• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu diketahui bahwa di Indonesia pemerintah menghendaki adanya kesejahteraan terhadap anak, untuk itu pemerintah mengeluarkan produk yang memberikan perlindungan terhadap anak yaitu dengan disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang

mengatur tentang berbagai upaya dalam rangka untuk memberikan perlindungan, pemenuhan hak-hak dan meningkatkan kesejahteraan anak.

Untuk lebih jelas, dapat kita lihat di dalam table dibawah ini mengenai alasan orang tua angkat mengangkat anak angkat dapat dilihat dalam tabel prosentase sebagai berikut :

Tabel 1

Alasan Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Medan Tahun 2010 – 2011

No. Alasan Jumlah Persen

1 Tidak mempunyai

keturunan (anak) dan untuk kepentingan anak di masa depannya

3 60%

2 Untuk “mancing” agar bisa punya anak sendiri

2 40 %

Total 5 100%

Sumber : Buku Register di Pengadilan Agama Medan

Dari Tabel 1 tampak bahwa sebanyak 3 orang (60 %) alasan pengangkatan anak adalah karena tidak mempunyai keturunan (anak) dan untuk kepentingan anak di masa depannya. Karena dengan tidak mempunyai anak, maka dikhawatirkan dalam perkawinannya akan terjadi keretakan dalam berumah tangga.

Di samping itu dengan mengangkat anak diharapkan nantinya akan mendapatkan anak kandung sendiri atau untuk “mancing“ agar bisa punya keturunan (anak) sendiri, yaitu sebanyak 2 (dua) orang atau sebesar 40 %.

Selain sebagai pancingan juga diharapkan nantinya anak yang diangkat akan meneruskan harta warisan dari orang tua angkatnya apabila tidak mempunyai anak kandung.

Adapun hasil penelitian di Pengadilan Agama Medan diperoleh data mengenai alasan melakukan pengangkatan anak selama tahun 2010 – 2012 yang diambil sebanyak 5 (lima) orang adalah sebanyak 3 (tiga) orang (60%) menyatakan karena tidak mempunyai anak kandung. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2

Alasan Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Medan Tahun 2011 – 2012

No. Alasan Jumlah Persen

1 Tidak mempunyai anak kandung

2 40%

2 Punya anak laki-laki atau perempuan saja

1 20%

3 Karena keadaan ekonomi 1 20%

4 Untuk masuk dalam daftar gaji

1 20%

Total 5 100%

Sumber : Buku Register di Pengadilan Agama Medan

Dari Tabel 2 tampak bahwa sebanyak 2 (dua) orang sebesar 40 % alasan pengangkatan anak adalah karena tidak mempunyai anak kandung meskipun perkawinannya telah berlangsung lama, dan dengan adanya anak angkat , maka kehidupan rumah tangganya tambah bergairah dan bersemangat lagi.

Pada urutan ke 2 sebanyak 1 (satu) orang atau sebesar 20 % dalam Tabel 2 nampak bahwa pasangan suami isteri tersebut telah mempunyai anak namun belum lengkap karena hanya mempunyai anak laki-laki saja atau anak perempuan saja, sehingga dengan mengangkat anak laki-laki atau perempuan tersebut menjadi lengkaplah keluarga tersebut. Pada urutan ke 3 hanya 1 (satu) orang atau sebesar 20 % saja yang menyatakan alasan mengangkat anak karena keadaan ekonomi maksudnya karena orang tua kandung si anak ekonominya yang kurang mencukupi untuk mengasuh, mendidik dan membesarkan anaknya sedangkan calon orang tua angkat ekonominya lebih kuat, sehingga lebih mampu untuk mencukupi kesejahteraan anak tersebut. Pada urutan ke 4 hanya 1 (satu) orang sebesar 20 % saja yang menyatakan alasan mengangat anak karena alasan untuk memasukkan anak angkat ke dalam daftar gaji orang tua angkat.

Berkaitan dengan daftar gaji, status pekerjaan rang tua angkat dapat dilihat dari hasil penelitian, diperoleh data mengenai status pekerjaan orang tua angkat, yaitu:

Tabel 3

Status Pekerjaan Orang Tua Angkat di Pengadilan Agama Medan Tahun 2010 – 2012

No. Status Pekerjaan Jumlah Persen

1 PNS 1 20%

2 Karyawan Swasta, dll 4 80%

Total 5 100%

Dalam Tabel 3 terlihat bahwa sebagian besar atau sebanyak 1 orang (20%) tua angkat yang status pekerjaannya Pegawai Negeri Sipil yang memohon penetapan Pengadilan di Pengadilan Agama Medan.

Pada urutan ke 2 Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa status pekerjaan orang tua angkat Karyawan Swasta dan lain-lain sebanyak 4 (empat) orang dan sebesar 80 % yang mengajukan permohonan Penetapan Pengadilan Agama di Medan.

Dari data yang diperoleh, dari tahun 2010 sampai 2012 tidak terdapat permohonan pengangkatan anak yang di tolak oleh Pengadilan Agama Medan, keseluruhan permohonan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Medan.

Melalui jalan adopsi atau pengangkatan anak diharapkan anak-anak yang terlantar mendapatkan pemenuhan hak seperti yang terdapat dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.82

Kemudian dalam hal pengangkatan anak dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seseorang anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang pengangkatan anak, namun praktik pengangkatan anak di tengah –tengah kehidupan sosial masyarakat telah melembaga dan menjadi bagian dari budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah melakukan pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum adat dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan.

Pemerintah melalui Menteri Sosial menyatakan bahwa, dalam kenyataan kehidupan sosial tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak. Kenyataan yang demikian mengakibatkan anak menjadi terlantar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Sambil menunggu di keluarkannya Undang-undang Pengangkatan Anak telah ditetapkan beberapa kebijaksanaan yaitu salah satunya dikeluarkannya Keputusan Menteri Sosial Nomor 41 Tahun 1984.83Hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 1984 proses kearah lahirnya undang-undang yang khusus membahas pengangkatan anak telah sedang berjalan, dan yang mengatur ketertiban praktik pengangkatan anak dilakukan dengan beberapa peraturan kebijakan-kebijakan pemerintah dan lembaga yudikatif, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung, dan lain-lain.

83Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 201.

Mahkamah Agung sendiri sebagai penanggung jawab atas pembinaan teknis peradilan mengakui bahwa peraturan perundang-undangan dalam bidang pengangkatan anak Warga Negara Indonesia, terutama pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing ternyata tidak mencukupi, meskipun belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang pengangkatan anak, karena lembaga pengangkatan anak telah menjadi bagian dari kultur masyarakat dan telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka praktik pengangkatan anak secara adat telah ditertibkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang tersebar di beberapa peraturan dan Surat Edaran Mahkamah Agung yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 1983.84

M. Nuh, juga memberikan pandangan Asas Hukum bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia juga menjunjung tinggi sistem hukum dalamcommon lawyang menghargai hakim sebagai makhluk mulia dan memiliki hati nurani serta kemampuan untuk menangkap sinyal nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagai hukum riil yang oleh hakim dapat digali sebagai bahan ramuan untuk menciptakan hukum

yurisprudensi, dalam menangani kasus yang hukum tertulisnya belum mencukupi

seperti hukum pengangkatan anak di Indonesia. Temuan hukum oleh hakim (yurisprudensi) tersebut, kedepannya akan menjadi sumber hukum dalam praktik peradilan.

84 M. Nuh, Hakim (Ketua Majelis Hakim) Pengadilan Agama Medan Kelas IA Medan, wawancaraTanggal 20 Juli 2012.

M. Nuh, juga menambahkan bahwa hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pengangkatan anak melalui Pengadilan adalah dikarenakan ketidakpahaman masyarakat Indonesia tentang hukum dan karena masyarakat telah terbiasa dengan pelaksanaan pengangkatan anak secara adat saja dan sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita, dan karena masyarakat menganggap pelaksanaan pengangkatan anak melalui proses pengadilan adalah hal yang sangat sulit, waktu yang panjang, berbelit-belit dan membutuhkan biaya yang mahal, padahal menurut Hakim pada Pengadilan Agama kelas I A Medan tidak demikian, bahkan terdapat banyak keuntungan bagi masyarakat yang mengangkat anak dengan memohon putusan/penetapannya ke Pengadilan Agama khusus bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam, yaitu anak yang diangkat tidak dapat menguasai seluruh harta warisan orang tua angkatnya, karena telah dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan pengangkatan anak juga dikenal adanya pencatatan yang dilakukan guna menjamin keabsahan dari pencatatan yang dilakukan. Pencatatan pengangkatan anak yang kelahirannya normal dari perkawinan sah dan asal usulnya jelas, dilakukan di kantor catatan sipil akan menjadi mudah dan tidak mengalami kendala, karena pelaksanaan pencatatannya oleh Kantor Catatan Sipil cukup mencatat pengangkatan anak tersebut di pinggir akta kelahiran si anak angkat.

Pengangkatan anak dilihat dari keberadaan anak yang akan diangkat dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Pengangkatan anak yang dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada dalam kekuasaan orang tua kandung atau orang tua asal (private adoption );

b. Pengangkatan anak yang dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada dalam organisasi sosial (non private adoption) ;

c. Pengangkatan anak terhadap anak yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua asal maupun organisasi sosial, misalnya anak yang ditemukan karena dibuang orang tuanya.

Persoalannya menjadi agak rumit, apabila anak yang diangkat tidak mempunyai asal usul orang tuanya yang jelas seperti anak yang dibuang orang tua yang tidak bertanggung jawab atau atau diambil dari panti asuhan yang asal usul orang tua kandungnya tidak diketahui atau dirahasiakan.

Kalau anak yang akan diangkat diambil dari yayasan, maka seharusnya yayasan sudah terlebih dahulu mencatatkan kelahiran anak dimaksud, dengan demikian si anak telah memiliki kutipan akta lahir. Setelah ada penetapan dari pengadilan, maka orang tua angkat mengajukan permohonan “catatan pinggir”pengangkatan anak pada pinggir akta kelahiran anak tersebut.

Apabila anak yang dimohonkan sebagai anak angkat itu tidak jelas asal usulnya, maka seharusnya orang yang menemukan bayi tersebut melaporkan kasus penemuan bayi itu ke pihak kepolisian. Kepolisian akan membuatkan surat keterangan penemuan bayi dan memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan surat keterangan dari pihak kepolisian, maka orang yang menemukan bayi itu dapat mengajukan permohonan pencatatan ke kantor catatan sipil untuk dikeluarkan akta kelahirannya, setelah diperoleh kutipan akta kelahiran, maka langkah selanjutnya yang akan ditempuh oleh calon orang tua angkat adalah mengajukan permohonan

pengangkatan anak ke pengadilan wilayah hukum pengadilan yang mewilayahi domisili pemohon.

Setelah ada penetapan pengadilan, maka orang tua angkat dengan membawa salinan penetapan pengadilan dimaksud mengajukan permohonan catatan pinggir tentang pengangkatan anak pada akta kelahiran anak angkat yang bersangkutan. Ketentuan tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk. Pada bagian ke-6 (ke enam) Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut, ada dua pasal yang mengatur tentang pengangkatan anak, yaitu Pasal 23 dan Pasal 24. Ketentuan pengangkatan anak ini juga berlaku bagi kalangan pegawai negeri sipil yang melakukan pengangkatan anak dan bagi pegawai negeri sipil yang beragama Islam dilakukan ke Pengadilan Agama.85

Adapun prosedur pelaksanaan pengangkatan anak termasuk yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil adalah sebagai berikut.86

1. Pengajuan Permohonan

Pemohon atau kuasanya dengan membawa surat permohonan pengangkatan anak yang telah ditandatangani datang ke Pengadilan Agama, mengajukan

85 Sugeng Heriono, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Medan Kelas IA Medan, WawancaraTanggal 17 Juli 2012

86Hilman Lubis, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Medan Kelas IA Medan,Wawancara Tanggal 16 Juli 2012

permohonan Ketua Pengadilan Agama dan petugas yang ditunjuk melakukan pengecekan kelengkapan isi berkas permohonan,

2. Pembayaran Panjer Biaya Perkara

Setelah melalui pengecekan kelengkapan berkas petugas dimaksud melengkapi berkas dengan taksiran biaya perkara yang diikuti dengan persetujuan panitera dan Pemohon atau kuasanya datang menghadap kasir untuk membayar panjer biaya perkara sejumlah yang ditetapkan.

3. Pendaftaran Perkara Permohonan Pengangkatan Anak

Pada tahap ini Pemohon menyerahkan berkas perkara permohonan pengangkatan anak yang telah dibayarkan panjer biaya perkaranya tersebut kepada petugas dan diberi nomor, sebagai tanda telah terdaftar satu berkas surat permohonan pengangkatan dan dimasukkan dalam Register Induk Perkara Permohonan sesuai dengan nomor perkara yang tercantum dan diserahkan kepada wakil panitera untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan Agama, melalui panitera.

4. Penunjukan Majelis Hakim

Dalam tenggang waktu 3 (tiga) hari kerja setelah proses registrasi diselesaikan petugas harus sudah menyampaikan berkas permohonan pengangkatan anak kepada Ketua Pengadilan Agama, untuk meminta Penetapan Majelis Hakim

(PMH). Berkas yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama telah dilampirkan formulir PMH. Majelis hakim yang ditunjuk harus terdiri dari tiga orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.87

Dalam proses pemeriksaan perkara, majelis hakim dibantu oleh seorang panitera pengganti yang bertugas mencatat jalannya sidang dalam Berita Acara Persidangan, dan seorang jurusita untuk melaksanakan tugas pemanggilan yang resmi.

5. Penetapan Hari Sidang

Berkas perkara permohonan pengangkatan anak yang telah ditetapkan majelis hakimnya, dilengkapi dengan formulir Penetapan Hari Sidang (PHS) segera diserahkan kepada ketua majelis dan hakim yang telah ditunjuk. Ketua Majelis mempelajari berkas, dan dalam tenggang waktu 7 hari kerja sejak berkas diterima, hari sidang telah ditetapkan disertai dengan perintah memanggil pemohon untuk hadir di persidangan.

6. Panggilan Terhadap Pemohon

Panggilan terhadap pemohon pengangkatan anak atau saksi-saksi untuk menghadiri sidang dilakukan oleh juru sita. Pemanggilan terhadap pemohon pengangkatan anak dan beberapa saksi yang akan di hadirkan di persidangan,

87 M, Nuh, Hakim (Ketua Majelis Hakim) Pengadilan Agama Medan Kelas IA Medan, WawancaraTanggal 16 Juli 2012

dilakukan dengan tata acara pemanggilan sebagaimana dalam acara pemanggilan perkara permohonan.88

7. Pelaksanaan Persidangan Permohonan Pengangkatan Anak

Pemeriksaan perkara permohonan pengangkatan anak dilakukan sebagaimana pemeriksaan perkara permohonan lainnya. Perkara harus sudah putus dalam waktu paling lama 6 bulan, jika lebih dari waktu 6 bulan, maka ketua majelis harus melaporkan keterlambatan tersebut kepada ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama dengan menyebutkan alasannya.

8. Berita Acara Persidangan

Ketua majelis bertanggung jawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan dan sudah menandatanganinya sebelum sidang berikutnya dimulai. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara majelis hakim dan panitera pengganti sehubungan dengan isi dan redaksi berita acara persidangan, maka yang dijadikan dasar adalah pendapat majelis hakim. Panitera Pengganti yang ikut bersidang, wajib membuat berita acara persidangan yang memuat segala sesuatau yang terjadi di persidangan, yaitu mengenai susunan majelis hakim yang bersidang, siapa-siapa yang hadir, serta jalannya pemeriksaan perkara tersebut dengan lengkap dan jelas. Berita acara persidangan harus sudah siap untuk ditandatangani sebelum sidang berikutnya.

88 Sugeng Heriono, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Medan Kelas IA Medan, WawancaraTanggal 17 Juli 2012

9. Rapat Permusyawaratan dan hasil musyawarah (penetapan)

Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia. Panitera pengganti dapat mengikuti rapat permusyawaratan hakim apabila dipandang perlu dan mendapat persetujuan oleh majelis hakim. Ketua majelis hakim pertama-tama mempersilahkan kepada hakim anggota II untuk mengemukakan pendapatnya, disusul hakim anggota I dan terakhir ketua majelis hakim menyampaikan pendapat hukumnya.

Semua pendapat hukum yang dikemukakan oleh hakim harus disertai landasan hukum yang kuat, baik pasal pasal dari undang-undang, yurisprudensi, dan pendapat ahli (doctrin). Dalam musyawarah majelis hakim, hendaknya diindahkan ketentuan Pasal 19 Ayat (4), (5), dan (6) UU No. 4 Tahun 2004. Hasil musyawarah majelis hakim kemudian dirumuskan dalam sebuah PENETAPAN .89

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pelaksanaan pengajuan pengangkatan anak bagi pegawai negeri sipil muslim dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama dengan melalui prosedur sebagaimana diuraikan di atas. Dengan kata lain dalam suatu penetapan pengangkatan anak harus melalui prosedur pengajuan yaitu pengajuan permohonan disertai kelengkapan berkas, pembayaran panjar biaya perkara, pendaftaran perkara permohonan pengangkatan anak, penunjukan majelis hakim, penetapan hari sidang, panggilan terhadap pemohon,

89Hilman Lubis, Panitera Pengadilan Agama Medan Kelas IA Medan,WawancaraTanggal 16 Juli 2012

pelaksanaan persidangan permohonan pengangkatan anak, berita acara persidangan, serta rapat permusyawaratan dan penetapan hasil musyawarah (penetapan).

Mekanisme pengangkatan anak yang dijelaskan di atas juga dilakukan oleh pemohon pengangkatan anak sebagaimana penetapan pengangkatan NOMOR :21/Pdt.P/2010/PA.Mdn yang diajukan oleh HR, S.H Bin H. SBR dan K binti TT. Adapun anak yang diangkat adalah NFR Br N, lahir di Kisaran tanggal 31 Mei 2009 putri dari DAR dengan Almarhum MYAN yang telah meninggal dunia karena kecelakaan.

Apabila ditelaah dari alasan pengangkatan anak dalam penetapan tersebut adalah pengangkatan anak yang dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada dalam kekuasaan orang tua kandung atau orang tua asal (private adoption). Hal ini dikatakan demikian karena anak yang diangkat adalah masih dalam kekuasan orang tua kandung bukan anak terlantar atau dibuang orang tuanya tetapi kedua orang tuanya telah meninggal. Pengangkatan anak dimaksud juga dilakukan oleh pemohon adalah untuk kepentingan dan kemashlahatan terhadap masa depan anak tersebut, maka pemohon bermaksud ingin mengangkat anak tersebut secara resmi dan kemudian pemohon akan masukkan ke dalam daftar tanggungan pemohon sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pelaksanaan pengangkatan anak pada dasarnya sangat bermanfaat bagi masa depan anak yang bersangkutan dan dapat

dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang diuraikan diatas termasuk Surat Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, pasangan suami istri dapat mengangkat anak dengan syarat-syarat yang telah diatur di dalamnya.

Dokumen terkait