• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERJ ANJ IAN J UAL BELI APARTEMEN OLEH DEVELOPER PT X YANG DIBUAT SECARA SEPIHAK

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Menurut Subekti, Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal33. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian atau persetujuan menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPer adalah sebagai berikut: “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum. Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka dengan tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi).

33

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, hal 1

Di dalam Pasal 1320 KUHPer menentukan empat syarat sahnya perjanjian, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

Karenanya istilah perjanjian sepihak bertentangan dengan hakikat perjanjian itu sendiri, Pasal 1315 KUHPer menyebutkan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.

Sesuai pasal 1493 KUHPer yang berbunyi:

“kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan istimewa, memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini; bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib menanggung sesuatu apapun”.

Dan pasal 1494 KUHPer yang berbunyi:

“meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung suatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari sesuatu perbuatan yang dilakukan olehnya; segala perjanjian yang bertentangan dengan ini adalah batal”.

Karenanya perjanjian sepihak tidak memiliki kekuatan hukum maupun dasar hukum.

Perjanjian jual beli, berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUHPer, adalah:

”Suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,

sedang pihak yang lain (si pembeli) berjanji utnuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.”

Dari ketentuan Pasal 1457 KUHPer tersebut, jelaslah bahwa memang ada dua pihak yang terkait dengan jual beli, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu yang dalam hal ini diwujudkan kewajiban bagi pihak penjual untuk menyerahkan barang yang dijualnya dan kewajiban bagi pihak pembeli untuk menyerahkan uang sesuai dengan harga yang telah disepakati bersama.

Perjanjian yang memuat suatu kebendaan yang baru akan ada melahirkan perikatan bersyarat (dengan syarat tangguh) bagi para pihak, yang jika lewatnya waktu yang ditentukan belum juga ada, menghapuskan perikatan tersebut demi hukum34.

Dalam hal ini, sebagaimana telah dijelaskan di muka, dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi hukum perdata, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan35.

34

Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, Seri Hukum Perikatan, Jual Beli. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2003, Hal.18

35

Perjanjian jual beli dianggap telah terjadi pada saat dicapai kata sepakat antara penjual dan pembeli. Hal yang demikian ini diatur dalam pasal 1458 KUHPer yang menyebutkan bahwa:

“Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Perjanjian jual beli itu sebenarnya sudah terjadi pada detik tercapainya kesepakatan tersebut, bukan pada detik-detik yang lain yang kemudian atau sebelumnya.

Bentuk perjanjian jual beli apartemen dibuat dan lazim dipergunakan mempunyai bentuk perjanjian dengan klausula baku/perjanjian yang dibuat secara sepihak. Hal tersebut dibuat semata- mata hanya untuk memudahkan dalam transaksi perdagangan. Pelaku usaha tidak perlu setiap kali melakukan perjanjian, harus membuat terlebih dahulu surat perjanjian. Demikian pula halnya dengan pembeli, belum tentu mau direpotkan untuk membuat draft perjanjian secara bersama-sama mengingat tidak adanya waktu luang. Oleh karena itu surat perjanjian jual beli apartemen dibuat dalam bentuk baku untuk mempermudah kedua belah pihak dalam melakukan perjanjian.

Ditinjau dari aspek hukum perjanjian, perjanjian baku yang dibuat oleh developer tetap dianggap sah asal telah memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 1493 KUHPer yang

menjelaskan Meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung suatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang tersebut, bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib menanggung sesuatu apapun. Akan tetapi dalam pasal 1494 KUHPer memberikan persyaratan bagi penjual yaitu tetap bertanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari sesuatu perbuatan yang dilakukan olehnya; segala perjanjian yang bertentangan dengan ini adalah batal.

Dalam UUPK pasal 1 ayat (10) yang berbunyi, memberikan pengertian mengenai klausula baku yaitu:

“Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Akan tetapi menurut pasal 18 ayat (1) UUPK yang memberikan pernyataan perjanjian yang dibuat dengan menggunakan klausula baku, yaitu:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPK menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu bahwa larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan pembeli setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kesepakatan yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPer. Perjanjian dengan menggunakan klausula baku atau dibuat perjanjian yang dibuat secara sepihak menimbulkan adanya suatu pemaksaan terhadap pihak lain untuk sepakat tersebut. Perjanjian ini dianggap dengan perjanjian tidak sah oleh undang-undang sesuai dengan isi pasal 1321 KUHPer dan pasal 1323 KUHPer yang isinya adalah:

Pasal 1321 KUHPer yang berbunyi,

“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Dan Pasal 1323 KUHPer yang berbunyi,

“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila

paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ke tiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.”

Dengan ditandatanganinya perjanjian jual beli apartemen antara developer dengan pembeli. Dibawah ini merupakan gambaran ringkas mengenai hubungan hukum yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli apartemen yang terjadi dilapangan.

Pelaksanaan perjanjian jual beli apartemen antara developer dengan pembeli, maka dapat diketahui adanya kewajiban dan hak masing-masing pihak sebagai subyek hukum, yaitu pihak developer selaku penjual dan pihak konsumen selaku pembeli. Kewajiban dan hak dari masing-masing pihak tersebut dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan tahap pelaksanaan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kewajiban dan hak dari masing-masing pihak tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Tahap Pendahuluan 1) Kewajiban pembeli

Kewajiban pembeli dalam tahap pendahuluan perjanjian jual beli apartemen dimulai pada saat akan mengajukan permohonan kredit pemilikan Apartemen. Pembeli pada awalnya memperoleh informasi dari pihak developer mengenai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pembeli dalam pengajuan pembelian Apartemen secara kredit. Pada umumnya persyaratan awal yang harus dipenuhi oleh calon pembeli adalah sebagai berikut :

1.Foto copy KTP diperbesar 2X (suami + istri) 2.Foto copy KK

3.Foto copy akta lahir (suami + istri)

4.Foto copy akta nikah (suami + istri, bagi yang sudah menikah) 5.Surat keterangan belum menikah (bagi yang belum menikah) 6.Foto copy NPWP sebanyak 2 lembar

7.Foto berwarna ukuran 3x4 (suami + istri) sebanyak 2 lembar

8.Slip gaji 2 bulan terakhir dan SKP (surat keterangan pekerjaan) bagi pegawai sebanyak 2 lembar

9.Foto copy SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) + TDP (tanda daftar perusahaan) + akta CV/PT bagi pengusaha sebanyak 2 lembar

10. Foto copy rekening tabungan 3 bulan terakhir sebanyak 2 lembar36.

Setelah calon pembeli melengkapi semua persyaratan administratif yang telah ditetapkan, calon pembeli dipersilahkan untuk menunggu beberapa hari guna pemeriksaan kelengkapan persyaratan administratif tersebut.

2) Hak calon pembeli

Adapun hak bagi calon pembeli dalam Pasal 4 UUPK adalah sebagai berikut :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

36

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

3) Kewajiban developer

Sedangkan Pasal 7 UUPK mengatur mengenai Kewajiban Developer yang meliputi:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikkan, dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

d. Menjamin mutu barang/jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang/jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan. f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatanbarang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

4) Hak developer

Untuk menciptakan kenyamanan dalam berusaha dan untuk menciptakan pola hubungan yang seimbang antara developer dan pembeli maka perlu adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hal tersebut lebih lanjut diatur dalam Pasal 6 UUPK, meliputi:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/jasa yang diperdagangkan.

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

b. Tahap pelaksanaan

Setelah melalui tahap awal, yaitu tahap pengajuan persyaratan administratif yang dilakukan oleh calon debitur, tahap selanjutnya adalah tahap pemeriksaan persyaratan administrasi tersebut. Pihak developer

akan mengadakan penelitian terhadap persyaratan administrasi dan pemeriksaan di lapangan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kebenaran informasi yang diberikan oleh calon pembeli. Apabila dalam pemeriksaan di lapangan data yang diberikan sesuai dengan kenyataan, maka pihak developer akan meneruskan permohonan pembelian apartemen secara kredit yang diajukan oleh calon pembeli. Namun apabila dalam pemeriksaan di lapangan data yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, maka pihak developer dapat menolak pengajuan permohonan pembelian apartemen secara kredit dari calon pembeli dengan atau tanpa memberikan alasan penolakannya. Terhadap permohonan pengajuan pembelian apartemen yang diterima oleh

developer, maka mulai masuk pada tahap pelaksanaan perjanjian. Dalam hal ini kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat untuk mengadakan perjanjian jual beli apartemen dan menandatangani akta perjanjian tersebut. Dalam praktek di lapangan, perjanjian jual beli apartemen

antara developer dengan pembeli didahului oleh perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), yakni suatu perjanjian awal adanya kesepakatan jual beli apartemen. Pada umumnya format dan isi dari perjanjian pengikatan jual beli ini antara satu developer dengan developer yang lain adalah sama, namun demikian ada juga beberapa perjanjian yang memiliki sedikit isi dan redaksionalnya meskipun secara substansi tetap sama.

Pada dasarnya suatu perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali disetujui oleh kedua belah pihak. Demikian pula halnya dengan perjanjian pengikatan jual beli apartemen antara developer

dengan pembeli juga tidak bisa ditarik kembali.

Pasal 1266 dan 1267 mengatur suatu hal yang terpaut pada syarat memutus, akan tetapi yang kiranya lebih baik dapat dibicarakan sama sekali terlepas dari pada itu. Ini mengenai pemutusan perjanjian- perjanjian timbal balik dalam hal wanprestasi, yang dilakukan oleh salah satu pihak37.

Ditegaskan dalam Pasal 1338 KUHPer:

(1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

37

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perutangan Bagian A, Liberty, Yogyakarta, 1975, hal 35

(2) Suatu Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena suatu alasan –alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

(3) Suatu Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer tersebut di atas, setiap perjanjian yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Hal ini berarti perjanjian pengikatan jual beli apartemen yang dibuat antara developer dengan pembeli mengikat kedua belah pihak. Masing-masing pihak berkewajiban untuk melaksanakan isi dari perjanjian tersebut. Selanjutnya dalam ayat (2) ditegaskan bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan. Perjanjian dapat dibatalkan dalam hal :

1) Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perjanjian

2) Isi dari perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang Para pihak harus melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak memiliki itikad buruk dalam melaksanakan isi perjanjian, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan pembatalan perjanjian kepada Pengadilan Negeri yang tentunya harus ada bukti-bukti yang cukup kuat.

Untuk mengantisipasi terjadi pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen antara developer

dengan pembeli, dalam salah satu klausula perjanjian dicantumkan sanksi bagi pihak yang membatalkan perjanjian.

Ternyata PT “X” melakukan pembatalan tanpa memberitahu pembeli sehingga mengakibatkan kerugian terhadap pembeli dengan syarat tertentu.

Berdasarkan kasus tersebut maka dapat dianalisa bahwa PT “X” melakukan perjanjian sepihak dimana perjanjian awal pembelian

apartemen di PT “X” dengan klausula baku / perjanjian sepihak. Yang

mana dalam perjanjian awal tersebut, tidak disebutkan dalam isi perjanjiannya mengenai jika pengajuan KPA (Kredit Pemilikan

Apartemen) calon pembeli kurang dari jumlah yang ditetapkan oleh

Dokumen terkait