• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI APARTEMEN DI SURABAYA

Perjanjian jual beli harus dilakukan dengan kata sepakat artinya kedua belah pihak harus sama-sama menyetujui dan tidak ada unsur paksaan untuk melakukan perjanjian tersebut.

Akan tetapi dalam prakteknya, pelaksanaan perjanjian jual beli

apartemen dilakukan dengan menggunakan klausula baku yang artinya

perjanjian dibuat secara sepihak berdasarkan dasar hukumnya pasal 1 ayat (10) UUPK.

Karena dalam pelaksanaannya perjanjian jual beli apartemen dilakukan dengan menggunakan klausula baku maka perlu adanya perlindungan bagi pembeli apartemen.

Perlindungan hukum kepada pembeli dapat diwujudkan dalam 2 bentuk pengaturan, yaitu, pertama, melalui suatu bentuk perundang- undangan tertentu yang sifatnya umum untuk setiap orang yang melakukan transaksi barang dan atau jasa sedangkan kedua, melalui perjanjian yang khusus dibuat para pihak yang isinya antara lain mengenai ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa.

Pasal 1 ayat (1) UUPK yang menyatakan bahwa segala upaya yang ditujukan untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan terhadap konsumen

dilakukan sebelum atau pada saat atau telah terjadi transaksi yang menimbulkan suatu hubungan hukum antara pelaku usaha selaku produsen dengan pembeli sebagai subyek hukum, dan barang dan atau jasa sebagai obyek hukum dalam Undang-undang ini. Dengan disahkannya UUPK, diharapkan dapat digunakan sebagai sarana preventif guna mewujudkan perlindungan konsumen dengan berdasarkan atas hak-hak yang juga dimiliki manusia. Jelas telah diungkapkan dalam UUPK, bahwa yang menjadi subyek hukumnya adalah orang.

Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada asas yang diyakini memberikan arahan dan implementasinya di tingkatan praktis. Berdasarkan Pasal 2 UUPK, ada 5 (lima) asas perlindungan konsumen yaitu:

1. Asas Manfaat

Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan..

2. Asas Keadilan

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan pembeli

Asas Keamanan dan Keselamatan pembeli dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Asas Kepastian Hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum38 .

Pembentukan Perlindungan pembeli pada dasarnya antara lain dimaksudkan memberikan tempat yang seimbang antara pelaku usaha dengan pembeli. Masalah keseimbangan ini secara tegas dinyatakan dalam perjanjian terhadap perlindungan pembeli. Sekalipun dalam berbagai peraturan perundang-undangan seolah mengatur dan/atau melindungi pembeli di bidang rumah susun, tetapi pada kenyataannya pemanfaatannya mengandung kendala tertentu yang menyulitkan pembeli. UUPK mencoba untuk memberikan perlindungan terhadap ketiga kepentingan pembeli tersebut di atas. Meskipun demikian pada pelaksanaan di lapangan, pembeli belum secara maksimal memperoleh perlindungan hukum secara adil.

Dengan diberlakukannya Pasal 1338 KUHPer tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya suatu masalah dikemudian hari oleh para pihak yang membuat suatu perjanjian. Perjanjian jual beli apartemen sering melanggar ketentuan pasal 1320 KUHPer yaitu mengenai syarat sahnya perjanjian dan akibat melanggar tersebut pasal 1321 memberikan pernyataan tidak sah.

38

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 25

Jadi perjanjian jual beli apartemen yang dilakukan oleh PT X dengan pembeli yang tidak sah karena bertentangan dengan pasal 1320 KUHPer dan pasal 18 UUPK pelarangan pembuatan perjanjian dengan menggunakan klausula baku.

Tidak sahnya perjanjian jual beli apartemen tersebut di dasarkan pada pasal 1321 KUHPer. Akibat ketidak absahan perjanjian jual beli

apartemen tersebut maka para pihak harus membuat perjanjian jual beli

yang baru lagi sesuai dengan pasal 1320 KUHPer dan perjanjian jual beli yang menggunakan klausula baku menjadi batal. Hal ini berdasarkan pasal 1323 KUHPer dan pasal 1325 KUHPer.

Pasal 1323 KUHPer berbunyi,

“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat”.

Pasal 1325 KUHPer yang berbunyi,

“Paksaan mengakibatkan batalnya suatu perjanjian tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat perjanjian, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau istri atau sanak keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah”.

Bearti perjanjian jual beli apartemen yang sesuai dengan pasal 1320 bahwa para pihak dalam hal ini penjual dan pembeli harus benar-benar yang membuat perjanjian tersebut bukan perjanjian yang sudah disediakan oleh pihak penjual.

Maka sesuai Pasal 4 UUPK yang berbunyi,

“Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”.

Pembeli mempunyai hak atas ganti rugi dan penggantian terhadap penjual, dimana yang tidak sesuai dengan perjanjian tersebut.

Dan Pasal 7 UUPK yang berbunyi,

“Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”.

Penjual mempunyai hak memberi ganti rugi dan penggantian terhadap pembeli, dimana yang tidak sesuai dengan perjanjian tersebut.

Berkaitan dengan Apartemen/Rumah Susun berikut disampaikan secara singkat uraian mengenai hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan.

a. Hak Milik

Hak milik merupakan hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial.

b. Hak Guna Bangunan

Hak guna bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

c. Hak Pakai

Di dalam UUPA dijelaskan bahwa hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain.

d. Hak Pengelolaan

Hak pengelolaan merupakan hak yang berisi wewenang untuk:

1. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan

2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya 3. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga

menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegaang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukkan, penggunaan, jangka waktu dan kuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian

hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku39.

Pembeli atas pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negari dengan gugatan Materiil yang selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan BPSK diberitahukan.

Dari adanya yang cukup sederhana. Pembeli yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa langsung datang ke BPSK provinsi dimana mereka berdomisili dengan membawa permohonan penyelesaian sengket, mengisi formulir pengaduan dan juga berkas-berkas/dokumen yang mendukung pengaduannya.

39

Endang Pandamdari, Jurnal Perpanjangan Hak Atas Tanah Bersama Dalam Pemilikan Satuan Rumah Susun, hal 5

BAB IV

Dokumen terkait