• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Terhadap Hak Milik Atau Daerah Orang Lain

BAB II Landasan Teori

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

C. HASIL TAMBAHAN

C.4. Pelanggaran Terhadap Hak Milik Atau Daerah Orang Lain

Gambaran sasaran perilaku agresi dalam bentuk pelanggaran terhadap hak milik atau daerah orang lain dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 17

Gambaran Perilaku Agresif Bentuk Pelanggaran Terhadap Hak Milik Atau Daerah Orang Lain

NO Sasaran perilaku agresi Frekuensi Persentase

1 Memblokir jalan pada saat pertandingan selesai

32 21,1

2 melempari mobil orang yang sedang parkir diareal stadion

11 7,2

3 mencoreti dinding rumah disekitar

stadion

29 11,1

4 merusak barang dagangan yang ada

disekitar stadion

17 11,2

5 membakari spanduk milik panitia

pertandingan

16 11,5

6 menendangi sepeda motor milik orang lain

22 14,5

7 menghadang wasit keluar 28 18,4

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perilaku spesifik dari pelanggaran terhadap hak milik orang atau daerah orang lain yaitu memblokir jalan pada saat pertandingan selesai sebanyak 32 orang (21,1%), kemudian mencoreti dinding rumah sekitar stadion sebanyak 29 orang (11,1%), kemudian

menghadang wasit sebanyak 28 orang (18,4%), kemudian menendangi sepeda motor milik orang lain sebanyak 22 orang (14,5%), merusakbarang dagangan yang ada disekitar stadion sebanyak 17 orang (11,2%), kemudian membakari spanduk milik panitia pertandingan sebesar 16 orang (11,5%), kemudian melempari mobil orang yang sedang parkir di areal stadion sebesar 11 orang (7,2 %).

D. PEMBAHASAN

Perilaku agresi adalah tindakan yang berbentuk negatif yang dapat berupa fisik dan verbal. Agresi yang berbentuk fisik berupa memukul, menendang, membayar orang lain untuk mencedarai korban, menakut-nakuti, tidak memberi dukungan yang dapat mengakibatkan sakit atau luka pada orang atau objek. Sedangkan agresi yang berbentuk verbal yaitu mencaci maki, menghina, memfitnah, mengeluarkan kata-kata yang kotor dan bentuk-bentuk yang sifatnya lisan atau verbal.

Hasil penelitian pada 200 sampel menunjukkan perilaku menyerang secara verbal atau simbolis sebanyak 21,8 %, kemudian menyerang secara objek atau benda mati sebanyak 16,5 %, kemudian menyerang secara fisik sebesar 15,3 % dan pelanggaran terhadap hak milik atau daerah orang lain sebesar 12,6%. Hal ini senada dengan J salah seorang suporter PSMS Medan, yaitu biasanya kalau PSMS Medan kalah ekspresi yang dilakukan oleh suporter adalah dengan cara mencaci maki, atau menghina baik pemain lawan, wasit, dan kadang-kadang pemain yang di bela.

Loeber dan Hay (Krahe, 2005) mengemukakan bahwa perilaku agresi berubah tingkat dan polanya pada masa remaja dan pada masa dewasa-muda. Perubahan penting pada perilaku agresif tersebut karena lebih terorganisasi secara sosial. Selanjutnya Loeber dan Stouthamer (1998) mengatakan bahwa perilaku agresi terus menurun sebagaimana fungsi umur.

Melihat berdasarkan usia, perilaku agresif pada remaja menunjukkan perilaku agresi menyerang secara verbal sebesar 5,59%, kemudian menyerang suatu objek atau benda mati sebesar 4,56 %, kemudian menyerang fisik 4,55% dan pelanggaran terhadap hak milik atau daerah orang lain sebesar 3,32%. Dan dilihat dari perilaku agresi pada orang dewasa menunjukkan perilaku menyerang secara verbal sebesar 2,28%, kemudian menyerang suatu objek atau benda mati 1,75%, kemudian menyerang fisik 1,58% dan pelanggaran terhadap hak milik atau daerah orang lain sebesar 1,35%. Secara umum, ada temuan bahwa agresi terus menurun sebagaimana fungsi umur seperti yang dijelaskan Loeber dan Stouthammer, tetapi dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa perilaku agresi pada remaja tidak jauh berbeda dari orang dewasa. Bentuk yang paling banyak dimunculkan adalah menyerang secara verbal atau simbolis.

Hasil penelitian Sears (dalam Koeswara, 1988) menemukan bahwa anak laki-laki lebih agresif dibandingkan wanita. Anak wanita cenderung melakukan penyerangan secara psikologis seperti perilaku agresif secara verbal, sedangkan laki-laki memperlihatkan perilaku agresifnya dengan melakukan penyerangan fisik.

Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Sears (dalam Koeswara,1988), karena perilaku agresif pada suporter sepak bola pada laki-laki lebih kepada bentuk verbal, tetapi sejalan dengan jenis kelamin perempuan yang betuk perilaku agresinya bersiat verbal.

Gambaran perilaku suporter sepak bola berdasarkan suku, dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk perilaku agresi yang dominan adalah menyerang secara verbal atau simbolis. Namun jika ditinju bentuk perilaku agresi secara umum berdasarkan suku, maka bentuk perilaku agresi pada subjek penelitian suku Batak, menyerang secara verbal lebih besar persentasenya, kemudian menyerang suatu objek atau benda mati, kemudian menyerang fisk dan yang paling rendah adalah pelanggaran terhadap milik atau daerah orang lain. Sementara pada suku Jawa, bentuk perilaku agresi yang paling banyak adalah menyerang secara verbal, kemudian menyerang suatu objek atau benda mati, kemudian menyerang fisik dan yang paling rendah pelanggaran terhadap hak milik atau daerah orang lain. Ditinjau dari suku Padang bentuk perilaku agresinya yaitu menyerang secara verbal, kemudian pelanggaran terhadap hak milik atau daerah orang lain, kemudian menyerang benda mati dan paling kecil adalah menyerang secara fisik. Sedangkan untuk suku Melayu, bentuk perilaku agresi yang paling tinggi persentasenya adalah menyerang secara verbal, kemudian menyerang secara fisik, kemudian pelanggaran terhadap milik atau daerah orang lain dan yang paling kecil adalah menyerang benda mati. Menurut Krahe (2005) semua perilaku agesif dapat terjadi di semua masyarakat, tetapi akan beragam

tingkat agresifnya. Biasanya mereka melakukan tindakan agresi dalam tingkatan yang berbeda, dalam cara yang berbeda, dan untuk alasan yang berbeda.

Melihat dari suku sangat sulit untuk menentukan perilaku agresi apakah didasari oleh identitas suku oleh subjek penelitian, karena dalam kondisi nya subjek penelitian yang berada dalam satu kelompok yaitu suporter sepak bola PSMS Medan. Satu hal yang bisa menjelaskan hal tersebut yaitu pernyataan Dari hasil penelitian Suryanto (2005) pada suporter sepak bola Jawa Timur pada PON XV/2000 mengatakan walaupun suporter tersebut pernah berkonflik ketika membela klub nya masing-masing, tetapi interaksi sesama penonton yang pernah berkonflik di saat mendukung klub sepak bola sangat baik. Ada pencairan identitas sosial penonton sepak bola ketika kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi yang harus dicapai. Seperti Lamongan, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Malang, Kediri, dan lain-lain kota di Jawa Timur tidak lagi menjadi sasaran identitas tersebut. Semua pendukung tim kota beralih menjadi pendukung tim wilayah propinsi. Peralihan dukungan tentunya dilandasi oleh problem-problem psikologis seperti persepsi, interaksi dan faktor situasional yang memungkinkan kelangsungan proses identifikasi yang dijalani.

BAB V

Dokumen terkait