Kalimantan Barat. Penyakit akar putih menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada produksi kebun karet. Menurut hasil perhitungan Situmorang (2004) penurunan produksi karet kering terjadi rata-rata 2.7 kg/pohon/20tahun. Upaya-upaya pengendalian jamur akar putih dilakukan secara kimia dan biologis (Ilahang, 2006).
Pengendalian penyakit akar putih yang dianjurkan adalah cara pencegahan lebih diutamakan dari pengobatan tanaman. Pencegahan penyakit meliputi
pemusnahan/pengurangan sumber infeksi (pembongkaran tunggul/sisa akar dengan mekanis, peracunan tunggul, penggunaan jamur pelapuk tunggul,
perbanyakan agensia hayati (Trichoderma) dan kacang-kacangan, dan penaburan belerang disekitar tunggul) dan perlindungan tanaman (bayleton atau tumbuhan
antagonis di pangkal akar tanaman). Pengobatan tanaman dilakukan dengan fungisida kimia dipadukan dengan tumbuhan antagonis untuk menghemat penggunaan fungisida.
Belerang dilaporkan efektif untuk pengendalian jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus (Lizarmi, 2008). Urea juga dilaporkan efektif untuk menekan pertumbuhan Phytophthora palmivora (Sukamto & Pujiastuti, 2004) dan Phellinus noxius (Chang & Chang, 1999). Fungisida sintetik golongan triadimefon juga dilaporkan efektif untuk mengendalikan jamur akar putih (JAP)
Pada penelitian ini beberapa Trichoderma yang digunakan berasal dari lahan perkebunan karet daerah Panumangan, penyakit yang sering menyerang tanaman karet sendiri salah satunya adalah jamur akar putih. Oleh karena itu media yang digunakan merupakan media yang telah ditambahi triadimefon, belerang maupun urea. Selama ini Trichoderma dilaporkan mampu bertahan di bahan kimia (Elad et al., 1993). Apabila Trichoderma mampu bertahan pada medium yang
mengandung triadimefon, belerang atau urea, maka Trichoderma kemungkinan dapat diaplikasikan secara bersama-sama dengan triadimefon, belerang atau urea. Diharapkan hal ini dapat mengendalikan jamur tular tanah dengan lebih baik.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan tumbuh beberapa isolat Trichoderma spp. pada media yang mengandung triadimefon, belerang atau urea.
C. Kerangka Pemikiran
Penggunaan fungisida triadimefon efektif untuk mengendalikan JAP. Selain itu JAP juga dapat dikendalikan dengan aplikasi sulphur (Lizarmi, 2008) dan urea (Ilahang et al., 2006). Selain itu pemanfaatan trichoderma dalam mengendalikan jamur akar putih dapat digunakan, karena memiliki kemampuan tumbuh yang cepat dan jamur ini juga memproduksi toksin (Mitotoksin) yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur lain atau patogen (Disbun Provinsi Jambi, 2000)
Selama ini teknik pengendalian JAP dilakukan secara sendiri-sendiri hasil dirasakan kurang maksimal. Apabila diaplikasikan secara terpadu atau bersama diharapkan hasil yang lebih baik. Aplikasi teknik pengendalian terpadu, yaitu penggabungan jenis agensia pengendali hayati dengan kimiawi mungkin akan memberi proteksi ganda. Bahan kimia merupakan efek kontak, langsung mematikan organisme target (kurative), sedangkan agensia hayati melindungi tanaman (proteksi) setelah efek dari fungisida kimiawi hilang. Sehingga dari aplikasi terpadu ini ada sistim pengendalian yang berkelanjutan dan lebih efektif. Trichoderma memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap tekanan
lingkungan dan bahan kimia (Ilahang et al., 2006). Elad et al. (1993) melaporkan bahwa T. harzianum dapat bertahan dan digunakan secara bersama-sama dengan fungisida untuk mengendalikan B. cinerea. Hal ini menunjukkan bahwa T.
harzianum mampu bertahan terhadap fungisida kimia. Kenyataan ini
memunculkan dugaan bahwa Trichoderma spp. juga mampu bertahan di dalam media yang mengandung triadimefon, belerang dan urea.
D. Hipotesis
Beberapa isolat Trichoderma spp. mampu tumbuh pada media yang mengandung fungisida triadimefon, belerang, ataupun urea.
Judul Skripsi : PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT
TRICHODERMA spp. PADA MEDIA YANG MENGANDUNG TRIADIMEFON,
BELERANG ATAU UREA Nama Mahasiswa : Fitrina Sari
No. Pokok Mahasiswa : 0414041029
Jurusan : Proteksi Tanaman Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing
Ir. Joko Prasetyo, M.S Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. NIP. 19590214 198902 1 001 NIP. 19620107 198603 2 001
2. Ketua jurusan Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Purnomo, M.S
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Joko Prasetyo, M.S ...
Sekretaris : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Ir. Efri, M.S ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001
Dengan mengucap syukur kepada Alloh SWT
Kupersembahkan hasil penulisan ini kepada
Ayah dan Ibu yang terus mendukungku
Abang dan Wodang
Suami serta anak ku tersayang
Dosen-dosen Proteksi Tanaman, sahabat dan
Almamater tempat ku menimba ilmu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 09 Juni 1986, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sukma Dewa dan Ibu Yuniarwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Teladan, Bandar Lampung pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Bogor pada tahun 2008.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan dengan amanah sebagai anggota Bidang Pengabdian Pada Masyarakat HIMAPROTEKTA periode 2005/2006, anggota Bidang Aktivitas dan Kreatifitas UKMF FOSI FP Unila periode 2005/2006, Bendahara Umum UKMF FOSI FP Unila periode 2006/2007, Bendahara Umum HIMAPROTEKTA periode 2007/2008, anggota Komisi Keuangan DPMU Unila periode 2008/2009. Penulis juga pernah dipercaya sebagai asisten mata kuliah Mikrobiologi Umum dan Virologi Tumbuhan semester genap 2008/2009.
SANWACANA
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah atas diberikannya rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan skripsi.
2. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan skripsi.
3. Ir. Efri, M.Si., selaku penguji yang telah memberikan saran, kritik, nasehat dan bimbingan dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Purnomo, selaku ketua jurusan atas nasehat dan bimbingannya. 5. Ir. Cipta Ginting, M.S., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
6. Keluarga ku tersayang, ayah dan ibu, abang, wodang, suami serta anak ku, terima kasih atas kasih sayang, dukungan, kepercayaan, perhatian, motivasi dan kesabaran kalian.
7. Sahabat ku Niar, Bani, Desma yang selalu membantu dan memberi semangat kepada ku, serta teman-teman FOSI maupun HPT yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu.
8. Mas Iwan, mbak Uum dan Pak Pariadi, terima kasih atas bantuannya selama penelitian hingga penulisan skripsi.
Semoga Alloh membalas semua kebaikan yang telah bapak, ibu dan rekan-rekan berikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Bandar Lampung
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Trichoderma spp.
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah adalah jamur Trichoderma spp. Jamur ini disamping berperan sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agensia hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Trichoderma juga dapat berlaku sebagai biofungisida, karena dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dan Phytophthora spp. Pupuk biologis Trichoderma dapat dibuat dengan cara menginokulasikan biakan murni pada media aplikatif, misalnya dedak. Sedangkan biakan murni dapat dibuat melalui isolasi dari
perakaran tanaman, serta dapat diperbanyak dan diremajakan kembali pada media PDA (Potato Dextrose Agar) (Anonim, 2008.
http://pupuk-biologis-trichoderma.html).
Pada pengendalian Phythopthora infestans, pengaplikasian jamur Trichoderma dengan dosis 100gr/lt air (media beras), ditambah dengan zat perekat. Begitu juga
dengan pengendalian penyakit layu Fusarium solani, jamur Trichoderma biasanya ditambah dengan pupuk kandang atau dedak sekam. Media tersebut ditebarkan merata diatas permukaan bedengan disaat tanah relatif lembab dan sebaiknya diberikan setelah penyiangan pertama.
(Anonim,2008.http://en.wikipedia.org/wiki/Trichoderma)
Trichoderma spp. juga dilaporkan sebagai jamur antagonis yang memiliki
kemampuan untuk menekan perkembangan atau penyebaran penyakit JAP. Jamur Trichoderma spp. hidup pada lapisan tanah yang sama seperti JAP. Untuk
tindakan pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) penyakit JAP pada karet dapat digunakan Trichoderma koningii. Perkembangan JAP dan T. koningii dalam tanah dibedakan pada tingkat keasaman tanah. T. koningii lebih menyukai kondisi tanah yang asam (pH 3,5-5,5) sedangkan JAP lebih menyukai kondisi tanah agak netral yaitu pH 5,0-7,5 dan pertumbuhan terbaik JAP pada pH 5,5-6,5 (Basuki, 1986).
Apabila kondisi lahan di pertanaman terlalu basa perlu ditambahkan serbuk belerang. Penaburan belerang bertujuan untuk membuat kondisi tanah menjadi asam sehingga cocok untuk pertumbuhan jamur T. koningii. Ada beberapa kerja T. koningii menekan perkembangan JAP yaitu pembentukan antibiotic dan mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran JAP terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorf. Lisis merupakan proses enzimatis oleh enzim selulase yang dihasilkan T. koningii (Lizarmi, 2008)
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2003), diketahui adanya proses penghambatan oleh Trichoderma terhadap Ustilago scitaminea. Hasil uji
antagonisme secara makroskopis menunjukkan bahwa Trichoderma mampu menghambat U. scitaminea, sedangkan secara mikroskopis antagonisme
Trichoderma menyebabkan hifa Ustilago scitaminea mengalami pembengkakan, mengeriting dan ujung hifa mengecil. Selain itu, juga terjadi pembelitan hifa Ustilago scitaminea oleh Trichoderma koningii. Untuk persentase penghambatan ada kecenderungan peningkatan persentase penghambatan Trichoderma
(Cahyaningtyas, 2003).
B. Fungisida
Fungisida adalah bahan kimia pembunuh jamur. Pembunuhan jamur dapat juga dengan cara lain pemanasan, penyinaran, dsb, tetapi hal ini tidak termasuk fungisida. Ditinjau dari fungsi kerjanya, fungisida dapat dibedakan menjadi fungisidal yang berarti membunuh jamur, fungistatik yang berarti tidak
membunuh tetapi hanya menghambat pertumbuhan jamur, genestatik yang berarti mencegah sporulasi.
Aplikasi fungisida harus diingat 2 hal ialah dosis kurativa, yaitu kadar minimum yang tepat untuk mematikan jamur, dosis toksika, yaitu kadar minimum yang