• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM yang Berat

Dalam dokumen Potret Perlindungan Saksi dan Korban (Halaman 108-112)

Betty Itha

A.2. Pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM yang Berat

Pengertian pelanggaran HAM atau yang disebut dalam bahasa Inggris, human rights viola-

4 Selanjutnya pada tahun 1966, muncul International Bill of Human Rights lain sebagai kelengkapan deklarasi tersebut, yakni: 1. International Covenant on Economic Social and Cultural Rights;

2. International Covenant on Civil and Political Rights;

3. Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights.

5 PBHI, “Dasar-dasar Hak Asasi Manusia dalam rangka Pelatihan Hukum dan HAM bagi Penasehat Hukum dan Pembela HAM”. Makalah, Jakarta, 2001, (selanjutnya disingkat sebagai PBHI I), h. 1.

6 Todung Mulya Lubis, “In search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966 – 1990”, (S.J.D. Dissertation at Boalt Hall Law School University of California Berkeley, 1990), h. 128.

Sebuah Catatan: Pemberian Bantuan Bagi Korban Pelanggaran Ham Yang Berat

tion adalah pelanggaran atas hak yang melekat pada diri individu-individu (manusia) tersebut.7 Hal

ini dikarenakan HAM adalah hak yang dimiliki dan melekat pada manusia, sehingga hanya ber- laku pada manusia saja. Pelanggaran itu dianggap telah dilakukan apabila hak-hak manusia yang melekat, diakui dan dijamin itu dicabut, ditekan ataupun ditindas oleh suatu pihak, baik itu per- seorangan maupun kelompok.

Sebelum menentukan jenis hukuman atau sanksi yang dapat diterapkan pada pelaku pe- lang garan HAM, harus diperhatikan terlebih dahulu deinisi dari pe langgaran HAM, agar tidak di- sama kan artinya dengan tindakan atau per buatan melawan hukum pidana, yang sering disebut de ngan kejahatan. Hal ini disebabkan apabila keduanya tidak dapat dibedakan, maka setiap pe- langgaran HAM yang terjadi dapat dikategorikan hanya sebagai sebuah kejahatan atau tindakan pidana biasa dan dengan demikian, tidak diperlukan lagi adanya hu kum HAM sebagai salah satu hukumnya, baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional.

Kejahatan merupakan salah satu jenis dari tindakan pidana yang artinya adalah

merupakan suatu tindakan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, dimana larangannya ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.8

Perbuatan atau tindakan pidana itu mempunyai unsur-unsur. Dalam deinisi-deinisi ter- sebut mempunyai dua aliran, yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Aliran monistis tidak mem- bedakan antara unsur yang melekat pada per buatan tindak pidana dengan unsur yang melekat pada aliran tindak pidana. Aliran ini dianut oleh Simon, Hamel, Mezger, Karni dan Wirjono Prodjodikoro. Aliran dualistis memisahkan antara keduanya dan penganutnya adalah H. B. Vos, W.P.J. Pompe dan Moeljatno.

Simon mengemukakan bahwa unsur-unsur tindak pidana terbagi dua, yakni pertama, unsur obyektif, antara lain perbuatan orang, akibat yang ke lihat an dari perbuatan itu, dan kemungkinan adanya keadaan tertentu yang menyertai. Kedua, unsur subyektif, yaitu orang yang mampu bertang- gung jawab dan adanya kesalahan.9

E. Mezger menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana, antara lain perbuatan dalam arti yang luas dari manusia, sifat melawan hukum, dapat di per tanggungjawabkan kepada seseorang, dan diancam pidana.10 H.B. Vos me nyebutkan, unsur-unsur tindak pidana adalah kelakuan manusia

dan diancam pidana. W.P.J. Pompe hanya menekankan pada perbuatan dan dapat diancam pidana yang terdapat dalam ketentuan undang-undang.11

Selain itu, kejahatan tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hu kum Pidana (KUHP), yaitu pada Buku II, terdiri dari 31 bab dan 385 pasal. Me nu rut MvT (Memorie can Toelichtig), kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu per buatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang- undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht (perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum).

7 PBHI, “Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Pidana, dalam rangka Pelatihan Hukum dan HAM bagi Penasihat Hukum dan Pembela HAM”, Makalah, Jakarta, 2001, hal. 1.

8 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 54.

9 Masruchin Ruba’i dan Made S. Astuti D., Hukum Pidana I, Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 1989, hal. 35.

Sedangkan pengertian pelanggaran HAM pun sangat beragam. Apabi la mengacu pada pengertian HAM, maka pelanggaran HAM merupakan pelang garan atas hak yang melekat pada diri manusia atau individu tersebut, yang terjadi apabila HAM mengalami penekanan atau penindasan dari pihak lain.

Pendapat yang dikemukakan oleh Victor Conde mengenai pelanggaran HAM, yakni “a failure of a state or other party legally obligated to comply with an international human rights norm. Fai lure to fulill an obligation. A violation gives rise to domestic or international remedies for such state conduct”.12 Pendapat tersebut menyatakan bahwa pelanggaran HAM dapat terjadi apabila negara

atau pihak yang secara hukum diwajibkan gagal melaksanakan norma HAM internasional, karena hal tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi (dilaksanakan).

Pelanggaran HAM yang berat adalah pelanggaran terhadap HAM yang fundamental, yang bersumber pada hak-hak alamiah. Adapun hak-hak alamiah, yaitu hak-hak yang melekat secara alamiah pada setiap manusia, antara lain hak untuk hidup, hak atas keutuhan pribadi, hak atas kebe- basan, dan hak untuk tidak diperbudak.

Dalam ruang lingkup nasional, pendapat mengenai pelanggaran HAM pun beragam. Me- nurut Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dalam makalahnya berjudul “Pelang garan HAM dan Pidana”, menyebutkan, pe langgaran HAM merupakan pelanggaran atas hak yang melekat pada diri indi vidu-individu (manusia) tersebut.13

Sedangkan menurut Pasal 1 butir 6 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dinyatakan, “Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan se seorang atau sekelompok orang terma suk aparat negara, baik disengaja mau pun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan, atau di kha watirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”14

Dalam penjelasannya, ditegaskan, perilaku tidak adil dan diskriminatif yang terjadi di masya rakat merupakan pelanggaran HAM, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara ter hadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak se dikit yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM yang berat.

Pasal 7 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, menyatakan bahwa pelanggaran HAM yang berat, meliputi:

a. kejahatan genosida;

b. kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pengertian kedua kejahatan ini sesuai dengan apa yang dikandung dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Statuta Roma. Adapun pembahasan mengenai ma sing-masing kejahatan adalah sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida

Tercantum dalam Pasal 8 UU Nomor 26 Tahun 2000, yang menyatakan bahwa kejahatan ge- nosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a UU Nomor 26 Tahun 2000 adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan se- luruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a. membunuh anggota kelompok;

b. mengakibatkan penderitaan isik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota

12 Darwan Prinst, loc.cit. 13 PBHI, loc.cit.

Sebuah Catatan: Pemberian Bantuan Bagi Korban Pelanggaran Ham Yang Berat

kelompok;

c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengaki batkan kemusnahan secara isik, baik seluruh atau sebagiannya;

d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kela hiran di dalam kelompok; atau

e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. 2. Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Tercantum dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000, yang menyatakan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b UU Nomor 26 Tahun 2000 adalah salah satu perbuatan yang dila kukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

a. pembunuhan, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun dengan direncanakan terlebih dahulu;

b. pemusnahan, yakni perbuatan yang menimbulkan penderitaan yang dilakukan dengan sengaja;

c. perbudakan, termasuk di dalamnya perdagangan manusia, baik itu perdagangan wanita maupun perdagangan anak-anak;

d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, yakni dilakukan dengan cara pengusiran atau tindakan pemaksaan yang dari daerah di mana mereka bertempat tinggal secara sah tanpa didasari alasan yang diizinkan oleh hukum internasional; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan isik lain secara sewenang-

wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;

f. penyiksaan, yakni dengan sengaja dan melawan hukum menimbul kan rasa sakit atau penderitaan yang berat, baik isik maupun mental terhadap seorang tahanan atau seorang yang berada di bawah pengawasan;

g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemak saan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau ben tuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;

h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkum pulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah di akui ssecara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;

i. penghilangan orang secara paksa, yakni penangkapan, penahanan atau penculikan seseorang oleh atau dengan kuasa, dukungan atau persetujuan dari negara atau kebijakan organisasi;

j. kejahatan apartheid, yaitu perbuatan tidak manusiawi. Kejahatan ini dilakukan dalam konteks suatu rezim kelembagaan berupa pe nindasan dan dominasi oleh suatu kelompok rasial atas suatu ke lompok-kelompok ras lain. Dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan rezim itu.

Pengertian dari kejahatan terhadap kemanusiaan, yakni “crimes against humanity are wide- spread or systematic crimes against a civilian population, in war or peace. These crimes include, among other things: murder, extermination, deportation, forced expulsion, imprisonment, torture, rape, and deliberate denial of access to food”.15Terjemahannya berarti kejahatan terhadap kemanusiaan me-

rupakan kejahatan yang tersebar luas atau sistematis terhadap penduduk sipil, baik dalam keadaan perang maupun damai. Kejahatan-kejahatan ini termasuk, di antaranya: pembunuhan, pemusnahan, pengasingan, pengusiran paksa, pe men jaraan, penyiksaan, pemerkosaan dan penolakan akses akan pangan de ngan sengaja.

Kejahatan terhadap kemanusiaan yang termasuk dalam pelanggaran HAM yang berat ditentukan oleh unsur-unsur sebagai berikut:

1. adanya serangan yang meluas atau sistematis;

2. diketahui bahwa serangan itu ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil; 3. serangan itu berupa kelanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi.

Apabila suatu perbuatan tidak memenuhi ketiga unsur di atas, maka perbuatan itu digo- longkan sebagai tindak pidana biasa yang diatur dalam KUHP dan diperiksa dan diputus oleh peng- adilan pidana sehingga tidak ter go long dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Perlu diper hatikan bahwa se cara yuridis, suatu peristiwa dapat dikatakan pelanggaran HAM apabila telah di putuskan oleh pengadilan sebagai pelanggaran HAM. Adapun yang mela kukan penyelidikan adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

B. PEMBAHASAN

B.1. Pemberian Bantuan bagi Korban/keluarga Korban Pelanggaran HAM yang Berat

Dalam dokumen Potret Perlindungan Saksi dan Korban (Halaman 108-112)