• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA KASUS

B. Pelaksanaan restorative justice di Indonesia

Penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan pendekatan restoratif belum memiliki justifikasi perundang-undangan yang jelas.Namun, Kendala tersebut dalam kenyataannya telah diupayakan untuk diterobos oleh para penegak hukum dilapangan.Polisi melalui diskresi yang dimilikinya, Jaksa melalui opportunitas-nya serta hakim melalui kebebasannya. Beberapa gambaran dari temuan dilapangan misalnya:23

a) Tim peneliti Balitbang HAM Departemen Hukum dan HAM RI pada tahun 2006

menemukan bahwa dalam kebanyakan kasus kekerasan dalam rumah tangga justru polisi bertindak sebagai mediator. Hal ini disebabkan suami atau istri korban justru memohon

23

Eva Achjani Zulfa, Restorative justice Di Indonesia (Peluang dan Tantangan Penerapannya) ditelusuri melalu

kepada penyidik agar perkaranya tidak dilanjutkan ke proses selanjutnya karena ingin mempertahankan rumah tangganya.

b) Penyelesaian perkara kejahatan yang terkait dengan harta kekayaan. Bagi korban yang terpenting adalah pengembalian barang atau pembayaran kerugian yang timbul pada mereka, bukan pada masalah pemidanaannya.

c) Pada tanggal 19 Maret 2007, terjadi kecelakaan lalu lintas di daerah Jakarta Pusat oleh

seorang sopir angkutan umum yang menewaskan 2 (dua) orang korban. Seminggu kemudian perkara ini diselesaikan dengan cara damai di mana pelaku menyantuni keluarga korban dengan sejumlah uang sebagai modal dagang bagi istri korban. Alasan polisi melakukan ini semata-mata melihat bahwa tindak pidana ini merupakan kelalaian yang ancaman pidananya di bawah 5 (lima) tahun dan kondisi ekonomi baik pelaku maupun korban yang tidak menguntungkan.

Meskipun dalam hal ini penulis dapat menyatakan bahwa praktek-praktek tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai yang terkandung dalam keadilan restoratif, namun hal tersebut diatas adalah kenyataan yang perlu dicarikan mekanime hukum sebagai landasannya.

Restorative justice telah menjadi suatu kebutuhan daam masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip dan tujuan pemidanaan dari peradilan adat yang menjadi akar dari adanya penerapan keadilan restoratif yang berbeda dengan sistem formal yang ada sehingga dampak dari putusan yang dihasilkan pun akan sangat berbeda (dalam hal ini penulis tidak melihat apakah dampak yang dimaksud merupakan dampak positif ataupun negatif). Meskipun dalam beberapa hal, keberadaan keadilan restoratif ini dalam masyarakat masih tetap menjadi

pilihan karena tujuan akhir yang tidak dapat diperoleh bila suatu perkara diselesaikan melalui sistem peradilan pidana, seperti :

a) Memberikan suatu keuntungan yang langsung dirasakan baik korban, pelaku maupun

masyarakat umum. Bentuk-bentuk gantirugi yang nyata dalam bentuk pengembalian barang yang dicuri, perbaikan kendaraan hingga pemberian uang duka dalam hal korban meninggal dunia, menjadi realita.

b) Mekanisme penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative justice memberikan peran masyarakat yang lebih luas. Dalam mekanisme penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative justice, maka posisi masyarakat bukan hanya sebagai peserta laku atau peserta korban saja.Masyarakat dapat diberikan peran yang lebih luas untuk menjadi pemantau atas pelaksanaan suatu hasil kesepakatan sebagai bagian dari penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan ini.

c) Proses penanganan perkara dengan pendekatan restoratif justice dapat dilakukan secara cepat

dan tepat. Karena tidak melalui prosedur birokrasi yang berbelit-belit maka proses penyelesaian perkara pidana terutama yang diselesaikan diluar lembaga pengadilan baik didalam sistem peradilan pidana maupun penyelesaian oleh masyarakat sendiri atau bahkan oleh lembaga adat dapat dilakukan dengan singkat.

Suatu model penyederhanaan sistem penyelesaian suatu perkara pidana tertentu.Dalam Hukum acara pidana di Indonesia memang dikenal beberapa model mekanisme penyelesaian perkara pidana melalui peradilan biasa atau peradilan singkat.Namun terlihat bahwa mekanisme itu belum menjawab kebutuhan masyarakat sebagaimana dalam paparan diatas. Berangkat dari evaluasi atas penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan prinsip yang ada dalam keadilan restoratif sebagai ukuran dalam menilai kasus-kasus tersebut, sedikit banyak nilai-nilai utama

yang menjadi pilar dalam penyelesaian perkara pidana telah diterapkan meskipun dengan sejumlah kelemahan yang timbul atas pemahaman suatu pendekatan keadilan restoratif yang belum menyeluruh seperti pelibatan pelaku dan korban, asas praduga tak bersalah, persamaan dalam pencapaian proses penyelesaian dan upaya pencapaian penyelesaian yang mengacu kepada tujuan dari restorative justice yaitu mengacu kepada kebutuhan pelaku, korban dan masyarakat dalam memperbaiki relasi sosial antara mereka. Hal ini menandakan bahwa bila di Indonesia pendekatan ini akan dipakai sebagai bagian dari mekanisme penyelesaian perkara pidana, maka sistem peradilan pidana yang ada harus disesuaikan hingga bisa menjangkau dan mewadahi mekanisme penyelesaan perkara pidana melalui pendekatan ini.

Model keadilan restoratif harus dilaksanakan mulai dari kepolisian, saat pertama kali perkara dalam proses penyidikan. Di kejaksaan dan pengadilan pun demikian harus dilaksanakan.Peradilan jaman sekarang tidak membuktikan bahwa seseorang menjadi jera dan menyelesaikan masalah.Secara konseptual, keadilan restoratif ini adalah keadilan yang bisa melihat keadilan secara menyeluruh.Keadilan secara menyeluruh ini juga mencakup kemungkinan perbaikan yang dilakukan oleh pihak terhukum kepada korban.Dengan adanya kesempatan itu, konsep keadilan lebih bisa diterima semua pihak.Tidak seperti sekarang, di mana seseorang bisa saja melakukan balas dendam pada terhukum setelah korban keluar dari penjara, atau si korban merasa trauma berlebihan karena tindak pidana yang terjadi. Wajah lain dari hukum dan proses hukum yang formal adalah terdapatnya fakta bahwa keadilan formal di Indonesia, ternyata mahal, berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah, dan yang lebih parah lagi penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Inilah yang mengakibatkan mulai berpalingnya banyak pihak guna mencari alternatif penyelesaian atas masalahnya.

Sasaran akhir konsep keadilan restoratif ini mengharapkan berkurangnya jumlah tahanan di dalam penjara, menghapuskan stigma/cap dan mengembalikan pelaku kejahatan menjadi manusia normal, pelaku kejahatan dapat menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya serta mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas, menghemat keuangan negara tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan oleh korban, korban cepat mendapatkan ganti kerugian, memberdayakan masyarakat dalam mengatasi kejahatan, dan pengintegrasian kembali pelaku kejahatan dalam masyarakat

Dokumen terkait