• Tidak ada hasil yang ditemukan

a) Kegiatan Pembuka (Set Induction)

Guru membuka proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana pendapat kalian mengenai peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)?”. Kemudian Siswa DD menjawab: “Gerakannya sadis bu, tidak berprikemanusiaan”. Kemudian guru memotivasi siswa dengan cara menunjukkan gambar/foto tentang: peristiwa pembantaian dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), Sumur Lubang Buaya, Monumen Pancasila Sakti dan gambar/foto D. N. Aidit. Siswa terlihat antusias ketika guru menampilkan gambar/foto tersebut.

b) Kegiatan Inti (Main Point)

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menginformasikan kepada siswa mengenai topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu mengenai: “Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) dan Beberapa Versi Mengenai Dalang dari Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)”. Guru kemudian menjelaskan materi mengenai Gerakan 30 September 1965 (G.30. S/PKI) melalui bagan atau peta konsep yang telah di pasang di papan tulis. Adapun inti materi yang disampaikan antara lain mengenai: Tokoh Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); Latar belakang terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); Korban dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); dan penumpasan Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI).

Guru melakukan kegiatan dialog dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Sebelum terjadinya Gerakan 30 september 1965, apakah Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah ada?”. Siswa menjawab: “Ada bu.., contohnya pada masa PKI Madiun 1948”. Kemudian guru memberikan penjelasan kepada siswa bahwa sebenarnya Partai Komunis Indonesia (PKI) telah ada mulai tahun 1920. Pada awalnya PKI ini bernama Partai Komunis Hindia (PKH) yang berdiri pada tanggal 23 Mei 1920. Pada tahun 1926 terjadi peristiwa pemberontakan pertama yang dilakukan oleh PKI.

Guru melanjutkan penjelasannya kepada siswa: “Kenapa pelaku dari dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini adalah Angkatan Darat? Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi penyusupan PKI ke dalam tubuh Angkatan Darat. Selanjutnya guru melanjutkan kegiatan dialog dengan siswa dengan mengajukan pertanyaan berikutnya kepada siswa: “Salah satu latar belakang dari Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini adalah adanya Angkatan Kelima. Kita punya berapa angkatan?”. Siswa secara serempak menjawab: “Ada empat bu…, Angkatan Darat, Angkatan laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian”. Guru melanjutkan penjelasannya: “Jadi, pada waktu itu D. N. Aidit menginginkan untuk membentuk Angkatan kelima. Angkatan kelima ini anggotanya adalah para buruh dan tani. D. N. Aidit berencana mempersenjatai mereka dengan cara mendapat bantuan 100.000 pucuk senjata dari RRC. Akan tetapi, usaha D. N. Aidit untuk mendirikan Angkatan Kelima tidak berhasil karena di tentang oleh Angkatan Darat. Selain dilatarbelakangi oleh Angkatan Kelima peristiwa ini juga dilatarbelakangi oleh adanya isu sakitnya Soekarnon, dengan

adanya isu ini menyebabkan ketidakpastian dikalangan rakyat. Biasanya PKI tumbuh subur di wilayah yang masyarakatnya miskin. PKI memiliki pemikiran sama rasa sama rata sehingga banyak masyakat miskin yang tertarik untuk bergabung dengan PKI.

Langkah selanjutnya mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Peristiwa apa lagi selain Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), yang gerakannya sangat biadab?”. Siswa menjawab: “Tidak ada bu”. Kemudian guru menjelaskan bahwa sebenarnya jawabannya ada, yaitu peristiwa Poso. Guru melanjutkan mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Bagaimana pendapat kalian mengenai adanya kontroversi mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)? Pada saat ini ada beberapa versi mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Ada beberapa versi mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), antara lain: Pertama, menurut versi pemerintah Orde Baru yang disosialisasikan kepada masyarakat termasuk dunia pendidikan, baik melalui pidato resmi pejabat, buku-buku, film dan media massa lainnya. PKI merupakan dalang utama dibalik peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Versi itu sebenarnya, merupakan hasil rekonstruksi dari seorang sejarawan militer, Nugroho Notosusanto, dan seorang militer yang meminati hukum, Ismail Saleh, yang disusun sejak tahun 1968 dan sangat berkepentingan dengan eksistensi dan legitimasi pemerintah Orde Baru. Hampir selama 30 tahun dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di tingkat persekolahan didominasi oleh interpretasi versi pemerintah Orde Baru dalam memaknai peristiwa itu sehingga – oleh pemerintah – peristiwa itu lebih

dipopulerkan menjadi “G.30.S/PKI” atau Gestapu PKI”. Kedua, menurut versi para akademi dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang kemudian terkenal dengan sebutan Cornell Paper (Anderson & Mcvey, 1971). Menurut versi ini, peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) jelas merupakan masalah intern dalam tubuh AD, khususnya kelompok militer yang berasal dari Divisi Diponegoro, Jawa Tengah. Ketiga, menurut versi dari seorang sejarawan Barat, Antonie C. A. Dake (1973), yang menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan dalang utama dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) adalah presiden Soekarno sendiri. Bahwa AD selalu berseteru, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, dengan presiden Soekarno sudah menjadi rahasia umum sejak zaman revolusi Indonesia. Keempat, menurut versi dari seorang sosiolog dan sejarawan Belanda, W. F. Wertheim (1970), yang menyatakan bahwa dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), adalah Jenderal Soeharto Hal ini dibuktikan menurut Wertheim, bahwa ketiga pelaku utama Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) yaitu Kolonel Untung, Letkol Latief, dan Syam Kamaruzaman adalah bekas anak buah dan teman baik Soeharto sejak zaman revolusi Indonesia. Kelima, menurut versi dari seorang mantan pejabat intelejen AS, Peter Dale Scott (1999), yang menyatakan bahwa peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), yang pada gilirannya menjatuhkan Presiden Soekarno, didalangi oleh CIA (Central of Intelligence Agency).

Kemudian guru mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Menurut pendapat kalian siapa dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)? Siapa yang bersedia berpendapat atau mengemukakan gagasan? Silakan acungkan

tangan dan ke depan!”. Tiga orang siswa (DA, LB, AK) mengacungkan tangan dan ke depan, kemudian guru meminta ketiga siswa tersebut mengemukakan gagasannya. Siswa LB berpendapat: “Kalau menurut saya Soeharto bu, karena Kolonel Untung yang memimpin Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Merupakan bekas anak buah dari Soeharto dan sebelum terjadinya peristiwa tersebut terjadi pertemuan antara Latief dengan Soeharto. Meskipun tidak diketahui membicarakan mengenai apa. Tapi menurut saya Soeharto terlibat. Ketika Untung melangsungkan pernikahannya pada tahun 1960-an Soehartolah yang bertindak sebagai walinya, Soeharto pula yang didatangi oleh Latief, pada tanggal 30 September 1965, yang melaporkan akan diadakannya G.30.S walaupun dalam perkembangan kemudian Soeharto membantahnya. Sementara itu Syam Kamaruzzaman juga dianggap sebagai intel “dwi fungsi” yang melayani kepentingan intelejen baik untuk PKI maupun Angkatan Darat (AD).”Siswa DA berpendapat bahwa: “Menurut saya PKI dan Soeharto bu. Karena PKI memiliki keinginan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno sehingga wajar jika PKI dikatakan sebagai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) sedangkan Soeharto setelah terjadinya gerakan tersebut menjadi presiden. Jadi, tidak menutup kemungkinan jika sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), Soeharto memiliki keinginan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno juga supaya dia bisa menjadi Presiden”. Siswa (AK) berpendapat: “Sama bu, saya juga berpendapat sama seperti teman-teman, dalang dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini adalah Soeharto karena pelaku dari gerakan tersebut seperti Untung, Latif dan Syam

Kamaruzaman adalah bekas anak buah dari Soeharto. Apalagi Soeharto pernah hadir menjadi wali dalam pernikahan Kolonel Untung”. Kemudian guru memberikan pujian dan nilai kepada ketiga siswa tersebut serta meminta siswa yang lain untuk bertepuk tangan.

c) Kegiatan Penutup (Closure)

Setelah mengeksplorasi pendapat atau gagasan yang dikemukakan siswa, guru kemudian membuat kesimpulan: “Dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini, sampai sekarang masih kontroversi. Maka, Penjelasan yang relatif memuaskan pemahaman kita tentang peritiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) adalah apa yang kemudian dikenal dengan teori “konspirasi”. Ada banyak pihak yang bermain dan banyak kelompok yang berkepentingan dengan peristiwa itu. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), merupakan sebuah peristiwa yang paling tragis dan berdarah sepanjang sejarah Indonesia modern, kemenangan nampaknya berpihak kepada Soeharto dan Angkatan Darat yang kemudian segera membentuk pemerintah Orde Baru. Sebagai sebuah rezim yang lahir dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), maka pemerintah Orde Baru – dalam perkembangan selanjutnya – merasa perlu dan berkepentingan dengan ‘tafsir sejarah yang benar dan tunggal’ menurut perspektif pemerintah yang sedang berkuasa”.

3) Observasi (Observe)

Pada kegiatan ini peneliti bersama guru mitra melakukan analisis perbaikan terhadap PBM (Proses Belajar Mengajar). Observasi dilaksanakan di

kelas dengan fokus pengamatan kepada aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah dan aktivitas guru dalam mengembangkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga, dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 4.6 Hasil Observasi

Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog Pada Pertemuan ke-3/Tindakan 3 Siklus Ketiga

Standar Kompetensi : 2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

Kompetensi Dasar : 2.1.Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin

Topik Pembelajaran : Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Hari/Tgl/Bln/Thn : Senin, 13 April 2009

No Aspek yang diamati

Hasil

B C K

A. Aktivitas Guru

1 Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik

melalui dialog

a. Menampilkan dokumen pembelajaran 

b. Mengembangkan materi dan media 

c. Merancang pengelolaan kelas 

d. Merancang penilaian 

2 Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui

dialog

a. Menginformasikan tujuan pembelajaran 

b. Memotivasi siswa 

c. Mengungkap konsep awal siswa 

d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengemukakan ide/gagasan 

e. Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar 

f. Mengembangkan dialog dalam pembelajaran 

g. Mengelola interaksi kelas 

h. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan

Kontroversial yang dihadapinya

i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka  j. Membentuk kelompok-kelompok kecil 

k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap

peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari 

l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa 

m. Melaksanakan evaluasi 

n. Menutup Pembelajaran 

B. Aktivitas Siswa

a. Aktif bertanya 

b. Mencari dan mengolah informasi 

c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru

mengenai materi pembelajaran 

d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa

mengenai materi pembelajaran 

e. Menjawab pertanyaan yang diajukan 

f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya 

g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat 

h. Membuat kesimpulan 

i. Mengemukakan gagasan 

Keterangan:

Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik

C = Cukup K = Kurang

Berdasarkan hasil observasi penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini, peneliti dan guru mitra melakukan diskusi dan evaluasi terhadap kejadian dan kegiatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Maka, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:

1) Pengamatan kepada guru :

(1) Secara umum guru telah dapat melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan yang telah direncanakan oleh peneliti dan guru mitra.

(2) Dalam proses belajar mengajar guru telah menugaskan siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya.

2) Pengamatan kepada siswa :

(1) Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa nampak lebih siap untuk mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini ditandai dengan tidak adanya siswa yang melakukan aktivitas di luar aktivitas proses belajar mengajar seperti mengobrol, mengerjakan tugas mata pelajaran lain atau memainkan hp pada saat proses belajar mengajar sejarah berlangsung.

(2) Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa nampak lebih aktif dan antusias jika dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, baik berupa aktivitas menjawab pertanyaan, menyimpulkan maupun mengungkapkan gagasan. Meskipun peningkatan tersebut tidak terlalu besar, tetapi setidaknya mampu menunjukkan adanya perubahan sikap, pandangan dan respon siswa terhadap pembelajaran sejarah.

3) Pengamatan terhadap proses belajar mengajar :

(1) Proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog sudah dapat berjalan dengan baik. Guru dan siswa sudah terbiasa menggunakan pendekatan

konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar sejarah. Hal ini terlihat dari guru mulai terbiasa menempatkan posisinya sebagai fasilitator atau mitra belajar bagi siswa. Hal ini salah satunya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran serta memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan.

(2) Proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog sudah dapat berjalan dengan baik. Siswa pun lebih aktif dalam mengikuti peroses belajar mengajar hal ini terlihat dari adanya peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan, menyimpulkan maupun mengungkapkan gagasan ketika proses belajar mengajar berlangsung.

4) Refleksi (Reflect)

Dari pengamatan peneliti dan guru mitra pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini, terdapat peningkatan aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru mulai terbiasa melakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog, dalam proses belajar mengajar guru tidak lagi menjadikan materi sebagai unsur yang dominan dan guru mulai mampu untuk menghubungkan materi yang dikaji dengan masalah

kontemporer, terutama yang dekat dengan kehidupan siswa. Di sisi lain, dengan diterapkannya pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar menjadikan siswa lebih aktif dalam dalam menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan gagasan, bahkan dalam tataran gagasan yang dikemukakan oleh siswa sudah dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi.

Supaya dapat lebih memotivasi siswa dalam proses belajar mengajar, maka pada pertemuan selanjutnya guru diharapkan dapat memberikan penekanan pujian, misalnya dengan menyebutkan nama siswa yang bertanya, menjawab pertanyaan dan mengemukakan gagasan secara berulang-ulang. Selain itu, guru juga dapat mengemukakan kepada siswa bahwa pertanyaan, jawaban pertanyaan, atau pun gagasan yang dikemukakan oleh siswa itu bagus, hebat, dan kritis, dengan demikian siswa yang bertanya, menjawab atau mengemukakan gagasan akan merasa dihargai dan siswa yang lain akan termotivasi untuk dapat terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Guru juga harus dapat mengeksplor secara mendalam apa yang disampaikan oleh siswa.

4.

Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pada Siklus Keempat

1) Rencana (Plan)

Pada pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus keempat ini akan dilaksanakan pada tanggal 27 April 2009. Pada pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus ini, peneliti dan guru mitra menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan dan

dikembangkan dalam pembelajaran. Penyusunan rencana dalam kegiatan ini meliputi pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan model pembelajaran, buku teks yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran, dan materi yang akan digunakan dalam penelitian di kelas XI IPA 8.

Metode yang digunakan pada tindakan keempat ini adalah metode tanya jawab, strategi pembelajarannya adalah student facilitator and explaning dan pendekatannya menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah mengenai : “ Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965”. Pada pertemuan ini, siswa diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan peneliti, seperti siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Seperti siswa dapat berdialog mengenai proses peralihan kekuasaan politik setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan siswa dapat mengemukakan gagasan mengenai kontroversi Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).

2) Pelaksanaan Tindakan (Act)