• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANCANGAN REVITALISASI TRADISI LISAN RUPA BUMI MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DAN PROGRAM AGROWISATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V ANCANGAN REVITALISASI TRADISI LISAN RUPA BUMI MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DAN PROGRAM AGROWISATA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

ANCANGAN REVITALISASI TRADISI LISAN RUPA BUMI MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DAN

PROGRAM AGROWISATA

Implikasi hasil penelitian ini menghasilkan dua ancangan metode revitalisasi tradisi lisan RB yakni (1) model revitalisasi formula bentuk tradisi lisan RB yang dipajankan dalam pendidikan akademik dan (2) model internalisasi isi kearifan lokal tradisi lisan RB yang dipajankan dalam pendidikan masyarakat. Dua metode tersebut sekaligus sebagai upaya penyebaran tradisi lisan RB secara horizontal tidak hanya kepada masyarakat Made, tetapi juga masyarakat umum lainnya baik yang ada di sekitar wilayah Made maupun pengunjung dari daerah lain yang sengaja datang untuk menyaksikan tradisi lisan RB atau mempelajari kearifan lokal masyarakat Made. Berikut ini ancangan metode revitalisasi selengkapnya.

5.1 Ancangan Revitalisasi Melalui Implementasi Kurikulum 2013 Revitalisasi formula bentuk dalam pendidikan akademik ini mengacu pada formula bentuk tradisi lisan RB yakni struktur teks cerita rakyat Asal Mula Desa Made (AMDM), elemen ko-teks unsur-unsur material pendukung upacara ritual adat RB yang mengandung ungkapan tradisional, dan kondisi konteks yang meliputi aspek sosial budaya situasi ideologi terkait tradisi lisan RB.

Revitalisasi terhadap formula bentuk itu akan dikristalisasikan dalam bentuk rancangan dokumen kurikulum 2013, khususnya kurikulum pada kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ancangan implementasi kurikulum 2013 itu ditentukan untuk kelas VIII SMP karena struktur teks, elemen ko-teks, dan kondisi konteksnya sesuai dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaan siswa.

(2)

Lebih dari itu, penentuan itu didasarkan pada Permendikbud Nomor 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SMP/MTs. Oleh karena itu, pembahasan revitalisasi bentuk dalam pendidikan akademik ini akan dikemukakan dengan konsep dan sistematika sebagai berikut.

Bagan 5.1 Konsep Revitalisasi TLRB Berorientasi Etnopedagogi dalam Konteks Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks

(Diadaptasi dari Naskah Akademik Kurikulum 2013 Kemdikbud dengan perubahan)

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa hasil eksplorasi nilai budaya dan pendidikan karakter dalam Tradisi Lisan RB (TLRB) merupakan penguat sistem nilai universal dan nasional yang telah ditetapkan Kemdikbud berupa 18 nilai karakter bangsa Indonesia. Dalam konteks lokalitas kedaerahan diharapkan nilai turunan dari budaya dan pendidikan karakter dalam TLRB itu dapat lebih mudah diinternalisasi siswa.

Revitalisasi Nilai Budaya dan Pendidikan Karakter TLRB

Sistem Nilai:

Universal, Nasional, Lokal (TLRB)

Kompetensi:

Sikap,

Keterampilan, Pengetahuan

Aktualisasi:

Pembelajaran bahasa Indonesia

Internalisasi:

nilai-nilai budaya dan pendidikan karakter

Eksistensi:

Perilaku Individu

Psikologi Kesiapan:

Fisik, Emosional, Intelektual, Spiritual

Pedagogi Kelayakan:

Materi, Metode, Penilaian

Sosiokultural Kebutuhan:

Individu, Masyarakat, Bangsa, Negara

Ancangan Kurikulum 2013 (Standar Kompetensi Lulusan, Struktur Kurikulum, Standar: Isi, Proses, Penilaian)

Buku Pegangan

(Buku Pegangan Siswa, Buku Pegangan Guru)

Iklim Akademik Berorientasi Etnopedagogi

(3)

Internalisasi itu dalam konteks pendidikan akademik dapat dicapai melalui proses pembelajaran yang mencakup kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam aktualisasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia. Secara linear, kompetensi akan menurunkan aspek psikologi kesiapan, aktualisasi akan menurunkan aspek pedagogi kelayakan, dan internalisasi akan menurunkan aspek sosiokultural.

Unsur-unsur dari setiap aspek tersebut kemudian diramu dalam ancangan kurikulum 2013 sehingga menghasilkan konstruk standar kompetensi lulusan, struktur kurikulum, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Secara teknis, lima standar tersebut dapat diimplementasikan melalui buku pegangan guru dan buku pegangan siswa. Jika kondisi itu tercipta dengan baik, maka iklim akademik yang terkontrol bernuansa etnopedagogi akan dapat terwujud.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat diketahui bahwa standar kompetensi lulusan SMP dapat dipetakan sebagai berikut.

Tabel 5.1 Perincian Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Domain Elemen SMP

Sikap Proses Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati + Mengamalkan

Individu Beriman, Berakhlak Mulia (Jujur, Disiplin, Tanggung Jawab, Peduli, Santun), Rasa Ingin Tahu, Estetika, Percaya Diri, Motivasi Internal

Sosial Toleransi, Gotong Royong, Kerjasama, Musyawarah Alam Pola Hidup Sehat, Ramah Lingkungan, Patriotik, Cinta

Perdamaian

Keterampilan Proses Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji + Menalar + Mencipta

Abstrak Membaca, Menulis, Menghitung, Menggambar, Mengarang Konkret Menggunakan, Mengurai, Merangkai, Memodifikasi,

Membuat, Mencipta

Pengetahuan Proses Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa + Mengevaluasi

Objek Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni, dan Budaya Subjek Manusia, Bangsa, Negara, Tanah Air, dan Dunia

(4)

Penetapan SKL di atas disesuaikan dengan (1) karakteristik perkembangan psikologis anak usia SMP yang secara umum berkisar pada usia 13—15 tahun, (2) ruang lingkup dan kedalaman materi bahasa Indonesia SMP yang berada pada lingkungan alam dan sosial dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya, (3) kesinambungan materi dari jenjang SD ke SMP yang menunjukkan gradasi dari lingkungan sekolah menuju lingkungan pergaulan sekitarnya yang lebih luas, (4) visi dan misi satuan pendidikan yang bersangkutan, dan (5) lingkungan keberadaan sekolah baik menyangkut kondisi geografis maupun sosiobudayanya.

Berdasarkan lima pertimbangan tersebut, secara deskriptif pemetaan SKL secara ringkas dapat dipetakan sebagai berikut.

Tabel 5.2 Deskripsi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP

Jenjang SMP

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif serta kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari di sekolah atau sumber lain yang sama dengan yang diperoleh dari sekolah.

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.

Berdasarkan deskripsi SKL tersebut, kerangka dasar dan struktur kurikulum 2013 pada mata pelajaran bahasa Indonesia jenjang SMP kelas VIII yang dapat memanfaatkan hasil penelitian tradisi lisan RB, kompetensi inti dan kompetensi dasarnya dapat dipetakan seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Berorientasi TLRB

Ranah Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Spiritual Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya

Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya.

Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia

(5)

Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis.

Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis.

Sosial Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli (toleransi dan gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Memiliki perilaku jujur dalam menceritakan sudut pandang moral yang eksplisit

Memiliki perilaku peduli, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan atas karya budaya yang penuh makna

Memiliki perilaku demokratis, kreatif, dan santun dalam

berdebat tentang kasus atau sudut pandang

Pengetahuan Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

Memahami teks cerita

moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Membedakan teks cerita

moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Mengklasifikasikan teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Mengidentifikasi teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Keterampilan Mengolah, menyaji, dan menalar

dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

Menangkap makna teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Menyusun teks cerita

moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan Menelaah dan merevisi teks cerita moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan

(6)

Meringkas teks cerita

moral/fabel, ulasan diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan

Selain SKL, terdapat tiga standar lain yang perlu dibahas sebelum membuat ancangan buku pegangan guru dan buku pegangan siswa yang berorientasi etnopedagogi hasil penelitian tradisi lisan RB. Tiga standar lainnya itu adalah standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Standar isi dilihat dari kedudukan mata pelajarannya, kompetensi bidang studi bahasa Indonesia yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi.

Kemudian, dilihat dari pendekatannya, kompetensi bidang studi bahasa Indonesia pada jenjang SMP dikembangkan melalui mata pelajaran, lalu dilihat dari struktur kurikulumnya, Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) menjadi media semua mata pelajaran termasuk bidang studi bahasa Indonesia, aspek pengembangan diri pun demikian, terintegrasi pada semua mata pelajaran termasuk bahasa Indonesia, jumlah jam pelajaran bertambah 6 jam pelajaran (jp) per minggu sebagai akibat perubahan pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia yang berbasis sainstifik pada pengembangan kurikulum 2013 dan berbasis etnopegogi sebagai dampak dari pemanfaatan hasil penelitian tradisi lisan RB.

Sementara itu, standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi pada pengembangan kurikulum 2013 untuk jenjang SMP ini dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, menyajikan, dan menyimpulkan. Kemudian, sebagai dampak pemanfaatan hasil penelitian tradisi lisan RB, proses pembelajaran berbasis sains itu juga dipadupadankan dengan proses pembelajaran berbasis budaya (indigenous learning style) yang mencakup lima tahapan yakni (1) observasi dan imitasi (watch and do), (2) belajar mengalami (life experience), (3) belajar dengan uji coba dan berbuat kesalahan (trial and error), (4) keterampilan mengerjakan tugas tertentu (skill for spesific task), dan (5) hubungan kemanusiaan (humanity and relationship).

(7)

Selaras dengan proses pembelajaran berbasis budaya, dilihat dari perspektif psikologi pendidikan dapat paparkan lima tahapan yang linear dengan tahapan pada indigenous learning style, di antaranya adalah (1) pemilihan perhatian (selective attention), (2) penilaian atau penaksiran (appraisal), (3) pengategorian dan peletakan konsep (concept formation and categoritation), (4) penyesuaian dengan kondisi baru (attributions), dan (5) perasaan dan ingatan (emotion and memory). Proses pembelajaran tidak hanya di dalam kelas, melainkan juga dapat di lakukan di lingkungan sekolah dan/atau masyarakat karena guru bukan satu-satunya sumber belajar. Selain itu, pada standar proses ini ditekankan bahwa sikap tidak diajarkan secara verbal namun diajarkan melalui contoh dan teladan.

Standar penilaian pada kurikulum 2013 ini lebih ditekankan pada penilaian otentik, yakni mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Oleh karena itu, perlu dikonsep pemanfaatan portofolio siswa sebagai instrumen utama penilaian sehingga penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar (KD), tetapi juga kompetensi inti (KI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). Model penilaiannya menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP), yakni pencapaian hasil belajar yang didasarkan pada posisi skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal atau maksimal.

Dengan paduan tiga pendekatan pembelajaran yang meliputi pendekatan sains, budaya, dan psikologi-pendidikan itu dalam standar isi, proses, dan penilaian diharapkan standar kompetensi lulusan yang mengukur empat aspek yakni spiritual, emosional, keterampilan, dan pengetahuan dapat lebih mengonstruk ancangan kurikulum 2013 yang saat ini masih dalam tahap ujicoba terbatas. Melalui pendekatan sains-etnopedagogi guru diajak mengeksplorasi kreativitas mengajar dengan menggunakan alam dan lingkungan budaya yang kaya dan beragam di Indonesia. Guru diajak memanfaatkan fenomena alam dan sosial melalui perspekif budaya. Hal ini penting dilakukan sebab selama ini pendidikan lebih banyak didekati melalui perspektif psikologi. Oleh karena itu, rancangan buku pegangan guru dan buku pegangan siswa ini berbasis etnopedagogi.

(8)

Berikut ini butir-butir daftar isi buku pegangan guru yang telah dirancang dan sedang diselesaikan pengerjaannya.

Judul Buku Guru

“Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya”

(Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs) Kata Pengantar

Prolog Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Pergulatan Teks Versi Kurikulum 2013 Daftar Isi

----

Bab I Petunjuk Umum A. Pendahuluan

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks

C. Organisasi Penataan Materi Bahasa Indonesia sebagai Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya

D. Metode

Bab II Petunjuk Khusus

A. Pembelajaran Materi Bab I Tradisi Lisan Nusantara Subtema 1 Cerita Rakyat Asal Mula Desa Made Subtema 2 Upacara Adat Rupa Bumi (Sedekah Bumi) Bab III Penilaian

A. Penilaian Latihan Siswa B. Penilaian Formatif

C. Rekapitulasi Penilaian Kegiatan Siswa

D. Penilaian Kemajuan Belajar Siswa Berdasarkan Portofolio Bab IV Bahan Pengayaan

A. Teks, Ko-teks, dan Konteks 1. Pengertian Teks 2. Pengertian Ko-teks 3. Pengertian Konteks

4. Teks, Ko-teks, Konteks sebagai Formula Bentuk Tradisi Lisan 5. Latihan Pengayaan

B. Nilai dan Norma 1. Pengertian Nilai 2. Pengertian Norma

3. Nilai dan Norma sebagai Isi Kearifan Lokal Tradisi Lisan 4. Latihan Pengayaan

Bab V Bahan Remidi

A. Pengulangan Materi Bab I Tradisi Lisan Nusantara ----

Lampiran Silabus Glosarium Daftar Pustaka

Melengkapi buku pegangan guru tersebut, berikut ini dibuat rancangan buku pegangan siswanya juga. Buku pegangan siswa tersebut saat ini juga masih dalam tahap penyelesaian pengerjaannya. Namun demikian butir-butir daftar isinya dapat dideskripsikan sebagai berikut.

(9)

Judul Buku Siswa

“Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya”

(Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs) Kata Pengantar

Prolog Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Pergulatan Teks Kurikulum 2013 Daftar Isi

Peta Konsep Bab I

Bab I Pengenalan Tradisi Lisan Nusantara

A. Subtema 1 Cerita Rakyat Asal Mula Desa Made Kegiatan 1 Pemodelan Teks Cerita Moral

Tugas 1 Membangun Konteks

Tugas 2 Memahami Teks Cerita Moral yang Disajikan secara Lisan Tugas 3 Membedakan Teks Cerita Moral dengan Teks Cerita Prosedur Tugas 4 Mengklasifikasikan Teks Cerita Moral

Tugas 5 Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Moral Kegiatan 2 Penyusunan Teks Cerita Moral secara Berkelompok

Tugas 1 Menangkap Makna Teks Cerita Moral

Tugas 2 Menyusun Teks Cerita Moral yang Disajikan secara Lisan Tugas 3 Menelaah dan Merevisi Teks Cerita Moral

Tugas 4 Meringkas Teks Cerita Moral

Kegiatan 3 Penyusunan Teks Cerita Moral secara Mandiri

Tugas 1 Memahami Teks Cerita Moral yang Disajikan secara Tertulis Tugas 2 Mengklasifikasikan Teks Cerita Moral

Tugas 3 Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Moral

Tugas 4 Menangkap Makna dan Ringkasan Teks Cerita Moral B. Subtema 2 Upacara Ritual Adat Rupa Bumi (Sedekah Bumi)

Kegiatan 1 Pemodelan Teks Cerita Prosedur Tugas 1 Membangun Konteks

Tugas 2 Memahami Teks Cerita Prosedur yang Disajikan Tertulis Tugas 3 Membedakan Teks Cerita Prosedur dengan Teks Cerita Moral Tugas 4 Mengklasifikasikan Teks Cerita Prosedur

Tugas 5 Mengidentifikasi Sruktur Teks Cerita Prosedur Kegiatan 2 Penyusunan Teks Cerita Prosedur secara Berkelompok

Tugas 1 Menangkap Makna Teks Cerita Prosedur

Tugas 2 Menyusun Teks Cerita Prosedur yang Disajikan Tertulis Tugas 3 Menelaah dan Merevisi Teks Cerita Prosedur

Tugas 4 Meringkas Teks Cerita Prosedur

Kegiatan 3 Penyusunan Teks Cerita Prosedur secara Mandiri

Tugas 1 Memahami Teks Cerita Prosedur yang Disajikan secara Lisan Tugas 2 Mengklasifikasikan Teks Cerita Prosedur

Tugas 3 Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Prosedur

Tugas 4 Menangkap Makna dan Ringkasan Teks Cerita Prosedur Glosarium

Daftar Pustaka

Secara konkret, buku pegangan guru dan siswa tersebut dapat diterapkembangkan melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dideskripsikan sebagai berikut

(10)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMP

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VIII/Satu

Materi Pokok : Teks Cerita Moral

Alokasi Waktu : 3 pertemuan (6 X 40 menit) A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

No Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 1 1.1 Menghargai dan mensyukuri

keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya.

 Terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara benar, sesuai kaidah, saat berkomunikasi formal.

 Terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara baik, sesuai konteks, saat berkomunikasi informal.

1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis.

 Terbiasa mendengarkan efektif.

 Terbiasa membaca efektif.

1.3 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis

 Terbiasa berbicara efektif.

 Terbiasa menulis efektif..

2 2.2 Memiliki perilaku jujur dalam menceritakan sudut pandang moral yang eksplisit

 Banyak berinisiatif dan memberi pendapat dalam berdiskusi tentang teks cerita moral.

2.3 Memiliki perilaku peduli, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan atas karya budaya yang penuh makna

 Bersungguh-sungguh untuk sesuai waktu dan tugas yang diberikan dalam

memahami, membedakan,

mengklasifikasikan, dan

mengidentifikasikan teks cerita moral.

3 3.1 Memahami teks cerita moral baik melalui lisan maupun tulisan

 Mengidentifikasi struktur teks cerita moral.

 Menjelaskan isi teks cerita moral.

3.2 Membedakan teks cerita moral dan cerita prosedur baik melalui lisan maupun tulisan

 Membandingkan teks cerita moral dan cerita prosedur.

3.3 Mengklasifikasi teks cerita moral melalui lisan dan tulisan

 Mengkategorisasikan teks cerita moral ke dalam salah satu bentuk wacana.

3.4 Mengidentifikasi kekurangan teks cerita moral baik melalui lisan maupun tulisan

 Menyebutkan kelebihan/ciri positif teks cerita moral.

 Menyebutkan kekurangan/ciri negatif teks cerita moral.

(11)

4 4.1 Menangkap makna teks cerita moral baik secara lisan maupun tulisan

 Menjelaskan makna teks cerita moral

4.2 Menyusun teks cerita moral baik secara lisan maupun tulisan

 Menuliskan kembali teks cerita moral dengan menggunakan bahasa sendiri sesuai dengan struktur dan isi teks cerita yang telah ditangkap.

4.3 Menelaah dan merevisi teks cerita moral baik secara lisan maupun tulisan

 Menelaah dan mengembangkan teks cerita moral

4.4 Meringkas teks cerita moral baik secara lisan maupun tulisan

 Membuat intisari teks cerita moral

B. Tujuan Pembelajaran Pertemuan ke-1

 Diberikan kesempatan membaca “Puisi Indonesia” karya M. Raisya Yusufa yang ada di buku, siswa menghayati makna yang terkandung dalam puisi tersebut dengan harapan dapat semakin menghargai keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

 Diberikan cerita teks moral yang disampaikan secara lisan, siswa dapat mengidentifikasi struktur teks dan isi cerita moral dengan benar.

 Diberikan cuplikan dua teks cerita: moral dan prosedur, siswa dapat membedakannya dengan menyebutkan karakteristik tiap-tiap teks cerita tersebut.

 Diberikan materi tentang jenis-jenis wacana teks, siswa dapat mengklasifikasikan teks cerita moral ke dalam bentuk wacana narasi.

Pertemuan ke-2

 Diberikan kesempatan menyaksikan video cerita moral, siswa menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) terhadap keragaman bahasa dan budaya Indonesia.

 Diberikan kesempatan menyaksikan video cerita moral, siswa dapat menyusun teks cerita moral dengan menggunakan bahasanya sendiri dengan baik.

 Diberikan kesempatan untuk berdiskusi, siswa dapat menelaah dan merevisi teks cerita moral yang telah dibuatnya secara berkelompok.

 Diberikan kesempatan tambahan waktu, siswa dapat meringkas intisari teks cerita moral yang telah dibuatnya secara berkelompok.

Pertemuan ke-3

 Diberikan tes formatif dengan soal pemahaman teks cerita moral yang disajikan secara tertulis, siswa secara mandiri dapat mengidentifikasi struktur teks dan isi cerita moral tersebut dengan benar.

 Diberikan tes formatif dengan soal klasifikasi wacana teks dan sinopsis teks cerita moral, siswa secara mandiri dapat menyebutkan kategori wacana teks dan membuat ringkasannya dengan benar.

C. Materi Pembelajaran Pertemuan ke-1

 Pengenalan struktur teks cerita moral.

 Pemahaman isi teks cerita moral.

 Pengenalan jenis-jenis wacana teks Pertemuan ke-2

 Sinopsis teks cerita moral.

(12)

Pertemuan ke-3

 Tes formatif hasil belajar subtema 1 D. Metode Pembelajaran

 Pendekatan SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intelectual) berbasis sainstifik

 Model Pembelajaran Accelerated Learning bernuansa etnopedagogi E. Sumber Belajar

1. Buku siswa:

Universitas Pendidikan Indonesia. 2013. Bahasa Indonesia: Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya. Bandung: UPI. hlm. 1—30.

2. Buku referensi:

 Universitas Pendidikan Indonesia. 2013. Bahasa Indonesia Wahana Revitalisasi dan Internalisasi Budaya: Buku Guru. Bandung: UPI. hlm.

15—40.

 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

3. Majalah:

Majalah Pemerintah Kota Surabaya (Gapura Vol.XLIV No.50 Mei 2011) 4. Koran:

Jawa Pos Tanggal 15 Oktober 2012 Jawa Pos Tanggal 25 Juli 2011 5. Situs internet:

www.gudangpuisi.com/2011/08/indonesia/html 6. Lingkungan sekitar:

Kampung Made, Kota Surabaya 7. Narasumber:

Pak Sulistiono (Dewan Adat Kampung Made) Pak Seniman (Tetua Adat Kampung Made) F. Media Pembelajaran

1. Media:

 Video/film: Hibridasi Samuvi 2. Alat dan bahan:

 Infokus/LCD

 Layar Projector

G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Langkah pembelajaran berpendekatan SAVI berbasis sains dengan model pembelajaran accelerated learning bernuansa etnopedagogi ini terbagi dalam beberapa sintaks. Berikut ini pembabakannya dan persebaran unsur pendekatan SAVI dengan basis sainsnya.

Sin- taks

Indegenous Learning

Indegenous Psychology

Persebaran Unsur SAVI

Persebaran Basis Sains 1 Observasi dan

Imitasi

(Watch and Do)

Pemilihan Perhatian (Selective Attention)

Somatic, Visual

Mengamati (Observing)

(13)

Deskripsi secara linear antara pendekatan-berbasis dan model- bernuansa pembelajaran seperti yang terpetakan di atas merupakan konstruk skenario pembelajaran yang berupaya mengakomodasi hasil penelitian kajian tradisi lisan (nuansa indigeneous) melalui model pembelajaran accelerated learning dan mengakomodasi pendekatan SAVI yang humanis dan ancangan kurikulum 2013 yang menekankan basis sains (ilmiah).

Dari peta klasifikasi di atas dapat dihipotesiskan pula bahwa sintaks pembelajaran yang dirancang dari perspektif budaya (indigeneous learning) dan perspektif psikologi (indigeneous psychology) selaras dengan langkah-langkah pembelajaran dari perspektif pendekatan sains seperti yang diarusutamakan pada implementasi kurikulum 2013 baru-baru ini. Selain itu, persebaran unsur somatic (gerak), auditory (pendengaran), visual (pengelihatan), dan intelectual (pengetahuan) pada pendekatan SAVI menegaskan bahwa sintaks pembelajaran ini pun relevan dengan standar kompetensi lulusan yang mengukur empat aspek, yakni spiritual, sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik), dan pengetahuan (kognitif).

2 Belajar dari Pengalaman (Life Experience)

Penilaian atau Penaksiran (Appraisal)

Somatic, Intelectual

Menanya (Questioning) 3 Belajar dari

Kesalahan dan Ujicoba

(Trial and Error)

Pengategorian dan Peletakan Konsep

(Concept

Formation and Categoritation)

Somatic, Visual, Intelectual

Mencoba (Experimenting)

4 Keterampilan Mengerjakan Tugas Tertentu (Skill for Spesific Task)

Penyesuaian dengan Kondisi Baru

(Attributions)

Somatic, Intelectual

Menalar (Associating)

5 Kemanusiaan dan Hubungan

(Humanity and Relationship)

Perasaan dan Ingatan

(Emotion and Memory)

Visual, Auditory

Membentuk jaringan (Networking)

(14)

Skenario Model Pembelajaran Accelerated Learning Bernuansa Etnopedagogi Melalui Pendekatan SAVI dalam Ancangan Kurikulum 2013 Berbasis Sains

SINTAKS PEMBELAJARAN

AKTIVITAS GURU

AKTIVITAS SISWA

Guru memeriksa kesiapan belajar siswa dan menjajaki apersepsi pengetahuan/pemahaman awal siswa tentang tradisi lisan nusantara

Guru menampilkan cuplikan video teks cerita moral, Guru meminta siswa membentuk kelompok dan mengekplorasi info tentang tradisi lisan nusantara melalui pemodelan teks

Guru memfasilitasi siswa

mendengarkan cerita rakyat AMDM melalui narasumbernya langsung

Guru bertanya kepada siswa tentang struktur bentuk dan isi teks cerita moral yang terkandug dalam cerita rakyat AMDM

Guru memberikan proyek penugasan identifikasi struktur bentuk teks dan isi cerita moral Sawunggaling

Guru meminta siswa saling menelaah struktur bentuk dan isi teks cerita moral Sawunggaling yang telah dikerjakan teman sebangkunya

Siswa menyimak panggilan/pertanyaan yang disampaikan oleh guru dan bertukar pengalaman terkait dengan tradisi lisan nusantara

Siswa menyaksikan video teks cerita moral, Siswa membentuk kelompok belajar dalam kegiatan eksplorasi informasi tentang tradisi lisan nusantara melalui pemodelan teks

Siswa belajar dengan langsung mendengarkan narasumber bercerita rakyat AMDM

Siswa mengidentifikasi struktur bentuk dan isi teks cerita moral yang terkandung dalam cerita moral AMDM yang disampaikan secara lisan

Siswa secara mandiri mengidentifikasi struktur bentuk dan isi teks cerita moral Sawunggaling yang disajikan secara tertulis

Siswa secara berpasangan saling menelaah struktur bentuk dan isi teks cerita moral yang telah dikerjakan secara mandiri agar mendapat koreksi dari teman sebangkunya demi pemberian masukan perbaikan ORIENTASI

WATCH AND DO SELECTIVE ATENTION

LIFE EXPERIENCE APPRAISAL

TRIAL-ERROR FORMATION- CATEGORITATION

SKILL SPECIFIC TASK ATTRIBUTIONS

HUMANITY- RELATIONSHIP EMOTION-MEMORY

(15)

H. Penilaian 1. Sikap spiritual

a. Teknik Penilaian : Observasi

b. Bentuk Instrumen : Lembar observasi c. Kisi-kisi :

No Sikap/Nilai Butir Instrumen

Instrumen: ada di buku guru 2. Sikap sosial

a. Teknik Penilaian : Penilaian sejawat (antarteman) b. Bentuk Instrumen : Daftar cek

c. Kisi-kisi :

No Sikap/Nilai Butir Instrumen

Kepedulian 1—3

Tanggung jawab 4—6

Instrumen: ada di buku guru 3. Pengetahuan

a.Teknik Penilaian : b.Bentuk Instrumen :

Kisi-kisi :

No Indikator Butir Instrumen

1. Pengenalan struktur teks cerita moral.

2. Pemahaman isi teks cerita moral 3. Pembedaan teks cerita moral

4. Pengklasifikasian teks cerita moral dibanding teks lain

5. Penangkapan makna teks cerita moral

6. Pengidentifikasian kelebihan/ciri positif teks cerita moral.

7. Pengidentifikasian kekurangan teks cerita moral.

8. Penyusunan teks cerita moral 9. Pengembangan teks cerita moral 10. Penelaahan teks cerita moral 11. Perevisian teks cerita moral 12. Peringkasan teks cerita moral Instrumen: ada di buku guru

4. Keterampilan

a. Teknik Penilaian : Observasi b. Bentuk Instrumen : Daftar cek c. Kisi-kisi :

No. Keterampilan Butir Instrumen

Instrumen: ada di buku guru

(16)

5.2 Ancangan Revitalisasi Melalui Program Agrowisata

Internalisasi isi kearifan lokal tradisi lisan RB dalam pendidikan masyarakat dapat dikondisikan dalam rancangan program agrowisata berbasis etnopedagogi yakni sekolah bertani Made (farmadeschool) melalui pemanfaatan potensi ekologi-ekonomi-sosial-kultural (ekolokonomisosiokultur) Kampung Made yang saat ini tengah dikembangkan menjadi kawasan pertanian kota (urban farming).

Hal itu didasarkan pada penggunaan lahan di Kota Surabaya yang sebagian besar telah digunakan oleh sektor nonpertanian dengan luas sebesar 30.076,30 ha (82,4%) dari luas total lahan kota yaitu 36.508,39 ha.

Sisanya, hanya sebesar 5,3% untuk lahan persawahan, 0,3% untuk perkebunan dan 12% untuk sektor lainnya. Gambar berikut ini menunjukkan persentase luas wilayah Kota Surabaya menurut penggunaan lahannya.

Gambar 5.1 Persentase Penggunaan Lahan Wilayah Kota Surabaya

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Surabaya, pada tahun 2011 luas lahan pertanian di Kota Surabaya adalah sebesar 1.686 ha dan menghasilkan komoditas tanaman pangan yaitu berupa padi, jagung, kacang hijau, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar dengan jumlah produksi total sebanyak 12.890 ton. Lahan pertanian itu pada umumnya tersisa di wilayah Surabaya Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik. Wilayah Surabaya Barat yang menjadi proyek

(17)

percontohan program pertanian perkotaan itu adalah Kelurahan Made.

Berdasarkan data profil Kelurahan Made, kelurahan ini memiliki luas 319,28 ha yang terdiri atas 8,5 ha area pemukiman, 180 ha area persawahan, 56,5 ha area pekarangan, 3,55 ha area taman, 9,55 ha area perkantoran, 61,18 ha area prasarana umum lainnya.

Jenis sawah di kelurahan ini adalah sawah tadah hujan seluas 180 ha. Tanah kering dalam bentuk tegalan seluas 139 ha, pekarangan 56,5 ha, dan pemukiman 8,5 ha, sedangkan tanah basah dalam bentuk waduk sebesar 14,45 ha. Jumlah keluarga di Kelurahan Made yang memiliki tanah pertanian sebanyak 319 keluarga. Sebanyak 20 keluarga di antaranya memiliki lahan 10—50 ha, sisanya memiliki lahan kurang dari 10 ha.

Sementara itu 920 keluarga tidak memiliki lahan pertanian. Selain itu juga terdapat lahan tanaman tumpang sari seluas 139 ha dengan komoditas 30 ha/ton.

Potensi ekologi dan ekonomi Kelurahan Made ditumbuhkembangkan oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya sebagai wilayah pertanian di daerah perkotaan. Tujuan program urban farming tersebut ialah mengembangkan tanaman holtikultura di wilayah yang terbatas lahan pertaniannya seperti di Surabaya. Melalui program itu, secara periodik Gapoktan (sebutan untuk Gabungan Kelompok Tani di Kelurahan Made) menghasilkan aneka jenis hasil bumi seperti beras, jagung, cabe, kacang panjang, pare, mentimun, tomat, labu putih, terong, ubi jalar, koro, sawi, kangkung, bayam, dan daun singkong. Selain itu juga ada hasil peternakan dan perikanan seperti ayam, ikan lele, nila, tombro, tawes, bandeng.

Kesuksesan masyarakat Made tersebut akan dirancang menjadi percontohan sekaligus motivasi bagi masyarakat kota untuk mengembangkan hasil pertanian skala rumah tangga guna memenuhi kebutuhan keluarga melalui program agrowisata berupa sekolah bertani Made (Farmadeschool). Selain itu, gagasan konseptual tersebut juga dapat menjadi alternatif wahana pendidikan ramah lingkungan di Surabaya. Jika

(18)

konsep ekowisata hutan mangrove di Surabaya Timur telah berkembang menjadi objek wisata, maka Surabaya Barat layak dikembangkan menjadi kawasan agrowisata berbasis etnopedagogi sebab siswa di perkotaan semakin tidak mengenal dan cenderung semakin jauh dari pengalaman bertanam dengan segala praktik budayanya yang sesungguhnya mengandung kearifan lokal.

Analisis masalah tersebut dipertajam melalui peta analisis SWOT (Strenght, Weakness, Oppurtunity, Treatent). Berikut ini tabel yang menggambarkan analisis SWOT terhadap peluang rintisan program agrowisata (farmadeschool) bernuansa etnopedagogi.

Tabel 5.4 Analisis SWOT Rintisan Program Agrowisata Kekuatan (Strenght) Kelemahan (Weakness) 1. Tumbuh dan berkembangnya berbagai

produk pertanian (persawahan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) di Made.

2. Penggunaan pupuk organik dalam pengembangan produk pertaniannya.

3. Tradisi budaya lokal pada praktik bertani yang masih melekat pada sebagian besar penduduknya.

4. Infrastruktur dan aksesibilitas yang cukup memadai karena berada di kawasan perumahan elit.

1. Strategi promosi yang belum kreatif dan variatif dalam mengenalkan pertanian perkotaan (urban farming).

2. Fasilitas pendukung pariwisata yang belum dibangun.

3. Perencanaan tata ruang wilayah yang belum tanggap/sadar potensi wisata.

Peluang (Oppurtunity) Tantangan (Treatent) 1. Berada dalam satu kawasan wisata

yang ada di Surabaya Barat yakni Ciputra Waterpark.

2. Melengkapi wisata berbasis ekologi (Hutan Mangrove) yang telah dikembangkan di kawasan Surabaya Timur.

3. Dukungan pemerintah daerah dalam program urban farming.

1. Menjadi kawasan wisata yang menawarkan keunikan tersendiri dalam hal pertanian dan kehidupan tradisional di wilayah perkotaan.

2. Paradigma masyarakat yang mulai menyadari pentingnya kelestarian alam dan budaya lokal

Berdasarkan peta analisis SWOT tersebut dapat diproyeksikan bahwa isu lingkungan hidup dan revitalisasi kearifan lokal tersebut dapat dijadikan modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui industri kreatif, dalam hal ini rintisan program agrowisata

(19)

farmadeschool. Menyikapi analisis masalah tersebut maka solusi yang ditawarkan adalah pengembangan Kelurahan Made menjadi kawasan wisata berbasis pertanian yang mengedepankan etnopedagogi sebagai daya tawar khas pariwisatanya. Agar program tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, maka konsep pengabdian masyarakat ini dijalankan dengan metode participatory planning research (PPR). Pengembangan kawasan wisata dengan fokus perintisan sekolah bertani Made (farmadeschool) melalui PPR ini mencakup beberapa tahapan, yakni (1) pemungkinan, (2) penguatan, (3) perlindungan, (4) penyokongan, dan (5) pemeliharaan.

1. Pemungkinan berarti menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi ekolokonomisosiokultur masyarakat Made berkembang secara optimal melalui rintisan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool).

2. Penguatan berarti memperkuat pengetahuan dan kemampuan ekolokonomisosiokultur masyarakat Made dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

3. Perlindungan berarti melindungi masyarakat Made terutama kelompok- kelompok yang lemah agar lebih berdaya, mandiri, dan tidak tertindas oleh kelompok yang lebih kuat.

4. Penyokongan berarti memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peran dan tugas-tugasnya dalam kaitannya dengan keberlanjutan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) sebagai elemen penopang kesejahteraan hidupya.

5. Pemeliharaan berarti memelihara kondisi yang kondusif agar kondisi ekolokonomisosiokultur masyarakat Made terus tumbuh dan berkembang sebagai kawasan agrowisata.

(20)

Berikut ini matriks rangkaian kegiatan konkret rintisan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) yang dipetakan berdasarkan lima tahapan di atas.

Tabel 5.5 Matriks Kegiatan Rintisan Program Agrowisata N

o

Rangkaian Kegiatan Rintisan Program Agrowisata

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pemungkinan

1 Konsolidasi dengan Pemkot, RW/RT, dan Dewan Adat dan

Pembentukan Tim

Farmadeschool.

2 Sosialisasi kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Made Penguatan

3 Rapat Koordinasi Rutin dengan Tim Farmadeschool.

4 Persiapan Rintisan Program Agrowisata Farmadeschool a. Pengadaan Buku Profil Paket

Agrowisata

b. Pengadaan Ruang

Peristirahatan Pengunjung yang Memanfaatkan Sebagian Kamar Rumah Masyarakat Made

c. Pengadaan sepeda ontel gratis sebagai fasilitas pendukung bagi pengunjung

d. Pengadaan topi, kaos, sandal jepit, dan stiker berlabel farmadeschool

Perlindungan

5 Pengadaan ruang pamer pusat kajian ekolokonomisosiokultur 6 Pembangunan jalan setapak

beserta rangkaian pos angkringan dalam jalur utama agrowisata Made

7 Penciptaan lokalisasi pusat pemasaran produk urban farming yang terintegrasi dengan lahan parkir pengunjung

Penyokongan

8 Pengadaan kajian rutin ekolokonomisosiokultur di Pendopo Made

(21)

9 Penerbitan buku hasil-hasil penelitian

ekolokonomisosiokultur Made 10 Pengadaan buku-buku yang

relevan dengan

ekolokonomisosiokultur sebagai tambahan koleksi ruang pamer pusat kajian Made

Pemeliharaan

11 Pengadaan lomba membuat makanan dan minuman tradisional Made

12 Pembinaan tradisi pendukung budaya bertani masyarakat Made 13 Pembukaan rintisan program

agrowisata (farmadeschool) oleh Walikota Surabaya beserta Masyarakat, Sekolah, dan Perusahaan Mitra

14 Panen Raya Bulanan 15 Mancing Bersama 16 Cocok Tanam 17 Petik Buah/Sayuran

18 Kunjungan Ternak Made Berkokok

19 Lomba Kerajinan Tangan Khas Made

20 Tradisi Tahunan Rupa Bumi

Perintisan kawasan wisata berbasis pertanian di Kampung Made tersebut perlu mendapatkan pendampingan dari pemerintah daerah setempat. Metode PPR yang digunakan dalam pengembangan kawasan tersebut perlu melibatkan seluruh komponen baik dari unsur birokrasi, masyarakat, maupun pihak swasta sebab kerjasama antarunsur itulah yang akan menjadikan metode PPR dapat dapat berjalan dengan efektif. Sebagai gambaran teknis model pelaksanaan program agrowisata berbasis budaya itu, berikut dijelaskan nuansa etnopedagogi dalam farmadeschool yang diwujudkan dengan mendasarkan pada sumber kearifan lokal masyarakat Made yang meliputi pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, dan proses sosial lokal. Berikut ini bagan deskriptif selengkapnya.

(22)

Bagan 5.3 Pelaksanaan Program Agrowisata (Farmadeschool)

Keterangan: berarti alur reguler (idealis) Berarti alur nonreguler (praktis)

Berdasarkan bagan alur pelaksanaan program agrowisata (farmadeschool) di atas, deskripsi lebih lanjut tentang alur pelaksanaan teknis program agrowisata itu dapat dijelaskan melalui beberapa tahap berikut ini.

Pertama, dimulai dengan sambut kenal. Nuansa etnopedagogi pada sesi sambut kenal terasa pada kearifan proses sosial lokal, yakni berkaitan dengan cara masyarakat Made menjalankan sistem tindakan sosial, tata hubungan sosial, dan kontrol sosial yang dilakukan dalam menyambut tamu atau orang yang baru dikenal.

Sambut kenal yang dimaksud adalah berupa pertunjukan Tari Remo dan Uyon-uyon. Tari Remo merupakan tarian khas rakyat Jawa Timur dalam menyambut tamu sedangkan uyon-uyon adalah tarian interaktif yang mengajak pengunjung secara bergiliran menari dengan penari di atas panggung dengan diiringi alunan musik tradisional dan tembang tradisional yang mengandung makna persahabatan dan kedamaian.

5

Kelas Refleksi Pengetahuan

Lokal

Budaya Lokal

Keterampilan Lokal

Sumberdaya Lokal

Proses Sosial Lokal

4

3

2

1

Sambut Kenal

Urban Farming (Pertanian, Perkebunan,

Perikanan, Peternakan)

Kelas Observasi

Kelas Inspirasi

(23)

Setelah itu, para pengunjung mendapatkan satu paket tas perlengkapan agrowisata di antaranya adalah dawet oyen (es khas buatan masyarakat Made), satu botol air mineral sebagai bekal observasi lapangan, kaos lapangan berlabel farmadeschool, sandal berlabel farmadeschool untuk terjun ke lapangan (sawah, kebun, ladang).

Kedua, memasuki kelas observasi. Pada sesi ini pengunjung diajak mengamati berbagai sumber daya lokal yang ada di Made meliputi potensi ekologis, ekonomis, sosial dan kultural. Sumber daya lokal itu dapat diobservasi secara indoor dan outdoor. Indoor berarti di dalam ruangan.

Hal yang dapat diamati di dalam ruangan pusat kajian Made itu adalah artefak-artefak budaya berupa foto-foto tradisi budaya, dokumentasi aktivitas sosial kemasyarakatan, buku-buku hasil penelitian di Made, dan produk-produk olahan hasil bumi masyarakat Made seperti manisan pencit, buah-buahan, sayuran, dan beras.

Sementara itu, outdoor adalah di luar ruangan. Hal yang dapat diamati di luar ruangan ialah potensi ekologi wilayah Made yang khas pedesaan, aneka tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara masif, aktivitas sosial kemasyarakatan di persawahan, perkebunan, ladang, atau tempat peternakan.

Ketiga, pengunjung diajak secara langsung terlibat dalam praktik urban farming yang mencakup bertani, berkebun, beternak, dan memancing. Pada tahap inilah keterampilan lokal diajarkan secara langsung oleh Gapoktan dan/atau kader ekolokonomisosiokultur sesuai dengan keminatan pengunjung.

Pengunjung yang berminat belajar bertani di sawah akan dipandu teknik-teknik bertanam di sawah. Pada sesi ini pengunjung diberi bibit padi sebelum memasuki area sawah. Selain itu, pengunjung juga diajak menyiangi dan memanen padi atau aktivitas lainnya sesuai dengan tahapan bertani saat kunjungan berlangsung.

Pengunjung yang berminat belajar berkebun di ladang baik yang memiliki lahan pekarangan luas maupun sempit di rumahnya akan dipandu

(24)

memanfaatkan berbagai tipe lahan tersebut. Pengunjung yang ingin belajar beternak akan diajak berkunjung ke rumah Made Berkokok. Di rumah tersebut, pengunjung diajak langsung melihat tata cara masyarakat Made beternak ayam secara sederhana namun dapat menghasilkan kualitas ayam atau telur ayam yang bagus. Selain itu, ada pula wahana kolam pancing bagi pengunjung yang hobi memancing ikan. Kolam pancing itu berisi ikan lele dan sepat yang dibudidayakan masyarakat Made yang biasanya untuk konsumsi skala rumah tangga atau dijual secara murah meriah kepada sesama warga.

Keempat, sesi berikutnya adalah kelas inspirasi. Di kelas inilah budaya lokal yang mencerminkan pola pikir didaktis yang selaras dengan prinsip pengembangan berkelanjutan (EfSD) tergambar. Secara konkret, sesi ini diadakan di dalam kelas dengan menyaksikan penampilan narasumber yang sukses dalam meniti karir dalam sektor agraris.

Penampilan narasumber yang notabene merupakan tokoh-tokoh sukses bertani di masyarakat Made itulah yang diharapkan dapat menginspirasi pengunjung.

Kelima, sesi selanjutnya adalah kelas refleksi. Sesi ini mengupas tuntas pengetahuan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat Made secara turun menurun dilihat dari perspektif logika sains. Secara konkret, sesi ini dapat dideskripsikan berupa penjelasan tentang alasan-alasan ilmiah mengapa tradisi lokal masyarakat Made diwariskan dan terus dibudayakan di tengah perkembangan zaman era globalisasi yang pesat.

Tidak hanya itu, pada sesi ini juga dikupas bagaimana cara sesuatu dikerjakan menurut tradisi lokal yang dinilai mengandung kearifan lokal.

Penjelasan tersebut diadakan di pendopo kelurahan Made sekaligus sebagai akhir rangkaian alur kunjungan dalam program agrowisata farmadeschool.

Berdasarkan deskripsi ancangan program agrowisata tersebut, diperlukan buku saku bagi pengunjung atau masyarakat yang mengikuti sekolah bertani Made (farmadeschool) tersebut agar pembelajaran secara

(25)

nonformal itu dapat berjalan secara terarah, efektif, dan efisien sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini ancangan buku saku bagi masyarakat yang saat ini masih dalam bentuk butir-butir daftar isi dan sedang dalam proses penyelesaian pengerjaannya.

Judul Buku Saku

“Ayo Sekolah Bertani di Made (Farmadeschool)”

Sekapur Sirih Daftar Isi

Sapaan Walikota Sapaan Lurah ----

Sekilas tentang Made Letakku di ....

Gambaran Alamku ....

Gambaran Sosialku ....

Gambaran Budayaku ....

Alam Made Terkembang Jadi Guru Maksud dan Tujuan Farmadeschool Peta Kegiatan Farmadeschool

Alur Paket Agrowisata Berbasis Etnopedagogi

(Dideskripsikan berdasarkan Waktu, Tempat, Perlengkapan, Kegiatan Detail) Proses Sosial Lokal (Sambut Kenal)

Sumberdaya Lokal (Kelas Observasi) Keterampilan Lokal (Kelas Terampil):

Belajar Bertani Belajar Berkebun Belajar Berikan Belajar Beternak

Budaya Lokal (Kelas Inspirasi) Pengetahuan Lokal (Kelas Refleksi) Ruang Ekspresi Diri

----

Info Akomodasi

Tempat Wisata sekitar Made Bagaimana Menuju Made Hubungi Kami

Keterangan Gambar Glosarium

Catatan

Selain itu, untuk menambah referensi masyarakat tentang Made, diperlukan ancangan buku ilmiah-populer yang membahas kampung Made secara lebih utuh khususnya dari sudut pandang sosiokultural. Berikut ini ancangan buku referensi bagi masyarakat yang saat ini masih dalam

(26)

Judul Buku

“Alam Made Terkembang Jadi Guru”

(Catatan Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan) Sekapur Sirih

Daftar Isi

Kata Pengantar Walikota

Kata Pengantar Ketua ATL Pusat Sambutan Rektor Unesa

Sambutan Ditjen Dikti Daftar Endorsment

1. Yus Rusyana (Dewan Pembina ATL Nasional)

2. Iskandarwassid (Profesor Penguji Tesis Kajian Tradisi Lisan UPI) 3. Vismaia S. Damaianti (Doktor Pendidikan Bahasa UPI)

4. Sumiyadi (Anggota Konsorsium Kajian Langka Tradisi Lisan UPI) 5. Henricus Supriyanto (Wakil Ketua ATL Jawa Timur)

6. Supriyadi Rustad (Ditnaga Ditjen Dikti)

7. S. Hamid Hasan (Ketua Tim Perumus Nasional Kurikulum 2013) ----

Bab I Profil Made Menuju Pusat Agrowisata Berbasis Etnopedagogi 1.1 Gambaran Wilayah Kampung Made di Kota Surabaya 1.2 Gambaran Alam Kampung Made di Kota Surabaya 1.3 Gambaran Sosial Kampung Made di Kota Surabaya 1.4 Gambaran Budaya Kampung Made di Kota Surabaya Bab II Kajian Teoretis

2.1 Tradisi Lisan 2.2 Folklor 2.3 Kebudayaan 2.4 Kearifan Lokal 2.5 Pendidikan Bab III Teori Landasan

3.1 Teori Pengungkap Bentuk Tradisi Lisan 3.2 Teori Pengungkap Isi Tradisi Lisan

Bab IV Metodologi Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan 4.1 Metode Penelitian

4.2 Lokasi Penelitian 4.3 Data dan Sumber Data

4.4 Prosedur dan Teknik Pengumpulan Data 4.5 Informan

4.6 Metode Analisis Data 4.7 Pedoman Analisis 4.8 Paradigma Penelitian 4.9 Alur Penelitian

Bab V Hasil Penelitian Tradisi Lisan (Studi Fenomenologi di Made) 5.1 Formula Bentuk Tradisi Lisan Rupa Bumi

5.2 Kearifan Lokal Isi Tradisi Lisan RB 5.3 Kristalisasi Hasil Penelitian 5.4 Pembahasan

Bab VI Sumbangan Hasil Penelitian Langka Kajian Tradisi Lisan terhadap Dunia Pendidikan

(27)

6.1 Revitalisasi Bentuk TLRB Melalui Ancangan Pendekatan Sains- Etnopedadogi dalam Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

6.2 Internalisasi Isi TLRB Melalui Ancangan Program Agrowisata Berbasis Etnopedagogi

Bab VII Alam Made Terkembang Jadi Guru

7.1 Buku Pegangan Guru Bab Tradisi Lisan Nusantara dalam Ancangan Kurikulum 2013

7.2 Buku Pegangan Siswa Bab Tradisi Lisan Nusantara dalam Ancangan Kurikulum 2013

7.3 Buku Saku Masyarakat Program Agrowisata Berbasis Etnopedagogi

Glosarium Daftar Pustaka

Daftar Riwayat Hidup Penulis

Berdasarkan pada ancangan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) tersebut dengan disertai dua ancangan buku pendukung, maka diharapkan rintisan agrowisata di Surabaya Barat ini dapat menjadi alternatif wisata berbasis pendidikan lingkungan hidup bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat kota Surabaya pada khususnya. Selain itu, pada dasarnya ancangan program agrowisata farmadeschool ini menopang revitalisasi tradisi lisan RB dalam pendidikan akademik karena program agrowisata itu sesungguhnya merupakan bentuk pendidikan nonformal yang ditujukan kepada masyarakat guna peduli terhadap lingkungan dan gaya hidup sehat.

5.3 Dampak yang Diharapkan dari Ancangan Metode Revitalisasi Dampak yang diharapkan tercapai dalam target implementasi rintisan program agrowisata farmadeschool ini mencakup target keberlanjutan ekologis, target kemandiran ekonomi, dan target kependidikan sosiokultur. Berikut ini peta target dan dampak keberhasilan yang diharapkan.

Tabel 5.6 Target dan Dampak Keberhasilan yang Diharapkan Target Dampak Keberhasilan yang Diharapkan Keberlanjutan

Ekologis

1. Terwujudnya kawasan pertanian lindung yang diakui secara hukum oleh pemerintah

2. Meningkatnya produksi panen pada lahan urban farming baik

Referensi

Dokumen terkait

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang teknologi kendali sangat pesat sekali dan telah membawa perubahan di segala bidang terutama

Pada hari Seni n tanggal 14 November 2011, panitia mengadakan pembuktian k ualifik asi terhadap penyedia yang lul us evaluasi penawar an dengan melak ukan

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan persentase (%). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan 1) faktor yang mempengaruhi eksistensi nelayan tradisional di

Kebijakan otonomi khusus bagi Provinsi Papua adalah merupakan sebuah upaya agar mempersempit berbagai kesenjangan antara Provinsi Papua (termasuk Papua Barat) dengan daerah lain

Di dalam EMI, standar pendidikan tersebut dibuat menjadi 11 standar yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk mengemukakan ada tidaknya hubungan, seberapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan iklan

gawai, serta interaksi sosial seperti apa yang dapat membuat orang

Pengaturan tegangan jangkar pada saat start dapat meredam  (putaran motor) motor DC dan lonjakan arus jangkar I a. Didalam motor DC daur tertutup ini dapat dinyatakan