• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan perjajian sewa beli sepeda motor di dealer panorama motor kabupaten SRAGEN

Dalam dokumen Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli (Halaman 57-66)

METODE PENELITIAN

G. Metode Analisis Data

1. Pelaksanaan perjajian sewa beli sepeda motor di dealer panorama motor kabupaten SRAGEN

Mekanisme pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer Panorama Motor cabang Sragen pada dasarnya sama dengan perjanjian sewa beli yang dilakukan oleh dealer yang lain, yaitu dengan menggunakan perjanjian tertulis diatas materai minimal Rp.6000,00.

Untuk dapat melakukan perjanjian sewa beli sepeda motor didealer Panorama Motor cabang Sragen, calon penyewa harus memenuhi beberapa syarat yang sudah ditetapkan oleh pihak dealer. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah :

a. Calon penyewa harus mempunyai pekerjaan tetap. b. Calon penyewa harus mempunyai penghasilan tetap. c. Calon penyewa tidak pernah cacat kelakuan.

d. Calon penyewa harus mau memenuhi semua hak dan kewajibannya. Beberapa pakar hukum di Indonesia memberikan definisi perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu

hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang.

Namun ada pakar lain yang mengatakan perjanjian adalah “Suatu persetujuan yang diakui oleh hukum” (Abdul Kadir Muhammad,1992). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang.

Pengertian perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih”. Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa definisi atau batasan atau yang terdapat didalam ketentuan pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan.

Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Sepakat mengikatkan diri artinya pihak-pihak yang

mengikatkan perjanjian ini mempunyai persesuaian kehendak tentang hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang bebas dari kedua belah pihak, mereka menghendaki

47

secara timbal balik. Dengan kata sepakat maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas kehendak kedua belah pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepakat yang dimaksud adalah perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir sejak tercapainya kesepakatan, sebagaimana diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang memberikan pengertian bahwa perjanjian yang diadakan para pihak itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan di dalam sepakat yang diadakan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan artinya orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUH Perdata “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap”, sedangkan orang-orang yang tidak termasuk cakap hukum dalam membuat persetujuan diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu :

1) Orang-orang yang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang

c. Suatu hal tertentu

Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu barang yang jelas atau tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, jumlahnya walaupun tidak diharuskan oleh undang-undang.

d. Suatu sebab yang halal (causa)

Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian.

Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang-undang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak.

Dari uraian tentang syarat-syarat sahnya perjanjian di atas maka syarat tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua syarat yang terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Mengenai definisi perjanjian sewa beli ini ada beberapa definisi dari para pakar di Indonesia diantaranya yaitu, Sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-tidaknya sewa beli lebih mendekati jual beli

49

dari pada sewa menyewa, meskipun ia merupakan campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa menyewa (Prof. R. Subekti SH : 52)

Menurut isi dari SK Menteri Perdagangan dan Kopersi No. 34 / KP / II / 1980 adlah sebagai berikut :

“sewa beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik suatu barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas”.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar hukum diatas dan undang-undang serta surat keputusan Menteri Perdagangan dan Kopersi tidak ada keseragaman. Namun kalau diperhatikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah atau menjurus pada bentuk perjanjian jual beli, dari pada sewa menyewa. Karena dalam perjanjian sewa beli, peralihan hak milik adalah yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang.

Perjanjian sewa beli adalah merupakan percampuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Oleh karena itu pihak pembeli tidak dapat membeli barang sekaligus atau lunas, maka perlu diadakan suatu perjanjan dimana pembeli diperbolehkan mengangsur dengan beberapa kali angsuran. Sedangkan hak milik baru akan berpindah tangan pada saat pembeli sudah membayar semua angsuran dengan lunas. Dan selama angsuran tersebut belum dilunasi maka pembeli masih menjadi penyewa.

Sebagai penyewa, maka ia hanya berhak atas pemakaian atau mengambil manfaat atas barang tersebut dan penyewa tidak mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindah tangankan barang tersebut kepada orang lain. Jika hal tersebut dilakukan oleh pembeli sewa, maka ia akan dikenai sanksi pidana karena dianggap menggelapkan barang milik orang lain.

Mengenai objek perjanjian sewa beli telah ditentukan secara jelas dalam pasal 2 ayat (1) SK Menteri perdagangan dan koperasi nomor No. 34 / KP / II / 1980, yaitu adalah semua barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan tekhnis, baik berasal dari produksi sendiri ataupun hasil perakitan (assembling) atau hasil produksi lainnya didalam negeri.

Namun dalam pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai wujudnya apakah barang bergerak atau tetap. Dalam perjanjian sewa beli yang bertindak sebagai subyek adalah penjual sewa. Mengenai pihak yang dapat menjadi penyewa, ini bisa perseorangan atau badan hukum. Penjual sewa ataupun pembeli sewa ini umumnya sering dengan istilah “para pihak”.

Dalam perjanjian sewa beli seperti ini berarti diperlukan hak dan kewajiban yang sama antara penjual dan penyewa. Hak dan kewajiban sewa beli hampir sama dengan hak dan kewajiban dalam jual beli, yaitu mempunyai tujuan mengalihkan hak milik atas suatu barang. Hanya saja ada perbedaan mengenai cara pembayaran serta perolehan miliknya.

Dari uraian diatas, jika melihat dari perjanjiannya maka kewajiban penjual sewa adalah sebagai berikut :

51

a. Menyerahkan barang atau benda (tanpa hak milik) kepada pembeli sewa.

b. Menyerahkan hak milik secara penuh kepada pembeli sewa, setelah obyek tersebut dilunasi

Kewajiban yang pertama tersebut dilakukan oleh penjual sewa pada saat ditutupnya perjanjian sewa beli antara penjual sewa dan pembeli sewa. Yang diserahkan adalah hanya untuk menguasai atas barangnya saja, bukan hak milik atas barang. Penyerahan ini dimaksudkan agar barang yang menjadi obyek sewa beli tersebut dapat digunakan atau diambil manfaatnya oleh pembeli sewa.

Kewajiban yang kedua untuk menyerahkan hak milik dari suatu barang itu kepada pembeli sewa secara sepenuhnya yang dimaksud adalah bahwa penjual sewa setelah menyerahkan hak tersebut, bebas berbuat apa saja atas barang miliknya. Penyerahan ini dilakukan setelah penyewa melunasi angsuran-angsuran yang menjadi harga barang tersebut.

Mengenai bentuk dan isi perjanjian sewa beli di Dealer Panorama Motor dapat berupa:

a. bentuk perjanjian sewa beli

Bentuk perjanjian sewa beli Sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam Buku III KUH Perdata mengenal adanya asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat 1) maka pihak dalam membuat perjanjian sewa beli, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjiannya. Hukum perjanjian memberikan kebebasan

sepenuhnya pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum, dan Kesusilaan.

Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas, maka perjanjian sewa beli dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Namun agar para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa beli itu merasa aman dari penyelewengan atau penipuan, maka perjanjian sewa beli harus dituangkan dalam bentuk tertulis, baik itu dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan.

b. isi perjanjian sewa beli

Isi perjanjian sewa beli sepeda motor yang dituangkan dalam bentuk tulisan baik dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan pada umumnya berisi tentang :

1) Tanggal mulai berlakunya perjanjian sewa beli.

2) Jumlah angsuran dan berapa kali angsuran tersebut harus dibayar oleh pembeli sewa.

3) Jangka waktu untuk tiap-tiap angsuran.

4) Penjelasan mengenai ciri dan jenis barang serta keadaan barang. 5) Harga barang apabila dibeli secara tunai.

6) Cara pembayaran angsuran tidak dengan tunai.

7) Tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diatas materai, minimal Rp. 6000, 00.

8) Hal-hal yang dianggap perlu seperti : angsuran, bunga, pajak, asuransi, dan lain sebaginya (Prof. R. Subekti SH 1990:56 ).

53

Pada perjanjian-perjanjian tertentu, mengenai resiko telah ada pengaturannya, seperti yag telah dijelaskan dalam uraian diatas misalnya : pada perjanjian resiko ada pada pihak pembeli (pasal 1460 KUHPerdata), sedangkan pada perjanjian sewa menyewa resiko ditentukan pada pihak penjual (pasal 1553 KUHPerdata).

Mengenai resiko dalam sebenarnya adalah merupakan unsur dari perjanjian sewa beli. Tetapi perjanjian sewa beli bukanlah perjanjian jual beli atau penjanjian sewa menyewa, tetapi merupakan perjanjian jenis baru. Oleh karena itu mengenai siapa yang menjadi penanggung resiko apabila terjadi suatu overmacht tidak ada ketentuan yang mengaturnya.

dimuka telah dijelaskan bahwa perjanjian sewa beli sampai saat sekarang belum ada Undang-Undang khusus yang mengaturnya. Sewa beli hanya didasari oleh SK Menteri No. 34 / KP / II / 1980. Dimana dalam SK Menteri ini, sewa beli belum diuraikan secara lengkap dan rinci, Termasuk di dalam isinya belum memuat tentang kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa beli.

Pada dasarnya berakhirnya perjanjian sewa beli terdapat beberapa kemungkinan cara untuk mengakhirinya. Adapun kemungkinan-kemungkinan yang dapat dijadikan cara untuk mengakhiri suatu perjanjian sewa beli adalah sebagai beikut :

a. Apabila angsuran sudah dibayar lunas oleh pihak penyewa

b. Apabila salah satu pihak meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya yang meneruskan, atau mungkin ada ahli warisnya yang namun tidak mau meneruskan

c. Apabila terjadi perampasan barang yang menjadi obyek perjanjian sewa beli oleh pihak penjual sewa terhadap pihak lawannya

d. Apabila setelah adanya putusan dari pengadilan yang bersifat tetap (Prof. Subekti 1991 : 43)

Dari uraian baik menurut pakar hukum maupun menurut Undang-Undang diatas yang paling umum terjadi dalam hal peralihan hak secara penuh dalam sewa beli sepeda motor terjadi jika si penyewa telah membayar angsuran sepeda motor guna melunasi harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan mengenai masalah resiko siapa yang harus menanggung biaya apabila penyewa telah terbukti melakukan wanprestasi, adalah penyewa sendiri. Karena penyewa dirasa telah melanggar isi dari perjanjian sewa beli yang sudah disepakatinya bersama antara penyewa dan pihak Dealer.

2. Penyelesaian masalah yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian

Dalam dokumen Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli (Halaman 57-66)