• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan: berarti alur reguler (idealis) Berarti alur nonreguler (praktis)

Berdasarkan bagan alur pelaksanaan program agrowisata (farmadeschool) di atas, deskripsi lebih lanjut tentang alur pelaksanaan teknis program agrowisata itu dapat dijelaskan melalui beberapa tahap berikut ini.

Pertama, dimulai dengan sambut kenal. Nuansa etnopedagogi pada sesi sambut kenal terasa pada kearifan proses sosial lokal, yakni berkaitan dengan cara masyarakat Made menjalankan sistem tindakan sosial, tata hubungan sosial, dan kontrol sosial yang dilakukan dalam menyambut tamu atau orang yang baru dikenal.

Sambut kenal yang dimaksud adalah berupa pertunjukan Tari Remo dan Uyon-uyon. Tari Remo merupakan tarian khas rakyat Jawa Timur dalam menyambut tamu sedangkan uyon-uyon adalah tarian interaktif yang mengajak pengunjung secara bergiliran menari dengan penari di atas panggung dengan diiringi alunan musik tradisional dan tembang tradisional yang mengandung makna persahabatan dan kedamaian.

5

Kelas Refleksi Pengetahuan

Lokal

Budaya Lokal

Keterampilan Lokal

Sumberdaya Lokal

Proses Sosial Lokal

4

3

2

1

Sambut Kenal

Urban Farming (Pertanian, Perkebunan,

Perikanan, Peternakan)

Kelas Observasi

Kelas Inspirasi

Setelah itu, para pengunjung mendapatkan satu paket tas perlengkapan agrowisata di antaranya adalah dawet oyen (es khas buatan masyarakat Made), satu botol air mineral sebagai bekal observasi lapangan, kaos lapangan berlabel farmadeschool, sandal berlabel farmadeschool untuk terjun ke lapangan (sawah, kebun, ladang).

Kedua, memasuki kelas observasi. Pada sesi ini pengunjung diajak mengamati berbagai sumber daya lokal yang ada di Made meliputi potensi ekologis, ekonomis, sosial dan kultural. Sumber daya lokal itu dapat diobservasi secara indoor dan outdoor. Indoor berarti di dalam ruangan.

Hal yang dapat diamati di dalam ruangan pusat kajian Made itu adalah artefak-artefak budaya berupa foto-foto tradisi budaya, dokumentasi aktivitas sosial kemasyarakatan, buku-buku hasil penelitian di Made, dan produk-produk olahan hasil bumi masyarakat Made seperti manisan pencit, buah-buahan, sayuran, dan beras.

Sementara itu, outdoor adalah di luar ruangan. Hal yang dapat diamati di luar ruangan ialah potensi ekologi wilayah Made yang khas pedesaan, aneka tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara masif, aktivitas sosial kemasyarakatan di persawahan, perkebunan, ladang, atau tempat peternakan.

Ketiga, pengunjung diajak secara langsung terlibat dalam praktik urban farming yang mencakup bertani, berkebun, beternak, dan memancing. Pada tahap inilah keterampilan lokal diajarkan secara langsung oleh Gapoktan dan/atau kader ekolokonomisosiokultur sesuai dengan keminatan pengunjung.

Pengunjung yang berminat belajar bertani di sawah akan dipandu teknik-teknik bertanam di sawah. Pada sesi ini pengunjung diberi bibit padi sebelum memasuki area sawah. Selain itu, pengunjung juga diajak menyiangi dan memanen padi atau aktivitas lainnya sesuai dengan tahapan bertani saat kunjungan berlangsung.

Pengunjung yang berminat belajar berkebun di ladang baik yang memiliki lahan pekarangan luas maupun sempit di rumahnya akan dipandu

memanfaatkan berbagai tipe lahan tersebut. Pengunjung yang ingin belajar beternak akan diajak berkunjung ke rumah Made Berkokok. Di rumah tersebut, pengunjung diajak langsung melihat tata cara masyarakat Made beternak ayam secara sederhana namun dapat menghasilkan kualitas ayam atau telur ayam yang bagus. Selain itu, ada pula wahana kolam pancing bagi pengunjung yang hobi memancing ikan. Kolam pancing itu berisi ikan lele dan sepat yang dibudidayakan masyarakat Made yang biasanya untuk konsumsi skala rumah tangga atau dijual secara murah meriah kepada sesama warga.

Keempat, sesi berikutnya adalah kelas inspirasi. Di kelas inilah budaya lokal yang mencerminkan pola pikir didaktis yang selaras dengan prinsip pengembangan berkelanjutan (EfSD) tergambar. Secara konkret, sesi ini diadakan di dalam kelas dengan menyaksikan penampilan narasumber yang sukses dalam meniti karir dalam sektor agraris.

Penampilan narasumber yang notabene merupakan tokoh-tokoh sukses bertani di masyarakat Made itulah yang diharapkan dapat menginspirasi pengunjung.

Kelima, sesi selanjutnya adalah kelas refleksi. Sesi ini mengupas tuntas pengetahuan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat Made secara turun menurun dilihat dari perspektif logika sains. Secara konkret, sesi ini dapat dideskripsikan berupa penjelasan tentang alasan-alasan ilmiah mengapa tradisi lokal masyarakat Made diwariskan dan terus dibudayakan di tengah perkembangan zaman era globalisasi yang pesat.

Tidak hanya itu, pada sesi ini juga dikupas bagaimana cara sesuatu dikerjakan menurut tradisi lokal yang dinilai mengandung kearifan lokal.

Penjelasan tersebut diadakan di pendopo kelurahan Made sekaligus sebagai akhir rangkaian alur kunjungan dalam program agrowisata farmadeschool.

Berdasarkan deskripsi ancangan program agrowisata tersebut, diperlukan buku saku bagi pengunjung atau masyarakat yang mengikuti sekolah bertani Made (farmadeschool) tersebut agar pembelajaran secara

nonformal itu dapat berjalan secara terarah, efektif, dan efisien sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini ancangan buku saku bagi masyarakat yang saat ini masih dalam bentuk butir-butir daftar isi dan sedang dalam proses penyelesaian pengerjaannya.

Judul Buku Saku

“Ayo Sekolah Bertani di Made (Farmadeschool)”

Sekapur Sirih Daftar Isi

Sapaan Walikota Sapaan Lurah ----

Sekilas tentang Made Letakku di ....

Gambaran Alamku ....

Gambaran Sosialku ....

Gambaran Budayaku ....

Alam Made Terkembang Jadi Guru Maksud dan Tujuan Farmadeschool Peta Kegiatan Farmadeschool

Alur Paket Agrowisata Berbasis Etnopedagogi

(Dideskripsikan berdasarkan Waktu, Tempat, Perlengkapan, Kegiatan Detail) Proses Sosial Lokal (Sambut Kenal)

Sumberdaya Lokal (Kelas Observasi) Keterampilan Lokal (Kelas Terampil):

Belajar Bertani Belajar Berkebun Belajar Berikan Belajar Beternak

Budaya Lokal (Kelas Inspirasi) Pengetahuan Lokal (Kelas Refleksi) Ruang Ekspresi Diri

----

Info Akomodasi

Tempat Wisata sekitar Made Bagaimana Menuju Made Hubungi Kami

Keterangan Gambar Glosarium

Catatan

Selain itu, untuk menambah referensi masyarakat tentang Made, diperlukan ancangan buku ilmiah-populer yang membahas kampung Made secara lebih utuh khususnya dari sudut pandang sosiokultural. Berikut ini ancangan buku referensi bagi masyarakat yang saat ini masih dalam

Judul Buku

“Alam Made Terkembang Jadi Guru”

(Catatan Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan) Sekapur Sirih

Daftar Isi

Kata Pengantar Walikota

Kata Pengantar Ketua ATL Pusat Sambutan Rektor Unesa

Sambutan Ditjen Dikti Daftar Endorsment

1. Yus Rusyana (Dewan Pembina ATL Nasional)

2. Iskandarwassid (Profesor Penguji Tesis Kajian Tradisi Lisan UPI) 3. Vismaia S. Damaianti (Doktor Pendidikan Bahasa UPI)

4. Sumiyadi (Anggota Konsorsium Kajian Langka Tradisi Lisan UPI) 5. Henricus Supriyanto (Wakil Ketua ATL Jawa Timur)

6. Supriyadi Rustad (Ditnaga Ditjen Dikti)

7. S. Hamid Hasan (Ketua Tim Perumus Nasional Kurikulum 2013) ----

Bab I Profil Made Menuju Pusat Agrowisata Berbasis Etnopedagogi 1.1 Gambaran Wilayah Kampung Made di Kota Surabaya 1.2 Gambaran Alam Kampung Made di Kota Surabaya 1.3 Gambaran Sosial Kampung Made di Kota Surabaya 1.4 Gambaran Budaya Kampung Made di Kota Surabaya Bab II Kajian Teoretis

2.1 Tradisi Lisan 2.2 Folklor 2.3 Kebudayaan 2.4 Kearifan Lokal 2.5 Pendidikan Bab III Teori Landasan

3.1 Teori Pengungkap Bentuk Tradisi Lisan 3.2 Teori Pengungkap Isi Tradisi Lisan

Bab IV Metodologi Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan 4.1 Metode Penelitian

4.2 Lokasi Penelitian 4.3 Data dan Sumber Data

4.4 Prosedur dan Teknik Pengumpulan Data 4.5 Informan

4.6 Metode Analisis Data 4.7 Pedoman Analisis 4.8 Paradigma Penelitian 4.9 Alur Penelitian

Bab V Hasil Penelitian Tradisi Lisan (Studi Fenomenologi di Made) 5.1 Formula Bentuk Tradisi Lisan Rupa Bumi

5.2 Kearifan Lokal Isi Tradisi Lisan RB 5.3 Kristalisasi Hasil Penelitian 5.4 Pembahasan

Bab VI Sumbangan Hasil Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan terhadap Dunia Pendidikan

6.1 Revitalisasi Bentuk TLRB Melalui Ancangan Pendekatan Sains- Etnopedadogi dalam Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

6.2 Internalisasi Isi TLRB Melalui Ancangan Program Agrowisata Berbasis Etnopedagogi

Bab VII Alam Made Terkembang Jadi Guru

7.1 Buku Pegangan Guru Bab Tradisi Lisan Nusantara dalam Ancangan Kurikulum 2013

7.2 Buku Pegangan Siswa Bab Tradisi Lisan Nusantara dalam Ancangan Kurikulum 2013

7.3 Buku Saku Masyarakat Program Agrowisata Berbasis Etnopedagogi

Glosarium Daftar Pustaka

Daftar Riwayat Hidup Penulis

Berdasarkan pada ancangan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) tersebut dengan disertai dua ancangan buku pendukung, maka diharapkan rintisan agrowisata di Surabaya Barat ini dapat menjadi alternatif wisata berbasis pendidikan lingkungan hidup bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat kota Surabaya pada khususnya. Selain itu, pada dasarnya ancangan program agrowisata farmadeschool ini menopang revitalisasi tradisi lisan RB dalam pendidikan akademik karena program agrowisata itu sesungguhnya merupakan bentuk pendidikan nonformal yang ditujukan kepada masyarakat guna peduli terhadap lingkungan dan gaya hidup sehat.

5.3 Dampak yang Diharapkan dari Ancangan Metode Revitalisasi Dampak yang diharapkan tercapai dalam target implementasi rintisan program agrowisata farmadeschool ini mencakup target keberlanjutan ekologis, target kemandiran ekonomi, dan target kependidikan sosiokultur. Berikut ini peta target dan dampak keberhasilan yang diharapkan.

Tabel 5.6 Target dan Dampak Keberhasilan yang Diharapkan Target Dampak Keberhasilan yang Diharapkan Keberlanjutan

Ekologis

1. Terwujudnya kawasan pertanian lindung yang diakui secara hukum oleh pemerintah

2. Meningkatnya produksi panen pada lahan urban farming baik

dalam sektor pertanian, perkebunan, peternakan, maupun perikanan

3. Meningkatnya diversifikasi produk pertanian perkotaan (urban farming)

4. Terolahnya limbah lahan pertanian perkotaan menjadi bahan daur ulang

Kemandirian Ekonomi

1. Terwujudnya blue print standar operasional pelaksanaan (SOP) yang dibuat oleh tim farmadeschool secara mandiri 2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Made hasil dari

pengembangan kawasan pertanian perkotaan (urban farming) 3. Tumbuh dan berkembangnya rintisan farmadeschool sebagai

objek wisata alternatif di Kota Surabaya Kependidikan

Sosiokultur

1. Terbentuknya tim farmadeschool dari kalangan masyarakat Made yang terdiri atas unsur dewan adat, pranata kemasyarakatan, pemuda karang taruna, dan kader anak-anak 2. Menginternalisasinya masyarakat Made terhadap kearifan

lokalnya

3. Meningkatnya pemahaman masyarakat kota terhadap kearifan lokal pertanian

4. Menginspirasi masyarakat di wilayah daerah lain yang memiliki potensi serupa dengan Made untuk menyelenggarakan tradisi budaya sedekah bumi

Target-target itu dikonsep berbanding lurus dengan kerangka berpikir pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan atau Education for Sustainable Development (EfSD). Untuk mencapai target-target tersebut digunakan filosofi pendidikan humanistik yang menggunakan pendekatan SAVI melalui model accelerated learning bernuansa etnopedagogi dengan tahapan strategi indigenous learning style. Tahapan strategi indigenous learning style itu meliputi (1) belajar melalui observasi dan imitasi (watch and do), (2) belajar melalui pengalaman keseharian (from life experience), (3) belajar melalui uji coba secara pribadi (by personal trial and error), (4) belajar melalui keterampilan dalam praktik tugas tertentu (practice), (5) belajar melalui sensitivitas kemanusiaan dan hubungan (empathy and sympathy).

Secara konseptual strategi indigenous learning style tersebut selaras dengan konsep EfSD seperti yang terlihat dalam bagan siklus berikut ini.

Dokumen terkait