• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN

C. Pelaksanaan Perjanjian Kerja bagi Karyawan dan Perusahaan

Pelaksaan sebuah perjanjian kerja bersikap perjanjian kerja bersama. Sejak disahakannya Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mencabut enam ordonansi dan delapan undang-undang di bidang ketenagakerjaan, maka Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menjadi Undang-Undang payung bagi segala hal menyangkut ketenagakerjaan termasuk Perjanjian Kerja Bersama dsn Peraturan Perusahaan.75

Perjanjian kerja bersama dibuat yaitu bertujuan untuk mempertegas dan memperjelas hak-hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha; memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam perusahaan; menetapkan secara bersama syarat-syarat kerja keadaan industrial yang harmonis dan atau

Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, menggunakan istilah PKB dan memberikan defenisi sebagai berikut,

“Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat buruh atau beberapa serikat atau serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

PKB merupakan istilah yang menunjuk pada suatu perjanjian yang pembuatannya dilakukan dengan negosiasi atau perundingan antara serikat pekerja atau serikat buruh dengan pengusaha ataupun asosiasi pengusaha. Pengusaha maupun pekerja atau buruh wajib tunduk dan melakukan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama yang berlaku.

75

61

hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.76

Manfaat adanya perjanjian kerja bersama yaitu:77

Dalam sebuah hubungan kerja pasti timbul perselihan yang biasanya disebut perselisihan hubungan industrial. Menurut Maimun, Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan kewajiban masing-masing;

2. Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha

3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin

4. Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.

78

Dalam melaksanakan hubungan industrial pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan

Senin, 16 Maret 2015 pukul 19:35

77ibid 78

62

kesejahteraan kepada pekerja atau buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan. Pekerja atau buruh, serikat pekerja atau serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya, serta memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial adalah menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. 79

Pengusaha sebagai pimpinan perusahaan berkepentingan atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan dengan cara meraih keuntungan setinggi-tingginya sesuai modal yang telah ditanamkan dan menekan biaya produksi serendah-rendahnya (termasuk upah pekerja atau buruh) agar barang dan/atau jasa yang dihasilkan bersaing dipasaran. Bagi pkerja atau buruh, perusahaan adalah sumber penghasilan dan sumber penghidupan sehingga akan selalu berusaha agar perusahaan memberikan kesejahteraan yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Kedua kepentingan yang berbeda ini akan selalu mewarnai hubungan antara pengusaha dan pekerja atau buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa.80

79

Asri Wijayanti, Op.Cit., hal.59

80

Maimun, Op.Cit., hal.119

Perbedaan kepentingan ini harus dicarikan keharmonisasiannya karena berpotensi memicu timbulnya perselisihan dalam hubungan industrial. Potensi perselisihan hubungan industrial ini ada sejak

63

terjadinya hubungan industrial, konkretnya sejak ada hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha. 81

Perselisihan di bidang industrial yang selama ini dikenal dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan, baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perundang-undangan. Perselisihan hubungan industrial juga dapat disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja. Hal ini terjadi karena hubungan antara pekerja atau buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Apabila salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, sulit bagi para pihak untuk mempertahankan hubungan yang harmonis.82

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian perselisihan Perburuhan disebutkan bahwa perselisihan perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan. Dari pengertian tersebut dapat ditarik 2 (dua) jenis perselisihan perburuhan yaitu perselisihan hak dan perselisihan kepentingan, yaitu:

83

1. Perselisihan hak (rechtsgeschill), yaitu perselisihan perseorangan antara pengusaha atau serikat atau gabungan pengusaha dengan serikat pekerja atau pekerja perorangan akibat pelaksanaan perjanjian atau perjanjian perburuhan ;

81ibid 82

Asri Wijayanti, Op.Cit., hal.178

83

64

2. Perselisihan kepentingan (belangengeschill), adalah perselisihan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha karena tidak adanya penyesuaian paham mengenai syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.

Perselisihan-perselihan yang terjadi tersebut akan menjadi faktor penghambat terlaksananya suatu perjanjian. Pembuatan suatu perjanjian kerja bersama dilakukan secara musyawarah antara para pihak yang berunding. Apabila musyawarah tidak mencapai kesepakatan maka akan terjadi perselisihan industrial, hal itu yang menjadi penyebab timbulnya hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian kerja.

Bilamana terjadi perselisihan perburuhan, maka serikat pekerja atau buruh dan majikan mencari penyelesaian perselisihan itu secara damai dengan jalan perundingan. Persetujuan yang dicapai melalui perundingan itu dapat disusun menjadi perjanjian perburuhan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam undang-undang perjanjian perburuhan. Jika dalam perundingan itu oleh pihak-pihak yang berselisih sendiri tidak dapat diperoleh penyelesaian, maka ada 2 alternatif yang dapat ditempuh:84

1. Menyerahkan perselisihan itu secara sukarela pada seorang juru atau dewan pisah. Penyerahan perselisihan kepada seorang juru atau dewan pemisah harus dilakukan dengan surat perjanjian antara kedua belah pihak. Penyelesaian seperti ini juga disebut dengan penyelesaian secara sukarela (Foluntary Arbitration). Penyelesaian secara sukarela artinya dilakukan diluar pengadilan

65

dikenal juga dengan istilah Alternative Disputes Resolution (ADR), beberapa penyelesaian dalam ADR ini yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrasi.

2. Menyerahkan perselisihan itu kepada pegawai perantara Depnaker. Penyelesaian seperti ini lazim disebut penyelesaian wajib (Compulsory Arbitration). Penyelesaian perselisihan secara wajib yakni penyelesaian yang dilakukan melalui pegawai perantara dan institusi yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan perubuhan, karena itu disebut dengan istilah penyelesaian wajib. Penyelesaian ini dapat digunakan apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan perundingan dan oleh pihak berselisih tidak menyerahkannya kepada juru atau dewan pemisah. 85

85ibid, hal.138

66 BAB IV

TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA PEMENUHAN HASIL PRODUKSI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ANTARA KARYAWAN DENGAN PTPN IV PERKEBUNAN PABATU

A. Mekanisme Pelaksanaan Perjanjian Kerja antara Serikat Pekerja dengan PTPN IV

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang diadakan antara serikat pekerja atau serikat buruh atau beberapa beberapa serikat pekerja yang telah terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan Pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang berbadan hukum, yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat kerja yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja. Dengan demikian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan suatu peraturan induk atau peratuan dasar bagi perjanjian kerja, baik terhadap perjanjian kerja yang sudah diselenggarakan maupun yang akan diselenggarakan, ini berarti setiap Perjanjian Kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja atau buruh tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama. Jika terjadi pertentangan antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama maka perjanjian kerja tersebut dinyatakan batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama (Pasal 127 dan 128 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Sebelum membahas mekanisme Pelaksanaan Perjanjian Kerja antara Serikat Pekerja dengan PTPN IV ada baiknya menjelaskan terlebih dahulu profil PT. Perkebunan Nusantara IV.

67

PTPN IV adalah bidang usaha milik negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha agroindustri. PTPN IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industry, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya. 86

PTPN IV memiliki 30 Unit kebun yang mengelola budidaya kelapa sawit dan teh, dan 3 unit proyek pengembangan kebun inti kelapa sawit, 1 unit proyek pengembangan kebun plasma kelapa sawit, yang menyebar di 9 kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Padang Lawas Utara, Batubara dan Mandailing Natal. Dalam proses pengolahan, PTPN IV dilengkapi dengan 15 Unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS), 3 unit Pabrik Teh, dan 1 Unit Pabrik Pengolahan Inti Sawit.87

PTPN IV juga didukung oleh 1 Unit Usaha Perakitan atau Erection Pabric (Perbengkelan) yaitu Pabrik Mesin Tenera (PMT) dan 3 Unit Usaha Rumah Sakit yaitu RS. Laras, RS. Balimbingan, dan RS. Pabatu. Seluruh Unit Usaha dan proyek pengembangan PTPN IV dikelompokkan kedalam 5 Grup Unit Usaha (GUU), diantaranya:88

1. Grup Unit Usaha-I, yang meliputi : a. Kebun Bah Jambi

b. Kebun Balimbingan c. Kebun Tonduhan

86

Annual Report, Laporan Tahunan PTPN IV Tahun 2012, hal. 19

87ibid 88

68 d. Kebun Pasir Mandoge e. Kebun Sei Kopas f. Kebun Dolok Sinumbah g. Kebun Marihat

2. Grup Unit Usaha-II, yang meliputi: a. Kebun Gunung Bayu

b. Kebun Mayang c. Kebun Bukit Lima d. Kebun Dolok Ilir e. Kebun Laras

f. Kebun Tanah Itam Ulu

3. Grup Unit Usaha-III, yang meliputi: a. Kebun Pabatu

b. Kebun Adolina c. Kebun Air Batu d. Kebun Tinjowan

e. Kebun Pandang Matinggi f. Kebun Aek Nauli

g. Kebun Sawit Langkat

4. Grup Unit Usaha-IV, yang meliputi: a. Kebun Pulu Raja

b. Kebun Berangir c. Kebun Ajamu

69 e. Kebun Sosa

Kebun Pengembangan: f. Kebun Panai Jaya g. Kebun Batang Laping h. Kebun Timur

i. Plasma Madina

5. Grup Unit Usaha-V, yang meliputi: a. Kebun Marjandi

b. Kebun Bah Butong c. Kebun Sidamanik d. Kebun Tobasari

e. Kebun Bah Birong Ulu

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) disingkat PTPN IV didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1996 tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan VI, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan VII, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan VIII menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara IV dan Akta Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara IV No. 37 tanggal 11 Maret 1996 yang dibuat dihadapan Notaris Harun Kamil, SH dan Anggaran Dasar telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Nomor: C2-8332 HT.01.01.Th.96 tanggal 8 Agustus 1996 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.81 tanggal 8 Oktober 1996; Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 8675, Anggaran Dasar telah disesuaikan dengan UU No.40 Tahun 2007 tentang

70

Perseroan Terbatas berdasarkan Akta Notaris Sri Ismiyati, SH No. 11 tanggal 04 Agustus 2008 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI melalui Surat Keputusan No. AHU-60615.AH.01.02. Tahun 2008 tanggal 10 September 2008, Anggaran Dasar telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir berdasarkan akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham No. 16 tanggal 8 Oktober 2012 yang dibuat dihadapan Notaris Ihdina Nida Marbun SH.89

Dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama, perhatian utama Serikat Pekerja atau Serikat Buruh adalah mendapatkan di lapangan hak-hak karyawan yang telah diberi oleh managemen dalam dokumen perjanjian. Perhatian utama managemen adalah mempertahankan haknya untuk mengelolah perusahaan dan agar kegiatan-kegiatan perusahaan berjalan efektif. Sering kali dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam perjanjian, tidak terlaksananya PKB baik yang dilakukan oleh Pengusaha maupun Pekerja berdampak pada terjadinya perselisihan hubungan industrial, baik terjadi karena perbedaan penafsiran pasal-pasal yang ada dalam PKB maupun karena ketidak mampuan para pihak untuk melaksanakan isi PKB.90

Kemudian daripada itu, adapun latar belakang lahirnya perjanjian kerja antara serikat kerja dengan PTPN IV adalah bahwa sesungguhnya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menuntut partisipasi dan peran aktif Direksi dan Karyawan dalam upaya menuju perbaikan taraf hidup bangsa khususnya Karyawan melalui peningkatan

89

Annual Report, Op.Cit., hal. 18

71

produksi dan produktivitas kerja. Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan antara Direksi dan Karyawan, sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan makna Hubungan Industrial, maka PT. Perkebunan Nusantara IV, dalam lingkup BUMN Perkebunan memandang perlu menyusun suatu perjanjian yang dibentuk dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang rumusnya memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban antara Direksi dan Karyawan. Menyadari pentingnya suatu rumusan PKB yang merupakan pedoman kerja sama antara pekerja dan perusahaan dimana PKB akan membantu kedua belah pihak menyelesaikan masalah atau perselisihan dalam kerja maka Perusahaan dan Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (SP.BUN) perlu menetapkan PKB dalam Mewujudkan Hubungan Industrial. Sehingga Direksi dan Karyawan secara bersama bertanggung jawab untuk kelancaran proses produksi serta kepastian terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan kesejahteraan karyawan serta keluarganya. Baik Perusahaan maupun Serikat pekerja bertanggung jawab atas terlaksananya hak dan kewajiban yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama yang telah dibuat dan/atau hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaanya.91

3. Setia Dharma Sebayang (Direktur Keuangan)

Perjanjian Kerja Bersama PTPN IV diadakan oleh dan antara Perusahaan, Direktur yang diwakili oleh:

1. Erwin Nasution (Direktur Utama)

2. Ahmad Haslan Saragih (Direktur Produksi)

91

72

4. Memed Wiramihardja (Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha)

5. Andi Wibisono (Direktur SDM dan Umum)

Dengan Serikat Pekerja Perkebunan yang diwakili oleh:

1. Wispramono Budiman, SE, MM (Ketua Umum)

2. Ir. Brata Wahyu Rizal (Ketua I)

3. Hatorangan Siahaan, SE (Ketua II)

4. Mashudi Erhan, S.Kep, NS (Sekretaris Umum)

5. Burhanuddin Lubis, BA (Sekretaris I)

6. Effendi Pohan, SE (Bendahara Umum)

SP.BUN adalah Serikat Pekerja Perkebunan PT.Perkebunan Nusantara IV. Berdasarkan UU No.21 Tahun 2000, SP.BUN PTPN IV adalah Organisasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja atau buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh yang bekerja diluar perusahaan. Sifat Organisasi SP.BUN PTPN IV tidak merupakan bagian dari organisasi politik maupun organisasi massa lainnya. SP.BUN PTPN IV adalah kesatuan yang menghimpun Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara lingkup PT. Perkebunan Nusantara IV yang bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta

73

meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya.92 Pengurus SP.BUN adalah Pengurus SP.BUN tingkat perusahaan dan basis yang dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah organisasi yang merupakan wakil dari anggotanya. SP.BUN mempunyai kewajiban tidak akan mencampuri segala sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan, akan tetapi dapat mempertanyakan dan merundingkan suatu kebijakan Perusahaan yang diperkirakan berdampak kepada penurunan tingkat kesejahteraan karyawan dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan yang berlaku.93

Menurut Bapak Lukman Silalahi selaku Assisten SDM dan Umum pada PTPN IV Perkebunan Pabatu, seluruh karyawan mengetahui bahwa ada perjanjian kerja dalam bentuk Perjanjian Kerja Bersama.94 Sebelum melaksanakan perjanjian kerja antara serikat kerja dengan PTPN IV Pabatu tidak memiliki prosedur khusus,95 hanya saja perusahaan ada menyampaikan sosisalisasi mengenai perjanjian kerja yang berlaku dan dipakai, dalam hal ini manajemen bekerja sama dengan serikat pekerja melakukan sosialisasi tentang perjanjian kerja tersebut serta memperbanyak Perjanjian Kerja Bersama tersebut untuk dibagikan kepada pengurus serikat pekerja dan anggota di tiap afdeling atau bagian.96

92

Isi dari perjanjian kerja tersebut secara umum adalah memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban antara Direksi dan Karyawan.

diakses Kamis, 26 Maret 2015 pukul 23:30

93ibid 94

Hasil wawancara, Op.Cit., terkait permasalahan no.1 huruf b

95ibid, terkait permasalahan no.1 huruf c

74

Adapun mekanisme pelaksanaan perjanjian kerja pada PTPN IV perkebunan Pabatu yaitu, bahwa dalam pelaksanaan perjanjian kerja, seluruh karyawan diberikan batasan hari dan jam kerja yakni jam kerja bagi yang melaksanakan ketentuan kerja 5 (lima) hari dalam seminggu adalah 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu, bagi yang melaksanakan ketentuan kerja 6 (enam) hari dalam seminggu adalah 7 (tujuh) jam dalam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu dengan jadwal sesuai kebutuhan masing-masing afdeling atau bagian, apabila pelaksanaan pekerjaan diluar dari batasan waktu yang telah ditentukan maka perusahaan dalam hal ini akan memberikan konvensasi berupa lembur dan premi.97

Selain dari batasan hari dan jam kerja, setiap karyawan juga dapat menggunakan haknya untuk mengambil cuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akan tetapi apabila keadaan mendesak dan pekerjaan tersebut sangat diperlukan pada hari dimana yang bersangkutan akan mengambil cuti maka Dalam hal seorang karyawan mendapatkan perintah untuk melakukan pekerjaan diluar tugas atau jam kerja resminya sebagai seorang karyawan yang mendapat premi, maka pekerjaan tersebut diperhitungkan sebagai kerja lembur dengan menerima upah lembur. Premi adalah instrumen untuk mengatur produktifitas karyawan berupa uang dari hasil kelebihan dari Prestasi Normal (PN) atau basis borong dibayarkan kepada karyawan. Pada dasarnya jadwal kerja perusahaan yaitu jumlah hari kerja dan jam kerja diatur atas dasar kebijakan Direksi sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan perusahaan, dengan memperhatikan Ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku.

75 pengambilan cuti dapat ditangguhkan.98

- Cuti melahirkan, yaitu hak bagi karyawan wanita untuk tidak masuk bekerja atau meninggalkan pekerjaan karena melahirkan selama satu setengah bulan sebelum melahirkan dengan surat keterangan dokter atau bidan perusahaan dan Cuti adalah hak setiap karyawan untuk tidak masuk bekerja atau meningalkan pekerjaan. Didalam Perjanjian Kerja Bersama PT Perkebunan IV dengan Serikat Pekerja PTPN IV, ada beberapa macam hak seorang karyawan untuk mengambil cuti yaitu :

- Cuti tahunan, yaitu hak karyawan untuk tidak masuk bekerja atau meninggalkan pekerjaan selama 12 (dua belas) hari kerja dalam setahun dengan mendapat gaji dan menerima uang tunjangan cuti tahunan.

- Cuti panjang, yaitu hak karyawan untuk tidak masuk bekerja atau meninggalkan pekerjaan selama 45 (empat puluh lima) hari kalender dalam enam tahun sebagaimana tetap mendapat gaji dan menerima uang tunjangan cuti panjang.

- Cuti diluar tanggungan perusahaan, yaitu permohonan izin khusus untuk tidak masuk bekerja oleh karyawan yang telah memiliki masa kerja minimal selama 5 (lima) tahun secara terus menerus pada perusahaan karena sesuatu kepentingan pendidikan dan atau keadaan tertentu yang mendesak yang dapat diterima oleh perusahaan. Cuti ini dapat diizinkan untuk jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun tanpa menerima gaji atau tunjangan-tunjangan pokok dari perusahaan.

- Cuti haid, yaitu hak bagi karyawan wanita untuk tidak masuk bekerja atau meninggalkan pekerjaan selama maksimal 2 (dua) hari dengan mendapat gaji.

76

satu setengah bulan setelah melahirkan dengan tetap mendapatkan penghasilan atau gaji penuh.

- Cuti keguguran, yaitu hak bagi karyawan wanita untuk tidak masuk bekerja atau meninggalkan pekerjaan karena mengalami keguguran yakni selama satu setengah bulan dengan tetap mendapatkan penghasilan atau gaji penuh.

- Cuti ibadah Keagamaan, yaitu izin untuk tidak masuk bekerja atau meninggalkan pekerjaan selama maksimal 45 (empat puluh lima) hari tanpa diperhitungkan dengan hak cuti tahunan maupun cuti panjang dengan tetap menerima penghasilan atau gaji.

- Cuti berimbang, yaitu cuti tahunan dan atau cuti panjang yang belum jatuh tempo bagi karyawan yang mencapai pensiun normal dan atau pensiun dipercepat dan atau pensiun tewas atau meninggal dunia.

Didalam Perjanjian Kerja Bersama PT Perkebunan IV dengan Serikat Pekerja PTPN IV juga mengatur mengenai pengupahan, tunjangan dan satunan yang ditentukan sesuai dengan golongannya. Mengenai sistem penggajian setiap karyawan ditentukan dari golongan atau tingkat jabatannya. Besarnya gaji pokok bagi karyawan dengan golongan terendah mengacu sekurang-kurangnya 78% dari gaji minimum yang berlaku diperusahaan dan untuk golongan atau berkala diatasnya mengacu pada perkalian nilai koefisien dengan nilai gaji pokok golongan terendah. Apabila perusahaan tidak mampu melakukan pembayaran gaji, maka mekanisme penangguhannya akan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Disamping menerima gaji pokok khusus bagi karyawan golongan IA

77

sampai dengan IIID juga menerima natura berupa beras yang diberikan setiap bulannya, yaitu :

a. Karyawan diberikan sebesar 15 kg;

b. Istri (maksimum 1 orang) atau suami tidak bekerja diberikan sebesar 11 kg;

c. Tiap anak (maksimum 3 orang) diberikan sebesar 8 kg.

namun apabila bahan catu tidak dapat diberikan penuh atau sebagian pada waktunya, kepada karyawan diberikan kompensasi dalam bentuk uang sesuai dengan jumlah besarnya nilai catu beras karyawan.

Selain dari pengupahan ataupun gaji setiap karyawan mendapatkan tunjangan-tunjangan yaitu tunjangan jabatan, tunjangan struktural, tunjangan

Dokumen terkait